KELOMPOK 4 :
MU’TAZILAH
A. Pengertian Mu’tazilah
kata ini diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al
ibti’ad ‘ani al syai-i: menjauhi sesuatu. Pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari
luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.2
Dalam sejarah, mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha’
(80-131) dan temannya, Amr bin ‘Ubaid dan Hasan Al-Bashri sekitar tahun 700 M.
1
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 95.
2
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 170.
2
Washil termasuk orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan Al-
Hasan Al-Bashri di masjid Basrah. Suatu hari, salah seorang pengikut kuliah (kajian)
bertanya kepada Al-Hasan tentang kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib
al-kabair). Mengenai pelaku dosa besar khawarij menyatakan kafir, sedangkan murji’ah
menyatakan mukmin. Ketika Al-Hasan sedang berfikir tiba-tiba Washil tidak setuju
dengan kedua pendapat itu menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al manzilah baina al-manzilataini). Setelah
itu dia berdiri dan meninggalkan Al-Hasan karena tidak setuju dengan sang guru dan
membentuk pengajian baru. Atas peristiwa ini Al-Hasan berkata “i’tazalna” (Washil
menjauhkan dari kita), dan dari sinilah nama mu’tazilah dikenakan kepada mereka.
Golongan yang disebut mu’tazilah sebelum Hasan Al-Bashri ialah mereka yang
tidak ikut serta (bebas) dalam persengketaan yang terjadi sesudah Usman R.a. wafat,
antara Talha dan Zubair disatu pihak dan Ali R.a. dilain pihak, dan antara Ali R.a. kontra
Muawiyah, yang kesemuanya timbul sekitar pembunuhan atas diri khalifah Usman R.a.
dan kekhalifahan Ali R.a.. Meskipun persoalan ini bersifat politik namun mempunyai
corak agama, sebab semua persoalan hidup dalam islam, sosial, ekonomi, politik dan
Golongan bebas tersebut mencerminkan paham politik yang bercorak agama , dan
mereka mengatakan sebagai berikut: “Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu
jelas siapa yang benar. Sedang agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang
yang menyeleweng. Kalau kedua golongan menyeleweng atau tidak diketahui siapa yang
semata-mata seperti soal metafisika, sifat Tuhan, Jisim, Aradh, dan sebagainya.
Perpindahan tempat dari satu sudut ke sudut yang lain boleh jadi hanya merupakan
tersendiri.3
mu’tazilah. Setiap madzhab teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun, bagi
Mu’tazilah tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu
yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang
unik dan tak ada satupun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang
qodim. Bila ada yang qodim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud al-qudama
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satu pun yang menyerupai-
Nya. Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, Mengetahui, dan sebagainya. Namun,
mendengar, kuasa, mengetahui dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya.
Menurut mereka sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Tuhan yang qodim, berarti
3
Dina Asanti, “Makalah Ilmu Kalam Mu’tazilah”, diakses dari http://dinaasantii.blogspot.com/2015/06/makalah-
ilmu-kalam-mutazilah.html, pada tanggal 27 September 2018 pukul 13.00.
4
ada dua yang qodim, yaitu dzat dan sifat-Nya. Wasil bin Atha’ seperti dikutip oleh Asy-
Syahrastani mengatakan, “Siapa yang mengatakan sifat yang qodim berati telah
menduakan Tuhan.” Ini tidak dapat diterima karena merupakan perbuatan syirik.
adalah manifestasi kalam Tuhan. Al-Qur’an terdiri dari atas rangkaian huruf, kata, dan
Doktrin Tauhid Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada satupun
yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan
berbunyi:
َ علَى ُك ِل
﴾٩﴿ ش ْيءٍ قَ ِدير ُّ اَّللُ ُه َو ْال َو ِل
َ ي َو ُه َو ي ُْح ِيي ال َم ْوتَى َو ُه َو َّ َأ َ ِم ات َّ َخذُوا ِمن دُونِ ِه أ َ ْو ِليَاء ف
Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan
Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Asy-Syura : 9)”.5
Karena Tuhan Maha Sempurna, Dia sudah pasti adil. Ajaran ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia karena alam
semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Tuhan dipandang adil
apabila bertindak hanya yang baik (Ash-Shalah) dan terbaik (Al-Ashlah), dan bukan yang
4
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 106.
5
QS. Asy-Syura [26]: 9.
5
tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janji-Nya. Dengan demikian,
Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya
sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (Al-Muthi) dan mengancam
Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan kepada manusia yang
bertaubat nasuha pasti benar adanya. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Siapapun yang
berbuat kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula, begitupun sebaliknya siapapun
yang berbuat jahat akan dibalas dengan siksaan yang sangat pedih.
dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan
Karena prinsip ini Washil bin Atha’ memisahkan diri dari majelis Hasan Al-
Bashri, menurut pendapatnya seorang muslim yang mengerjakan dosa besar selain syirik
atau mempersekutukan Tuhan,bukan lagi menjadi orang mukmin, dan juga tidak menjadi
orang kafir, melainkan menjadi orang fasik. Kefasikan merupakan tempat tersendiri
antara “kufur” dan “iman” tingkatan orang fasik berada dibawah orang mukmin dan
Washil bin Atha’ dikenal sebagai pendiri aliran mu’tazilah, sekaligus sebagai
pemimpinnya yang paling pertama. Serta beliau juga terkenal sebagai orang yang telah
menyimpan prinsip pemikiran kaum mu’tazilah yang rasional. Orang yang pertama
meletakkan kerangka dasar ajaran kelompok mu’tazilah. Ajaran pokoknya ada 3 macam
yaitu, paham al-Manzilah bain al-Manzilatain, paham aliran Qodariah yang diambil dari
tokohnya Ma’bad dan Gailan, serta paham yang meniadakan sifat-sifat Tuhan. Dua dari
tiga ajaran pokok itu lalu menjadi ajaran Mu’tazilah, yaitu “al-Manzilah bain al-
Nama lengkapnya ialah Abdul Huzail Muhammad Abu Al-Huzail Al-Allaf beliau
adalah sebagai pemimpin kaum Mu’tazilah yang kedua di kota Basrah. Beliau banyak
sekali menekuni filsafat bangsa Yunani. Pengetahuan nya mengenai filsafat memudahkan
berkaitan dengan logika, membuat beliau menjelma menjadi ahli debat. Lawan-lawannya
adalah dari kaum zindik dari kelompok majusi, serta Zoroaster, dan atheis tidak mampu
membantah argumen yang diberikannya. Menurut suatu riwayat, 3000 orang telah masuk
islam pada tangannya. Puncak kebesarannya itu di raih pada waktu khalifah Al-Makmun,
orang yang pertama kali menyusun ilmu Balaghah. Beliau juga seorang tokoh aliran
kelompok ini yang membahas konsep tawallud, yaitu batas-batas pertanggung jawaban
manusia atas kelakuannya. Beliau memiliki murid-murid yang sangat besar pengaruhnya
4. An-Nazzam (183-231 H)
Beliau merupakan murid dari Abul Huzail Al-Allaf. Beliau juga banyak bergaul
dengan ahli filsafat. Pendapatnya itu banyak yang tidak sama dengan aliran Mu’tazilah
lainnya. Beliau mempunyai ketajaman dalam berfikir yang sungguh luar biasa, antara lain
tentang metode keraguan serta metode empirika yang merupakan cikal bakal lahirnya
alam yang pada aliran Mu’tazilah dinamakan sunnah Allah. Yang diantaranya
penting yaitu, mengenai kepercayaan pada hukum alam, sama seperti pendapat Al-Jahiz.
8
Beliau menyatakan bahwa Tuhan hanya menjadikan benda-benda materi saja, sementara
al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari
kelakuannya di akhirat kelak karena ia belum termasuk mukalaf. Seseorang yang berdosa
besar lalu bertobat, kemudian mengulangi lagi melakukan dosa besar, akan menerima
siksa ganda, meskipun ia sudah bertobat atas dosa besarnya yang telah lalu.
Beliau berpendapat bahwa apa yang disebut surga dan neraka hanyalah ilusi
semata, belum ada wujudnya pada saat ini. Alasannya yang dikemukakan adalah tidak
ada manfaat menciptakan surga serta neraka sekarang, karena belum saatnya orang
Tuhan disebut berkehendak, maka keinginan Tuhan itu bukanlah sifat yang melekat pada
Beliau diangkat sebagai hakim oleh Ibnu Abad. Diantara bagian karyanya yang
besar ialah tentang ulasan pokok-pokok ajaran Mu’tazilah. Karangan itu demikian luas
dan amat sangat mendalam yang disebut Al-Mughni. Kitab tersebut begitu besar, satu
Beliau merupakan tokoh yang hidup pada zaman kemunduran aliran Mu’tazilah.
Namun, beliau bisa berprestasi baik dalam bidang keilmuan maupun pada jabatan
kenegaraan.
artinya ialah tetangga Allah, karena memang beliau lama hidup di kota Mekkah, dekat
Ka’bah. Beliau dikenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, serta nahwu dan para sastra.
Seperti misalnya dalam kitab tafsir Al-Kassyaf, beliau berusaha menafsirkan ayat-ayat
6
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hlm 101.
10
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, Nunu. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta : Prenadamedia
Group.
http://dinaasantii.blogspot.com/2015/06/makalah-ilmu-kalam-mutazilah.html.