Oleh:
Hudi Firmansyah
CIPONDOH TANGERANG
2019
PEMBAHASAN
A. LARANGAN MENIMBUN DAN MONOPOLI
Larangan Menimbun Barang Pokok/ Monopoli Barang,
Dalam Bulughul Maram. Hadits No. 833
Dari Abu Hurairah عنه هللا رضيbahwa Rasulullah وسلم عليه هللا صلیpernah melewati sebuah
tumpukan makanan. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut dan jari-
jarinya basah. Maka beliau bertanya: "Apa ini wahai penjual makanan?". Ia menjawab: Terkena
hujan wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Mengapa tidak engkau letakkan di bagian atas makanan
agar orang-orang dapat melihatnya? Barangsiapa menipu maka ia bukan termasuk golonganku."
َعنهَ للا رضيَ – للاَ ِعبدَ بن معمرَ عنَ و-َ)إالخاطىءَ يحتكرَ ال( قالَ وسلم عليهَ للا صلى للا رسوَ عن.أحمد رواه.
“Dari Ma’mar Bin Abdullah RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:” Tidaklah orang
yang menimbun barang (monopoli) kecuali orang yang bersalah”(HR Muslim).
Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat
untuk dijual kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga. Ini
merupakan pengertian secara terminologi. Kata al-Khaati’; Ar-Raqhib berkata“Al-khata’adalah
merubah arah. Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan
menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.
b. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak,
lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis
diantaranya:
َ ْض َربَه
َ طعَامهمْ لمسلمينَْ احت َ َك َر
ْعلى َمن َ ْلَ َوالْ اجذامْ بل هللا
ْ سْ ف
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan
kebangkrutan kepadanya.”
Diriwayatkan Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
َْ علَى يغَال
ْي ًيريدأنْ احت َ َك َرحك َرة َمن َ فَه َوخَط
َ ئًْ لمسلمينَْ ا ب َها
Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal,
maka ia telah melakukan dosa.”
Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:
َ هللاَ فَقَدبَرى َءمنَْ لَيلة احت َ َك َر
ْطعَماأربَعينَْ َمن ْ منهْ َوبَرى َْء
Artinya:
“Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah
dan Allah berlepas dari padanya”
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan
syarat:
1) Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persediaan untuk satu tahun
2) Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
3) Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan
Hal hal yang bisa kita jadikan pembelajaran dalam hadist diatas adalah :
- Barang siapa melakukan hal hal yang menjuru pada kata Al-Ihtikar (yaitu orang yang membeli
makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijual kembali, namun ia menimbun atau
menyimpan untuk menunggu kenaikan harga), Allah akan memberikan penyakit dan kebangkrutan
serta dia amatlah berdosa karena itu sangatlah merugikan bagi kaum muslim yang lain.
- Dan sesungguhnya perbuatan itu tercela dan janganlah kamu menjadi orang yang serakah (rakus)
karena islam adalah agama yang bertujuan memberikan dan merealisasikan kemaslahatan untuk
masyarakat lainnya serta mencegah dari kemudharata.
- Kita sebagai muslim dilarang menganianya orang lain dan maupun harta benda.
A. KESIMPULAN
1. Melarang jual-beli dengan cara muhaqalah, muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum
masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh),
munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan).
2. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan
merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.
3. Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijual
kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga.
a. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat.
b. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak,
lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
4. Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan
syarat:
a. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persediaan untuk satu tahun.
b. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik.
c. Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA