Anda di halaman 1dari 10

1

KELOMPOK 4 :

1. AGNES ALDA SADILA / 1851030122


2. DENDI SAPUTRA / 1851030214
3. LUTFIA APRILIAN / 1851030242
4. SITI FAUZIAH / 1851030280
5. YUNITA SARI / 1851030040

MU’TAZILAH

A. Pengertian Mu’tazilah

Perkataan mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukan

kesendirian, kelemahan, keputusasaan, atau mengasingkan diri. Dalam Al-Qur’an kata-

kata ini diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al

ibti’ad ‘ani al syai-i: menjauhi sesuatu. Pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari

luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan

diri dari gurunya.1

Kaum mu’tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan

dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,

selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin

terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.2

B. Sejarah dan Perkembangan Mu’tazilah

Dalam sejarah, mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha’

(80-131) dan temannya, Amr bin ‘Ubaid dan Hasan Al-Bashri sekitar tahun 700 M.

1
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 95.
2
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 170.
2

Washil termasuk orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan Al-

Hasan Al-Bashri di masjid Basrah. Suatu hari, salah seorang pengikut kuliah (kajian)

bertanya kepada Al-Hasan tentang kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib

al-kabair). Mengenai pelaku dosa besar khawarij menyatakan kafir, sedangkan murji’ah

menyatakan mukmin. Ketika Al-Hasan sedang berfikir tiba-tiba Washil tidak setuju

dengan kedua pendapat itu menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula

kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al manzilah baina al-manzilataini). Setelah

itu dia berdiri dan meninggalkan Al-Hasan karena tidak setuju dengan sang guru dan

membentuk pengajian baru. Atas peristiwa ini Al-Hasan berkata “i’tazalna” (Washil

menjauhkan dari kita), dan dari sinilah nama mu’tazilah dikenakan kepada mereka.

Golongan yang disebut mu’tazilah sebelum Hasan Al-Bashri ialah mereka yang

tidak ikut serta (bebas) dalam persengketaan yang terjadi sesudah Usman R.a. wafat,

antara Talha dan Zubair disatu pihak dan Ali R.a. dilain pihak, dan antara Ali R.a. kontra

Muawiyah, yang kesemuanya timbul sekitar pembunuhan atas diri khalifah Usman R.a.

dan kekhalifahan Ali R.a.. Meskipun persoalan ini bersifat politik namun mempunyai

corak agama, sebab semua persoalan hidup dalam islam, sosial, ekonomi, politik dan

lain-lainnya kesemuanya ditandai dengan corak agama.

Golongan bebas tersebut mencerminkan paham politik yang bercorak agama , dan

mereka mengatakan sebagai berikut: “Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu

pihak yang bersengketa, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya tidak

jelas siapa yang benar. Sedang agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang

yang menyeleweng. Kalau kedua golongan menyeleweng atau tidak diketahui siapa yang

menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (i’tazalah)”.


3

Kedua macam aliran mu’tazilah sama pendiriannya, yaitu menyalahi pendapat

golongan-golongan lain yang ada pada masanya masing-masing, meskipun aliran

mu’tazilah yang kemudian (Wasil bin Atha’) menambah persoalan-persoalan agama

semata-mata seperti soal metafisika, sifat Tuhan, Jisim, Aradh, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikuatkan pendapat golongan mu’tazilah menyalahi

pendapat umat (orang banyak). Artinya mereka mempunyai pemecahan sendiri.

Perpindahan tempat dari satu sudut ke sudut yang lain boleh jadi hanya merupakan

lambang penjahuannya dari golongan-golongan yang ada dan menciptakan aliran-aliran

tersendiri.3

C. Ajaran – ajaran Mu’tazilah

1. AT-TAUHID (Keesaan Tuhan)

At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran

mu’tazilah. Setiap madzhab teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun, bagi

Mu’tazilah tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu

yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang

unik dan tak ada satupun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang

qodim. Bila ada yang qodim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud al-qudama

(berbilangnya dzat yang tak bermulaan).

Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satu pun yang menyerupai-

Nya. Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, Mengetahui, dan sebagainya. Namun,

mendengar, kuasa, mengetahui dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya.

Menurut mereka sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Tuhan yang qodim, berarti

3
Dina Asanti, “Makalah Ilmu Kalam Mu’tazilah”, diakses dari http://dinaasantii.blogspot.com/2015/06/makalah-
ilmu-kalam-mutazilah.html, pada tanggal 27 September 2018 pukul 13.00.
4

ada dua yang qodim, yaitu dzat dan sifat-Nya. Wasil bin Atha’ seperti dikutip oleh Asy-

Syahrastani mengatakan, “Siapa yang mengatakan sifat yang qodim berati telah

menduakan Tuhan.” Ini tidak dapat diterima karena merupakan perbuatan syirik.

Mu’tazilah juga berpendapat bahwa Al-Qur’an itu baru (diciptakan). Al-Qur’an

adalah manifestasi kalam Tuhan. Al-Qur’an terdiri dari atas rangkaian huruf, kata, dan

bahasa yang satunya mendahului yang lainnya.4

Doktrin Tauhid Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada satupun

yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan

makhluk-Nya. Mereka berlandaskan pada Al-Qur’an, yaitu Q.S. Asy-Syura : 9, yang

berbunyi:

َ ‫علَى ُك ِل‬
﴾٩﴿ ‫ش ْيءٍ قَ ِدير‬ ُّ ‫اَّللُ ُه َو ْال َو ِل‬
َ ‫ي َو ُه َو ي ُْح ِيي ال َم ْوتَى َو ُه َو‬ َّ َ‫أ َ ِم ات َّ َخذُوا ِمن دُونِ ِه أ َ ْو ِليَاء ف‬

“Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah,

Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan

Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Asy-Syura : 9)”.5

2. AL-ADL (Keadilan Tuhan)

Adil ini merupakan sifat yang gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan.

Karena Tuhan Maha Sempurna, Dia sudah pasti adil. Ajaran ini bertujuan ingin

menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia karena alam

semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Tuhan dipandang adil

apabila bertindak hanya yang baik (Ash-Shalah) dan terbaik (Al-Ashlah), dan bukan yang

4
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 106.
5
QS. Asy-Syura [26]: 9.
5

tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janji-Nya. Dengan demikian,

Tuhan terikat dengan janji-Nya.

3. AL-WA’D WA AL-WA’ID (Janji dan Ancaman)

Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya

sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (Al-Muthi) dan mengancam

dengan siksa neraka atas orang yang durhaka(Al-Ashi).

Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan kepada manusia yang

bertaubat nasuha pasti benar adanya. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Siapapun yang

berbuat kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula, begitupun sebaliknya siapapun

yang berbuat jahat akan dibalas dengan siksaan yang sangat pedih.

4. AL-AMR BI MA’RUF WA AN-NAHY AL-MUNKAR (Perintah Berbuat Baik dan

Larangan Berbuat Jahat)

Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini

merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus

dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan

mencegahnya dari kejahatan.

5. AL-MANZILAH BAIN AL-MANZILATAIN (Tempat diantara Dua Tempat)

Karena prinsip ini Washil bin Atha’ memisahkan diri dari majelis Hasan Al-

Bashri, menurut pendapatnya seorang muslim yang mengerjakan dosa besar selain syirik

atau mempersekutukan Tuhan,bukan lagi menjadi orang mukmin, dan juga tidak menjadi

orang kafir, melainkan menjadi orang fasik. Kefasikan merupakan tempat tersendiri

antara “kufur” dan “iman” tingkatan orang fasik berada dibawah orang mukmin dan

diatas orang kafir.


6

D. Tokoh – tokoh Mu’tazilah

1. Washil bin Atha’ (80-131 H/699-748 M)

Washil bin Atha’ dikenal sebagai pendiri aliran mu’tazilah, sekaligus sebagai

pemimpinnya yang paling pertama. Serta beliau juga terkenal sebagai orang yang telah

menyimpan prinsip pemikiran kaum mu’tazilah yang rasional. Orang yang pertama

meletakkan kerangka dasar ajaran kelompok mu’tazilah. Ajaran pokoknya ada 3 macam

yaitu, paham al-Manzilah bain al-Manzilatain, paham aliran Qodariah yang diambil dari

tokohnya Ma’bad dan Gailan, serta paham yang meniadakan sifat-sifat Tuhan. Dua dari

tiga ajaran pokok itu lalu menjadi ajaran Mu’tazilah, yaitu “al-Manzilah bain al-

Manzilatain” dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.

2. Abu Huzail al-Allaf (135-235 H)

Nama lengkapnya ialah Abdul Huzail Muhammad Abu Al-Huzail Al-Allaf beliau

adalah sebagai pemimpin kaum Mu’tazilah yang kedua di kota Basrah. Beliau banyak

sekali menekuni filsafat bangsa Yunani. Pengetahuan nya mengenai filsafat memudahkan

baginya dalam menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah dengan teratur. Pengetahuannya

berkaitan dengan logika, membuat beliau menjelma menjadi ahli debat. Lawan-lawannya

adalah dari kaum zindik dari kelompok majusi, serta Zoroaster, dan atheis tidak mampu

membantah argumen yang diberikannya. Menurut suatu riwayat, 3000 orang telah masuk

islam pada tangannya. Puncak kebesarannya itu di raih pada waktu khalifah Al-Makmun,

karena khalifah ini pernah menjadi salah seorang muridnya.

3. Bisyir Al-Mu’tamir (Wafat 226 H)

Beliau merupakan pemimpin Mu’tazilah di kota Baghdad. Pandangannya yang

sangat luas berkenaan dengan kesusastraan melahirkan prasangaka bahwa ia merupakan


7

orang yang pertama kali menyusun ilmu Balaghah. Beliau juga seorang tokoh aliran

kelompok ini yang membahas konsep tawallud, yaitu batas-batas pertanggung jawaban

manusia atas kelakuannya. Beliau memiliki murid-murid yang sangat besar pengaruhnya

dalam penyebaran paham aliran Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.

4. An-Nazzam (183-231 H)

Beliau merupakan murid dari Abul Huzail Al-Allaf. Beliau juga banyak bergaul

dengan ahli filsafat. Pendapatnya itu banyak yang tidak sama dengan aliran Mu’tazilah

lainnya. Beliau mempunyai ketajaman dalam berfikir yang sungguh luar biasa, antara lain

tentang metode keraguan serta metode empirika yang merupakan cikal bakal lahirnya

renainssance (pembaharuan) Eropa.

5. Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (Wafat 869 H)

Beliau merupakan pencetus aliran naturalisme atau kepercayaan pada hukum

alam yang pada aliran Mu’tazilah dinamakan sunnah Allah. Yang diantaranya

menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu tidaklah bisa semuanya

diwujudkan manusia itu sendiri, melainkan adanya pengaruh hukum alam.

6. Al-Jubba’i (Wafat 302 H)

Beliau merupakan guru imam Abu Hasan Al-Asy’ari, pendiri kelompok

Asy’ariyah. Beliau membaginya ke dalam 2 kelompok yaitu, kewajiban yang dipahami

manusia dengan akalnya dan kewajiban-kewajiban melalui ajaran-ajaran yang dibawa

oleh para Rasul serta para Nabi.

7. Mu’ammar bin Abbad

Beliau merupakan pendiri Mu’tazilah aliran kota Baghdad. Pendapatnya yang

penting yaitu, mengenai kepercayaan pada hukum alam, sama seperti pendapat Al-Jahiz.
8

Beliau menyatakan bahwa Tuhan hanya menjadikan benda-benda materi saja, sementara

al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari

hukum alam itu.

8. Bisyr Al-Mu’tamir (Wafat 210 H)

Ajarannya yang terpenting berkaitan dengan pertanggung jawaban perbuatan

manusia. Baginya,seorang anak kecil tidak dimintai pertanggung jawaban atas

kelakuannya di akhirat kelak karena ia belum termasuk mukalaf. Seseorang yang berdosa

besar lalu bertobat, kemudian mengulangi lagi melakukan dosa besar, akan menerima

siksa ganda, meskipun ia sudah bertobat atas dosa besarnya yang telah lalu.

9. Abu Musa Al-Mudrar (Wafat 226 H)

Beliau dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang sangat ekstrim karena

pendapatnya yang dengan mudah mengkafirkan orang lain.

10. Hisyam bin Amr Al-Fuwati

Beliau berpendapat bahwa apa yang disebut surga dan neraka hanyalah ilusi

semata, belum ada wujudnya pada saat ini. Alasannya yang dikemukakan adalah tidak

ada manfaat menciptakan surga serta neraka sekarang, karena belum saatnya orang

memasuki surga dan neraka.

11. Sumamah bin Asyras (Wafat 213 H)

Beliau berpendapat bahwa manusia sendirilah yang melahirkan perbuatan-

perbuatannya karena dalam dirinya sudah tersedia daya untuk berbuat.

12. Abu Al-Hussain Al-Khayyat (Wafat 300 H)

Beliau mengatakan penafsiran yang berbeda dengan para pemuka Mu’tazillah

lainnya mengenai peniadaan sifat-sifat Tuhan. Beliau berpendapat bahwa seandainya


9

Tuhan disebut berkehendak, maka keinginan Tuhan itu bukanlah sifat yang melekat pada

dzat Tuhan dan tidak pula diwujudkan melalui dzat-Nya.

13. Al-Qadhi Abdul Jabbar (Wafat 1024 H)

Beliau diangkat sebagai hakim oleh Ibnu Abad. Diantara bagian karyanya yang

besar ialah tentang ulasan pokok-pokok ajaran Mu’tazilah. Karangan itu demikian luas

dan amat sangat mendalam yang disebut Al-Mughni. Kitab tersebut begitu besar, satu

kitab yang terdiri lebih dari 15 jilid.

Beliau merupakan tokoh yang hidup pada zaman kemunduran aliran Mu’tazilah.

Namun, beliau bisa berprestasi baik dalam bidang keilmuan maupun pada jabatan

kenegaraan.

14. Az-Zamakhsyari (467-538 H)

Beliau dilahirkan di desa Zamakhsyar, Khawarizm, negara Iran. Sebutan Jarullah

artinya ialah tetangga Allah, karena memang beliau lama hidup di kota Mekkah, dekat

Ka’bah. Beliau dikenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, serta nahwu dan para sastra.

Dalam karangannya, beliau secara terang-terangan memperlihatkan paham Mu’tazilah.

Seperti misalnya dalam kitab tafsir Al-Kassyaf, beliau berusaha menafsirkan ayat-ayat

Al-Qur’an berdasarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah.6

6
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 101.
10

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Nunu. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta : Prenadamedia

Group.

Asanti, Dina. “Makalah Ilmu Kalam Mu’tazilah”. 27 September 2018.

http://dinaasantii.blogspot.com/2015/06/makalah-ilmu-kalam-mutazilah.html.

Anda mungkin juga menyukai