Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

“PENGARUH KEKUATAN ISLAM DI INDONESIA


TERHADAP KEHIDUPAN IDEOLOGI PANCASILA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Pancasila


Dosen Pengampu : Dedi Sunandar

Disusun oleh Kelompok IV :

Aam (0711519001) Eldi Haris Sebastian (0711519033)


Adzra Fauziyyah (0711519004) Faradilla Larasati (0711519035)
Alinka Olang (0711519009) Farida Ariyani (0711519036)
Annisa Rahmawati (0711519016) Ida Welna Hartika (0711519043)
Aurellia Anggita F. (0711519019) Ilham Nuzul Rachman (0711519044)
Dian Faradilla (0711519027) Imas Susila Dewi (0711519045)
Dwi Nugroho (0711519031) Lilik Nur Arum Sari (0711519148)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT


atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah
untuk memenuhi Tugas Pancasila Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Jakarta
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Bidang Studi Pancasila
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengerjakan tugas
makalah ini, sehingga penulis menjadi lebih mengerti dan memahami tentang
Ideologi Pancasila. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini.
“Tak Ada Gading Yang Tak Retak” maka begitu pulalah dengan makalah
ini. Walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan kekhilafan
dalam makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Jakarta, 11 Oktober 2019


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

BAB I .................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8

BAB II................................................................................................................................. 9

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 9

2.1 PENGERTIAN PANCASILA ............................................................................ 9

2.2 PIAGAM JAKARTA ........................................................................................ 10

2.3 PENGARUH ORMAS ISLAM YANG BERTENTANGAN IDEOLOGI


PANCASILA ................................................................................................................ 17

2.4 PENGARUH ORMAS ISLAM YANG MENDUKUNG IDEOLOGI


PANCASILA ................................................................................................................ 39

BAB III ............................................................................................................................. 44

PENUTUP ........................................................................................................................ 44

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 44

3.2 SARAN ............................................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membicarakan Agama dan Pancasila tidak lepas dari sejarah
gerakan kaum Islam pada awal kemerdekaan, yakni ingin menegakkan
syariat Islam dan membentuk negara Islam. Dalam al-qur’an dan sunnah
sendiri tidak ditemukan mengenai pengaturan bentuk dan sistem
pemerintahan dengan rigid, apalagi bentuk negara yang harus dianut.
Walaupun tidak ada pengaturan yang rigid namun hampir semua umat
Islam sepakat bahwa ajaran Islam mengandung norma-norma sosial dan
politik yang diinginkan dalam sebuah negara, seperti halnya keadilan,
persamaan, musyawarah, dan lain sebagainya. Ketiadaan penjelasan yang
rigid mengenai bentuk negara di dalam Alqur’an dan As-Sunnah
menyebabkan munculnya berbagai pandangan yang berbeda mengenai
pola hubungan Islam dan negara di kalangan umat Islam. Azyumardi Azra,
Pergolakan Politik Islam, (Paramadina: Jakarta) 1996

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia telah memproklamirkan


diri dan menyatakan merdeka dari kekuasaan penjajah. Namun demikian,
bukan berarti perjuangan bangsa dan masyarakat Indonesia telah selesai.
Di samping itu, bangsa Indonesia juga harus menyelesaikan persoalan
interen, yang pada waktu itu ada sebagian kelompok yang ingin
memaksakan kehendak menerapkan paham kenegaraan tertentu yang
berbeda dengan ideologi yang telah disepakati, yaitu Pancasila. Sejarah
mencatat bahwa gerakan radikal yang ingin mengganti Ideologi Pancasila
sebelum kemerdekaan, DI/TII dengan pemimpinnya Kartosuwiryo C. Van
Dijk dalam bukunya 'Rebellion Under The Banner of Islam: The Darul
Islam in Indonesia' (1981).

4
Melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, Presiden
Jokowi telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
Terhitung sejak 2017. Di luar perdebatan seputar kapan kelahirannya,
Pancasila sudah menjadi pilihan dan kesepakatan para pendiri negara
sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang majemuk—
tentu dengan proses dan perdebatan yang panjang. Konsep dan rumusan
awal Pancasila pertama kali dikemukakan Sukarno dalam pidato
“Lahirnya Pancasila” di sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) pada 1 Juni 1945. Dalam
kesempatan itu, Sukarno menyampaikan Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia merdeka. Pidato yang awalnya tanpa judul ini baru mendapat
sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman
Wedyodiningrat dalam kata pengantar sebuah buku berisi pidato yang
dicetak BPUPKI. Disepakatinya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah
hidup bangsa juga diterima Nahdlatul Ulama (NU). Pada Munas Ulama
1982, NU menerima Pancasila sebagai asas dalam organisasi. Muktamar
NU di Situbondo dua tahun kemudian menyatakan Pancasila sudah final.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rais Aam Pengurus Besar NU KH
Achmad Siddiq yang secara gamblang menyatakan Pancasila merupakan
ideologi dan dasar negara yang menjadi asas bangsa Indonesia. Hubungan
Islam dan Pancasila dalam pandangan Kiai Achmad Siddiq bukan berarti
menyejajarkan Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai ideologi.
Penyejajaran semacam itu dapat merendahkan Islam dengan ideologi atau
isme-isme tertentu. Permasalahan ini muncul seiring isu yang berkembang
di kalangan umat Islam saat itu. Kiai Achmad Siddiq menegaskan bahwa
Islam yang dicantumkan sebagai asas dasar itu adalah Islam dalam artian
ideologi, bukan Islam dalam artian agama. Ini bukan berarti menafikan
Islam sebagai agama, tetapi mengontekstualisasikan Islam yang berperan
bukan hanya sebagai jalan hidup, tetapi juga ilmu pengetahuan dan tradisi
pemikiran yang tidak lekang seiring perubahan zaman.

5
Menurut sensus 1980, hampir Sembilan puluh persen (tepatnya
88,09%), penduduk Indonesia mengaku beragama Islam. Berdasarkan
data Globalreligiousfutures Pada 2020, penduduk muslim Indonesia
diprediksi akan bertambah menjadi 256,82 juta jiwa dan meningkat
menjadi 263,92 juta jiwa pada 2050. Namun, secara persentase penduduk
yang beragama Islam akan menyusut menjadi 86,39%. Dengan penduduk
mayoritas muslim yang begitu besar akan memberi pengaruh besar pula
terhadap kemajuan dan arah bangsa Indonesia kedepannya. Kelebihan di
satu sisi menjadi kelemahan di sisi yang lain mengingat dalam sejarah
berdirinya negara Indonesia sulit sekali mempersatukan kelompok Islam
dalam satu wadah yang kompak dan solid. Patut disyukuri bahwa
pertumbuhan dan pergerakan ajaran Islam di Indonesia yang semakin
menguat. Seiring menandakan bahwa Indonesia mempunyai kekuatan
dalam membangun peradaban Islam di dunia. Hal ini juga diperkuat
dengan potensi Indonesia yang memiliki kekayaan alam sebagai modal
untuk membangun peradaban yang makmur juga pertumbuhan dakwah
untuk membangun generasi yang unggul. Kekayaan dari kemajemukan
atau keberagaman yang ada di Indonesia menjadi Indikator Indonesia akan
menjadi awal kebangkitan peradaban Islam selanjutnya.

Seiring dengan besarnya sumber daya alam dan sumber daya


manusia yag dimiliki Indonesia maka muncul pula tantangan bangsa yang
kian besar pula. Setidaknya ada tiga masalah besar yang tengah kita
hadapi. Pertama, keberadaan sekelompok kecil masyarakat yang ingin
mengubah konsensus nasional, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
Bhinneka Tunggal Ika. Bahwa ideologi Islam transnasional sangat
dominan mempengaruhi sikap dan pandangan sebagian kecil masyarakat
terhadap Pancasila dan NKRI sebagai ideologi dan bentuk negara.

Tantangan bangsa Indonesia belakangan ini kian besar. Setidaknya


ada tiga masalah besar yang tengah kita hadapi. Pertama, keberadaan

6
sekelompok kecil masyarakat yang ingin mengubah konsensus nasional,
yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk
memberi gambaran tersebut dapat dilihat dari berapa survei :
1. Survei SMRC tahun 2017 menunjukkan kenyataan ini. Meski terdapat
79,3 persen responden menyatakan bahwa NKRI adalah yang terbaik
bagi Indonesia, namun 9,2 persen responden setuju apabila NKRI
diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.
2. Survei Alvara Research Center pada 2018 menunjukkan fenomena
serupa. Survei tersebut mendapati sebagian kalangan milenial atau
generasi kelahiran akhir 1980-an dan awal 1990-an menyetujui konsep
khilafah sebagai bentuk negara. Survei dilakukan terhadap 4.200
responden yang terdiri dari 1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar SMA di
seluruh Indonesia.
3. Setara Institute Sebut 10 Kampus Terpapar Paham Radikalisme
Menurut survei Alvara, mayoritas milenial memang memilih Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara. Namun,
ada 17,8 persen mahasiswa dan 18,4 persen pelajar yang setuju
khilafah sebagai bentuk negara ideal. Alvara juga melakukan survei
terhadap 1.200 kalangan profesional. Sebanyak 15,5 persen dari
kalangan ini menyepakati Islam sebagai ideologi Indonesia.

Sekelompok masyarakat itu adalah Al-Ikhwanu al-Muslimun (IM)


yang sejak 1980-an masuk ke Indonesia dan berkembang di kampus-
kampus negeri serta berkeinginan mendirikan negara Islam. Selain IM,
terdapat pula Hizbut Tahrir (HT) yang masuk Indonesia pada kurun
waktu yang sama, berkembang di kampus-kampus negeri, dan bercita-
cita mendirikan khilafah Islamiyah. Dari pengaruh mereka IM dan HT
sekarang kita bisa melihat gambaran sikap dan pandangan sebagian kecil
umat Islam di Indonesia yang menginginkan perubahan dasar dan bentuk
negara.

7
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas, Rumusan masalah : “Mengapa Ideologi
Pancasila sebagai Dasar Negara belum Final diterima oleh sekelompok
umat muslim di Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian


1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
bidang studi Pancasila.
2. Dipahaminya Pancasila sebagai Ideologi negara yang sudah final.
3. Diketahuinya pengaruh kekuatan Islam di Indonesia terhadap
kehidupan Ideologi Pancasila.

8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PANCASILA

A. Pancasila Adalah Ideologi Dasar Dalam Kehidupan Bagi


Negara Indonesia.

Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima
dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Secara historis, istilah Pancasila mula-mula digunakan oleh
masyarakat India yang memeluk agama Buddha. Pancasila berarti lima
aturan (five moral principles) yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
para penganut biasa atau awan agama buddha, yang dalam bahasa aslinya
yaitu bahasa Pali.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia, tercantum pula di Alinea ke 4 Preambule (Pembukaan) Undang-
Undang Dasar 1945.

B. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti ilmu. Cita-cita yang
dimaksudkan adalah cita-cita yang tetap sifatnya dan harus dapat dicapai
sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan, dan paham.

9
Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara sekaligus ideologi
nasional. Dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur dan cita-cita
bangsa Indonesia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai, adat istiadat,
kebudayaan, nilai-nilai moralitas yang terdapat dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
Indonesia berakar dari pandangan hidup dan budaya bangsa. Pancasila
tidak mengadopsi dari ideologi yang berasal dari luar. Justru, nilai-nilai
Pancasila lebih unggul dibandingkan dengan nilai-nilai ideologi dari luar.

2.2 PIAGAM JAKARTA

A. SEJARAH RUMUSAN PIAGAM JAKARTA


Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 terdapat dalam apa yang disebut
Piagam Jakarta. Pada 18 Agustus 1945 setelah Proklamasi 17
Agustus, Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 45 dan rumusan
Pancasila berubah, yaitu sila pertama. Dalam Piagam Jakarta sila
pertama dari dasar negara berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya." Namun, pada rumusan
18 Agustus 1945 berubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Piagam Jakarta adalah nama yang diberikan Muhammad Yamin
atas sebuah kesepakatan yang berisi tentang teks tertulis yang isinya
memuat rumusan dari hukum dasar negara Republik Indonesia. Piagam
ini dirumuskan oleh Panitia Sembilan (Panitia Kecil BPUPKI) pada
tanggal 22 Juni 1945 di rumah Bung Karno (rumah itu telah dibongkar
dan dijadikan kompleks Monumen Proklamasi yang berada di Jl
Pegangsaan Timur No 56 Jakarta).
Piagam ini dibuat setelah melalui rapat maraton yang berlangsung
selama sepekan, mulai 10-16 Juli 1945. Untuk mencapai kesepakatan
sidang berlangsung alot dan penuh adu argumen yang melibatkan dua
kelompok kebangsaan yang saat itu sangat berpengaruh, yakni kelompok

10
nasionalis dan kelompok Islam. Dalam piagam ini tertuang arah dan
tujuan bernegara serta memuat pula lima rumusan dasar negara
(Pancasila).
Sedangkan, BPUPKI dibentuk pada tanggal 29 April 1945 sebagai
pelaksanaan janji pemerintah pendudukan Jepang untuk memberi
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dan ketika ingin membahas dasar
negara secara lebih serius, maka kemudian BPUPKI membentuk tim
kecil yang berisi sembilan tokoh yang dianggap mewakili dua kelompok
penting tersebut, yakni nasionalis sekuler dan nasionalis agama. Mereka
adalah Ir Sukarno, Mohammad Hatta, Mr AA Maramis, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Mr Achmad
Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Mr Muhammad Yamin. Salah satu
hasilnya adalah berhasil membuat naskah pembukaan undang-undang
dasar dan rumusan dasar negara meski ada sedikit perbedaan, misalnya
dengan apa yang dipidatokan oleh Sukarno pada 1 Juni 1945.
Dalam Piagam Jakarta itu terdapat rumusan sila pertama Pancasila
: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan ini pada tanggal 18 Agustus
1945 berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesepakatan ini
terjadi setelah adanya lobi dari Bung Hatta kepada kelompok Islam yang
digawangi Ki Bagus Hadikusumo karena ada utusan kelompok dari tokoh
di Indonesia timur yang "mengancam" akan memisahkah diri dari
Indonesia bila rumusan sila pertama dalam Piagam Jakarta tetap
menggunakan frasa "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”.
Pada lobi yang berlangsung di sore hari pada 17 Agustus 1945
sempat terjadi kekhawatiran bila usaha itu akan mengalami kegagalan.
Semua tahu akan sikap keras Ki Bagus Hadikusumo yang menganggap
rumusan di Piagam Jakarta sudah final dan merupakan jalan kompromi
terbaik. Namun, Hatta tak putus asa. Dia kemudian memilih Kasman
Singodimedjo untuk melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo.

11
Penunjukan kepada Kasman dianggap paling tepat karena dia juga
merupakan teman dekat dari Ki Bagus Hadikusumo.
Memang pada awalnya Ki Bagus Hadikusumo menolak, bahkan
dia merasa dikhianati. Namun, dia kemudian berhasil dibujuk dengan
mengingatkan adanya ancaman pemisahan diri dari beberapa tokoh
wilayah Indonesia timur tersebut. Akhirnya, dengan nada yang berat,
kemudian Ki Bagus bisa menerimanya dengan memberikan syarat dialah
yang menentukan rumusan sila pertama Pancasila setelah tujuh kalimat
itu dihapus. Ki Bagus tidak memilih kata "ketuhanan" saja, tetapi
menambahkannya dengan "Yang Maha Esa" atau menjadi "Ketuhanan
Yang Maha Esa". Pada kemudian hari, yakni 70 tahun kemudian, setelah
melalui perjuangan yang alot dan berliku, pada 10 November 2015
kelapangan hati Ki Bagus Hadikusumo tersebut baru mendapat
pengakuan yang setimpal dari negara dengan pemberian gelar sebagai
pahlawan nasional kepadanya.
Terkait mengenai perubahan rumusan sila pertama itu, Guru Besar
Kajian Islam Universitas Paramadina Prof DR Abdul Hadi WM
mengatakan, sarjana Belanda terkemuka yang pakar tentang Indonesia,
Nijwenhuijze, pernah mengatakan bahwa rumusan sila pertama Pancasila
itu berasal dari golongan nasionalis Islam. Pendapat yang sama juga
dikatakan pakar hukum tata negara, almarhum Dr Hazairin. Dia
berpendapat bahwa rumusan sila itu memang merupakan bukti
kelapangan dada tokoh-tokoh Islam seperti tertuang dalam
bukunya, Demokrasi Pancasila (Jakarta 1970:58).
Menurut Hazairin, istilah tersebut hanya mungkin berasal dari
kebijaksanaan dan iman orang Indonesia yang beragama Islam. Ini dapat
dikaitkan dengan pidato Mr Soepomo dalam sidang BPUPKI pada
tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengatakan bahwa "Indonesia tidak
perlu menjadi negara Islam, tetapi cukup menjadi negara yang memakai
dasar moral yang luhur yang dianjurkan oleh agama Islam. Dengan
demikian menurut Sopeomo dan juga Mohammad Hatta, Pancasila tidak

12
bertentangan ajaran Islam, khususnya berkenaan dengan way of
life (pandangan hidup) dan nilai-nilai.
Tokoh nasionalis Islam sendiri yang menandatangani Piagam
Jakarta--yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus
Salim, dan Wahid Hasyim tidak pernah memprotes perubahan tersebut.
"Terkait soal rumusan sila pertama Pancasila itu, saya sempat bertemu
Pak Abdul Kahar Muzakir (anggota BPUPKI) pada bulan September
1965. Dalam kesempatan itu saya tanyakan kepada beliau tentang hal
tersebut. Menurut beliau, justru yang mengusulkan penambahan kata
'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya' bukan
anggota dari kelompok nasionalis Islam," kata Abdul Hadi WM seraya
menyatakan hal-hal atau jasa seperti inilah yang kadang dilupakan
publik—termasuk petinggi negara—yang sekarang menggenggam
kekuasaan.

B. PIAGAM JAKARTA SEBAGAI MUQADDIMAH


Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Repubik
Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini
kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No.
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960
sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara
merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang
kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.

13
Namun di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila
Pancasila dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu
sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal
ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan
berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan
pencetus istilah Pancasila. Piagam Jakarta adalah sebuah dokumen
historis berupa kompromi antara pihak agamis dan pihak nasionalis
dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara.
Nama lainnya adalah "Jakarta Charter".
Piagam Jakarta merupakan piagam atau naskah yang disusun dalam
rapat Panitia 9 (Sembilan) tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945
malam. Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan
imperialisme-kapitalisme dan fasisme, serta memulai dasar pembentukan
Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam
Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15
Agustus 1945) itu merupakan sumber berdaulat yang memancarkan
Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.
Berikut ini butiran-butirannya yang sampai saat ini menjadi teks
pembukaan UUD 1945.

“ i. Bahwa sesoenggoehnya kemerdekaan itoe ialah hak segala


bangsa, dan oleh sebab itoe maka penjajahan di atas doenia
harus dihapuskan, karena tidak sesoeai dengan peri-
kemaknoesiaan dan peri-keadilan. Dan perjoeangan pergerakan
Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat
Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia,yang
merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmur.
ii. Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan yang loehoer, soepaja

14
berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia
dengan ini menjatakan kemerdekaannja.
iii. Kemoedian daripada itoe, oentoek membentoek soeatoe
Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa
Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan oentoek
memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan
kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia
jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang
terbentoek dalam soeatoe soesoenan negara Repoeblik Indonesia
jang berkedaaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada:
a) Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat
Islam bagi pemeloek-pemeloeknja
b) Kemanoesiaan jang adil dan beradab
c) Persatoean Indonesia
d) Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat,
kebidjaksanaan dalam
permoesjawaratan/perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI


Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya
pada pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan
UUD.

C. KONTROVERSI PENGHAPUSAN TUJUH KATA DALAM


PIAGAM JAKARTA
Bila membaca kembali risalah sidang BPUPKI memang terasa ada
tarik-menarik antara keinginan mendirikan negara berdasarkan Pancasila

15
dan negara berasaskan agama Islam. Ki Bagus Hadikusumo dan Kiai
Sanusi terus berkeras atas pendapat mendirikan negara berasaskan ajaran
Islam. Sikap anggota BPUPKI yang berasal dari golongan Islam pun
bersikap senada. Situasi ini terlihat jelas dalam risalah sidang BPUPKI.
Namun, bila risalah itu lebih dicermati lagi, maka sikap ngotot Ki Bagus
dan Kiai Sanusi bukan tanpa kompromi. Ini dibuktikan pada sikap
keduanya pada rapat lanjutan BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 14
dan 15 Juli 1945. Pada saat itu Ki Bagus dan Kiai Sanusi yang pada
awalnya menyarankan agar agama Islam dijadikan dasar negara, namun
karena menyadari risiko terpecahnya negara bangsa jika usul itu
dilaksanakan, maka keduanya pun mencabut kembali usulannya.
Perubahan sikap ini terjadi karena tidak jelasnya arti anak kalimat yang
kemudian tercantum dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 tanggal 22
Juni 1945, yaitu: "... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya."
Menyadari ketidakjelasan arti itu, maka Ki Bagus dan Kiai Sanusi
kemudian dengan gigih menuntut agar anak kalimat tersebut dicoret saja.
Mereka berpendirian bahwa jika BPUPKI tidak menyetujui negara
berdasar agama (agama Islam), maka negara bersikap netral saja terhadap
masalah agama ini. Namun kemudian, menurut Saafroeddin dan Nannie
Hudawatie, sungguh menjadi mengherankan bila usul Ki Bagus
Hadikusumo dan Kiai Sanusi itu justru ditolak dengan keras oleh Ketua
BPUPKI DR Radjiman Wedyodingrat dan Ketua Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar Ir Sukarno. "Keterangan yang kami peroleh
dalam membaca risalah ini hanyalah bahwa sikap Radjiman dan Sukarno
tersebut didasarkan pada argumen yang amat formal dan legalistik.
Kedua, beliau ini berpendapat bahwa rumusan tersebut merupakan
kompromi yang dicapai dengan susah payah antara apa yang dinamakan
'golongan Islam' dan 'golongan kebangsaan'.
Pencoretan tujuh kata tersebut dikhawatirkan akan mementahkan
kembali masalah yang sudah diselesaikan," Bila dilihat dari kacamata

16
yang lain, misalnya dari sisi kepentingan politik praktis kekuasaan,
Radjiman dan Sukarno sadar sepenuhnya bila keinginan kekuatan
golongan Islam tidak diakomodasi, maka kekuatan negara akan
melemah. Umat Islam menjadi tidak punya rasa memiliki atas bangsa
yang hendak berdiri merdeka itu. Para ulama dan kaum Muslim jadi
punya argumen bahwa mencintai Tanah Air adalah bukan menjadi
kewajibannya karena negara Indonesia tidak mau mengakomodasi
kepentingan mereka. Pilihan sikap itu pada kemudian hari tepat adanya.
Menjelang peristiwa Pertempuran Surabaya 10 November 1945
keluarlah Fatwa (Resolusi) Jihad dari KH Hasyim Asy’ari bahwa
mencintai Tanah Air (Indonesia) adalah bagian dari iman mereka yang
berperang dan kemudian mati dalam pertempuran adalah mati syahid.
Terkait dengan soal debat dasar negara, Staf Pribadi M Natsir yang
menulis Buku Muhammadiyah untuk Indonesia mengatakan, Ki Bagus
Hadikusumo dan para tokoh Islam yang menjadi anggota BPUPKI
memang berkeras agar Islam dijadikan dasar negara. Sikap ini terus
terjadi dalam rapat-rapat BPUPKI hingga menjelang disepakatinya
kesepakatan 22 Juni 1945, atau terbentuknya Piagam Jakarta.

2.3 PENGARUH ORMAS ISLAM YANG BERTENTANGAN


IDEOLOGI PANCASILA

A. Negara Islam Indonesia (NII)


Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan
nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah
kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara
Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok
milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim, Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar,
Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui
syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah
17
menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah
Islamiyah ke kelompok agama non-kekerasan.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu
baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang
dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama
Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang
berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas
lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan
Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Sunnah".
Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban
negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam,
dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits
Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir".

1. Sejarah NII
Negara Islam Indonesia (NII) yang kemunculannya oleh
berbagai pihak dituding sebagai akibat dari merasa sakit hatinya
kalangan Islam, dan bersifat spontanitas, lahir pada saat terjadi
vacuum of power di Republik Indonesia (RI). Sejak tahun 1926,
telah berkumpul para ulama di Arab dari berbagai belahan dunia,
termasuk Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, guna membahas
rekonstruksi khillafah Islam yang runtuh pada tahun 1924.
Sayangnya, syuro para ulama tersebut tidak membuahkan hasil dan
tidak berkelanjutan. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang
merupakan orang kepercayaan Tjokroaminoto menindaklanjuti usaha
rekonstruksi khilafah Islam dengan menyusun brosur sikap hijrah
berdasarkan keputusan kongres PSII 1936. Kemudian pada 24 April
1940, Kartosoewirjo bersama para ulama mendirikan di
Malangbong.
Institut shuffah merupakan suatu laboratorium pendidikan
tempat mendidik kader-kader mujahid, seperti di zaman Nabi

18
Muhammad SAW. Institut shuffah yang didirikan telah melahirkan
pembela-pembela Islam dengan ilmu Islam yang sempurna dan
keimanan yang teguh. Alumnus shuffah kemudian menjadi cikal
bakal Laskar Hizbullah-Sabilillah. Laskar Hizbullah-Sabilillah
tidak diizinkan ikut hjrah ke Yogyakarta mengikuti langkah yang
diambil tentara RI, sebagai akibat dari kekonyolan tokoh-tokoh
politiknya. Laskar inilah yang pada akhirnya menjadi Tentara
Islam Indonesia (TII).Selanjutnya, pada tanggal 10 Februari 1948,
diadakan sebuah konferensi di Cisayong yang menghasilkan
keputusan membentuk Majelis Islam dan mengangkat
Kartosoewirjo sebagai Panglima Tinggi Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII). Konferensi di Cisayong tersebut juga
menyepakati bahwa perjuangan haruslah melalui langkah-langkah
berikut:

1. Mendidik rakyat agar cocok menjadi warga negara Islam.


2. Memberikan penjelasan kepada rakyat bahwa Islam tidak
bisa dimenangkan dengan feblisit (referendum)
3. Membangun daerah basis.
4. Memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia.
5. Membangun Negara Islam Indonesia sehingga kokoh ke
luar dan ke dalam, dalam arti, di dalam negeri dapat
melaksanakan syari’at Islam seluas-luasnya dan
sesempurna-sempurnanya, sedangkan ke luar sanggup
berdiri sejajar dengan warga negara lain.
6. Membantu perjuangan umat Islam di negeri-negeri lain
sehingga dengan cepat dapat melaksanakan kewajiban
sucinya.

Bersama Negara-Negara Islam membentuk Dewan Imamah


Dunia untuk mengangkat khalifah dunia.Pada tanggal 20 Desember

19
1948, dikumandangkan jihad suci melawan penjajah Belanda
dengan dikeluarkan Maklumat Imam yang menyatakan bahwa
situasi negara dalam keadaan perang, dan diberlakukan hukum
Islam dalam keadaan perang. Setelah sembilan bulan seruan jihad
suci, maka pada tanggal 7 Agustus 1949, diproklamasikan
berdirinya NII yang dikumandangkan ke seluruh dunia. Berbagai
sumber literatur tentang NII menyatakan bahwa lahirnya NII
sesungguhnya bukanlah hasil rekayasa manusia, melainkan
af'alullah, yaitu program langsung dari Allah swt. Tujuan dan
program yang diemban pemerintah NII adalah menyadarkan
manusia bahwa mereka adalah hamba Allah dan berusaha
menegakan khilafah fil ardhi. Pendirian NII mengacu pada Negara
Madinah di zaman Rasulullah saw. pasca runtuhnya kekhalifahan
Islam yang terakhir di Turki pada tahun 1924.

Hukum yang melandasi Negara Madinah atau hukum


kenegaraan (sosial kemasyarakatan antarumat beragama) adalah
Hukum Islam. Maka,Negara Islam Indonesia pun dalam Qanun
Asasy (konstitusi)-nya, yakni Bab I Pasal 1, menegaskan bahwa:

1. Negara Islam Indonesia adalah Negara Karunia Allah


subhanahu wata’ala kepada bangsa Indonesia.
2. Sifat Negara itu jumhuryah (republik) dengan sistem
pemerintahan federal.
3. Negara menjamin berlakunya syari’at Islam di dalam
kalangan kaum muslimin. Negara memberi keleluasaan
kepada pemeluk agama lainnya dalam melakukan
ibadahnya.

Selanjutnya, Pasal 2 Qanun Asasy tersebut menyebutkan bahwa:

20
a. Dasar dan hukum yang berlaku di Negara Islam
Indonesia adalah Islam
b. Hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadits
sahih.

2. Tujuan NII
Adapun tujuan pokok Negara Islam Indonesia antara lain
adalah:

a. Melaksanakan ajaran Islam ”Berpegang teguhlah kamu


sekalian kepada tali Allah (dalam arti: yakini, pahami dan
laksanakan aturan Allah) secara berjama'ah dan jangan
safarruq” (QS. 3:103).
Negara Islam adalah bentuk jama'ah umat Islam yang
bertujuan melaksanakan ajaran Islam dalam segala aspek
kehidupan, sehingga terciptalah umat yang teguh
keimanannya (tauhidullah) dan sarat amal shalihnya.
(Sebab hanya dengan Iman dan amal shalihlah janji Allah
dalam QS 24:55, 16:9, 2:82, 5:9, 2:62, 10:3) dapat kita
capai.

b. Menegakkan keadilan negara karena Allah swt. ”Hai orang-


orang yang beriman, jadilah kamu sekalian penegak
keadilan sebagai saksi karena Allah semata, sekalipun atas
dirimu atau kedua orang tuamu atau kerabatmu. Jika
mereka kaya atau fakir maka tetap Allah yang lebih
diutamakan daripada keduanya.Janganlah kalian mengikuti
hawa nafsu, sebab itu suatu penyelewengan dan jika kau
putarbalikkan atau menolak (kebenaran) maka sungguh
Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu

21
kerjakan.” (QS. 4: 145). ”Adillah, dia sangat dekat kepada
takwa.” (QS. 5:8)
Negara islam (umat dan pemimpinnya) harus mampu
mewujudkan keadilan yang hakiki, yaitu keadilan
berdasarkan tauhidullah dan aturan Allah swt. semata, baik
antarpribadi, keluarga, masyarakat maupun antar negara,
baik dalam urusan jinayah, muamalahI,siyasah, dan
sebagainya.

c. Memakmurkan bumi Allah swt.”Allah telah menjadikan


kamu sekalian dari bumi, dan memakmurkan kamu
padanya.” (QS. 11:16). ”Bahwasanya bumi ini pewarisnya
adalah hamba-hamba yang shalih.” (QS. 21:105).

Negara Islam dengan segala daya yang dimilikinya


bertujuan memakmurkan bumi ini bagi sebesar-besar
kesejahteraan ummat dan negaranya.

d. Membentuk pasukan keamanan yang tangguh ”Siapkanlah


kekuatan tempur dengan segala perlengkapannya sekuat
mampu kamu, sehingga musuh Allah, musuhmu dan musuh
lainnya akan gentar karenanya.” (QS. 8:60).

Negara Islam harus mampu membentuk pasukan keamanan


yang tangguh sehingga musuh-musuh Islam tidak berani
berkutik dan terciptalah situasi aman dan tentram.

e. Bekerjasama dengan negara-negara Islam lainnya guna


menciptakan khalifah fil ardhi dan kerja sama lainnya.
”Dan sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu dan
Akulah Rabb kamu, maka taqwalah kepada-Ku.” (QS.

22
23:52). ”Bertolong-tolonglah kamu sekalian atas dasar
kebaikan dan taqwa dan janganlah bertolong-tolong atas
dasar dosa dan permusuhan.” (QS. 5:2).

Negara Islam harus mampu menciptakan kerjasama yang


konkrit dengan sesama negara Islam dan umat Islam lainnya
guna membangun dunia yang haq dengan sistem
kepemimpinan yang haq pula, sehingga benar-benar
terwujudlah umat Islam sebagai umat wahidah.

B. Hizbut Tahrir
1. Sejarah Hizbut Tahrir di Indonesia

Hizb ut-Tahrir ( ‫ حزب التحرير‬Ḥizb at-Taḥrīr; Party of


Liberation) adalah organisasi politik pan-Islamis, yang
menganggap "ideologinya sebagai ideologi Islam", yang tujuannya
membentuk "Khilafah Islam" atau negara Islam. Kekhalifahan baru
akan menyatukan komunitas Muslim (Ummah) dalam negara Islam
kesatuan (bukan federal) dari negara-negara mayoritas
Muslim. Mulai dari Maroko di Afrika Utara ke Filipina selatan
di Asia Tenggara. Negara yang diusulkan akan menegakkan
hukum Syariah Islam, kembali ke "tempat yang selayaknya sebagai
negara pertama di dunia", dan membawa "dakwah Islam" ke
seluruh dunia.
Sampai pertengahan 2015 organisasi ini dilarang
di Jerman, Rusia, Cina, Mesir, Turki, dan semua negara Arab
kecuali Lebanon, Yaman dan UEA. Organisasi ini terlibat dalam
"politik kebencian" dan intoleransi yang memberikan pembenaran
ideologis untuk kekerasan; memanggil pelaku bom bunuh diri
sebagai "martir", menuduh negara-negara barat melancarkan
perang terhadap Islam dan Muslim, dan menyerukan penghancuran
23
umat Hindu di Kashmir, orang Rusia di Chechnya dan orang
Yahudi di Israel; sampai "negara Islam" telah didirikan

2. Latar Belakang Pendirian


Hizbut Tahrir didirikan sebagai harokah Islam yang bertujuan
mengembalikan kaum muslimin untuk kembali taat kepada "hukum-
hukum Allah" yakni "hukum Islam", memperbaiki sistem
perundangan dan hukum negara yang dinilai tidak "Islami"/"kufur"
agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam, serta membebaskan dari
sistem hidup dan pengaruh negara barat. Hizbut Tahrir juga
bertujuan untuk membangun kembali pemerintahan Islam warisan
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yakni "Khilafah Islamiyah" di
dunia, sehingga hukum Islam dapat diberlakukan kembali.

3. Keharusan Berdirinya Partai-partai Politik Menurut


Syariat
Berdirinya Hizbut Tahrir, sebagaimana telah disebutkan, adalah
dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam QS.Ali Imran,
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat.” Dalam ayat ini,
sesungguhnya Allah telah memerintahkan umat Islam agar di antara
mereka ada suatu jamaah (kelompok) yang terorganisasi. Kelompok
ini memiliki dua tugas: (1) mengajak pada al-Khayr, yakni mengajak
pada al-Islâm; (2) memerintahkan kebajikan (melaksanakan syariat)
dan mencegah kemungkaran (mencegah pelanggaran terhadap
syariat).
Perintah untuk membentuk suatu jamaah yang terorganisasi di
sini memang sekadar menunjukkan adanya sebuah tuntutan (thalab)
dari Allah. Namun, terdapat qarînah (indikator) lain yang
menunjukkan bahwa tuntutan tersebut adalah suatu keniscayaan.
Oleh karena itu, aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat ini yang
harus dilaksanakan oleh kelompok yang terorganisasi tersebut—

24
yakni mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahi
mungkar—adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh seluruh
umat Islam.
Kewajiban ini telah diperkuat oleh banyak ayat lain dan
sejumlah hadis Muhammad. Muhammad, misalnya, bersabda, “Demi
Zat Yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai
dua pilihan): melaksanakan amar makruf nahi mungkar ataukah
Allah benar-benar akan menimpakan siksaan dari sisi-Nya.
Kemudian, setelah itu kalian berdoa, tetapi doa kalian itu tidak akan
dikabulkan.” (H.R. At-Turmudzî, hadits no. 2259). Hadis di atas
merupakan salah satu qarînah (indikator) yang menunjukkan bahwa
thalab (tuntutan) tersebut bersifat tegas dan perintah yang
terkandung di dalamnya hukumnya adalah wajib.
Jamaah terorganisasi yang dimaksud haruslah berbentuk partai
politik. Kesimpulan ini dapat dilihat dari segi: (1) ayat di atas telah
memerintahkan kepada umat Islam agar di antara mereka ada
sekelompok orang yang membentuk suatu jamaah; (2) ayat di atas
juga telah membatasi aktivitas jamaah yang dimaksud, yaitu
mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahi munkar.
Sementara itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar di dalamnya
mencakup upaya menyeru para penguasa agar mereka berbuat
kebajikan (melaksanakan syariat Islam) dan mencegah mereka
berbuat kemungkaran (melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber
dari syariat, misalnya, bersikap zalim, fasik, dan lain-lain). Bahkan,
inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar,
yaitu mengawasi para penguasa dan menyampaikan nasihat kepada
mereka. Aktivitas-aktivitas seperti ini jelas merupakan salah satu
aktivitas politik, bahkan termasuk aktivitas politik yang amat
penting. Aktivitas politik ini merupakan ciri utama dari partai-partai
politik yang ada. Dengan demikian, ayat di atas menunjukkan pada
adanya kewajiban mendirikan partai-partai politik.

25
Akan tetapi, ayat tersebut di atas memberi batasan bahwa
kelompok-kelompok yang terorganisasi tadi mesti berbentuk partai-
partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut—
yakni mendakwahkan kepada Islam dan mewujudkan amar makruf
nahi mungkar sesuai dengan hukum-hukum Islam—tidak mungkin
dapat dilaksanakan kecuali oleh organisasi-organisasi dan partai-
partai Islam. Partai Islam adalah partai yang berasaskan akidah
Islam; partai yang mengadopsi dan menetapkan ide-ide, hukum-
hukum, dan solusi-solusi (atas berbagai problematika umat) yang
Islami; serta partai yang tharîqah (metode) operasionalnya adalah
metode Muhammad.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan organisasi-organisasi/partai-
partai politik yang ada di tengah-tengah umat Islam berdiri di atas
dasar selain Islam, baik dari segi fikrah (ide dasar) maupun tharîqah
(metode)-nya. Hal ini, di samping karena Allah telah memerintahkan
demikian, juga karena Islam adalah satu-satunya mabda’ (ideologi)
yang benar dan layak di muka bumi ini. Islam adalah mabda’ yang
bersifat universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat
memberikan jalan pemecahan kepada manusia (atas berbagai
problematikan mereka, penerj.) secara manusiawi. Oleh karena itu,
Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia—berupa gharâ’iz
(nalurinaluri) dan hajât ‘udhawiyyah (tuntutan jasmani),
mengaturnya, dan mengatur pemecahannya dengan suatu tatanan
yang benar; tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama
sekali; tidak ada saling mendominasi antara satu gharîzah (naluri)
atas gharîzah (naluri) yang lain. Islam adalah ideologi yang
mengatur seluruh aspek kehidupan.
Allah telah mewajibkan umat Islam agar selalu terikat dengan
hukum-hukum Islam secara keseluruhan, baik menyangkut
hubungannya dengan Pencipta mereka, seperti hukum-hukum yang
mengatur masalah akidah dan ibadah; menyangkut hubungannya

26
dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum yang mengatur
masalah akhlak, makanan, pakaian, dan lain-lain; ataupun
menyangkut hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-
hukum yang mengatur masalah muamalat dan perundang-undangan.
Allah juga telah mewajibkan umat Islam agar menerapkan Islam
secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka, menjalankan
pemerintahan Islam, serta menjadikan hukum-hukum syariat yang
bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Muhammad sebagai
konstitusi dan sistem perundang-undangan mereka. Allah
berfirman: Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan
wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah)
yang telah datang kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 48).
Hendaklah kalian memutuskan perkara di antara manusia
berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian
mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kalian terhadap
mereka, jangan sampai mereka memalingkan kalian dari sebagian
wahyu yang telah Allah turunkan kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]:
49).
Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak menjalankan
pemerintahan berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan
kekufuran, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang tidak
memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan)
berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah, berarti mereka
itulah orang-orang kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).
Semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti kapitalisme dan
sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain
merupakan ideologi-ideologi destruktif dan bertentangan dengan
fitrah kemanusiaan. Ideologi-ideologi tersebut adalah buatan
manusia yang sudah nyata kerusakannya dan telah terbukti cacat-

27
celanya. Semua ideologi yang ada selain Islam tersebut bertentangan
dengan Islam dan hukum-hukumnya.
Oleh karena itu, upaya mengambil dan meyebarluaskannya serta
dan membentuk organisasi/partai berdasarkan ideologi-ideologi
tersebut adalah termasuk tindakan yang diharamkan oleh Islam.
Dengan demikian, organisasi/partai umat Islam wajib berdasarkan
Islam semata, baik ide maupun metodenya. Umat Islam haram
membentuk organisasi/partai atas dasar kapitalisme, komunisme,
sosialisme, nasionalisme, patriotisme, primordialisme
(sektarianisme), aristokrasi, atau freemasonry. Umat Islam juga
haram menjadi anggota ataupun simpatisan partai-partai di atas
karena semuanya merupakan partai-partai kufur yang mengajak
kepada kekufuran. Padahal Allah telah berfirman: Barangsiapa yang
mencari agama (cara hidup) selain Islam, niscaya tidak akan
diterima, sementara di akhirat dia termasuk orang-orang yang
merugi. (QS Ali Imran [3]: 85). Allah juga berfirman dalam ayat
yang kami jadikan patokan di sini, yaitu, mengajak kepada kebaikan,
yang dapat diartikan dengan mengajak pada Islam.
Sementara itu, Muhammad bersabda, “Barangsiapa yang
melakukan suatu amal-perbuatan yang bukan termasuk urusan kami,
berarti amal-perbuatan itu tertolak.” (H.R. Muslim, hadis no. 1718).
Muhammad juga bersabda, “Barangsiapa yang mengajak orang
pada ashabiyah (primordialisme, sektarianisme, nasionalisme)
tidaklah termasuk golongan kami.” (H.R. Abû Dâwud, hadis no.
5121). Berkaitan dengan hal di atas, upaya untuk membangkitkan
umat dari kemerosotan yang dideritanya; membebaskan mereka dari
ide-ide, sistem, dan hukum-hukum kufur; serta melepaskan mereka
dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir, sesungguhnya
dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf berfikir mereka.
Upaya riilnya adalah dengan melakukan reformasi total dan
fundamental atas ide-ide dan persepsi-persepsi yang telah

28
menyebabkan kemerosotan mereka. Setelah itu, ditanamkan di dalam
benak umat ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang benar.
Upaya demikian diharapkan dapat menciptakan perilaku umat dalam
kehidupan ini yang sesuai dengan ide-ide dan hukum-hukum Islam.

4. Tujuan HTI
Hizbut Tahrir memiliki dua tujuan:
(1) melangsungkan kembali kehidupan Islam;
(2) mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Tujuan ini berarti mengajak umat Islam agar kembali hidup
secara Islami di dâr al-Islam dan di dalam lingkungan masyarakat
Islam. Tujuan ini berarti pula menjadikan seluruh aktivitas
kehidupan diatur sesuai dengan hukum-hukum syariat serta
menjadikan seluruh pandangan hidup dilandaskan pada standar halal
dan haram di bawah naungan dawlah Islam.
Dawlah ini adalah dawlah-khilâfah yang dipimpin oleh seorang
khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh umat Islam untuk didengar
dan ditaati. Khalifah yang telah diangkat berkewajiban untuk
menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Muhammad serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia
dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu, aktivitas Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk
membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar
melalui pemikiran yang tercerahkan. Hizbut Tahrir berusaha untuk
mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan
keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali
negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir juga
berupaya agar umat dapat menjadikan kembali dawlah Islam sebagai
negara terkemuka di dunia—sebagaimana yang telah terjadi pada
masa silam; sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini
sesuai dengan hukum Islam.

29
5. Keanggotaan HTI
Hizbut Tahrir menerima anggota dari kalangan umat Islam, baik
pria maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka
keturunan Arab atau bukan dan dari suku apapun. Hizbut Tahrir
adalah sebuah partai untuk seluruh umat Islam. Partai ini
menyerukan kepada umat untuk mengemban dakwah Islam serta
mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturannya tanpa
memandang lagi ras-ras kebangsaan, warna kulit, maupun mazhab-
mazhab mereka.
Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam. Para
anggota dan aktivis Hizbut Tahrir dipersatukan dan diikat oleh
akidah Islam, kematangan mereka dalam penguasaan ide-ide (Islam)
yang diemban oleh Hizbut Tahrir, serta komitmen mereka untuk
mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Mereka
sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut
Tahrir, setelah sebelumnya ia terlibat secara intens dengan Hizb;
berinteraksi langsung dengan dakwah bersama Hizb; serta
mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizb.
Dengan kata lain, ikatan yang mengikat para anggota dan aktivis
Hizbut Tahrir adalah akidah Islam dan tsaqâfah (ide-ide) Hizb yang
sepenuhnya diambil dari dari akidah ini. Halaqah-halaqah atau
pembinaan wanita di dalam tubuh Hizbut Tahrir terpisah deri
halaqah-halaqah pria. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita
adalah para suami, para muhrimnya, atau sesama wanita itu sendiri.

6. Pembubaran di Indonesia
Pemerintah Indonesia secara resmi telah membubarkan Hizbut
Tahrir Indonesia pada tanggal 19 Juli 2017 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08
tahun 2017 yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti

30
Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Pembubaran HTI dilandasi atas ideologi yang
mereka bawa, pendirian negara syariah, dinilai tidak sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945. Organisasi radikal HTI dianggap
mengancam eksistensi demokrasi yang telah dinikmati bangsa
Indonesia sejak runtuhnya orde baru. Atas dasar itulah, pemerintah
membubarkan HTI.
Untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai
pertarungan "demokrasi" dan radikalisme di Indonesia, Sosiologi
mengenal dua kerangka berpikir, yaitu dikotomi-
negasi dan dynamos-dialektis. Perspektif dikotomi-negasi
menganggap demokrasi dan radikalisme saling mengancam dan
membunuh satu-sama lain. Radikalisme dianggap akan menggerus
nilai demokrasi, sedangkan demokrasi dinilai akan mengancam
posisi radikalisme. Contoh dari kerangka berpikir tersebut adalah
munculnya upaya negara untuk melindungi demokrasi dengan cara
membubarkan ormas-ormas radikal. Sedangkan perspektif dinamis-
dialektis melihat radikalisme dan demokrasi dalam hubungan yang
sebab-akibat. Kelompok radikal muncul karena adanya sistem
demokrasi yang telah disepakati. Dalam konteks sosio-historis pun,
radikalisme dinilai telah saling berdialektika secara dinamis untuk
bersama-sama membangun atau menghancurkan dan membunuh
atau menghidupkan struktur sosial dan politik di Indonesia.

31
C. IKHWANUL MUSLIMIN ( IM )
1. Siapakah Ikhwanul Muslimin ?
Ikhwanul Muslimin adalah organisasi Islam tertua dan terbesar
di Mesir, didirikan oleh Hassan al-Banna pada 1928. Gerakan ini
awalnya dimaksudkan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, tetapi
kemudian tumbuh menjadi gerakan politik. Di Mesir terutama,
gerakan ini berjuang melawan koloni Inggris dan memberantas
semua pengaruh dari Barat.
Mereka mampu menyebar ke seluruh dunia lewat aktivitas
politik yang dipadukan dengan kegiatan amal. Para anggotanya
mengklaim bahwa mereka mendukung prinsip-prinsip demokrasi,
tetapi tujuan yang telah ditetapkan adalah membentuk negara yang
didasarkan pada hukum Islam atau syariah. Slogan yang dipakai di
seluruh dunia berbunyi: "Islam adalah solusi".

2. Sejarah Ikhwanul Muslimin Masuk ke Indonesia


Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan
kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman
kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan
kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu
kepada sejumlah delegasi Indonesia. Ikhwanul Muslimin kemudian
semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad
Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin,
yaitu Partai Masyumi.
Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang
keberadaannya. Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai
yang menggunakan nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi
Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi).
Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai

32
Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau
kelompok Tarbiyah.
Secara umum, Ikhwanul Muslimin cukup banyak memberikan
inspirasi pada organisasi-organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas
mana yang benar-benar berhubungan secara resmi dengan Ikhwanul
Muslimin di Mesir. Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang
terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin antara lain:
1. Partai Masyumi
2. Persaudaraan Muslimin Indonesia
3. Partai Masyumi Baru (1998)
4. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (1998)
5. Partai Bulan Bintang (1998)
6. Partai Keadilan (1998)
7. Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001)
8. Partai Keadilan Sejahtera (2002)

3. Peran Ikhwanul Muslimin untuk Kemerdekaan


Indonesia
Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia
adalah Mesir. Demikian tertulis dalam buku sejarah kemerdekaan
Indonesia.Pengakuan dari negara lain, merupakan syarat penting
berdirinya sebuah negara. Dan, untuk ini, bangsa ini pantas
berterima kasih kepada tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Sebab,
merekalah yang melobi agar pemerintahnya mendukung
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Ikhwanul Muslimin yang saat itu jaringannya telah tersebar,
juga menggalang dukungan-dukungan negara Arab lainnya untuk
mendukung ke merdekaan Indonesia. Dan, setelah Mesir, negara-
negara Timur Tengah lain pun mendukung kemerdekaan
Indonesia. Para pemimpin Mesir dan negara-negara Arab saat itu,

33
bahkan membentuk Panitia Pembela Indonesia. Mereka
mendorong pembahasan soal isu Indonesia di berbagai lembaga
internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan Liga Arab.
Dalam bukunya, Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri,
Zein Hassan menulis bahwa pengakuan kemerdekaan itu, pada
akhirnya membuat posisi Indonesia setara dengan negara-negara
lainnya-termasuk Belanda—dalam perjuangan diplomasi
internasional. Proklamator Bung Hatta pun menyatakan,
“Kemenangan diplomasi Indonesia dimulai dari Kairo. Karena,
dengan pengakuan mesir dan negara- negara Arab lainnya terhadap
Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala
jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri
janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau.”
Peran Ikhwanul Muslimin dalam kemerdekaan Indonesia, itu,
masih dapat ditelusuri jejaknya dalam artikel bertajuk Ikhwanul
Muslimindi Wikipedia. Di sana dicantumkan foto-foto tokoh bangsa
seperti Sjahrir dan H Agus Salim yang menemui Mursyid Am
Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, untuk menyampaikan terima
kasih atas dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia. Saat itu,
untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, Ikhwanul Muslimin
kerap mengerahkan massa untuk berdemonstrasi, termasuk
menghalau kapal-kapal Belanda yang melewati Terusan Suez.
Terutama, saat Indonesia sedang dalam revolusi fisik melawan
kembalinya Belanda.

Namun, mengapa banyak negara yang melarang Ikhwanul


Muslimin berorganisasi ?
Sejak awal mula didirikan pergerakan ini banyak dipengaruhi
oleh pemikiran Jamaludin Al-Afghani, seorang penganut Syi`ah
Babiyah, yang berkeyakinan wihdatul wujud. Dan keyakinan bahwa
kenabian dan kerasulan diperoleh lewat usaha, sebagaimana halnya

34
menulis dan mengarang. Dia (Jamaludin Al-Afghani) kerap
mengajak kepada pendekatan Sunni-Syiah bahkan juga mengajak
kepada persatuan antar agama.
Gerakan itu lalu bergabung ke banyak negara seperti: Syiria,
Yordania, Iraq, Libanon, Yaman, Sudan dan lain sebagainya. Ia
(Jamaludin Al-Afghani) telah dihukumi/dinyatakan oleh para ulama
negeri Turki, dan sebagian masyayikh Mesir sebagai orang Mulhid,
kafir, zindiq, dan keluar dari Islam. Farid bin Ahmad bin Manshur
menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Jamaludin Al-Afghani pada beberapa hal, diantaranya:

1) Menempatkan politik sebagai prioritas utama


2) Mengorganisasikan secara rahasia
3) Menyerukan peraturan hukum demokrasi
4) Menghidupkan dan menyebarkan seruan nasionalisme
5) Mengadakan peleburan dan pendekatan dengan Syiah
Rafidhah, berbagai kelompok sesat, bahkan kaum Yahudi
dan Nashrani.

Oleh sebab itu, jamaah Ikhwanul Muslimin banyak memiliki


penyimpangan dari kaidah-kaidah Islam yang dipahami As-Salaf As-
Shalih. Di antara penyimpangan tersebut misalnya:
1. Mendahulukan urusan politik daripada syariat
2. Manhaj dakhwa yang melenceng dari syariat
3. Ta’ashud/fanatic terhadap pendapat ulamanya
4. Tidak memperhatikan masalah aqidah dengan benar
5. Menghidupkan bid’ah

35
D. JAT & JAD

1. Sejarah Singkat
Jamaah Ansharut Tauhid atau (JAT) adalah sebuah organisasi
Islam di Indonesia. Organisasi ini merupakan pecahan dari MMI.
Organisasi ini terindikasikan sebagai organisasi teroris oleh
Amerika Serikat yang diketahui melatar belakangi Bom Bali 2002.

Organisasi ini didirikan oleh Abu Bakar Baasyir pada 27 Juli


2008 di Solo, dan memiliki banyak cabang di Indonesia termasuk
di Aceh dan Sulawesi Tengah. Pimpinan JAT, Abu Bakar Ba'asyir,
menyatakan dukungan terhadap Negara Islam Irak dan Suriah
(Islamic State of Iraq and Syria/ISIS). Sebagian besar anggota JAT
tak mendukung sikap Ba'asyir karena meragukan Abu Bakr al-
Baghdadi, pimpinan ISIS, sebagai amir khilafah.

Anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang mendukung


Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) tidak banyak, bila
dibandingkan dengan jumlah anggota yang tersebar di beberapa
wilayah. Lalu, pada 11 Agustus 2014, sebagian besar anggota JAT
yang menolak ISIS keluar dan mendirikan organisasi baru yang
lebih baik dengan nama Jamaah Ansharusy Syariah.

2. Peristiwa (Kasus)
Sejak didirikan pada 2008, JAT merangkul mereka yang jelas
terkait dengan buronan teroris. Mereka menyambut para anggota
Jemaah Islamiyah (JI) tetapi bentrok dengan para pimpinan JI
dalam hal strategi dan taktik.Pada 2010, unit khusus anti terorisme
Polri, Densus 88, merazia markas JAT di Jakarta dan menuduh

36
para pimpinan kelompok itu menggalang dana untuk membiayai
pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.
JAT juga dicurigai terlibat dalam berbagai kejahatan antara
lain perampokan bank untuk mendanai kegiatan mereka, termasuk
serangan bom bunuh diri di sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah
tahun lalu dan sebuah masjid di Cirebon, Jawa Barat. Departemen
Luar Negeri AS, Kamis (23/02/2014) memasukkan Jamaah
Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir ke
dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).

E. Jamaah Ansharut Daulah (JAD)


Aman Abdurrahman, Pendiri JAD Jamaah Ansharut Daulah
(JAD) adalah sebuah kelompok militan Indonesia yang dilaporkan
memiliki kaitan dengan pengeboman Surabaya pada tahun 2018.
Negara Islam Irak dan Suriah telah mengklaim bahwa mereka
bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pada tahun 2017,
kelompok ini telah diakui sebagai organisasi teroris oleh
Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.

a. Peristiwa (Kasus)
Pemberontakan Thailand Selatan, Pemberontakan Islam di
Filipina, Serangan lintas perbatasan di Sabah, Pengeboman
Borobudur 1985, Pengeboman Malam Natal Indonesia 2000,
Penculikan Sipadan 2000, Pengeboman konsulat Filipina 2000,
Pengeboman Hari Rizal, Penculikan Dos Palmas, Rencana
penyerangan kantor kedutaan besar di Singapura, Bom Bali 2002,
Pengeboman Hotel Marriott 2003, Pengeboman kafe Palopo 2004,
Pengeboman SuperFerry 14 2004, Pengeboman Kedutaan Besar
Australia 2004, Pengeboman pasar Tentena 2005, Bom Bali 2005,
Pemenggalan gadis Kristen Indonesia 2005, Pengeboman pasar
Palu 2005, Insiden pemenggalan Basilan 2007, Pengeboman
37
Jakarta 2009, Pengeboman Vihara Ekayana 2013, Bentrokan
Mamasapano, Serangan Jakarta 2016, Serangan granat Bar Movida
2016, Pengeboman Kota Davao 2016, Pengeboman gereja
Samarinda 2016, Pengeboman Jakarta 2017, Kerusuhan Mako
Brimob 2018, Pengeboman Surabaya

38
2.4 PENGARUH ORMAS ISLAM YANG MENDUKUNG
IDEOLOGI PANCASILA

A. NAHDLATUL ULAMA (NU)

1. Sejarah Berdiri
Di kalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional,
membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wa
an (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian pada tahun
1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul
Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial
politik kaum dan keagamaan santri.
Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk
memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya nahdatul tujjar,
maka taswirul fikar, selain tampil sebagai kelompok studi juga
menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan
memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang
lebih besar dan lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan
zaman, maka setelah berkoodinasi dengan berbagai kyai, akhirnya
muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 januari
1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari sebagai
Rais Akbar. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka
K.H Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (Prinsip
Dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal
Jama’ah. Kedua kitab tersebut kemudian di implementasikan dalam

39
khittah NU yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU
dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan
politik.
Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran islam
menurut paham kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah ditengah-
tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah negara kesatuan
republik indonesia.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai
jenis usaha di berbagai bidang, antara lain sebagai berikut :
1. Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada
semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang
sesuai dengan nilai-nilai islam, untuk membentuk muslim
yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luar. Hal ini
terbukti dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang
bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah
khususnya di pulau jawa bahkan sudah memiliki cabang di
luar negeri.
3. Di Bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan
rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman
dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi mengusahakan pemerataan kesempatan
untuk menikmati hasil pembangunan, dengan
mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini
ditandai dengan lahirnya BMT dan badan keuangan lain
yang telah terbukti membantu masyarakat.

2. Peran NU Dalam Mendukung Ideologi Pancasila


Arti penting lain pembentukan NU sebagai sebuah
organisasi adalah berkaitan dengan wawasan kebangsaan

40
(nasionalisme) yang selalu dijadikan sebagai salah satu dasar
perjuangannya selama ini. Wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh
NU tersebut dapat dilihat pada setiap langkah dan kebijakan NU
sejak dulu hingga sekarang yang selalu mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara. Perjuangan NU ini berkobar terus mulai sejak
penjajahan Belanda menyerbu Indonesia sampai penjajahan Jepang.
Oleh karenanya tujuan NU membentuk sebuah perkumpulan
adalah untuk membentuk organisasi perjuangan yang senantiasa
menentang segala bentuk penjajahan untuk merebut kemerdekaan
dan sekaligus menjaga kesatuan negara Republik Indonesia dalam
wadah NKRI.

B. MUHAMMADIYYAH ( MU )

a. Sejarah dan Peran


Didirikan di desa Kauman, Yogyakarta pada dzulhijjah 8, 1330
dalam kalender islam atau 18 November 1912 oleh seorang pria
bernama Muhammad Darwis, yang belakangan dikenal sebagai KH
Ahmad Dahlan. Dia dulunya adalah pelayan kerajaan di istana
kerajaan kesultanan Yogyakarta yang bertugas sebagai pengkhotbah,
dan dia juga bekerja sebagai pedagang, melihat kondisi muslim yang
kaku dan keras kepala pada saat itu penuh dengan ritual mistis, ia
tersentuh untuk mendesak orang-orang kembali kepada ajaran islam
yang nyata berdasarkan al qur’an dan hadist (ucapan dan perbuatan
nabi Muhammad) karena itu disela sela kegiatannya sebagai
pengkhotbah dan pedagang ,ia mengajar ajaran agama di rumah.
Awalnya orang menolak pengajarannya namun karena
kesabaran dan ketabahannya keluarga dan teman-teman dekatnya
secara bertahap menerimanya, pekerjaan perdagangan benar-benar
mendukung desakanya,jadi dalam waktu singkat ajarannya
melampaui desa Kauman, menjangkau keluar daerah dan bahkan
41
pulau jawa. Untuk mengatur kegiatannya ia mendirikan organisasi
muhammadiyah yang saat ini ada secara nasional.
Selain memberikan pelajaran/pengetahuan kepada laki-laki ,KH
Ahmad dahlan juga mengajarkan perempuan dalam suatu form studi
yang disebut ( sidratul muntaha ) saat fajar,dia mengajar anak laki-
laki dan perempuan dan dia mengajar orang dewasa di malam hari
KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912
hingga 1922, periode masih menggunakan system pertemuan
tahunan organisasi. Pada pertemuan ke-11 muhammadiyah berada
dibawah kepemimpinan KH Ibrahim sampai tahun 1934. Pada tahun
1926, pertemuan tahunan berubah menjadi kongres tahunan yang
kemudian diubah menjadi kongres setiap 3 tahun hari ini, kongres
muhammadiyah diadakan setiap 5 tahun
Muhammadiyah sejak berdiri memperjuangkan Indonesia
sebagai negara merdeka dengan nasionalisme Islam yang tinggi.
Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan karena jasanya
untuk Indonesia diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Soekarno,
Soedirman, Fakhruddin, Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo,
Kasman Singodimedjo, Djuanda, dan tokoh-tokoh Muhammadiyah
lainnya merupakan nasionalis Islam sejati yang membela tanah air,
mereka juga diangkat pemerintah sebagai Pahlawan Nasional. Pasca
kemerdekaan pun Muhammadiyah selalu di depan dalam membela
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ki Bagus Hadikusomo waktu itu (1942-1953) menjadi Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Mr Kasman Singodimedjo
didukung para tokoh Islam lainnya mewakili umat Islam Indonesia
menjadi penentu kompromi Piagam Jakarta sehingga lahir Sila
pertama Pancasila, ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. UUD 1945 yang di
dalamnya mengandung lima sila Pancasila itu kemudian disahkan
pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Inilah hadiah dan
pengorbanan terbesar umat Islam untuk NKRI dengan dasar negara

42
Pancasila di mana Muhammadiyah mengambil peran yang
menentukan dalam sejarah Republik Indonesia tersebut.
Pasca kemerdekaan dalam membela NKRI Muhammadiyah
mewujudkannya dengan membangun kekuatan bangsa di bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan usaha-usaha lainnya
untuk mencerdaskan, menyejahterakan, dan memajukan kehidupan
bangsa Indonesia di seluruh tanah air. “Nasionalisme dan pembelaan
Muhammadiyah terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan
Kebhinekaan tidak dengan retorika tetapi dengan karya nyata
sebagai bentuk kesaksian (syahadah) untuk mewujudkan Indonesia
sebagai negara dan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur sebagaimana cita-cita para pejuang dan pendiri
Indonesia,
Dengan pemikiran dan bukti sejarah yang terang benderang dan
konkret itu maka Muhammadiyah sejak berdiri sampai saat ini dan
kapanpun senantiasa menyatukan perjuangan dakwahnya di
Indonesia dengan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Kebhinekaan
sebagai satu napas pergerakan.
“Bagi Muhammadiyah ideologi Pancasila dengan segala kaitan
Empat Pilar lainnya sudah selesai dan tidak lagi menjadi bahan
perdebatan baik secara teologis maupun ideologi dan politik, kecuali
bagaimana berikhtiar mengisi atau mewujudkan seluruh nilainya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Haedar Nashir selaku ketua umum pimpinan pusat
muhammadiyah menyampaikan, Muhammadiyah konkret berjuang
untuk bangsa yakni dengan mencerdaskan dan memajukan lewat
gerakan pendidikan, kesejahteraan sosial dan pemberdayaan
masyarakat. Dan pekerjaan ini meluas sampai seluruh tanah air.

43
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan data dan informasi diatas dapat disimpulkan
bahwa masih banyak organisasi masyarakat yang pro dan kontra akan pancasila,
padahal landasan pancasila sudah difikirkan secara matang-matang oleh para
tokoh pendiri bangsa kita, tugas kita saat ini adalah menjaga kesaktian pancasila
dari manusia-manusia jahil yang ingin merubah kesaktian pancasila.

3.2 SARAN
Penulis sebenarnya menginginkan penyusunan makalah yang sempurna
dan rapi. Namun masih banyak kekurangan dalam makalah ini yang perlu
diperbaiki oleh penulis. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun penulisan
makalah ini sebagai bahan evaluasi selanjutnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, (Paramadina: Jakarta) 1996


Muhammad Abid Al-Jabiri, Agama, Negara dan Penerapan Syariat, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka 2001).
Greg Genep Sukendro, Pancasila Riwayatmu Kini, (Jakarta: Tifa dan grafisosial
2012)
ZONA REFERENSI.COM, For Allah and the caliphate, New Statesman, 13
September 2004
"Can the Muslim world really unite?". hizb.org.uk. March 4, 2010. Diakses
tanggal 15 January 2016.
Draft Constitution of the Khilafah State, 2011: Article 16
Ahmed & Stuart, Hizb Ut-Tahrir, 2009: p.3
"Media Office of Hizb-ut-Tahrir. About Hizb ut-Tahrir". Hizb-ut-Tahrir.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2007. Diakses tanggal 14
January 2016.
"Islamist groups urge Muslim Danes to boycott election, saying democracy
'incompatible' with Islam". rt.com. 5 June 2015. Diakses tanggal 23
February 2016.
Brandon, James. "Hizb-ut-Tahrir's Growing Appeal in the Arab
World" www.jamestown.org The Jamestown Foundation. Diakses tanggal 29
January 2015.
Sardar, Ziauddin (14 November 2005). "Ziauddin Sardar explains the long history
of violence behind Hizb ut-Tahrir". New Statesman. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2008-05-11. Diakses tanggal 14 January 2016.
Ahmed & Stuart, Hizb Ut-Tahrir, 2009: p.45
Dr Haedar Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, (“suara
Muhammadiyah”)
https://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin#Ikhwanul_Muslimin_di_Indone
sia

45
https://www.beritasatu.com/dunia/551720/sejarah-ikhwanul-muslimin-hingga-
disebut-kelompok-teroris
https://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/07/17/m79azo-
peran-ikhwanul-muslimin-untuk-kemerdekaan-indonesia
https://almanhaj.or.id/1653-membongkar-kesesatan-dan-penyimpangan-gerakan-
dakwah-ikhwanul-muslimin.html

46

Anda mungkin juga menyukai