Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH 

"MUNASABAH AL-QUR’AN SURAT AL FURQAN"

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an


Dosen Pengampu: Dr . Usep Dedi Rostandi’ M.A.

Disusun oleh:
Syahrul Ramadhan(1221020077)

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam  yang atas
karunia dan  nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad  SAW yang selau kita
harapkan syafaatnya kelak di yaumil kiyamah.
Makalah yang saya susun ini bertemakan Munasabah Al-Qur’an pada mata kuliah Ulumul
Qur’an. Dengan rujukan dari berbagai sumber dan bantuan dari teman-teman lain akhirnya
makalah ini  berhasil saya susun meskipun jauh dari kata sempurna.
Ahirnya, dengan segala kerendahan hati saya berharap kritikan dan saran dari pembaca
dan semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi semua khususnya saya sendiri.

 
Bandung, 5 Januari 2023

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................... ....4
C. Tujuan .............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................5
A. Pengeritan Munasabah.....................................................................................................5
B. cara mengetahui munasabah……………......................................... ..............................5
C. Macam-Macam Munasabah............................................................................................5
D. Urgensi dan Kegunaan Munasabah.................................................................................5
E. Pengertian Surah Saba............................................................................................5
F. Munasabah Dalam Surah Saba……………............................................................5
BAB III PENUTUPAN......................................................................................................10
A. KESIMPULAN.............................................................................................................10
B. Saran .............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diantara kitab-kitab suci yang lain, al-Qur’an merupakan kitab yang paling
sempurna. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril
secara berangsur-angsur. Ia diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan petunjuk bagi
manusia. Al-Qur’an adalah sumber segala kebenaran dan sumber inspirasi bagi siapapun.
Kitab al-Qur’an berisi berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyariatkan karena
beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayatnya diturunkan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan sesuai
dengan yang terdapat di lauh mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat yang
satu dengan ayat yang lain dan antar surat satu dengan surat yang lain. [1]
Meskipun bahasa al-Qur’an indah, namun tidak semua orang dapat dengan mudah
memahami maknanya. Oleh sebab itu lahirlah ilmu tafsir, sedangkan ilmu tafsir sendiri tidaklah
sempurna tanpa memahami munasabah. untuk menelaah lebih rinci tentang munasabah,
simaklah uraian berikut.

B . RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari munasabah?
2. Bagaimana cara mengetahui munasabah?
3. Macam macam Munasabah?
4. Bagaimana Urgensi dan Kegunaan Munasabah?
5. Definisi surah Saba?
6. Munasabah dalam surah Saba?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami definisi munasabah
2. Mengetahui cara mengetahui munasabah
3. Mengetahui Macam macam Munasabah
4. Mengetahui Urgensi dan Kegunaan Munasabah
5. Mengetahui dan memahami definisi surah
6. Mengetahui Mmunasabah dalam surah Saba

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengeritan Munasabah
Secara etimologi”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan “muraqobah”, yang
berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah, “munasabah” berarti hubungan atau keterkaitan
dan keserasian antara ayat-ayat al- Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-
Syayuti, mendifinisikan “munasabah” itu kepada “Keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an antara
sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi
dan sistematis.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “munasabah” adalah suatu ilmu yang
membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat al-Qur’an antara satu dengan yang lain.
Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan sebagian lainnya,
sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-
bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.” Qadi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi
menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat- ayat satu dengan yang lain
sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur
merupakan ilmu yang besar. unasabah  adalah ilmu yang menerangakan hubungan antara ayat
dengan ayat atau surat dengan surat yang lain, apakah hubungan itu berupa ikatan antara Am
dan Khosnya, atau antara abstrak dan kongkrit, antara sebab akibat, atau antara Illat dan
mu’lulnya atau antara rasional dengan irasionalnya atau bahkan antara dua hal yang kontradeksi
sekalipun. Mengetahui ilmu tentang  munasabah dalam Al-Qur’an adalah sangat penting, karena
memahami Al-Qur’an dengan disertai pengetahuan tentang munasabah akan diketahui mutu dan
kebalaghohan Al-Qur’an. Disamping itu munasabah atau korelasi antara ayat/surat dengan
ayat/surat juga membantu dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan baik dan
cermat. Oleh sebab itu tidak sembarangan orang dapat mengkolerasikan ayat-ayat, akan tetapi
hendaknya melalui ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu jika ayat itu ternyata memang satu
persambungan. Seandainya ayat itu datang karena berbagai sebab, sedangkan disitu tidak ada
kolerasi maka seandainya ada orang yang mengkolerasikan maka hal itu terkesan memaksakan.

2.     Cara Mengetahui Munasabah


Untuk mengetahui munasabah unsur-unsur Al-Qur’an, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.       Topik inti yang diperbicangkan dalam ayat. Mufassir[6]perlu mengetahui permasalahan
utama yang diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat diketahui melalui istilah-istilah
yang digunakan dan alur pembicaraannya. Permasalahan utama itu mungkin terdapat
dalam ayat yang ditafsirkan atau mungkin juga terdapat dalam ayat sebelumnya.
b.      Topik inti biasanya mempunyai sub-sub topik. Jika topik inti telah diketahui, maka perlu
pula dilihat dan dipahami hal-hal yang yang dicakupi oleh topik inti tersebut.
c.    Sub-subtopik  itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing ayat, ada
yang berbincang mengenai topik inti, subtopik, dan ada pula yang memperbincangkan
unsu-unsur yang ada pada subtopik. Munasabah Al-Qur’an dapat dilihat dari sisi lain.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlahhal
yang tauqif (tidak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul); tetapi didasarkan
pada ijtihad seoranh mufasir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Qur’an,
rahasia retorika , dan segi keterangannya yang mandiri. Apabila korelasi itu halus
maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu
bahasa Arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus mencari kesesuaian
bagi setiap ayat, karena Al-Qur’an turun secatra bertahap sesuai dengan peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat menemukan hubungan antara
ayat-ayat dan terkadang  pula tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu memaksakan diri untuk
menemukan kesesuaian itu, sebab kalu memaksakannya juga maka kesesuaian itu
hanyalah  dibuat-buat danhal ini tidak disukai.

3. Macam-Macam Munasabah
Didalam Al-Quran sekurang-kurangnya terdapat delapan macam munasabah, diantaranya
yaitu sebagai berikut:

a. Munsabah antar surat dengan surat sebelumnya

As-Suyuthi menyimpulkan bahwa munasbah antar satu surat dengan surat sebelumnya
berfungsi untuk menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelurnnya. Sebagai
contoh:

186. Dalam surat Al-Fatihah ayat 1 ada ungkapan alhamdulilah. ungkapan ini berkaitan
dengan surat Al-Baqarah ayat 152 serta 186. Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mendustakan (nikmat)-Ku”. (QS. Al-Baqarah: 152). Artinya: “Dan bila hamba-hamba-Ku
mempertanyakan kepadamu berkaitan dengan aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia meinta kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu melengkapi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-
Ku, supaya mereka selalu berada dalam ijazah (kebenaran)”. (QS. Al-Baqarah: 186).
187. Perumpamaan “rabbal-alamin” terdapat di surat Al- Fatihah berkaitan dengan surat
Al-Baqarah ayat 21-22. Artinya: “Wahai manusia, sembahlah Allah swt. yang Telah
menciptakanmu dan orang-orang yang terdahulu, supaya kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 21).
Artinya: “Dialah yang membuat bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
dia menjatuhkan air (hujan) dari langit, lalu dia membentuk dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezki untukmu; Oleh sebab itu janganlah kamu membuat sekutu-sekutu bagi
Allah, sedangkan kamu Mengerti (tahu)”. (QS. Al-Baqarah: 22).
188. Di dalam QS. Al-Baqarah ditegaskan perkataan “dzalik Al-kitab la raiba fih”.
Ungkapan ini berkaitan dengan surat Ali ‘lmran ayat 3. Artinya: “Dia mengirimkan/menurunkan
Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan Sebenarnya; menyempurnakan Kitab yang Telah
diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil”. (QS. Ali ‘lmran: 3).

Hubungannya dengan munasabah macam ini, ada uraian yang baik yang dikemukakan Nasr
Abu Zaid. Beliau menjelaskan bahwa hubungan khusus surat Al-Fatihah dengan surat Al-Baqarah
ialah hubungan stilistika kebahasaan. Sementara hubungan-hubungan umum lebih berkaitan
dengan isi juga kandungan. Hubungan stilistika-kebahasaan ini tercermin dalam kenyataan
ternyata surat Al-Fatihah diakhiri menggunakan doa: lhdina Ashshirath Al-mustaqim, shirath Al-
ladzina an’amta alaihim ghair Al-maghdhubi’alaihim (…) (Aamiin). Doa ini mendapatkan
jawabannya dalam awalan surat Al-Baqarah Alif, Lam, Mim. Dzalika Al-Kitabu la raiba fihi
hudan li Al-muttaqin. Maka dari itu, kita dapat menyimpulkan bahwa teks tersebut
berkesinambungan: “Seolah-olah ketika mereka memohon hidayah (petunjuk) ke jalan yang
diridhoi (lurus), dikatakanlah kepada mereka: Petunjuk yang lurus yang Engkau minta itu ialah
Al-Kitabin”.

Apabila kaitan antara surat Al-Fatihah dan suratAl-Baqarah yaitu kaitan stilistika,
hubungan antara surat Al-Baqarah dan surat Ali’ lmran lebih sama dengan hubungan antara
“dalil” dengan “keraguan-keraguan akan dalil”. Maksudnya, surat Al-Baqarah adalah surat yang
mengajukan dalil mengenai hukum, sebab surat ini memuat kaidah-kaidah agama, selama Surat
Ali lmran “sebagai jawaban atas keragu-raguan para musuh”. Kaitan antara surat Al-Baqarah dan
surat Ali ‘lmran ialah hubungan yang didasarkan pada sebuah ta’wil (interpretasi) yang
membatasi kandungan Surat Ali’lmran pada ayat ketujuh saj

b. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya

Setiap surat memiliki tema pembicaraan yang menonjol, dan hal itu tercermin pada
namanya masing-masing, seperti surat Al-Baqarah, surat yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
Lihatlah firman Allah QS. Al-Baqarah (67-71) Artinya: “Dan (ingatlah), sementara Musa
Berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyerukan kepada kamu menyembelih seekor
sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menciptakan kami buah cacian? Musa
menjawab: “Aku bernaung kepada Allah supaya bukan menjadi salah seorang dari orang-orang
yang jahil”. Mereka berkata: “mintakanlah kepada Allah swt. buat kami, agar dia mengartikan
kepada Kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu ialah sapi betina yang bukan tua dan bukan muda, pertengahan antara itu, Maka
lakukanlah apa yang diistruksikan kepadamu”. Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk kami supaya dia menjelaskan kepada kami apa warnanya”. Musa berkata:
“Sesungguhnya Allah bersabda bahwa sapi betina itu yaitu sapi betina yang kuning, yang kuning
tua warnanya, sedang menyenangkan orang-orang yang memandangnya. “Mereka berkata:
“Mintakanlah kepada Allah swt. untuk kami supaya dia menjelaskan kepada kami bagaimana
kehakikian sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan
Sesungguhnya kami insya Allah akan memperoleh petunjuk (untuk mendapatkan sapi itu).” Musa
berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum
pernah digunakan untuk membajak tanah dan tidak digunakan untuk mengairi tanaman, tidak
bercacat, tidak terdapat belangnya.” mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menjelaskan
kehakikian sapi betina yang sesungguhnya”. Setelah itu mereka menyembelihnya dan hampir
saja mereka tidak mengerjakan perintah itu”. (QS. Al-Baqarah: 67-71).

Cerita tentang lembu betina dalam surat Al-Baqarah di atas adalah inti pembicaraannya,
yaitu tentang kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain, tujuan dari
surat ini adalah untuk menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan kepada hari kemudian.

c. Munasabah antar bagian suatu ayat

Munasabah antara bagian surat selalu membentuk pola munasabah Al-tadhadat


(perlawanan) seperti terlihat dalam surat Al-Hadid ayat 4. Yang artinya: “Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Lalu dia bersemayam di atas arsy dia
mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang
turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mana saja kamu
tinggal. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hadid: 4). Antara kala
“yaliju” (masuk) dan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju”
(naik) terdapat hubungan pertawanan. Contoh lainnya yaitu kata “Al-‘adzab’ dan Ar-rahmah” dan
janji baik setelah ancaman. Munasabah seperti ini dapat ditemukan dalam surat Al-Baqarah, An-
Nisa dan Surat Al-Mai’dah.

d. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan

Munasabah antar ayat yang letaknya sejajar sering tampak dengan jelas, tapi sering pula
tidak jelas. Munasabah antar ayat yang tampak dengan jelas umumnya rnemakai pola ta’kid
(penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh (bantahan), serta tasydid (penegasan). Munasabah antar ayat
yang memakai pola ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat arti ayat atau
bagian ayat yang terletak di sampingnya. Contoh firman Allah, yang Artinya: Dengan menyebut
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam (QS. Al-Fatihah: 1-2). Munasabah diantara ayat memakai pola tafsir, apabila satu ayat atau
bagian ayat tertentu ditafsirkan artinya oleh ayat atau bagian ayat di sampingnya. Misalnya firman
Allah, Artinya: Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; pedoman bagi mereka yang
bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang melaksanakan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang kami karuniakan kepada mereka. (Qs. Al-Baqarah: 2-3). Arti
dari “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan demiklan, orang yang
bertakwa adalah orang yang mengimani hal-halyang abstrak (ghaib), mengerjakan shalat, dan
selerusnya. Munasabah antara ayat memakai pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau lebih
tidak ada tempatnya dalam i’rab (struktur kalimat), baik di pertengahan kalimat atau di antara dua
kalimat yang berhubungan artinya.

e. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, contohnya Allah memulai penjelasan-Nya
tentang kebenaran dan fungsi Al-Quran bagi orang-orang yang beriman. Dalam kelompok ayat-
ayat berikutnya membicarakan tiga kelompok manusia dan sifat-sifat mereka berbeda-beda, yaitu
mukmin, kafir, dan munafik

f. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat

Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu. Di antaranya ialah untuk menguatkan


(tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Contohnya, dalam QS. Al-Ahzab ayat 25
diungkapkan sebagai berikut. Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang
keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. dan
Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan ialah Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa”. (QS. Al-Ahzab: 25). Dalam ayat ini, Allah menghindarkan orang-orang mukmin
dari peperangan, tidak karena lemah, melainkan karenaAllah Maha kuat dan Maha perkasa. Jadi,
adanya fashilah diantara kedua penggalan ayat di atas dimaksudkan agar pemahaman terhadap
ayat tersebut menjadi lurus serta sempurna. Tujuan lain dari fashilah, yaitu memberi penjelasan
tambahan, yang meskipun tanpa fashilah sebenamya, makna ayat sudah jelas.

g. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama

Tentang munasabah ini, As-suyuthi telah mengarang sebuah buku yang berjudul Marasid
Al-Mathali fi Tanasub Al-Maqati ‘wa Al-Mathali’. Contoh munasabah ini terdapat dalam QS. Al-
Qashas yang bermula dengan menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan
kekejaman Firaun. Atas perintah dan pertolonganAllah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir
dengan banyak tekanan. Di akhir surat Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi
Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya.
Kemudian, jika di awal surat dijelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang kafir.
Munasabah di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.

h. Munasbah antar-penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya

Apabila diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan akhir
surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Misalnya, pada permulaan surat Al-
Hadid diawali dengan tasbih. Artinya: Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi
bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS. Al-Hadid Ayat 1). Ayat tersebut bermunasabah dengan akhir surat
sebelumnya. Al-Waqiah yang memerintahkan bertasbih. Artinya: Maka bertasbihlah dengan
(menyebut) Nama Rabbmu yang Maha besar (QS. AL-Waqiah Ayat 96). Selanjutnya, permulaan
Surat Al-Baqarah. Artinya: Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah ayat 1-2). Ayat tersebut bermunasabah
dengan akhir Surat Al-Fatihah. Artinya: (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai serta bukan (pula jalan) mereka
yang sesat. (QS. Al-Fatihah ayat 7).

4. Urgensi dan Kegunaan Munasabah


Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu al-Qur’an yang posisinya sangat
penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh
(holistik). Hal ini karena suatu ayat dengan yang lain memiliki keterkaitan, sehingga bisa saling
menafsirkan. Dengan demikian al-Qur’an adalah kesatuan yang utuh yang jika dipahami
sepotong-sepotong akan terjadi model penafsiran atomostik.[8]
Secara  mudahnya ilmu munasabah berfungsi sebagai ilmu pendukung ilmu tafsir.
Bahkan tidak jarang pendekatan ilmu munasabah, penafsiran akan semakin jelas, mudah dan
indah. Sehingga ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam mengingatkan kualitas
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia, dengan ilmu ini bisa
diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan dengan ilmu ini pula bisa diketahui kadar
pengetahuan seseorang dalam mengemukakan pendapat/pendiriannya. Banyak  para analis
tafsir yang menyatakan adalah salah dugaan sebagian orang memandang tidak perlu melakukan
penggalian ilmu munasabah dalam menafsirkan al- Qur’an. Karena ilmu tafsir tanpa ilmu
munasabah itu tidaklah sempurna.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan mencari hubungan
antara sesama ayat al-Qur’an memang bukan merupakan perkara mudah yang bisa dilakukan
sembarang orang. Menelusuri munasabah al-Qur’an antar bagian demi bagian merupakan
pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan kesabaran seseorang, bahkan boleh jadi
hanya mungkin dilakukan manakala orang yang bersangkutan memang bersungguh-sungguh
memiliki keinginan untuk itu. Karenanya, mudah dipahami jika kenyataan memang
menunjukkan bahwa tidak begitu banyak mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam
memaparkan penafsiran al- Qur’an. 

5. Pengertian Surat Saba


Surah Saba' (bahasa arab:‫ )سورة سبأ‬adalah surah ke-34 dalam al-Qur’an.
Surah ini tergolong surah Makkiyah yang terdiri atas 54 ayat.
Dinamakan Saba' karena dalam surah terdapat kisah kaum Saba'. Saba' adalah
nama suatu kabilah dari kabilah-kabilah Arab yang tinggal di daerah Yaman.
Mereka mendirikan kerajaan yang terkenal dengan nama kerajaan Saba yang ibu
kotanya Ma'rib; telah dapat membangun suatu bendungan raksasa yang
bernama Bendungan Ma'rib, sehingga negeri mereka subur dan makmur.
Kemewahan dan kemakmuran ini menyebabkan kaum Saba' lupa dan ingkar
kepada Allah yang telah melimpahkan nikmatnya kepada mereka, serta mereka
mengingkari pula seruan para rasul. Karena keingkaran mereka ini, Allah
menimpahkan kepada mereka azab berupa banjir yang besar yang ditimbulkan oleh
bobolnya bendungan Ma'rib. Setelah bendungan ma'rib bobol negeri Saba' menjadi
kering dan kerajaan mereka hancur.

6. Munasabah dalam surah Saba

Untuk mendapatkan kisa tentang Negeri Saba’ secara keseluruhan baik dari segi
kemakmuran dan kehancurannya maka diperlukan kajian ayat secara sistematis yang
membahas tentang Negeri Saba’. Pembahasan tentang Negeri Saba’ selain terdapat pada
Surah Saba’ juga terdapat pada Surah lain, yaitu pada QS al-Naml/27: 22, pembahasan
tentang Negeri Saba’ berawal dari ditemukannya sebuah kerajaan yang megah oleh
beberapa ekor burung hud-hud. Penemuannya tentang Negeri Saba’ disampaikan kepada
Nabi Sulaiman, sehingga mereka terlepas dari ancaman yang akan dijatuhkannya karena
mereka tidak hadir dalam barisan pasukan yang siap akan diperiksa oleh Nabi Sulaiman.
Keadaan Negeri Saba’ itu diinformasikan lebih lanjut di dalam Surah Al Naml pada ayat
23 dan 24 dan ditafsirkan oleh Ibnu Kasir di dalam kitabnya Tafsir Ibn Kasir dan At-
Tabarsi di dalam kitabnya Majma’ul Bayan fi Tafsir Qur’an bahwa Negeri Saba’ itu
diperintah oleh seorang wanita, yaitu Ratu Balqis binti Syarahil. Selain kenikmatan
material yang digambarkan itu, Negeri Saba’ yang disebut oleh al-Qur’an sebagai baldah
t}ayyibah wa Rabb Gafur itu pernah diutus para Nabi, menurut riwayat As-Suddi.
Riawayat lain disampaikan oleh Muhammad bin Ishaq yang menerimanya dari Wahab
bin Munabbih, ia berkata bahwa di Negeri ini pernah diutus tiga belas orang Nabi
sebanyak kampung yang ada di wilayah itu. Peringatan yang disampaikan oleh para Nabi
itu antara lain seperti direkam oleh al-Qur’an di dalam ayat 15 Surah Saba’. Namun pada
akhirnya Negeri ini hancur ditelan bencana banjir karena mengabaikan ajakanajakan
para Nabinya. Hal ini dijelaskan pada ayat selanjutnya dari QS Saba’ ini Adapun
hubungan antara kisah dalam satu Surah, Imam Abu Hayyan mengatakan sebagaimana
dikutif oleh Abdullah Muhammad Yusuf dalam kitab alBahr al-Muhit bahwa setelah
Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat, seperti Nabi
Dawud dan Nabi Sulaiman, Allah kemudian menerangkan keadaan orang-orang kufur
terhadap nikmat-Nya, yaitu Kaum Saba’. Tujuannya supaya menjadi pelajaran bagi
Kaum Quraisy yang tidak mengikuti Nabi Muhammad saw. serta menjadi peringatan dan
perhatian bagi orang yang inkar terhadap nikmat Allah.

Pada ayat selanjutnya dikisahkan bahwa walaupun Allah telah melimpahkan begitu
banyak anugerah-Nya kepada mereka, namun mereka tetap ingkar kepada-Nya. Lalu
Allah mengirimkan banjir yang besar kepada mereka. Demikianlah balasan Allah atas
kekufuran mereka. Firman Allah QS Saba’/34:16-17

Terjemahnya:

Lalu mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besardan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pepohonan) yang berbuah pait, pohon as\al, dan sedikit dari pohon sidr.
Demikianlah Kami memberi mereka balasan karena kekafiran mereka, dan kami
tidak membalas melainkan kepada orang-orang yang sngat kafir.
Menurut Ibnu ‘Asyur sebagaimana yang dikutip M Quraish Shihab bahwa
terjadinya peristiwa banjir tersebut setelah masa Ratu Balqis yang telah
menganut ajaran agama yang diajarkan Nabi Sulaiman. Sepeninggal Ratunya
yang adil itu, Kaum Saba’ kembali menjadi Kaum yang ingkar. Lalu Allah
menghancurkan mereka melalui bencana banjir besar setelah runtuhnya
bendungan Ma’rib karena mereka meninggalkan pola-pola kepemimpinan yang
ideal pada saat Ratu Balqis masih hidup. Berdasarkan uraian di atas dapat
dipahami bahwa pembahasan tentang Negeri Saba tidak hanya terfokus pada QS
Saba’/34: 15 tapi juga terdapat pada QS al-Naml/27: 22, disinilah kemudian
diketahui bahwa pemimpin Negeri Saba’ adalah Ratu Balqis yang pada awalnya
menyembah matahari sebelum pada akhirnya ikut kepada agama Nabi Sulaiman.
Namun setelah Ratu Balqis meninggal dunia, masyarakat Saba’ kembali kepada
agama nenek moyang mereka yaitu menyembah matahari dan akhirnya
dihancurkan oleh Allah swt, dengan banjir yang besar.
BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
1. Munasabah  adalah ilmu ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang
hubungan al-Qur’an dari berbagai sisiny
2. Cara mengetahui munasabah adalah dengan cara:
a.  Mencari terlebih dahulu topik yang dibicarakan diayat tersebut
b. Mencari sub-bab dari topik dan mencari unsur-unsur dari subtopik
3. Macam- macam  munasabah  terdiri  dari tujuh macam, yaitu
a. Munsabah antar surat dengan surat sebelumnya
b. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
c. Munasabah antar bagian suatu ayat
d. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan
e. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
f. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
g. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
h. Munasbah antar-penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
i. Hubungan kata demi kata dalam satu ayat
j. Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya
k. Hubungan kandungan ayat dengan fashilah/penutup
4. Urgensi dan manfaat dari ilmu munasabah adalah  sebagai pendukung ilmu tafsir,
mengokohkan pembicaraan yang satu dengan yang lain, membantu dalam
pentakwilan pemahaman dengan baik dan cermat, dapat mengetahui kesesuaian
antar ayat dan antar surat, dann lain sebagainya
5. Pengertian Surat Saba
Negeri Saba’ adalah Negeri yang diabadikan di dalam al-Qur’an sebagai baldah tayyibah
(Negeri ideal). Ia memiliki berbagai nikmat yang melimpah, tanah yang subur,
perekonomian yang baik dan pemimpin yang bijaksana. Ketersediaan sumber daya alam
yang melimpah diolah dengan sumber daya manusia yang memadai menjadikan Negeri
Saba’ sebagai Negeri idaman dan diabadikan oleh Allah swt sebagai baldah tayyibah wa
Rabb Gafur. Tapi kemudian dihancurkan oleh Allah karena tidak mensyukuri nikmat-
Nya, mereka lalai dalam menjaga nikmat yang telah di beri dan lupa terhadap Pemilik
nikmat yang sesungguhnya.
6. Munasabah dalam surah Saba
Allah mengabadikan kisah kaum Saba’ ini di dalam Alquran dan memberi nama surat
yang memuat kisah mereka dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar
manusia senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian pula
negeri kita, Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa, tongkat yang dibuang ke
tanah akan menjadi pohon, sebagai gambaran kesuburannya, hendaknya kita merenungi
apa yang terjadi pada kaum Saba’ agar kita tidak mengulang kisah perjalanan mereka.
Untuk memahami konsep baldatun thoyyibatun wa rabbun Ghafūr membutuhkan
penafsiran dari para mufassir.

B. SARAN
Setiap manusia terdiri atas jiwa dan raga. Kedua aspek itulah yang harus dipenuhi
kebutuhannya. Bukan hanya raga, tetapi juga jiwa, yang diantara kebutuhannya adalah
spiritualitas yang fokus utamanya adalah kesadaran akan adanya Allah Yang Maha
Segalanya. Jika keduanya terpenuhi dengan baik, maka Negara yang dengan sengaja
mengupayakannya disebut sebagai Negara ideal, yang al-Qur’an menyebutnya sebagai
baldah tayyibah wa Rabb Gafur. Konsepsi model Negara seperti ini bisa disebut sebagai
Negara-kemakmuran, bukan sekedar Negara kesejahteraan

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tasir ath-Thabari dan Ibnu
Kathir. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Faiz, Fakhrudin. Hermeneutika Qur’ani antara Teks, Konteks dan Kontekstualisasi.
Yogyakarta: Qalam, 2002.
al-Qattan, Manna’. Pembahasan Ilmu Alquran 2, terj. Halimudin. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1995
ash-Shiddieqiy, Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Alquran. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2002.
Al-Zarqānī, M. ‟Abd al-‟Az}īm.Manāhil al-’Irfān Fī’Ulūm al-Qur’ān. Beyru>t: Dār
al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2004.
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran Ditinjaudari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 2007
Salim, A. M., & dkk. (2017). Metode Penelitian Tafsir Maudhu’i. Yogyakarta: Pustaka
Al-Zikra
Djalal, Abdul. 2008. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu

Anda mungkin juga menyukai