Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia,
baik sosial, ekonomi, budaya dan politik, mengharuskan individu untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti.
Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya
sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak
problem. Tidak semua orang ,mampu beradaptasi, akibatnya adalah individu-
individu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian
dibutuhkan cara efektif untuk mengatasinya.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecenderungan masyarakat untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran Islam
muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Pencipta. Peluang dalam menangani
problema ini semakin terbentang luas di era modern ini. Tulisan ini berangkat dari
sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan
perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan
cenderung berorientasi pada materialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan
kemajuan IPTEK di segala bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya
memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan (the age of
anxienty). Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang
memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak
berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern kini
sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara
pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan
hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan
bergaya hidup hedonis dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak
memberikan peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian
yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-
kemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik

1
sosial, ekonomi budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti.
Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya
sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak
problem. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-
daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi
tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat. Padahal tidak
semua orang mampu untuk itu. Akibatnya yang muncul adalah individu-individu
yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian dibutuhkan
cara efektif untuk mengatasinya. Berbicara masalah solusi, kini muncul
kecenderungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf).
Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi
problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang Maha
Pencipta. Selain itu berkembang pula kegiatan konseling yang memang bertujuan
membantu seseorang menyelesaikan masalah. Karena semua masalah pasti ada
penyelesaiannya serta segala penyakit pasti ada obatnya. Peluang tasawuf dalam
menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala problem manusia, semakin
terbentang lebar di era modern ini. Maka dari itu, penulis mencoba untuk
mengulas sedikit tentang Tasawuf di Era Modern.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pandang tasawuf di era modern?
2. Apa makna tasawuf dalam konteks yang luas?
3. Apa urgensi / pentingnya tasawuf di era modern terhadap kehidupan sekarang
ini?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pandang tasawuf di era modern.
2. Untuk memahami tasawuf dalam konteks yang luas (kehidupan).
3. Untuk mengetahui urgensi / pentingnya tasawuf di era modern terhadap
kehidupan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tasawuf Di Era Modern


Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang
rasional sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Kepekaan sosial, lingkungan (alam) dan berbagai bidang kehidupan
lainnya adalah bagian yang menjadi ukuran bahwa tasawuf di era modern
itu tidak sekedar pemenuhan spiritual, akan tetapi lebih dari itu yaitu
mampu membuahkan hasil bagi yang ada di bumi ini.
Menurut Bagir tasawuf itu bukan barang mati. Sebab tasawuf itu merupakan
produk sejarah yang seharusnya dikondisikan sesuai dengan tuntutan dan
perubahan zaman. Penghayatan tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang kita
temui di masa silam. Tasawuf di era modern adalah alternatif yang
mempertemukan jurang kesenjangan antara dimensi ilahiyah dengan dimensi
duniawi. Banyak orang yang secara normatif (kesalehan individu) telah
menjalankan dengan sempurna, tetapi secara empiris (kesalehan sosial) kadang-
kadang belum tanpak ada. Dengan demikian lahirnya tasawuf di era modern
diharapkan menjadi tatanan kehidupan yang lebih baik.

B. Memahami Dunia Tasawuf


Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang
untuk mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk
maupun yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui sebagai
ilmu agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang
merupakan substansi Islam. Dimana secara filsafat sufisme itu lahir dari salah satu
komponen dasar agama Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau iman
melahirkan ilmu teologi (kalam), Islam melahirkan ilmu syari’at, maka ihsan
melahirkan ilmu akhlaq atau tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Meskipun dalam ilmu pengetahuan wacana tasawuf tidak diakui karena sifatnya
yang Adi Kodrati, namun eksistensinya di tengah-tengah masyarakat

3
membuktikan bahwa tasawuf adalah bagian tersendiri dari suatu kehidupan
masyarakat; sebagai sebuah pergerakan, keyakinan agama, organisasi, jaringan
bahkan penyembuhan atau terapi. (Moh. Soleh, 2005: 35)
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama
kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat
luas, bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna
membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk
orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang
yang asketis (Zuhud pada dunia). Proses modernisasi yang makin meluas di abad
modern kini telah mengantarkan hidup manusia menjadi lebih materealistik dan
individualistik. Perkembangan industrialisasi dan ekonomi yang demikian pesat,
telah menempatkan manusia modern ini menjadi manusia yang tidak lagi
memiliki pribadi yang merdeka, hidup mereka sudah diatur oleh otomatisasi
mesin yang serba mekanis, sehingga kegiatan sehari-hari pun sudah terjebak oleh
alur rutinitas yang menjemukan. Akibatnya manusia sudah tidak acuh lagi, kalau
peran agama menjadi semakin tergeser oleh kepentingan materi duniawi (Suyuti,
2002: 3 - 5).
Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih
ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral yang
hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh
kebahagiaan optimal. Tasawuf perilaku baik, memiliki etika dan sopan santun
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya (Syukur,
2003:3).
Menurut Omar Alishah, yang menjadi salah satu ajaran penting dalam tasawuf
adalah pemahaman tentang totalitas kosmis, bumi, langit, dan seluruh isi dan
potensinya baik yang kasar mata maupun tidak, baik rohaniah maupun jasmaniah,
pada dasarnya adalah bagian dari sebuah sistem kosmis tunggal yang saling
mengait, berpengaruh dan berhubungan. Sehingga manusia mempunyai keyakinan
bahwa, penyakit atau gangguan apapun yang menjangkiti tubuh kita harus dilihat

4
sebagai murni gejala badaniah ataupun kejiwaan manusiawi, sehingga
seberapapun tingkatan keparahannya akan tetap dapat ditangani secara medis
(medical care) (Alishah, 2002:11).
Pendapat Alishah tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh Allah SWT
dalam al-Qur’an, bahwa setiap kali terjalin komunikasi dengannya seseorang akan
memperoleh energi spiritual yang menciptakan getaran-getaran psikologi pada
aspek jiwa raga, ibarat curah hujan membasahi bumi yang kemudian menciptakan
getaran-getaran duniawi dan menyebabkan tanaman tumbuh subur. Sesuai dengan
firman Allah yang tertera dalam QS. Al-Hajj: 5
)5 :‫يج (الحج‬ ْ ‫ت َوأَ ْنبَت‬
ٍ ْ‫َت ِم ْن ُك ِّل زَ و‬
ٍ ‫ج بَ ِه‬ ْ ‫فَإ ِ َذا أَ ْنز َْلنَا َعلَ ْيهَا ْال َما َء ا ْهتَ َّز‬
ْ َ‫ت َو َرب‬
Artinya : “ketika kami turunkan hujan di atasnya ia pun bergerak dan subur
mengembang menumbuhkan berbagai tanaman indah (berpasang-pasangan) (QS;
Al-Hajj: 5).

1. Tasawuf Sebagai Terapi


Omar Alishah dalam bukunya “Tasawuf Sebagai Terapi” menawarkan cara Islami
dalam pengobatan gangguan kejiwaan yang dialami manusia, yaitu dengan cara
melalui terapi sufi. Terapi tasawuf bukanlah bermaksud mengubah posisi maupun
menggantikan tempat yang selama ini di dominasi oleh medis, justru cara terapi
sufi ini memiliki karakter dan fungsi melengkapi. Karena terapi tasawuf
merupakan terapi pengobatan yang bersifat alternatif. Tradisi terapi di dunia sufi
sangatlah khas dan unik. Ia telah dipraktekkan selama berabad-abad lamanya,
namun anehnya baru di zaman-zaman sekarang ini menarik perhatian luas baik di
kalangan medis pada umumnya, maupun kalangan terapis umum pada khususnya.
Karena menurut Omar Alisyah, terapi sufi adalah cara yang tidak bisa diremehkan
begitu saja dalam dunia terapi dan penanganan penyakit (gangguan jiwa), ia
adalah sebuah alternatif yang sangat penting. (Alishah, 2004;5)
Tradisi sufi (tasawuf) sama sekali tidak bertujuan mengubah pola-pola terapi
psikomodern dan terapi medis dengan terapi sufis yang penuh dengan spiritual,
sebaliknya apa yang dilakukan Omar justru melengkapi dan membatu konsep-
konsep terapi yang telah ada dengan cara mengoptimalkan peluang kekuatan

5
individu seseorang untuk menyembuhkan dirinya, beberapa tehnik yang
digunakan Omar Alishah dalam upaya terapeutik yang berasal dari tradisi-tradisi
tasawuf antara lain yaitu tehnik “transmisi energi dan tehnik metafor” (Alishah,
2002:151).
Dengan demikian, terapi tasawuf atau sering juga disebut dengan penyembuhan
sufis adalah penyembuhan cara islami yang dipraktekkan oleh para sufi ratusan
tahun lalu. Prinsip dasar penyembuhan ini adalah bahwa kesembuhan hanya
datang dari Allah Yang Maha penyembuh, sedangkan para sufi sebagai terapis
hanya bertindak sebagai perantara.(Najar, 2004: 195).

C. Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern


Melihat uraian pemikiran pembaharuan mengenai tasawuf secara mendalam
diatas, bagaimana sekarang tasawuf dapat memberi sumbangan alternatif terhadap
kebutuhan spiritual manusia modern? Terhadap pertanyaan ini, hampir seluruh
ajaran islam tentang hal-hal yang bersifat metafisik dan gnostis ( makrifat ) murni
dapat memberi jawaban terhadap kebutuhan intelektual manusia dewasa ini.
Dalam bidang tasawuf, kehadiran dimensi spiritual diharapkan dapat mengobati
kehausan manusia dalam mencari Tuhan. Ajaran tasawuf mempunyai tempat bagi
hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan
amaliyah-amaliyah Islam. Dan memang ada beberapa ayat yang memerintahkan
untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya: “Sungguh, bahagialah
orang yang menyucikan jiwanya” (Q.S. Asy-syam [91]:9); “Hai jiwa yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”
(QS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada
Allah, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tema
menyerahkan diri (kepada) Allah” (QS. Al An’am: 162).
Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian
yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka

6
yang masuk dalam sebuah tarekat atau aliran tasawuf dalam mengisi
kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqomah dan tawadhu.
Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasarnya sudah
menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi
Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq,
Fathanah, Tabligh, Sabar, Tawakal, Zuhud, dan termasuk berbuat baik terhadap
musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan
yang benar. Perilaku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah
kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi.
Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi
orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian
manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal
lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya. Ketidakjelasan atas makna dan
tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat spiritualitas Islam ladang
kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengarahkan
hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.

Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modern


Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih
dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia
modern. Apalagi dewasa ini tampak perkembangan yang menyeluruh dalam ilmu
tasawuf dalam hubungan inter-disipliner.

Menempuh Jalan Tasawuf


Untuk menjadikan hidup lebih baik dan ada nuansa sufistiknya, tentu saja harus
melakukan latihan spiritual secara baik, benar, dan berkesinambungan. Karena itu,
bagi seorang penempuh tasawuf awal, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah :
1. Taubat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul
tidak berbuat dosa lagi.

7
Untuk memantapkan taubatnya itu ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari
dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk
beribadah, puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir, sedikit tidur dan banyak
beribadah serta yang dicari hanya kebahagiaan rohani dan kedekatan dengan
Allah.
2. Wara’. Ia menjauhkan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Juga tidak
memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-
haramnya.
3. Faqr. Ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit
dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan
kewajiban-kewajiban agamanya.
4. Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang
berat dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tapi juga sabar dalam
menerima cobaan-cobaan berat yang ditimpakan Allah kepadanya. Ia
juga sabar dalam menderita.
5. Tawakal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak
Allah. Ia tidak memikirkan hari esok, baginya cukup apa yang ada
untuk hari ini.
6. Ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan ia menerima
dengan senang hati. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang
ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya
merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Allah.
Itu semua hanya latihan untuk memasuki dunia sufistik. Sedangkan untuk
memasuki pintu tasawuf, atau sufi, ada beberapa tahapan yang lebih tinggi dari
sekedar membersihkan atau mengosongkan diri (takhali), mengisinya kembali
dengan nilai-nilai ilahiyah (tahalli) dan kemudian tajalli, atau merasakan
manifestasi Ilahi dalam kehidupan dunia ini.
Selanjutnya, bila ia memang berada dalam perjalanan menjadi sufi, ia akan
mengalami mukasyafah atau penyingkapan sesuatu yang tidak diketahuinya,
kemudian menjadi tahu. Dari tahap ini ia akan berlanjut pada musyahadah,
menyadari sekaligus bersaksi bahwa diri ini tiada apa-apanya. Yang ada dan

8
berada hanya Allah Yang Maha Esa. Seseorang yang berada dalam posisi ini
pantas disebut muwahid (orang yang bertauhid). Posisi ini akan terus berlanjut
pada penyatuan dengan Tuhan. Namun dalam tahap ini kadang tidak setiap orang
mampu menerima pengalaman seorang sufi yang mengalami ektase (fana). Sebab
kalimat yang terlontar ketika dalam keadaan fana adalah kata-kata “janggal”
seperti yang dilontarkan Abu Mansur Al-Hallaj, Abu Yazid Al-Busthomi, Syeikh
Siti Jenar, dan lainnya.
Melihat uraian pemikiran pembaharuan mengenai tasawuf secara mendalam
diatas, bagaimana sekarang tasawuf dapat memberi sumbangan alternatif terhadap
kebutuhan spiritual manusia modern? Terhadap pertanyaan ini, hampir seluruh
ajaran islam tentang hal-hal yang bersifat metafisis dan gnostis ( makrifat ) murni
dapat memberi jawaban terhadap kebutuhan intelektual manusia dewasa ini.
Dalam bidang tasawuf, kehadiran dimensi spiritual diharapkan dapat mengobati
kehausan manusia dalam mencari Tuhan. Ajaran tasawuf mempunyai tempat bagi
masyarakat modern karena mereka mulai merasakan kekeringan batin dan kini
upaya pemenuhannya kian mendesak. Tasawuf perlu disosialisasikan kepada
mereka, setidaknya ada tiga tujuan utama berikut :
1. Turut serta berbagi peran dalam penyelamatan kemanusiaan dari kondisi
kebingungan sebagai akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
2. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek islam, baik terhadap
masyarakat Islam yang mulai melupakan maupun non-islam. Khususnya
terhadap manusia barat modern.
3. Memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek Islam, yakni
tasawuf, adalah jantung ajaran islam sehingga jika bagian ini kering dan tidak
lagi berdenyut maka keringlah aspek-aspek lain ajaran islam.

Dalam hal ini tarikat atau jalan rohani yang biasa dikenal sebagai tasawuf atau
sufisme merupakan dimensi kedalam dan kerahasiaan dalam islam, sebagaimana
syariat berakar pada Al-Qur’an dan sunnah. Tarekat menjadi jiwa risalah islam,
seperti hati yang ada pada raga kita, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Walau
bagaimanapun tarekat tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam

9
yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam islam. Namun, sumber
kehidupan kadang-kadang sulit dicapai. Kesulian mencapai titik pusat ini karena
manusia modern hidup terlalu mengandalkan kekuatan nalar dan bergelimang
dengan melimpahnya materi sehingga mata hatinya tertutup. Dalam konteks ini,
secara pesikologis, tasawuf amat berjasa. Bagi penyembuhan ganguan jiwa
sebagaimana yang banyak diderita oleh masyarakat pancaindustri. Dapat disebut
demikian karena yang paling tinggi sajalah yang dapat memahami yang paling
rendah.
Aspek spiritual mengetahui masalah psikis dan mnghilangkan kegelapan-
kegelapan jiwa. Adapun mengenai tasawuf dapat mempengaruhi masyarakat
modern pada tiga tataran berikut.
1. Ada kemungkinan mempraktikkan tasawuf secara aktif.
2. Tasawuf mungkin sekali memengaruhi masyarakat modern ( barat ) dengan
cara menyajikan islam dalam bentuk yang lebih menarik sehingga orang dapat
menemukan praktik tasawuf yang benar.
3. Dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat bantu untuk mengingatkan dan
membangunkan orang barat dari tidurnya. Akhlak tasawuf merupakan solusi
tepat
4. untuk mengatasi krisis akibat modernisasi, yaitu melepaskan dahaga dan
memperoleh kesegaran dalam mencari tuhan.

BAB III
PENUTUP

10
A. Kesimpulan
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama
kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat
luas, bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna
membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk
orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang
yang asketis (Zuhud pada dunia). Disamping itu juga, tasawuf modern juga
sebagai terapi penyembuhan bagi kegundahan hati dalam merindukan tuhannya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain
yang bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang tasawuf di era modern
dan penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun,
dari Dosen Pembimbing dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa
lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

11
Alishah, Omar, Tasawuf sebagai Terapi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
_______, Alishah, Terapi Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004.
Annajar, Amin, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, Bandung: Mizan
Media Utama, 2004.
Bagir, Haidar, Manusia Modern Mendamba Allah, Jakarta: Penerbit Pustaka
Amani, 2002.
Rifa’i, Moh., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Wicaksana, 1992.
Soleh, Moh, Agama Sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Suyuti, Ahmad, Percik-Percik Kesufian, Bandung: Penerbit Pustaka Hidayah,
2002.
Syukur, M. Amin, Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern,
Yogyakarta: Pustaka, 2003.

12

Anda mungkin juga menyukai