Aam (0711519001)
Adzra Fauziyyah (0711519004)
Annisa Rahmawati (0711519016)
Alinka Olang (0711519009)
Aurellia Anggita Fitriani (0711519019)
Eldi Haris Sebastian (0711519033)
Faradilla Larasati (0711519035)
Muhammad Bagus Pratama (0711519058)
Hamdallah Gautama Putra (0711519041)
Wildan (0711519092)
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Permasalahan.....................................................................................2
C. Tujuan Penelitian................................................................................................2
D. Metodologi Penelitian..........................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Furudul Muqodaroh...............................................................................................5
B. Mengenal Bagian Ashobah dalam Warisan......................................................9
1. Ashobah binafsih..............................................................................................9
2. Ashobah bil ghair...........................................................................................11
3. Ashobah maal ghair.......................................................................................12
C. Ahli Waris Utama dan Ahli Waris Pengganti.................................................14
D. Hak Waris Dzawil Arham................................................................................29
E. Hijab dan Mahjub.............................................................................................33
1. Pengertian Hijab dan Mahjub..........................................................................33
BAB III...........................................................................................................................39
PENUTUP.......................................................................................................................39
A. Kesimpulan........................................................................................................39
B. Kritik & Saran...................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40
i
KATA PENGANTAR
“Tak Ada Gading Yang Tak Retak” maka begitu pulalah dengan makalah
ini. Walaupun penyusun telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi
penyusun menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan
kekhilafan dalam makalah ini. Akhir kata penyusun berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
Penyusun
Kelompok 2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu syari’at yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum
waris,yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya. Hukum waris Islam yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan
yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.
pasti yaitu ½, ¼, 1/3, 1/6, 1/8, 2/3 dan 1/3 sisa harta peninggalan yaitu hasil ijtihad
para jumhur fuqaha serta menyebutkan pula orang yang memperoleh harta
warisan menurut angka-angka tersebut (Fachtur Rahman, 1994: 128). Dilihat dari
kandungan ayat-ayat waris diantaranya QS. an-Anisa Ayat 7, 11, 12, dan 176.
Allah telah menerangkan tentang aturan waris. Dalam keterangan tersebut telah
ditetapkan siapa yang lebih berhak menjadi ahli waris serta bagiannya masing-
masing dengan sangat rinci, detail, dan jelas.
Adapun dasar hukum untuk pembagian harta waris dalam Islam adalah
yang dimaksudkan dalam Surat an-Nisa’ Ayat 7:
1
ب مِّمَّا َتَر َك الْ َوالِ ٰد ِن ِ ِ صيب مِّمَّا َتر َك الْوالِ ٰد ِن وااْل َ ْقربو ۖ َن ولِلن ِ ِ
ٌ ِّساۤء نَصْي
َ َ ُْ َ َ َ َ ٌ ْ َلِ ِّلر َجال ن
ضا ِ َوااْل َ ْقربو َن مِم َّا قَ َّل ِمْنه اَو َك ُثر ۗ ن
ً صْيبًا َّم ْف ُر ْو َ ْ ُ ُْ َ َ
Artinya:
“Bagi laki-laki ada bagian pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang
tuanya dan kerabatnya. Demikian pula bagi wanita ada bagian pusaka dari harta
yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabatnya, baik sedikit maupun
banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan” (Soenardjo, 1989: 116).
B. Rumusan Permasalahan
C. Tujuan Penelitian
2
terhalangnya ahli waris. Tidak hanya sekedar paham akan maknanya saja, tetapi
bagaimana kemudian kita sebagai seorang muslim mampu mengaplikasikannya
kedalam kehidupan sehari-hari.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan teknik penelitian kepustakaan (library
research), yakni jenis penelitian yang dilaksanakan dengan proses
pengumpulan data dari berbagai jenis literatur kepustakaan seperti buku,
jurnal ilmiah, majalah dan dokumen kepustakaan lainnya.
2. Sumber data
Sumber data yang penyusun dapatkan berasal dari bahan-bahan yang
bersifat tulisan. Dalam penelitian (library research) ini, sumber data yang
bersifat tertulis terbagi atas sumber data primer dan sumber data sekunder
sebagai berikut :
a. Sumber data primer
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari subyek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data ini disebut
juga dengan data tangan pertama.1 Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah Al-Qur’an dan Hadits.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain
yang merupakan penunjang dari sumber data sekunder yakni buku-
buku pemuka agama dan jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan
pembahasan makalah ini.
1
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 91.
3
3. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah studi mengenai golongan ahli waris dan
bagiannnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Furudul Muqodaroh
Adapun dasar hukum furudhul mukodaroh dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 11-
12, yang berbunyi:
2
Muhammad Ryan Fadhilah, pengertian farudhul muqaddarah, Depok: blog 2012
5
ِ ِ ِ ِ َ وصيبِ َهاأ َْو َديْنٍ َآبا ُؤ ُك ْموأ َْبنَا ُؤ ُك ْماَل تَ ْدرونَأَيُّ ُه ْمأَ ْقربلَ ُك ْمَن ْف ًعافَ ِر
ِ و ِصيَّ ٍةي
ً يضةًمنَاللَّهإنَّاللَّ َه َكا َن َعل
يما َُ ُ َ َ ُ َ
ص ُف َما ِ ِ
ْ ﴾ولَ ُك ْمن
َ ۱۱﴿يما
ً َحك
ورثُكَاَل لَةًأَ ِو ْامَرأَةٌَو ٍِ ِ ُ ُفَِإنْ َكا َنلَ ُك ْمولَ ٌد َفلَ ُهنَّالثُّمنُ ِم َّماَتر ْكتُ ْم ِمْنَب ْع ِدو ِصيَّ ٍةت
َ ُوصونَب َهاأ َْو َديْن َوإنْ َكا َنَر ُجلٌي َ َ ُ َ
اح ٍد
ِ هَل أَخأَوأُخٌت َفلِ ُكلِّو
َ ْ ٌُْ
ًض ٍّار َو ِصيَّة ٍ ٍ ِ ِ ِ ِ ُّ ِاالس ُدس َفِإنْ َكانُواأَ ْكَثر ِمْن َذلِ َك َفهم ُشر َكاءف ِ
َ وصىبِ َهاأ َْو َديْنغَْيَر ُم
َ ُيالثلُثمْنَب ْعد َوصيَّةي ُ َ ُْ َ ُ ُّ مْن ُه َم
۱۲﴿.يمِ ِ﴾ِمناللَّ ِهواللَّهعل
ٌ يم َحل
ٌ َُ َ َ
Artinya:
6
manfaatnya bagimu.Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(11)
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta.Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun(12)''. (Q.S. An-Nisa:11-12).
• Anak perempuan
• Cucu perempuan dari anak laki-laki
• Saudara perempuan kandung
• Saudara perempuan sebapak
• Suami, jika tidak ada anak dari almarhum istri
3
Bagian-bagian yang dapat warisan, http://www.catatanfiqih.com/2015/05/warisan-furudhul-
muqaddarah.html
7
• Suami, beserta ada anak
• Istri, jika tidak ada anak dari almarhum suami
8
Pembagian terhadap anak laki-laki lebih besar dari anak perempuan. Hal
ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan sebagai berikut: “Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat
separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua
pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki,
maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.”
1. Ashobah binafsih
9
b) Golongan ayah, yaitu : ayah, ayahnya ayah (kakek) dan
seterusnya.
c) Golongan saudara, yaitu : saudara laki-laki kandung, saudara
laki-laki seayah, dan keturunanya yang laki-laki. Mereka ini
mewaris secara ashabah bin nafsi manakala tidak ada
bersamanya saudara perempuan.
d) Golongan paman, yaitu : paman kandung, paman seayah, anak-
anak dari paman tersebut,dan seterusnya kebawah.
Para ulama faraidl membuat beberapa kaidah untuk menentukan siapa saja
para penerima ashabah yang bisa tetap menerima warisan dan siapa saja
yang terhalang menerima warisan bila semua berkumpul. Dalam kaidah-
kaidah tersebut para ulama menjelaskan :
a) Ahli waris ashabah yang masuk pada kategori yang lebih akhir
tidak bisa mendapat warisan bila ia bersamaan dengan ahli waris
ashabah yang masuk pada kategori sebelumnya.
Sebagai contoh, seorang bapak tidak bisa menerima warisan
secara ashabah bila ia bersamaan dengan seorang anak laki-laki
atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ia hanya akan menerima
bagian 1/6, bukan ashabah. Saudara laki-laki sekandung tidak
bisa menerima warisan (mahjûb) bila ia bersamaan dengan
bapaknya si mayit.
b) Bila ahli waris ashabah dengan kategori yang sama berkumpul
maka ahli waris yang lebih jauh dari mayit tidak bisa menerima
warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat
dengan mayit.6
6
Ashobah Binafsih, https://islam.nu.or.id/post/read/87179/mengenal-bagian-ashabah-dalam-
warisan--definisi-dan-macamnya , pada pukul 19.51
10
2. Ashobah bil ghair
Tentang ashabah bil ghair ini Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi
menulis:
Artinya:
11
Anak laki-laki dan saudara laki-laki bersama para perempuan keduanya
mengashabahkan mereka dalam warisan.
1. Suami
2. 4 (empat) Anak Laki-Laki
3. Nenek
4. 4 (empat) Anak Perempuan
Jawab:
7
Macam-Macam Ashobah, http://yuk-menikah.blogspot.com/2018/02/macam-macam-ashabah-
dan-contoh-perhitungan.html , pada pukul 19.40
12
Harta
Bagian Akar Waris:AM = Hasil
Ahli Waris Waris Masalah (AM)=12 4.530.000 perkalian
Karena mendapat
4 Anak Laki-laki sisa, maka hasilnya Rp.
dan Perempuan Sisa (12-5) = 7 x 4.530.000 31.710.000
Kesimpulannya adalah:
13
Nenek mendapatkan harta waris sebesar Rp9.060.000
4 orang anak laki-laki mendapatkan harta waris sebesar
Rp21.140.000
4 orang anak perempuan mendapatkan harta waris sebesar
Rp10.570.000
Ahli waris adalah seseorang atau beberapa orang yang yang berhak
mendapat bagian dari harta peninggalan.9 Dalam kitab fiqh ahli waris disebut
dengan istilah waarits.10 Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam ahli waris adalah
orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.11
Secara garis besar, golongan ahli waris di dalam Islam dapat dibedakan ke
dalam 3 (tiga) golongan, yaitu, ahli waris dzawil furudl, ahli waris ashabah, dan
ahli waris dzawil arham.
8
(Anshary MK, Hukum Kewarisan Islam, Hlm.55-56), (Anshary MK, Hukum Kewarisan Islam,
Hlm.56-57), (Anshary MK, Hukum Kewarisan Islam, Hlm.57-58)
9
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, PT Refika
Aditama, 2005, Hlm. 17
10
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif
di Indonesia (Edisi Revisi), Sinar Grafika, Jakarta, 2017, hlm. 61
11
Pasal 171 huruf C Kompilasi Hukum Islam
14
Ketentuan bagian ahli waris dzawil furudl diperoleh dari Al-Qur’an
atau hadis Nabi. Sebagaimana telah disebutkan , ahli waris dzawil
furudl terdiri dari 12 orang, yaitu :
a. Suami12
QS An Nisaa’ (4): 12 menentukan bagian suami menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
1. Satu perempat (1/4) harta warisan jika pewaris
meninggalkan anak yang berhak waris. Yang dimaksud
dengan anak di sini termasuk cucu (dari anak laki-laki)
dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. Anak atau
cucu itu diperoleh baik dari suami yang dahulu maupun
dari suami yang ditinggalkan.
2. Setengah (1/2) harta warisan apabila tidak ada anak dan
cucu
b. Istri13
QS An Nisaa’ (4): 12 menetukan bagian istri menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
1. Satu perdelapan (1/8) harta warisan apabila pewaris
meninggalkan anak berhak waris. Yang dimaksud anak
termasuk juga cucu (dari anak laki-laki) dan seterusnya
ke bawah dari garis laki-laki. Anak atau cucu diperoleh
baik dari istri yang ditinggalkan maupun dari istri yang
terdahulu.
2. Satu perempat (1/4) harta warisan bila tidak ada anak atau
cucu
c. Ayah14
QS An Nisaa’ (4): 11 menentukan bagian ayah menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
12
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam (Edisi Revisi), UII Pres, Yogyakarta, 2004. Hlm.43
13
Ibid, Hlm. 43-44
14
Ibid, Hlm. 44-45
15
1. Satu perenam (1/6) harta warisan apabila bersama-sama
dengan anak atau cucu laki-laki (dari anak laki-laki).
2. Menjadi ashabah apabila tidak ada anak atau cucu.
Apabila ayah bersama-sama dengan hanya anak
perempuan atau hanya cucu perempuan (dari anak laki-
laki dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki), kecuali
mendapat 1/6 harta warisan, masih dimungkinkan
menerima lagi sisanya. Dengan demikian terdapat
ketentuan ketiga bagian ayah, yaitu:
3. Satu perenam (1/6) harta warisan dan ashabah apabila
bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan (dari anak laki-laki).
d. Ibu15
QS An Nisaa’ (4):11 menentukan bagian ibu menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
1. Satu perenam (1/6) harta warisan apabila ada anak, cucu
(dari anak laki-laki) atau lebih dari seorang saudara.
2. Satu pertiga (1/3) harta warisan apabila tidak ada anak,
cucu (dari anak laki-laki) atau lebih dari seorang saudara
seperti tersebut di atas. Apabila ahli waris yang ada hanya
terdiri dari suami atau istri, ayah dan ibu, bagian ibu tidak
1/3 harta warisan seluruhnya, melainkan 1/3 harta
warisan setelah diambil bagian suami atau istri. Maka,
terdapat ketentuan ketiga dalam bagian ibu, yaitu:
3. Satu pertiga (1/3) sisa setelah diambil bagian suami atau
istri apabila bersama-sama dengan ayah dan suami atau
istri.
e. Anak Perempuan16
15
Ibid, Hlm. 45-46
16
Ibid, Hlm. 47-48
16
QS An Nisaa’ (4): 11 menentukan bagian anak perempuan 3 (tiga)
macam, yaitu:
1. Satu perdua (1/2) harta warisan apabila hanya seorang
dan tidak ada anak laki-laki yang menariknya menjadi
ahsabah.
2. Dua pertiga (2/3) harta warisan apabila dua orang atau
lebih dan tidak ada yang menariknya menjadi ahsabah.
3. Tertarik menjadi ahsabah oleh anak laki-laki sama dengan
bagian dua anak perempuan.
f. Cucu Perempuan17
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Ibnu Mas’ud dinyatakan bahwa
Nabi pernah memutuskan perkara warisan yang ahli warisnya
terdiri dari seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan (dari
anak laki-laki), dan seorang saudara perempuan (kandung atau
seayah). Bagian anak perempuan = 1/2, cucu perempuan = 1/6
(untuk memenuhi bagian 2/3 bersama dengan anak perempuan)
dan saudara perempuan mendapat sisanya.
Para ulama juga bersepakat bahwa apabila ada dua orang anak
perempuan, cucu perempuan tidak mendapat bagian, kecuali
apabila ditarik oleh cucu laki-laki (dari anak laki-laki).
17
Ibid, Hlm. 50-51
17
3. Satu perenam harta warisan untuk seorang atau lebih
apabila bersama-sama dengan seorang anak perempuan
guna menyempurnakan bagian 2/3 harta warisan.
4. Tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki (dari anak
lakilaki) yang setingkat, dengan ketentuan cucu laki-laki
menerima dua kali lipat bagian cucu perempuan. Cucu
perempuan dapat tertarik menjadi ashabah oleh piyut laki-
laki yang lebih bawah tingkatnya apabila tidak mendapat
bagian karena terhalang waris lain.
5. Terhalang (mahjub) oleh :
- Anak laki-laki
- Dua orang atau lebih anak perempuan bila tidak ada
yang menariknya menjadi ashabah.
g. Saudara Perempuan Kandung18
QS An Nisaa’ (4): 176 menetukan bagian saudara perempuan
kandung sebagai berikut:
1. Satu perdua (1/2) harta warisan apabila hanya seorang,
tidak ada anak, cucu (dari anak lakilaki) atau ayah dan
tidak ada yang menariknya menjadi ashabah.
2. Dua pertiga (2/3) harta warisan, untuk dua orang atau
lebih, apabila tidak ada anak, cucu (dari anak laki-laki)
atau ayah dan tidak ada yang menariknya menjadi
ashabah.
3. Tertarik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki kandung
(atau oleh kakek), dengan ketentuan bagian saudara laki-
laki dua kali bagian saudara perempuan
4. Hadis Nabi memberikan ketentuan lagi yaitu sebagai ahli
waris ashabah ma’al ghairi untuk seorang atau lebih
apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan (dari anak laki-laki).
18
Ibid, Hlm. 53-54
18
5. Tertutup oleh ayah, anak lakilaki atau cucu (dari anak
lakilaki).
h. Saudara Perempuan Seayah19
Ketentuan QS An Nisaa’ (4): 176 berlaku pula terhadap saudara
perempuan seayah, dalam hal tidak ada saudara kandung. Apabila
ada saudara kandung, saudara seayah mempunyai ketentuan lain.
Maka, ketentuan bagian saudara perempuan seayah adalah sebagai
berikut:
1. Satu perdua (1/2) harta warisan apabila hanya seorang,
tidak ada ayah, cucu (dari anak lakilaki) saudara kandung,
serta tidak ada yang menariknya menjadi ashabah.
2. Dua pertiga (2/3) harta warisan, untuk dua orang atau
lebih, apabila tidak ada ayah, anak, cucu (dari anak laki-
laki) atau saudara kandung serta tidak ada yang
menariknya menjadi ashabah.
3. Tertarik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seayah
atau kakek dengan ketentuan bahwa bagian saudara laki-
laki dua kali bagian saudara perempuan.
4. Satu perenam (1/6) harta warisan, untuk seorang atau
lebih, apabila bersama-sama dengan seorang saudara
perempuan kandung untuk menyempurnakan 2/3.
5. Menjadi ashabah ma’al ghairi, untuk seorang atau lebih,
apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan (dari anak laki-laki)
6. Tertutup oleh ayah, anak lakilaki, cucu laki-laki (dari
anak laki-laki), dua orang atau lebih saudara perempuan
kandung apabila tidak ada yang menariknya menjadi
ashabah, atau seorang saudara perempuan kandung yang
berkedudukan sebagai ahli waris ashabah ma’al ghairi
atau bil-ghairi.
19
Ibid, Hlm. 56-57
19
i. Saudara Laki-Laki dan Perempuan Seibu20
QS An Nisaa’ (4): 12 menentukan bagian saudara seibu, tanpa
membedakan antara saudara lakilaki dan saudara perempuan
sebagai berikut:
1. Satu perenam (1/6) harta warisan apabila hanya seorang
dan tidak ada ayah, kakek, anak atau cucu (dari anak
lakilaki).
2. Satu pertiga (1/3) harta warisan, untuk dua orang atau
lebih, apabila tidak ada ayah, kakek, anak atau cucu (dari
anak laki-laki)
3. Tertutup oleh ayah, kakek, anak atau cucu (dari anak laki-
laki).
j. Kakek (Bapak Ayah)21
Ketentuan bagian kakek sama dengan ketentuan bagian ayah
apabila ayah tidak ada. Namun, ada perbedaan dalam hal kakek
tidak menutup saudara kandung atau seayah dan dalam masalah
apabila ahli waris hanya terdiri dari kakek, ibu, dan suami atau
istri. Dalam hal ini yang disebutkan terakhir, bagian ibu tetap = 1/3
harta warisan, bukan 1/3 setelah diambil bagian suami atau istri
(ingat masalah gharawainn atau umariyatain dalam kasus ahli waris
hanya terdiri dari ayah, ibu dan suami atau istri).
k. Nenek22
20
Ibid, Hlm. 59
21
Ibid, Hlm. 61
22
Ibid, Hlm. 61-61
20
Nenek yang menjadi ahli waris dzawil furudl terdiri dari dua
golongan, yaitu nenek dari garis ibu dan nenek dari garis ayah.
Nenek dari garis ibu ialah ibunya ibu dan seterusnya ke atas melulu
dari garis perempuan. Nenek dari garis ayah ialah:
1. Ibu ayah dan seterusnya ke atas melulu dari garis
perempuan.
2. Nenek yang jauh melulu dari garis laki-laki.
3. Nenek yang jauh berturut dari garis laki-laki kemudian
disambung berturut-turut dari garis perempuan.
21
Kelompok ashab al-Furudl ini terdiri atas keluarga yang ditinggalkan,
baik laki-laki maupun perempuan. Dari pihak laki-kaki, yang berhak
mendapatkan harta waris adalah anak laki-laki, cucu laki-laki, sampai ke atas dari
garis anak laki-laki, ayah, kakek sampai ke atas garis ayah, saudara laki-laki
kandung, saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki saudara
kandung sampai ke bawah, anak laki-laki saudara seayah sampai ke bawah,
paman kandung, paman seayah, anak paman kandung sampai ke bawah, anak
paman seayah sampai ke bawah, suami, dan laki-laki yang memerdekakan.
Sementara itu, ahli waris dari perempuan adalah anak perempuan, cucu
perempuan sampai ke bawah dari anak laki-laki, ibu, nenek sampai ke atas dari
garis ibu, nenek sampai ke atas dari garis ayah, saudara perempuan kandung,
saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, istri, wanita yang
memerdekakan.
1) Ashab Al-Furudl ½
Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 adalah suami. Dia berhak
memperoleh 1/2 apabila istri yang meninggal tidak mempunyai anak, baik
laki-laki maupun perempuan.
Selanjutnya, anak perempuan tunggal, anak perempuan dari anak laki-laki,
dan saudara perempuan jika dia sendirian dan tidak ada kerabat lain yang
menghalanginya.
2) Ashab Al-Furudl ¼
Kerabat yang termasuk kategori ini ada dua, yaitu suami dan istri. Seorang
suami bagiannya hanya 1/4 jika almarhum istri meninggalkan anak dari
anak laki-laki, baik laki-laki atau perempuan. Istri, baik satu maupun lebih,
berhak atas 1/4 harta apabila almarhum suami tidak meninggalkan anak
atau tidak juga anak dari anak laki-laki.
3) Ashab Al-Furudl 1/8
Yang termasuk kategori ini adalah istri, baik satu maupun lebih (maksimal
empat), dengan catatan jika suami yang meninggal mempunyai anak atau
anak dari anak laki-laki.
22
4) Ashab Al-Furudl 2/3
Ada empat ahli waris yang termasuk kategori ini.
Pertama, dua anak perempuan atau lebih dengan syarat tidak ada
anak laki-laki.
Kedua, dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak
ada anak perempuan dan tidak terdapat ahli waris lain yang
menjadi penghalang.
Ketiga, dua orang saudara perempuan kandung (seibu sebapak)
atau lebih selama tidak ada ahli waris yang menjadi penghalang.
Keempat, dua orang sudara perempuan seayah atau lebih dengan
syarat tidak ada saudara perempuan kandung dan tidak ada ahli
waris lain yang menghalangi
5) Ashab Al-Furudl 1/3
Ibu dan dua saudara atau lebih yang seibu adalah dua kerabat yang
termasuk kelompok ini. Ibu memperoleh bagian 1/3 apabila almarhum
tidak mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau
perempuan) dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara atau lebih,
baik laki-laki maupun perempuan.
Sementara itu, dua saudara atau lebih yang seibu baik laki-laki ataupun
perempuan dengan syarat apabila tidak ada orang lain yang berhak
menerima.
6) Ashab Al-Furudl 1/6
Kedua, ibu apabila almarhum mempunyai anak atau anak dari anak
laki-laki dengan dua saudara kandung atau lebih, baik laki-laki
maupun perempuan yang seibu seayah, seayah, atau seibu saja.
Ketiga, kakek (dari ayah), apabila ada anak atau anak dari anak
laki-laki dan tidak ada ayah.
23
Keempat, nenek (baik dari jalur ibu maupun ayah) selama tidak
ada ibu.
Kelima, satu orang anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) atau
lebih jika ada anak seorang anak perempuan, serta tidak ada ahli
waris lain yang menghalangi.
Dalam kitab Faraid klasik yang termuat dalam kitab fiqih, telah mengenal
ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris yang digantikan kedudukan
oleh anak keturunannya. Contoh: Bintu Ibnin jika menerima bersama seorang
anak perempuan maka mendapat bagian ⅙. Sedangkan cucu laki-laki maupun
perempuan dari keturunan anak perempuan (Ibnul-Binti) tidak dapat menerima
bagian warisan dari kakek/neneknya karena termasuk dzawul arham.
24
Konsep ini mengetengahkan beberapa pandangan yang berbeda dari
berbagai kalangan baik akademisi, praktisi dan ulama yang pro maupun kontra
tentang ahli waris pengganti sebagai bagian kewarisan yang sah menurut hukum.
Misalnya perdebatan dikalangan peserta Rakernas tahun 2009 di Palembang,
diawali dengan presentasi Habiburrahman (Hakim Agung MA) yang mengritik
pemikiran Hazairin bahwa Hazairin sebagai anak hukum adat yang menginduk
kepada Van Vollenhoven dan Snouck Hourgronje. Di bukunya, Hazairin mengaku
sebagai mujtahid tetapi tulisan-tulisannya tidak mencerminkan layaknya
mujtahid. Oleh karenanya, Hazairin dianggap tidak layak untuk menafsirkan
ketentuan ahli waris pengganti berdasarkan hukum adat.
Artinya:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan
karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang
25
kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka
bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
Ada dua syarat yang harus dipenuhi mawali tampil sebagai ahli waris,
yaitu:
26
waris pengganti dalam KUHPerdata menduduki kedudukan orang tuanya secara
mutlak, artinya, segala hak dan kewajiban orang tuanya yang berkenaan dengan
warisan beralih kepadanya.
Wasiat wajibah diberikan terbatas kepada cucu pewaris yang orang tuanya
telah meninggal dunia lebih dahulu dan mereka tidak mendapatkan bagian harta
warisan disebabkan kedudukannya sebagai zawil arham atau terhijab oleh ahli
waris lain.
Menurut dari sudut pandang ini, cucu pewaris yang mendapatkan bagian
warisan dari ayahnya yang meninggal lebih dahulu dari kakeknya berdasarkan
ketentuan wasiat wajibah bukan ahli waris pengganti yang menduduki posisi
ayahnya sebagai ahli waris sebagaimana tersebut di atas. Oleh karenanya
bagiannya tidak lebih dari sepertiga dari harta peninggalan. Ketentuan wasiat
wajibah ini dengan mempertimbangkan mengingat cucu pewaris adalah termasuk
kerabat dekat (aqrabuun) dan tidak terjadi gesekan yang mengakibatkan putusnya
27
tali silaturrahim antar keluarga. Pendapat ini memahami sebagaimana dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 180.
a. Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam Pasal 173.
b. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti. Jika dilihat dari tujuannya,
pembaharuan hukum kewarisan tersebut dimaksudkan untuk
menyelesaikan masalah dan menghindari sengketa.
Dalam buku Soepomo, mengatakan bahwa munculnya institusi pergantian
tempat didasarkan pada aliran pemikiran bahwa harta benda dalam
keluarga sejak semula memang disediakan sebagai dasar material keluarga
dan turunannya. Jika seorang anak meninggal sedang orangtuanya masih
hidup, anak-anak dari orang yang meninggal dunia tersebut akan
28
menggantikan kedudukan bapaknya sebagai ahli waris harta benda
kakeknya.
Dzawil arham adalah ahli waris yang mempunyai tali kekerabatan dengan
pewaris, namun mereka tidak mewarisinya secara ashabul furudh dan tidak pula
secara ashabah.23
Dzawil Arham itu mempunyai arti yang luas sebagai sebutan untuk setiap
orang yang dihubungkan darah. Keluasan arti dzawil arham diambil dari
pengertian lafadz arham yang terdapat pada surah Al-Anfal : 75, yaitu :
23
Dikutip dari “Pembagian Waris Menurut Islam” http://media.isnet.org/islam/Waris/Dzawil.html
, Muhammad Ali Ash-Shabuni, pada tanggal 31 Mei 2021 pukul 16.26 WIB
29
Artinya :
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, sesudah orang-orang yang lebih
dahulu beriman dan berhijrah (kemudian berhijrah dan berjihad bersama kalian,
maka orang-orang itu termasuk golonngan kalian) hai orang-orang Muhajirin dan
orang-orang Ansar. (orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu) yakni
orang-orang yang mempunyai hubungan persaudaraan (sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya) dalam hal waris-mewarisi daripada orang-orang yang
mewarisi karena persaudaraan iman dan hijrah yang telah disebutkan pada ayat
terdahulu tadi (di dalam Kitabullah) di Lauhmahfudz (Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu yang antara lain ialah hikmah yang terkandung di
dalam hal waris-mewarisi).”
24
Dikutip dari “Masalah Kewarisan Dzawil Arham”
http://hanajadeh.blogspot.com/2021/10/masalah-kewarisan-dzawil-arham.html , Alfian
Muhammad, pada tanggal 31 Mei 2021 pukul 16.30 WIB.
25
Dikutip dari “Makalah Waris Dzawil Arham” http://sofiyulloh.blogspot.com/p/dzawil-
arham.html , Muhammad Sofiyulloh, pada tanggal 31 Mei 2021 pukul 18.33 WIB.
30
b. Kerabat garis keatas (leluhur) yang hubungannya kepada pewaris
melalui perempuan, seperti ayah dari ibu dan dan seterusnya
keatas.
c. Kerabat garis kesamping pertama, yaitu anak dari saudara
perempuan, anak perempuan dari saudara laki-laki, dan anak dari
saudara seibu.
d. Kerabat garis kesamping kedua, yaitu saudara seibu dari ayah,
saudara perempuan dari ayah kandung atau seayah, anak
perempuan dari paman serta keturunannya, dan saudara dari ibu
dalam segala bentuknya.
e. Kerabat garis kesamping ketiga, yaitu saudara kakek atau nenek
sebagaimana yang berlaku pada ayah atau ibu.
26
Hajar M, Hukum, hlm. 94-95
31
2) Pembagian Waris Dzawil Arham
Adapun syarat syarat untuk pemberian hak waris bagi dzawil arham
sebagai berikut :
a. Harus sudah tidak ada shahibul fardh, karena kedudukan ahli waris secara
ar-radd harus didahulukan dibandingkan dzawil arham karena sudah
menjadi hak ahli waris secara ar-radd.
b. Sudah tidak adanya ashabah, karena bila tidak ada shahibul fardh maka
ashabah akan mengambil hak seluruh waris yang ada, jika shahibul fardh
masih ada, maka ashabah dapat menerima harta waris sisa yang masih ada.
Akan tetapi apabila shahibul fard terdiri hanya suami dan istri, maka
secara fardh ia akan menerima hak atas warisnya secara fardh lalu sisa warisnya
diberikan kepada dzawil arham, karena kedudukan suami dan istri secara radd
sudah dzwail arham.
27
Dikutip dari https://umma.id/post/mengenal-dzawul-arham-dalam-fiqih-faraaidh-239190?
lang=id pada tanggal 2 juni 2021
32
Lalu baik laki laki maupun perempuan dzawil arham menjadi seorang diri
ahli waris ia akan menerima semua harta warisan tersebut, dan jika mereka
bersamaan dengan salah satu suami atau istri maka ia akan menerima sisa harta
warisan, dan jika bersamaan dengan si ahli waris maka ada cara pembagiannya
sebagai berikut :
Dalam pemberian hak tersebut, laki laki mendapatkan bagian dua kali
lebih besar dari pada bagian perempuan, walaupun dzawil arham itu merupakan
keturunan dari saudara laki laki atau saudara perempuan seibu.28
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh
hubungan kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli
28
Dikutip dari makalah “pembagian waris menurut islam”
http://media.isnet.org/kmi/islam/Waris/Pembagian.html Muhammad Ali Ash-Shabuni pada
tanggal 2 juni 2021
33
waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang
29
terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab.
a. Hijab Nuqshan
Hajib-Mahjub Nuqshan
No Ahli Waris Bagian Terkurangi oleh Menjadi
1 Ibu 1/3 anak atau cucu 1/6
1/3 2 saudara atau lebih 1/6
2 Bapak As anak laki-laki 1/6
As anak perempuan 1/6 + As
3 Isteri ¼ anak atau cucu 1/8
4 Suami ½ anak atau cucu ¼
saudara perempuan anak atau cucu ‘amg
5 ½
sekandung /seayah perempuan
29
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 71
30
Beni Ahmad Sabeni, Fiqh Mawaris (Bandung: CV. Pustaka Setia. 2009), hlm. 173-174
34
saudara perempuan
sekandung /seayah 2/3
2/lebih
cucu perempuan garis
6 1/2 seorang anak (pr)
laki-laki 1/6
saudara perempuan seorang saudara (pr)
7 ½
seayah sekandung 1/6
b. Hijab Hirman
31
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Jakarta: Sinar Grafika.
1995), hlm. 86
35
Cucu laki-laki
Ayah
7) Saudara seayah (laki-laki/perempuuan) terhalang oleh:
Anak laki-laki
Cucu laki-laki
Ayah
Saudara sekandung laki-laki
Saudara sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan
8) Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh:
Anak laki-laki dan anak perempuan
Cucu laki-laki dan cucu perempuan
Ayah
Kakek
9) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung terhalang oleh:
Anak laki-laki
Cucu laki-laki
Ayah atau kakek
Saudara laki-laki sekansung atau seayah
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al Ghair
10) Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh:
Anak atau cucu laki-laki
Ayah atau kakek
Saudara laki-laki sekandung atau seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al ghair
11) Paman sekandung terhalang oleh:
Anak atau cucu laki-laki
Ayah atau kakek
36
Saudara laki-laki sekandung atau seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al Ghair
12) Paman seayah terhalang oleh:
Anak atau cucu laki-laki
Ayah atau kakek
Saudara laki-laki sekandung atau seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al ghair
Paman sekandung
13) Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh:
Anak atau cucu laki-laki
Ayah atau kakek
Saudara laki-laki sekandung atau seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al ghair
Paman sekandung atau seayah
14) Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh:
Anak atau cucu laki-laki
Ayah atau kakek
Saudara laki-laki sekandung atau seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah maal ghair
Paman sekandung atau seayah
Anak laki-laki paman sekandung
37
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai umat muslim, segala sesuatunya sudah diatur oleh Allah SWT,
termasuk salah satunya pembagian waris. Tujuannya agar menghindari sengketa
yang sering terjadi dalam keluarga, takarannya sudah ditentukan dalam Al-quran
dan sangat jelas besaran pembagiannya.
Sudah sewajibnya kita menjalani apa yang sudah diatur dan ditetapkan
oleh Allah SWT untuk menjauhi mudharat. Penting mempelajari ilmu waris
khususnya waris islam dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
namun harapan kami tim penyusun adalah agar menjadikan makalah ini berguna
dikemudian hari. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca yang membangun dalam rangka perbaikan makalah agar lebih baik serta
menambah pengetahuan dan meningkatkan kreativitas kami dalam penyusunan
makalah.
39
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Undang-undang:
Al-Qur’an
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam (Edisi Revisi), UII Pres, Yogyakarta,
2004
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat, dan
BW, PT Refika Aditama, 2005
Jakarta, 1995
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan
Website:
40
https://islam.nu.or.id/post/read/87179/mengenal-bagian-ashabah-dalam-
warisan--definisi-dan-macamnya
http://www.catatanfiqih.com/2015/05/warisan-furudhul-muqaddarah.html
http://yuk-menikah.blogspot.com/2018/02/macam-macam-ashabah-dan-
contoh-perhitungan.html
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-ashabah-macam-
macam-ashabah.html
41