Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN


DALAM ISLAM (PPMDI)

Tentang:
“PEMBAHARUAN ISLAM DI IRAN:
AYATULLAH KHOMEINI DAN ALI SYARIATI”

DISUSUN OLEH:
Kelompok 9 (Sembilan)
1. SARI OVIANTI (2018.01.174)
2. SITI AISYAH (2018.01.176)
3. SONAWATI (2018.01.1)

DOSEN PENGAMPU:
DR. PAIZALUDDIN, M.Pd.I

INSTITUT AGAMA ISLAM AL QUR’AN AL ITTIFAQIAH


INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah Perkembangan
Pemikiran Modern dalam Islam (PPMDI) ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Manusia pilihan Allah yang membawa risalah Islam sehingga terlepas dari
belenggu kebodohan dan kesesatan, serta membimbing umatnya menuju ilmu
pengetahuan berlandaskan iman dan Islam.
Makalah ini bertemakan “Pembaharuan Islam di Iran” yang membahas
tentang pembaharuan Islam yang terjadi di Iran melalui pemikiran-pemikiran
Ayatullah Khomeini dan Ali Syariati ini, diharapkan mampu menambah sedikit-
banyaknya pengetahuan para pembaca.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan agar dapat menyusun
makalah berikutnya dengan lebih baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Indralaya, November 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ………................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ………................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pembaharuan Islam di Iran ............................................... 3
B. PemikiranTokoh-tokoh dalam Pembaharuan Islam di Iran X
1. Ayatullah Khomeini ..................................................... X
2. Ali Syariati ................................................................... X
C. Persamaan dan Perbedaan Pembaharuan Ayatullah
Khomeini dan Ali Syariati ................................ X
D. Relevansi Pembaharuan Ayatullah Khomeini dan Ali
Syariati dalam Konteks Kekinian di Indoneisa ................. X
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... X
B. Saran .................................................................................. X

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. X

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembaharuan Islam di Iran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud pembaharuan Islam di Iran?
2. Apa saja pembaharuan Islam yang dilakukan oleh Ayatullah Khomeini dan
Ali Syariati di Iran?
3. Apa saja persamaan dan perdaaan pemikiran Ayatullah Khomeini dan Ali
Syariati?
4. Apa relevansi pembaharuan Ayatullah Khomeini dan Ali Syariati dalam
konteks kekinian di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud pembaharuan Islam di Iran.
2. Untuk mengetahui pembaharuan Islam yang dilakukan oleh Ayatullah
Khomeini dan Ali Syariati di Iran.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perdaaan pemikiran Ayatullah Khomeini
dan Ali Syariati.
4. Untuk mengetahui relevansi pembaharuan Ayatullah Khomeini dan Ali
Syariati dalam konteks kekinian di Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembaharuan Islam Di Iran

Berbicara mengenai revolusi Islam Iran, ada kaitannnya dengan kondisi Iran yang
dipimpin oleh dinasti Pahlevi yaitu Shah Reza (1925-1941) dan anaknya Muhammad
Reza Pahlevi (1941-1979). Pada 1962 Muhammad Reza Pahlevi berusaha untuk
memodernisasi ekonomi Iran melalui Industrialisasi yang dikenal sebagai “Revolusi
Putih” atas dorongan presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy Program ini
merupakan program reformasi politik dan sosial, yang di antaranya meliputi pertanian
(Land Reform), emansipasi wanita dalam pemilu, privatisasi BUMN untuk mensukseskan
pertanian, pengembalian hutan dan ladang kepada rakyat, pemberantasan buta aksara,
dan peningkatan kesejahteraan bagi kaum buruh.1

Pada tahun 1960-an, protes dan perlawanan para ulama terhadap pemerintah,
protes tersebut ditujukan kepada berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Shah Reza
Pahlevi yang melakukan Revolusi Putih akan tetapi bertentangan dengan visi, misi dan
nilai, persaingan menyangkut kekuasaan dan kekayaan. Program modernisasi yang
berbentuk “revolusi putih” menimbulkan beberapa dampak yang menonjol terhadap
masyarakat Iran, Ia memperbanyak kader intelektual, pegawai, militer, manajer
perusahaan, tenaga kerja ahli didikan Barat atau yang terdidik dalam sistem pendidikan
modern.
Sejak awal program tersebut membangkitkan kecemasan ulama yang akhirnya
menimbulkan perlawanan ulama, pedagang tradisional (pedagang Bazari), intelektual
haluan kiri yang menentang konsolidasi kekuasaan Shah Reza Pahlevi, ketergantungan
pada dukungan asing dan beberapa kebijakan yang menimbulkan kemuraman ekonomi
bagi kaum petani dan bagi kelas menengah ke bawah. Lebih lagi, gerakan oposisi tersebut
bberusaha keras menentang model pemerintahan rezim Shah Reza Pahlevi yang sangat
otoriter.2
Pada tahun 1971 ditengah kondisi rakyat Iran yang sangat memprihatinkan dan
menyedihkan Shah Reza Pahlevi mengadakan pesta perayaan berdirinya kekaisaran
Persia 2500. Ia mengaggap dirinya sebagai pewaris kekaisaran Cyrus masa kini. Perayaan
ini menelan biaya yang sangat mahal, sekitar 22 Juta US dollar, yang dipusatkan di
Musoleum Cyrus di Persepolis, dekat Syiraz. Rakyat dan khususnya ulama melontarkan
kritiknya yang begitu tajam yang membangkitkan rakyat untuk melakukan demonstrasi.
Perekonomian negeri jatuh terpuruk, meskipun sebenarnya potensi untuk meningkat
sangat besar. Sementara itu, agen-agen rahasia Iran SAVAK (Sazmani-I Amniyyat Va
itilla ‘at-I Kisyvar) yaitu organisasi negara untuk inteligen & keamanan menyiksa dan
membunuh setiap orang yang mereka curigai menentang Shah. 3

1
John L. Esposito, (Terj), Sahat Simamora, Islam dan Pembangunan, ( Jakarta : Rineka
Cipta, 1990), h. 147.
2
Ira M. Lapidus, (Terj). Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 56.
3
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A. Saleh, (Terj), Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah
Islam, (Jakarta : Mizan, 2014), h. 733-734.

5
Atas seruan Ayatullah Khomeini pada 1978, Ia melarang penyelenggaraan
peringatan 15 Sya’ban (hari lahir Imam Mahdi) sebagai bentuk protes terhadap Shah
Reza Pahlevi yang dinilai sewena-wena terhadap rakyat dan menghamburkan uang
negara. Kemudian berkembang menjadi mogok massal dan demonstrasi terhadap
pemerintah. Rezim Shah pun tampaknya mulai kehilangan akal sehingga demi
menyulutkan kelompok oposisi, SAVAK (Sazmani-I Amniyyat va itilla ‘at-I Kisyvar)
atau organisasi negara untuk inteligen dan keamanan, membakar sebuah gedung bioskop
di Abadan pada 9 Agustus 1978. Pintu gedung ditutup dan di kunci dari luar, para
penonton tidak bisa menyelamatkan diri. Akibatnya, sebanyak 377 orang tewas secara
mengenaskan. Kebakaran di Abadan semakin memperumit keadaan dan posisi Shah Reza
semakin terdesak. Ia memilih jalan keluar dengan cara kekerasan, dengan mengangkat
seorang Jenderal Oviso, seorang yang bertanggung jawab atas kudeta terhadap PM
Mossadeq. Pada tanggal 7 September 1978 Shah Reza Pahlevi memberlakukan undang-
undang perang di seluruh Iran. dalam undang-undang tersebut dari jam 6 pagi sampai jam
6 sore rakyat dilarang keluar rumah, bagi yang melanggar langsung ditembak.4
Pada 4 November 1978, darah berceceran di mana-mana tatkala sepuluh ribu
pelajar dan mahasiswa berkumpul di Universitas Teheran untuk berdemonstrasi menuntut
pemerintah melakukan pengadilan atas tragedi Jum’at berdarah yang telah menewaskan
ribuan orang tersebut. Menjelang hari Jum’at 1 Desember 1978, yang bertepatan dengan 1
Muharam, demonstrasi menentang Shah digelar kembali di Teheran dan kota-kota
lainnya.5
Pada 10 Desember 1978 atau yang bertepatan dengan hari ‘Asyura, demonstrasi
digelar lebih besar massanya untuk turun ke jalan-jalan kota. Jutaan massa bergerak
berbarengan sambil berteriak “Mampus Shah” seperti di kota-kota Teheran, Isfahan,
Masyhad, Tabriz dan kota-kota besar lainnya. Berita mengenai aksi heroik ini langsung
menyebar seantero penjuru dunia, yang dianggap sebagai referendum untuk melawan
kekuasaan yang terkenal kejam, otoriter dan anti agama. Sementara itu seluruh tentara
Shah Reza Pahlevi telah bersiap menyambut kedatangan para demonstran dengan
persenjataan militer mereka. Namun kali ini mereka ragu untuk menembakan peluru
tajamnya ke hadapan para demonstran. Bahkan kemudian banyak di antara tentara
pasukan yang membelot dari rezim Shah Reza Palevi dan berbalik mendukung aksi
demonstrasi rakyat. Massa menumbangkan patung raksasa di Kota Isfahan, yang
disambut oleh tembakan tentara dari helikopter, sejumlah ratusan orang tewas dalam
peristiwa berdarah ini.6
Pada tanggal 11 dan 12 Desember 1978, sekitar tiga juta orang berdemonstrasi di
Ibukota Negara menentang pemerintah. Sementara di provinsi- provinsi, jutaan orang
melakukan hal yang sama. Mereka bergerak serentak, sembari meneriakan “Mampus
Shah ! Hidup Khomeini !”. Keadaan tersebut membuat tentara semakin brutal. Mereka

4
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A. Saleh (Terj), Zainal Arifin, Buku Pintar
Sejarah Islam, Jakarta : Mizan, 2014), h. 93.
5
Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Peradaban Islam Persia, (Jakarta :
Tazkia Publishing, 2012), h. 95.
6
Tim Penyusun Pustaka Azet Jakarta, Leksikon Islam Satu, (Jakarta : PT.
Penerbit Pustazet Perkasa, 1989), h. 333.

6
menyerang rakyat dan mengobrak-abrik universitas. Perlawanan
rakyat pun semakin keras. Para dokter yang selama ini dianggap hidup
senang dibawah pemerintahan Shah Reza Pahlevi ikut bergabung dan
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.
Ada beberapa faktor yang mendorong keberhasilan rakyat Iran dalam
menggulingkan rezim Shah Pahlevi. Pertama, bersatunya berbagai elemen
masyarakat sehingga mampu menimbulkan sebuah gerakan masal. Berbagai
elemen masyarakat yang sebelumnya terpecah, terutama karena perbedaan
ideologi, revolusi dan kontra revolusi penguasaan satu kelas atas ras atas kelas
dan ras lainnya.7 Bisa bersatu karena adanya satu tujuan yaitu menumbangkan
rezim Shah Reza Pahlevi. Berbagai elemen masyarakat tersebut terdiri dari
golongan Ulama, Mahasiswa, Cendekiawan, Profesional, Usahawan/Bisnis, dan
golongan Marxis.
Kedua, ketidakpuasan yang melanda hampir seluruh lapisan masyarakat
terhadap kebijakan dalam pemerintahan Shah Reza Pahlevi yang tidak berpihak
pada rakyat khususnya rakyat miskin. Hasil pembangunan terutama di bidang
ekonomi hanya dinikmati oleh sebagian kecil kalangan pejabat sehingga terjadi
kesenjangan sosial yang cukup parah. Ketidakpuasan rakyat yang meluas
akhirnya tidak bisa dibendung lagi dengan kekuatan militer atau cara represif
dan akhirnya menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledakan rezim yang
berkuasa.
Ketiga, faktor keberhasilan dalam menumbangkan rezim Shah Reza
Pahlevi adalah faktor kepemimpinan. Pada saat itu, kemunculan sosok Ayatullah
Khomeini dipandang sebagai figur yang tepat untuk memimpin revolusi.
Ayatullah khomeini dipandang sebagai pemimpin Syi’ah yang terkemuka. Selain
itu ia juga mempunyai pengaruh yang cukup besar di bidang agama, politik dan
sosial. Ayatullah Khomeini juga dikenal sebagai rival kuat Shah Reza Pahlevi.
Oleh karena itu, dengan kharisma dan pengaruh yang dimiliki, Ayatullah
Khomeini dengan mudah mengerahkan massa.
Keempat, Pemogokan yang dilakukan oleh para pegawai negeri dan buruh
berhasil melumpuhkan perekonomian sehingga pemerintah terancam bangkrut.
Pemogokan juga merupakan senjata yang ampuh untuk mendesak Shah Reza
Pahlevi mundur dari tampuk kekuasaan. Apalagi pemogokan para buruh minyak
berhasil membalikan kondisi negara Iran yang semula eksportir menjadi
importir minyak. Akibatnya pendapatan minyak menurun drastis sehingga
proyek pembangunan yang sumber dananya sebagian besar berasal dari minyak
menjadi terbengkalai. Jika seluruh elemen masyarakat bisa bersatu, tidak begitu
dengan kalangan militer. Kekuatan militer yang selama ini menjadi tameng
kekuasaan Shah Reza Pahlevi tidak berdaya dan kewalahan menghadapi massa
rakyat yang marah. Selain itu, dalam tubuh angkatan bersenjata, terutama
angkatan darat dan angkatan udara sudah disusupi oleh pihak oposisi dengan
berbagai organisasi gerilya. Bahkan banyak kalangan militer akhirnya melepas
seragam dan bergabung dengan massa rakyat. 8

7
Budi Sujati, Setia Gumilar, Paul Thompson : The Voice of the Past. Suara dari
Masa silam : Teori dan Metode sejarah Lisan, (UIN Sumatera Utara, Jurnal JUSPI :
Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol 2 No. 2 tahun 2018), h. 143.
8
Isawati, Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat Jilid II),
(Yogyakarta : Ombak, 2013), h. 24.

7
Mayoritas pemimpin militer yang menduduki jabatan penting tidak
dipersyaratkan mempunyai kemampuan militer yang tinggi. Syarat pokok adalah
loyalitas yang tinggi kepada Shah Reza Pahlevi. Oleh karena itu, tentara
mengikuti pemimpinnya dalam menghadapi krisis. Kekuatan-kekuatan militer
tidak bisa mengakhiri konfrontasi terus menerus dengan rakyat melalui tindakan
militer. Hal itu disebabkan karena tidak adanya kemampuan militer yang baik
dan kelemahan Shah Reza Pahlevi dalam mengambil keputusan. Selain itu,
tentara merupakan muslim yang masih dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Islam.
Kesetiaan kepada Shah memang mutlak, tetapi kesetiaan kepada agama juga
harus diperhitungkan.9

B. Pemikiran Tokoh - tokoh Dalam Pembaharuan Islam di Iran

1. Ayatullah Khomeli
Ayatullah Khomeini lahir di Khomein pada tanggal 24 Oktober 1902 di kota
Khomein dekat Isfahan, 30-40 KM dari Teheran, provinsi Markazi. Khomein adalah
sebuah dusun yang berada di Iran Tengah. Imam Khomeini merupakan keturunan
Sayyid Musawi, yang masih keturunan Nabi Muhammad saw. dari jalur Imam Al-
Kazim.
Ibu Ayatullah Khomeini, Sakinah, Ia adalah putri seorang Ayatullah terkemuka
di wilayahnya. Ayatullah Mirza Ahmad dan juga kakeknya pun seorang ulama
terkenal di zamannya, yaitu Ayatullah Al-Khunsari, penulis kitab Zubdah Al-
Tashanif. Menurut Penulis, dengan latar belakang dari keturunan terpandang dari
pihak ulama-ulama tersebutlah memungkinkan Khomeini mewarisi sifat-sifat yang
ada pada diri keturunannya. Wajar jika dilihat dari sisi genetik tersebut tumbuhlah
sosok pribadi Ayatullah Khomeini yang tampil bersahaja, membela yang lemah, dan
melawan penguasa yang dinilai telah menyimpang agama.
Keluarga Ayatullah Khomeini dikenal dengan keluarga yang religius dan
taat beragama. Pada Usia tujuh bulan setelah lahirnya Ayatullah Khomeini,
ayah Khomeini yang bernama Mustafa meninggal dunia pada tahun 1900 M.
atau 11 Dzulqaidah (1320 H).10 Ia terbunuh di tangan Walikota Khomein yaitu
Ja’far Kuli Khan saat memprotes pemerasan pajak yang tidak adil, serta
praktek penindasan yang dilakukan aparat Dinasti Qajar di daerahnya tersebut.
Dengan meninggalnya seorang keluarga yang dicintainya Ia menjadi yatim
sejak masih kecil.11 Semenjak kecil Ayatullah Khomeini mulai tertarik
memperdalam bahasa Arab, Syair Persia, dan kaligrafi di sekolah negeri maupun di
Maktab. Maktab artinya “tempat menulis” dalam bahasa Arabnya, namun dalam
bahasa Iran adalah “tempat membaca”. Jadi seorang guru setempat mengajarkan
abjad

9
Isawati, Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat Jilid II), (Yogyakarta :
Ombak, 2013), h. 25.
10
John L. Esposito, (Terj) Eva Y.N. Dkk, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern,
(Jakarta : Mizan Anggota IKAPI, 2001), h. 214.
11
Yamani, Wasiat sufi Imam Khomeini kepada Putranya, Ahmad Khomeini, (Bandung :
Mizan anggota IKAPI, TT), h. 30.

8
kepada muridnya dan pengucapan huruf-huruf Arab. Anak-anak duduk di
lantai, dan menirukan apa saja yang dikatakan oleh gurunya. 12 Menurut Penulis,
kalau di samakan metode belajar ketika Khomeini masih kecil adalah sama
dengan metode pembelajaran yang ada di Indonesia yakni dengan metode
sorogan, yakni seorang murid duduk dilantai dengan khusyu dan mendengarkan
apa yang diucapkan oleh gurunya dengan mencatat semua yang didengarnya.
Disiplin di maktab sangatlah keras, jika diukur dengan standar zaman sekarang
ini, hukuman untuk salah dalam mengucapkan dan melafalkan kata-kata Al-
Qur’an disana sangatlah keras. “penderitaan” anak-anak Iran di maktab sangat
lazim diketahui oleh orang.
Menginjak usia remaja, Ayatullah Khomeini sanggup mengingat beratus-
ratus versi dari puisi-puisi yang berbeda-beda. Baik puisi yang bertemakan
klasik maupun puisi keagamaan, di masa itu juga Ia dapat membedakan makna
puisi yang satu dengan makna puisi yang lainnya. Ayatullah Khomeini dikenal
sebagai seseorang yang bersahaja. Pakaian yang ia kenakan hanya seperti
pakaian yang lazim rakyat biasa pakai, bahkan Khomeini tidak mau bermewah-
mewahan. Hal ini dapat dipahami bahwa Ayatullah Khomeini adalah seorang
zahid yang tidak suka pada kemewahan duniawi. Oleh karena itu, pada suatu
saat Ia condong tertarik kepada Filsafat dan ‘Irfan. 13 Selama masa remajanya, Ia
juga menciptakan puisi-puisi bertema agamis, politik dan sosial. Kumpulan
puisinya diterbitkan setelah Khomeini wafat, berupa tiga buah koleksi, The
Confidant, The Decear Of Love, dan Turning point & Divan. Salah satu puisinya
yang terkenal adalah “Mass of The Drunk”.14
Ayatullah Khomeini wafat pada 3 Juni 1989. Jutaan orang
mengantarkannya ke tempat pembaringan terakhir di pemakaman Behesht-e-
Zahra. Di sekitar makamnya dibangun masjid berkubah emas dan megah. 15

a. Pengaruh Pemikiran Politik Imam Ayatullah Ruhullah Khomeini

Terhadap Revolusi Iran

Pemikiran Imam Ayatullah Ruhullah Khomeini banyak dipengaruhi oleh


pemikiran Syi‟ah. Negara Iran atau Persia mulai berganti menjadi Islam Syi‟ah
pada zaman Safawi, pada tahun 1501. Dinasti Safawi kemudian

12
Yamani, Wasiat sufi Imam Khomeini kepada putranya, Ahmad Khomeini,
(Bandung : Mizan anggota IKAPI, TT), h. 36.
13
Yamani, Wasiat sufi Imam Khomeini kepada putranya, Ahmad Khomeini,
(Bandung : Mizan anggota IKAPI, TT), h. 37.
14
M. Riza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah, (Jakarta : Mizan Publika, 2007),
hlm. 67.
15
A. Suryana Sudrajat, Singa-Singa yang mengukir Sejarah : Berbekal Kisah
Yang tak Pernah usai, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 29.

9
menjadi salah satu penguasa dunia yang utama dan mulai

mempromosikan industri pariwisata di Iran. Di bawah pemerintahannya,

arsitektur Persia berkembang kembali dan menyelesaikan pembangunan

monumen monumen yang indah. Runtuhnya Safawi disusul dengan Persia yang

menjadi sebuah medan persaingan antara kekuasaan Kekaisaran Rusia dan

Kekaisaran Britania (yang menggunakan pengaruh Dinasti Qajar). Namun

begitu Iran tetap melestarikan kemerdekaan dan wilayah- wilayahnya,

menjadikannya unik. Modernitas Iran yang bermula pada lewat abad ke-19,

membangkitkan keinginan untuk berubah dari orang-orang Persia. Ini

menyebabkan terjadinya Revolusi Konstitusi Persia pada tahun 1905 hingga

1911

Pada 1962-1963, Ayatullah Khomeini tampil sebagai suara anti

pemerintah di antara minoritas ulama vokal yang menganggap Islam dan Iran

tengah terancam bahaya dan kekuasaan mereka melemah, dan yang mendukung

keterlibatan politik kaum ulama. Program modernisasi Barat yang dijalankan

Shah (terutama pembaruan hukum pertanahan dan hak suara bagi kaum

perempuan) dan ikatan erat Iran dengan Amerika Serikat, Israel, dan

perusahaan-perusahaan multinasional dipandang sebagai ancaman bagi Islam,

kehidupan Muslim, dan kemerdekaan nasional Iran.

Iran modern diperintah di bawah konstitusi 1906 versi baru, yang

dibuat untuk menetapkan pembatasan konstitusional bagi monarki dan cirri-ciri

islami dari negara tersebut. Meskipun memiliki konstitusi modern, Iran

bukanlah sebuah negara sekuler dalam arti memisahkan agama dari negara.

Raja haruslah menjadi pengikut mazhab Ja‟fari dari Syi‟ah Dua Belas (Itsna

10
Asyariyah) dan menjadi pelindung keyakinan itu; parlemen harus memasukan

lima ulama terkemuka dalam keanggotaannya untuk menjamin bahwa tidak ada

perundang- undangan yang bertentangan dengan hukum Islam. Ketentuan

konstitusional itu dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan raja dan

membuatnya bertanggung jawab terhadap majelis perwakilan. 16 Meskipun

demikian, kedua Pahlevi itu, Reza Khan dan Mohammad Reza Shah, setelah

kembali dari pengasingan pada 1953, mengabaikan konstitusi tersebut. Mereka

malah membangun suatu negara berdasarkan otoritas pribadi mereka,

mengindentifikasikan nasionalisme Iran dengan Dinasti Pahlevi, dan membatasi

ruang gerak dan menindas para ulama. Hubungan pemerintahan Dinasti

Shah Pahlevi dengan partisipasi politik rakyat berubah dari kerja sama dengan

kesepakatan yang disepakati oleh pimpinan yang dipilih untuk menjalani suatu

kelompok (kooptasi) menjadi oposisi dan penindasan.

Suatu pergolakan sengit dan lama mulai dengan goncangan- goncangan

yang bersifat nasional maupun internasional. Suatu ketika nampaknya Shah

telah kehilangan segalanya. Kekacauan itu mencapai puncaknya bulan Agustus

1953.Kaum demonstran yang memenuhi jalanan-jalanan Kota Teheran

merampok took-toko, membakar potret- potret Shah, menggulingkan patung-

patung dan juga patung ayahnya Reza Khan.17

Tanggal 16 Agustus tahun itu Shah terpaksa melarikan diri untuk

mengasingkan dirinya sementara di Italia. Tapi di bawah tekanan militer kaum

demonstran kini berubah haluan dan mulai melakukan demonstrasi

mendukung Shah.

16
Shireen T. Hunter, Iran After Khomeini, (Washington, D.C: CSIS, 1922),

11
hlm.7., dikutip oleh L. Esposito & John O. Voll, Demokrasi… , h.73
17
Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan… , h. 37.
Dalam bulan Juni tahun itu masalah-masalah agama dan pembaharuan

di bidang agrarian mencetuskan suatu krisis lainnya. Ayatullah Khomeini,

pemimpin Muslim Syi‟ah, ditahan di Kota suci Qum di barat daya Teheran. Dia

kemudian diasingkan mula- mula ke Turki, dan belakangan ke Iraq.

Pembaharuan agrarian yang merupakan salah satu segi dari “revolusi

putih” itu menimbulkan suatu pergolakan yang dikobarkan oleh tuan-tuan

tanah dan para pemimpin agama. Kerusuhan-kerusuhan meledak di berbagai

daerah, terutama di ibu kota Teheran. Shah yang kini mempunyai watak

semakin keras, berhasil mengatasinya.

Namun korupsi yang merajalela bahkan di kalangan anggota-anggota

kerajaan, kegiatan tercela polisi rahasia, keinginan akan demokrasi yang sejati

digabungkan dengan penentangan baru dari unsure-unsur agama meledakan

suatu babak baru kerusuhan tahun 1978. Kerusuhan-kerusuhan ini berkembang

menjadi bentrokan berdarah yang semakin meningkat. Sekitar 700 orang tewas

dalam kerusuhan Jumat hitam 8 September 1978.

Sedemikian jauh belum terlihat apa-apa. Pihak militer menjadi semacam

penengah.Nasib dinasti Pahlevi dan kelangsungan hidup kerajaan Darius

dinilai sampai pertengahan Januari 1979 tergantung atas keputusan akhir

militer.

Pada saat itulah Imam Khomeini tampil berkampanye menentang

kekuasaan Reza Pahlevi. Ia berkali-kali dengan yakin menyatakan mampu

menggulingkan pemerintahan Shah Reza Pahlevi. Aktivitas politik Khomeini

ini mendapat sambutan dari rakyat Iran. Wibawa Khomeini semakin besar di

kalangan rakyat Iran Syi‟ah. Dari pengasingannya, Khomeini mengeluarkan

12
pernyataan bahwa kejahatan dan kekejaman alat-alat pemerintah harus segera

diakhiri dan mengajak tentara Iran serta para pemimpin untuk membebaskan

Iran dari kehancuran total. Pernyataan ini mengangkat Khomeini sebagai

pemimpin revolusi. Dari pengasingan, ia secara berkesinambungan

melancarkan protes dan kecaman terhadap kesewenangan-wenangan Reza

Pahlevi dan rencana menggantikan pemerintahan Iran dengan demokrasi Islam.

Pada tahun 1978, Khomeini pindah ke Paris, Perancis. Shah Iran tidak

menganggap bahaya kepergian Khomeini ke Paris. Ternyata dari sinilah secara

lebih intensif Khomeini mengemukakan gagasan revolusinya menentang Shah

Iran. Pidato- pidatonya yang direkam dalam bentuk kaset diselundupkan ke

Iran untuk disebarluaskan kepada seluruh masyarakat Islam Iran. Gelombang

demonstrasi terjadi dimana-mana di Iran. Tahun 1978, praktis Shah Iran tidak

dapat menguasai keadaan. Gerakan ulama sudah terlalu jauh masuk

menggerakan revolusi terhadap Shah Iran. Sementara para mahasiswa di

kampus bergerak menuntut turunnya Shah, para buruh melakukan mogok

missal sehingga melumpuhkan pengahasilan minyak bumi Iran yang

merupakan sektor dasar ekonomi negara tersebut.18

Pada tanggal 16 Januari 1979, Shah Reza Pahlevi mengungsi ke luar


negeri (mulanya ke Mesir). Lima belas hari kemudian, Khomeini yang
sebelumnya dilarang masuk ke Iran, pulang dari Paris ke Teheran mengambil alih
kepemimpinan revolusi langsung. Akhirnya, pada tanggal 11 Februari1979
angkatan bersenjata Iran mengundurkan diri dari jalan-jalan yang dikuasai
demonstran.Pendukung Khomeini akhirnya pun dapat menguasai keadaan.
Tanggal tersebut kemudian diakui secara resmi sebagai Hari Revolusi Islam

Iran. Jadi, pemikiran politik Imam Khomeini sangatlah berpengaruh terhadap

Revolusi di Iran. Khomeini memiliki karisma.

13
18
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik… , h.234.
2. Ali Syariati

Ali Syariati dilahirkan pada tanggal 24 November 1933 di sebuah Desa kecil

di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabevar dari keluarga Urban menengah

kebawah, keluarganya dikenal memiliki perhatian yang besar terhadap keimanan

religiusitas.dia tumbuh dan dibekali dengan pengertian bahwa moralitas dan etika

adalah nilai yang mengangkat status sosialnya, bukan uang. Sensitifitas Spirit,

ketegasan,toleransi, dan kehalusannya adalah warisan dari ibunya, dan ayahnya

yang mengajarkan spirit politik dan etika tentang kemerdekaan bangsanya 19.

Ayahnya adalah Muhammad Taqi’ Syariati  seorang ulama terkemuka saat itu.

tetapi dia berbeda dari ulama terkemuka lainnya, dia meninggalkan atribut agama

seperti surban dan jenggot. Ayahnya pendiri “Pusat Dakwah Islam” (“Kanoun-e

Nashr-e Haqayeq-e Eslami” 20 di Mahsyad ialah seorang yang memulai gerakan

intelektual islam di Iran. Dia menjadi jalan ketiga diantara kaum intelektual yang

memiliki kecenderungan Marxis, sedangkan kaum agamawan di pihak lain

cenderung reaksioner.

Ali memasuki tahun pertma sekolah dasar ketika Unisoviet menginvansi

Iran.dia menimba Pendidikan dasarnya di Mayhad yaitu sekolah swasta Ibn

Yamin  tempat ayahnya mengajar.Syariati kecil adalah anak yang pendiam , tidak

mau diatur, sehingga tampak tidak bermasyarakat, Ali lebih senang mengurung

diri di rumahnya dan membaca buku bersama Ayahnya. Selain ayahnya Kakeknya

jug sangat berpengaruh terhadap nalar berpikir Ali, Ali sangat terobsisi dengan

19
Ali Rahnema, Ali Syariati-Biorafi Politik,Erlangga; Jakarta, 2002 hlm 51

20
Organisasi ini didirikan Oleh Muhammad Taqi Syariati pada tahun 1944 untuk

14
menyeberkan Islam yang diyakininya, Islam Progresif  Ibid Hlm 204

kakeknya yang suci, darinya dia belajar tentang Filsafat yang mempertahankan jati

diri manusia pada saat dimana segala macam kefasikan telah merajalela. Ali mulai

menyukai pelajaran pelajaran Sufisme dan Filsafat sejak berada di Sekolah

Menengah penulis yang mempengaruhinya diawal sekolah menengah adalah

Maurice Meterlick penulis dan  penyair simbolik dari Belgia, dia yang

memandunya dan merefleksikan kebenaran kebenaran dibalik realitas yang

tampak, yang membuka matanya terhadap sebuah dunia dibalik yang tampak, bisa

dikatan Materlicklah guru spiritual Ali yang pertama, hal ini dapat dilihat dari

tulisan tulusannya pada era ini.  Selain Materlick pada masa ini Ali juga membaca

buku Filosofisme Jerman Seperti Schovenhower juga terpengaruh dari Penyair

besar Prancis Anatole Franc, kebencian Anatole terhadap aturan borjuis,dan

tulisan tulisannya yang membela ketertindasan, keadilan, dan Sosialisme membuat

Ali Syariati terpikat.Selain dari tokoh tokoh barat Ali juga tentu mengelaboroasi

dengan pemikir pemikr Muslim seperti Hallaj, Jalaluddin Rumi dll.

Pada tahun 1950 dia melanjutkan ke Institut Keguruan (Denesyara-ye

Moqaddamati) di kampus biaya asrama dan spp ditanggung pemerintah, serta dia

juga mendapatkan 80 real setiap bulan.Dimasa masa kuliah inilah Ali mulai

terlibat dalam politik dan dalam waktu cepat dia adalah pendukung Mosaddeq

figure berpengaruh di kampus. Oleh karena simpati politik para mahasiswa yang

berbeda yang merefleksikan kondisi Iran pada saat itu, pendukung Mosaddeq

merefleksikan kelompok Nasionalis berbagai slogan politik muncul untuk

menasinalisasi minyak pada masa itu, dia yang menggerakkan dan meneriakan

slogan perlawanan terhadap kelaliman, eksploitasi,represi, dan perbudakan.

Setelah menyelesaikan diplomanya Ali menjadi guru sambil melanjutkan

15
kuliahnya di Universitas Mashad setelah kelulusannya Ali mendapatkan beasiswa

untuk melanjutkan kuliah di Sorbonne University di Paris, Prancis disini dia

bertemu dengan para tokoh-tokoh dunia, tokoh filosof, Sosiolog, Islamolog,

cendekiawan terkemuka seperti Henry Bargson, JP Sartre, Frans Fanon, Louis

Massignon dll dia sangat memuja guru baratnya itu. di Universitas ini pulalah Ali

menrima gelar Doktornya pada 1960, dan ketika kembali ke Iran Ali menjadi

Dosen di Mashhad University, mengajar Sosiologi Islam dia mendalami persoalan

persoalan Masyarakat Muslim dan mendiskusikan dengan Muridnya, dia menjadi

Dosen yang sangat diminati disana setiap ceramahnya diikuti oleh banyak

mahasiswa. Namun karena ceramahnya dianggap   mengancam dan

membahayakan Rejim Pahlevi dia dianggap picik dan kerdil dan banyak yang

memusuhunya bahkan pihak uniersitas sendiri, beberapa tahun kemudian pindah

ke Husen Ershad Religion Institut, Teheran disinilah mulai Menulis buku,bukunya

sangat diminati banyak mahasiswanya yang kemudian jadi pengutnya dalam hal

wacanana pemikirannya yang kritis. Tetapi wacana pemikiran kritisnya ini yang

melawan Negara akhirnya dia dijebloskan kedalam penjara kedua kalinya (1927)

selama 8 bulan namun dibebaskan karena tekanan organisai internasional di Paris

dan Al-Aljazair, tetapi tetap terus di ikuti oleh agen rahasia Negara.

a. Pemikiran Ali Syariati

Syari’ati bukanlah sarjana yang terikat pada disiplin tertentu, tetapi lebih

sebagai aktivis sosial dan politik. Sampai dengan penahanannya yang terakhir, dia

telah memberikan lebih dari 200 kali kuliah di Husaniyah-yi Irsyad. Banyak

kuliahnya yang dipersiapkan untuk diterbitkan dan ribuan eksemplar terjual habis

dalam beberapa kali cetakan. Di antara karya awalnya adalah Maktab-i vasathah

16
(Mahzab Tengah) yang dia tulis ketika belajar di Akademi Pendidikan Guru.

Buku ini menampilkan Islam sebagai jalan tengah terbaik antara kapitalisme dan

komunisme. Lalu, Tarikh-i takamul-i falsafah (Sejarah Penyempurnaan Filsafat)

yang ditulis pada 1955. Dia sangat terkesan dengan biografi Abu Dzarr Al-Ghifari

karya Jaudah Al-Sahhar, yang menggambarkan Abu Dzarr (w.657) sebagai figur

yang berani menolak ketidakadilan. Karena itulah para pengagumnya

menambahkan julukan ”Abu Dzarr-i Zaman” (Abu Dzarr Kontemporer) pada

nama Syari’ati setelah wafatnya.21 Sebagai pemikir, Syari’ati menunjukkan

kepekaan yang paradoksal. Dia adalah pemikir bebas yang terus-menerus

melakukan pencarian kembenaran di dalam hidupnya melalui mistik, pemahaman

intuitif tentang dunia, dan peran Tuhan dalam lingkup apa pun. Pada saat yang

sama, dia tampil ditengah publik untuk mempromosikan aksi revolusi kolektif

guna memperjuangkan keadilan sosial dan kebebasan dari ketertindasan. Ciri

pemikirannya adalah bahwa agama harus ditransformasikan dari ajaran etika

pribadi ke program revolusioner untuk mengubah dunia. Dalam konteks ini, dia

menyerupai Ayatullah Ruhullah Al-Musawi Khomeini (1902-1089), yang

senantiasa menolak gagasan bahwa Islam itu hanya merupakan persoalan hukum

dan ritual yang mengatur hal-hal teknis seperti wudhu, menstruasi, kelahiran,

makanan, dan sejenisnya.22

Syari’ati selalu mencari hal-hal baru dan orisinal di dalam Islam, dan tidak

sabar dengan model pemikiran tradisional. Sistem pemikiran yang

dibangunnya tidak efektif atau secara logis tidak akurat. Dia terlalu tergesa-

gesa dalam merumuskan teori sosial yang menurutnya konsisten. Tujuan

17
21
John L. Esposito, The Oxford Enciclopedia of The Modern World, (New
York: Oxford Universiti Press, 1995). h. 48
22
John L. Esposito, The Oxford Enciclopedia of The Modern World, h. 48

utamanya adalah menganjurkan orang agar beraksi seperti Imam Husain, yang

diyakini oleh Syari’ati telah mengorbankan hidupnya untuk membebaskan para

pengikutnya dari tekanan politik dan sosial. Dengan menggunakan pandangan

Imam Husain ini, Syari’ati dianggap melanggar tradisi keagamaan, dan dituduh

telah mengubah imam yang mereka cintai menjadi pemburu kekuasaan yang

vulgar dan ideologi yang kasar.

Dalam ajakannya untuk melakukan pembebasan melalui reinterpretasi

keyakinan, Syari’ati secara jelas menolak pandangan revolusioner Barat bahwa

agama itu “candu masyarakat”. Agama dalam pandangan Syari’ati, dapat

mengantarkan orang kepada komitmen ideologi untuk membebaskan idividu dari

tekanan. Dalam hal ini, dia memiliki banyak persamaan dengan filosof Mesir

kontemporer, Hasan Hanafi. Agenda kedua pemikir itu ialah menyegarkan

pembacaan Al-Quran untuk merekonstruksi konsep Islam menjadi ideologi yang

modern, orisinal, dan progresif guna membebaskan dan memberdayakan massa. 23

Syari’ati menunjukkan reaksi yang sangat keras terhadap ketidakadilan, yang

dianggapnya sebagai gejala peyakit maupun yang lebih penting sebagai

konsekuensi integral dari kegagalan emansipasi manusia. Dia mengabdikan

hidupnya untuk memerangi ketidakadilan.24 Inilah gagasan Syari’ati: bagaimana

mungkin Syi’ah, sebagai pengikut Imam Ali ibn Thalib dan Husain, menyetujui

ketidakadilan. Para penguasa telah menindas keimanan, bahkan sering dengan

mengatasnamakan Syi’ah sendiri. Namun, para ulama tradisional juga harus

dikecam, karena selama berabad-abad mereka bersikap apatis terhadap kezaliman;

sebagian karena bersikap oportuistik, dan sebagian lagi karena mengharapkan

18
23
John L. Esposito, Op.cit, h. 296
17
Ali Syari’ati, Islam Mahzab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1992), h. 66

Imam yang Tersembunyi hadir kembali untuk menghapus seluruh kesalahan dan

membawa kebenaran. Dalam penolakannya untuk menunggu sang Juru Selamat

secara pasif.

C. Persamaan dan Perbedaan Pembaharuan Ayatullah Khomeini dan


Ali Syariati
D. Relevansi Pembaharuan Ayatullah Khomeini dan Ali Syariati dalam
Konteks Kekinian di Indonesia

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembaharuan di Iran

B. Saran
Pembaharuan Islam telah berjalan dalam waktu yang lama dan melalui
proses yang panjang dan sulit di berbagai daerah dengan pemikiran-pemikiran
para tokohnya masing-masing. Maka dari itu, penulis menyarankan agar selalu
menjaga kemurnian ajaran Islam dan menanamkan nilai-nilai keislaman dalam
diri sehingga umat Islam dapat mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang.

20
DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai