Anda di halaman 1dari 27

Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam 1

“PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ALI


BIN ABI THALIB”

Dosen Pengampuh:

Dr. Muh. Idris, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh:

Fajar Ikram Mangkarto 1823048

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Ali bin Abi Thalib”

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen Dr. Muh. Idris, S.Ag., M.Ag pada mata kuliah Sejarah dan Pemikiran
Pendidikan 1.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Muh. Idris, S.Ag., M.Ag,
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, Kamis 1 Oktober 2020

Fajar Ikram Mangakrto


DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Manfaat
C. Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ali Bin Abi Thalib


B. Pendidikan Pada Masa Ali bin Abi Thalib
C. Kurikulum
D. Lembaga Pendidikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam bermula semenjak Muhammad diangkat menjadi
Rasul Allah di kota Mekah. Beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan
masa itu merupakan proto tipe yang terus menerus dikembangkan oleh
umat Islam utuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Misi Nabi
Muhammad SAW. adalah menciptakan kembali masyarakat yang hanya
mengabdi kepada Allah SWT. semata dan menegakkan keadilan dan
kebenaran yang menyeluruh.1
Menurut Salim (dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sumatera Utara) dalam tulisannya mengatakan bahwa, kajian sejarah
pendidikan Islam adalah kajian sejarah pemberdayaan umat berdasarkan
norma al-Qur’an dan hadis dalam konteks historis. Artinya, kajian sejarah
pendidikan Islam, bukan sekadar menyangkut kronologi peristiwa-
peristiwa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah dampak peristiwa
tersebut terhadap upaya pemberdayaan umat Islam, seperti dinamika
munculnya gagasan-gagasan, aktualisasi gagasan dalam wujud tradisi
intelektual atau keilmuan, dan format institusi pendidikan yang muncul.
Ketiga indikator ini secara bersama-sama memola pendidikan,
memberinya watak dan format, dan segi-segi lainnya yang berkembang
dalam sejarah.2
Namun sebelum lebih jauh mengkaji dan menelusuri beberapa
literatur dalam sejarah pendidikan Islam pada masa Kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib, ada baiknya mendefinisikan topik kajian ini terlebih dahulu
agar dapat dimengerti dan dianalisa dengan baik.
Yang pertama pengertian dari sejarah. Sejara dalam arti luas akan
memberikan beberapa pengertian dasar mengenai makna atau arti sejarah

1
Nina Aminah. 2015. Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin. Bandung. 1(1). Hlm.33
2
Salim. 2016. LEKTUR MODERN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA. Medan. 40(1) hlm.67
itu sendiri. Sejarah sebagai suatu realita peristiwa, kejadian yang berkaitan
dengan perilaku dan pengalaman hidup manusia di masa lampau adalah
suatu realita yang obyektif, artinya suatu peristiwa yang benar-benar
terjadi apa adanya.
Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “syajaratun”
(dibaca” syajarah), yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian “pohon
kayu” di sini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan/pertumbuhan
tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas).
Selain itu arti kata “syajarah” tidak sama dengan kata “sejarah”, sebab
sejarah bukan hanya bermakna sebagai “pohon keluarga” atau asal-usul
atau silsilah. Walaupun demikian diakui bahwa ada hubungan antara kata
“syajarah” dengan kata “sejarah”, seseorang yang mempelajari sejarah
tertentu berkaitan dengan cerita, silsilah, riwayat dan asal-usul tentang
seseorang atau kejadian.3
Prof. Kuntowijoyo menjelaskan sejarah secara sangat padat yang
dikutip oleh Prof. Dr. Hasan Asari yaitu sejarah sebagai “rekonstruksi
masa lalu.”Hanya saja tentu saja sejarah tidak menjadikan seluruh masa
lalu sebagai objeknya. Pada pokoknya sejarah berporos pada masa lalu
manusia. Karenanya, bagaimana alam tercipta, pergeseran lempeng bumi,
bagaimana proses benua dan pulau-pulau terbentuk, atau berbagai hal
tentang fosil binatang purba, bukanlah bagian dari penelitian sejarah. Yang
menggarapnya adalah astronomi, geologi, arkeologi, atau antropologi
fisik. Sejarah membicarakan manusia dari sudut pandang waktu. Dalam
waktu dapat terjadi banyak hal, antara lain: perkembangan,
kesinambungan, pengulangan, dan perubahan. Perubahan dapat terjadi
dengan cara sangat cepat, cepat, lambat, atau dengan cara sangat lambat.
Itulah sebabnya periodisasi menjadi sangat penting dalam sejarah; yakni
agar dalam masing-masing periode dapat dilihat secara jelas ciri-ciri dan
karakteristik perubahannya.4
3
Dwi Susanto. PENGANTAR ILMU SEJARAH. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya. Hlm.5
4
Hasan Hasari. 2018. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Membangun Relevansi Masa Lalu dengan
Masa Kini dan Masa Depan. Medan: PERDANA PUBLISHING. Hlm.1
Adapun pengertian sejarah menurut beberapa ahli yaitu, J. Bank
berpendapat bahwa Sejarah merupakan semua kejadian atau peristiwa
masa lalu. Sejarah untuk memahami perilaku masa lalu, masa sekarang
dan masa yang akan dating.5
Sidi Gazalba berpendapat bahwa sejarah sebagai masa lalu manusia
dan seputarnya yang disusun secara ilmiah dan lengkap meliputi urutan
fakta dengan tafsiran yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa
yang berlaku.6
Rochiati Wiriatmadja berpendapat bahwa Sejarah merupakan disiplin
ilmu yang menjanjikan etika, moral, kebijaksanaan, nilai-nilai spiritual,
dan kultural.7
Moh. Hatta berpendapat bahwa Sejarah adalah pemahaman masa lalu
yang mengandung berbagai dinamika dan problematika manusia.
8
Sedangkan Moh. Ali mempertegas pengertian sejarah, yakni :
1) Jumlah perubahan, kejadian atau peristiwa di sekitar kita.
2) Cerita perubahan, kejadian, atau peristiwa di sekitar kita.
3) Ilmu yang menyelidiki perubahan, kejadian, peristiwa di sekitar kita.9
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
“Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh,
mendidik, memelihara.10
Menurut kamus Bahasa Indonesia (KBBI) kata pendidikan berasal
dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata
ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 ayat 1, “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
5
Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif.
Jakarta: Gramedia.
6
Sidi Gazalba,. Pengantar Ilmu Sejarah. (Jakarta : Bhratara : 1981). Hlm. 223..
7
R. Moh. Ali Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Lkis : 2003)., hlm. 54
8
Hardjasaputra A. Sobana. 2008. “ Meode Pneleitian Sejarah “ di dalam Materi Penyuluhan
Workshop Penelitian dan Pengembangan Kabudayaan. BPSBP:Bandung
9
R. Moh. Ali Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Lkis : 2003)., hlm. 53
10
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.25
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Artinya pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
A Malik Fadjar ketika mengutip tulisan Zarkowi Soejoeti (dalam
tulisan Muhammad Idris) mengemukakan bahwa pendidikan Islam paling
tidak mempunyai tiga pengertian, yaitu11:
1) Pertama
Lembaga pendidikan Islam itu sendiri dan penyelenggaraanya
didorong oleh hasrat mengejawantahkan nilai-nilai Islam yang
tercermin dalam nama lembaga pendididkan itu dan kegiata-kegiatan
yang diselenggarakan. Dalam pengertian ini, Islam dilihat sebagai
sumber nilai yang harus diwujudkan dalam kehidupan lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
2) Kedua
Lembaga pendidikan yang memberikan perhatian dan yang
menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin dalam program
kajian sebagai ilmu dan diperlakukan sebagai ilmu-ilmu lain yang
menjadi program kajian lembaga pendidikan Islam yang ebrsangkutan.
3) Ketiga
Mengandung dua pengertia di atas dalam arti lemabaga tersebut
memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah
laku yang ahrus tercermin dalam penyelenggaraannya maupun sebagai
bidang kajian yang tercermin daam program kajiannya.
Menurut pendapat Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah

11
Idris M. Pembaruan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional. Hlm.15
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.12
Sejalan dengan itu menurut Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang
berjudul Bagian Pertama Dalam Pendidikan yang dikutip oleh
Muhammad Idris, Ki Hajar Dewantara dalam hal ini menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak
hanya berfungsi sebagai pelaku pembangunan, tetapi sering merupakan
perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah
kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin. Pendidikan adalah
usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar
mempertinggi derajat kemanusiaan.13
Menurut Sulistyowati Irianto dalam tulisannya yang dikutip oleh Muh.
Idris mengatakan bahwa pendidikan bukanlah semata-mata berfungsi
sebagai alat penyalur ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai
pendorong berkembangnya nilai-nilai luhur yang menjadi dasar
berkembangnya watak / karakter yang baik. Watak yang baik itu antara
lain berupa sikap jujur, adil, demokratis, disiplin, dan toleran.14
Pendidikan juga bukanlah semata-mata berfungsi sebagai penyalur
ilmu pengetahuan dan juga sebagai pendorong berkembangnya nilai-nilai
luhur saja. Tetapi bagaimana kita sebagai peserta didik yang telah
mendapatkan ilmu pengetahuan beserta pengalaman baik didapatkan dari
pendidikan formal maupun non formal itu dapat dipraktekan dikehidupan
sehari-hari kita.
Pendidikan dan sejarah atau sejarah dan pendidikan tidak dapat
dilepaskan satu sama lain karena kedua – duanya mempunyai nilai guna
( use value) intrinsik yang sama. Pendidikan sejarah berguna bagi manusia
12
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001),hlm.4
13
Idris M. Pembaruan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional. Hlm.18
14
Idris M. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL (Studi Analisis
Pengembangan Pendidikan Multikultural di UIN Jakarta Dan IAIN Manado). Hlm.2
agar mampu belajar dari pengalaman, dari masa lalu dimana kebijakan dan
kearifan masa kini terbentuk. Sedangkan dari sejarah pendidikan manusia
memperoleh guna manfaat belajar tentang bagaimana memaknai
pendidikan di masa kini sebagai proses akumulasi pendidikan di masa lalu,
dan mengambil keputusan dalam upaya menentukan kebijakan pendidikan
yang lebih baik di masa kini dan bagi kebaikan masa depan.
Ada beberapa pendapat tentang klasifikasi sejarah pendidikan Islam.
Misalnya Harus Nasution dalam tulisannya membagi periode sejarah
menjadi tiga bagian, yaitu15:
1) Periode klasik (650 M – 1250 M),
2) Periode pertengahan (1250 M _ 1800 M), dan
3) Periode Modern (1800 M – sekarang).

Sementara menurut Munzir Hitami periode sejarah pendidikan Islam


diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu16:

1) Periode pembinaan
Berlangsung dari masa Nabi Muhammad Saw hingga Bani
Umayyah,
2) Periode keemaasan
Satu masa yang pernah terjadi pada Dinasti Abbasiyah,
3) Periode kemunduran
Bagi para sejarawan menetapkan bahwa kejatuhan umat dimulai
sejak jatuhnya Baghdad (1258 H) dan Cordova (1236 H) sebagai awal
kemunduran Agama Islam, sementara menurut Munzir dalam
tulisannya bahwa kemunduran pendidikan Islam sesungguhnya baru
terjadi sejak umat Islam jatuh kebawah dominasi dan cengkraman
Eropa selama lebih kurang dua abad (abad 16 dan abad 17 M), dan
4) Periode kebangkitan dan pembaruan.

15
Harun Nasution. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UII Press, 1985) hlm.56-88
16
Munzir Haitami. Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. (Riau: Infiniate Press, 2004) hlm.46
Tujuan pendidikan dalam perspektif teori pendidikan Islam diarahkan
untuk membentuk pribadi-pribadi muslim yang sempurna, yang paham
hakikat eksistensinya di dunia ini serta tidak melupakan dunia akhirat.
Tujuan Sejarah Pendidikan Islam adalah bagaimana rekaman masa
lalu tentang pendidikan Islam yang pernah terjadi dan akan berlangsung
dapat diketahui, iamalkan, diajarkan, dan dibandingkan oleh generasi
selanjutnya, sehingga warisan masa lalu yang ditinggalkan bukan tanpa
arti tapi dapat menjadi cermin bagi kegiatan pendidikan Islam di masa
sekarang yang akan datang. Oleh karenanya, pembahasan sejarah
pendidikan Islam lebih banyak berkutat pada perilaku pengalaman
pendidikan Islam masa klasik (keemasan, kemunduran, dan pembaruan.17
Berikut ada biografi singkat dari Ali bin Abi Thalib yang dikutip oleh
Surayah Rasyid (Dosen Tetap pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Alauddin Makassar) dalam jurnalnya.18
Nama lengkapnya Ali Ibnu Abi Thalib Abd al-Muthalib ibnu Hasyim
Ibnu Manaf al-Quraisy, dengan ibunya Fatimah binti Asad Ibnu Hasyim
Ibnu abd al-Manaf.5 Nama tersebut merupakan pemberian Muhammad,
setelah ia lahir di Mekkah 10 tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi
Rasul. Ali tumbuh dan besar dalam asuhan Nabi. Nabi sangat mencintai
dan menyayanginya ibarat anak sendiri, sehingga beliau menikahkannya
dengan Fatimah puteri beliau. Ali sebagai generasi pertama yanga
mengakui kenabian Muhammad sesudah Khadijah dan abu Bakar. Dia
pula yang tidur di tempat tidur Nabi pada malam Hirah. Ia memiliki
kepribadian terpuji dam sejumlah keistimewaan, saleh, penyabar, adil
dalam menepati janji, cerdas, tegas dan berani. Keberaniannya terlihat
dengan keikutsertaannya dalam setiap peperangan yang dilakuakan pada
masa Nabi dan senantiasa berada pada barisan depan serta selalu ambil
bagian dalam setiap perang tanding tanpa takut mati. Selain itu, Ali
memiliki toleransi yang tinggi dan kebersihan jiwa yang terkenal. Ia
17
Fauzan. 2016. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM: Analisis Klasik dan Modern. Jakarta: UIN Jakarta
Press. Hlm.6
18
Surayah Rasyid. 2015. KONTROVERSI SEKITAR KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB. 2(1). Hlm.14
dipandang sebagai salah seorang dari tiga tokoh utama yang mengambil
pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan jiwa dari Nabi. Ketiga tokoh
tersebut adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib
sendiri.

B. Manfaat
1. Untuk mengetahui biografi Ali bin Abi Thalib
2. Untuk mengetahui kondisi pendidikan pada masa Ali bin Abi Thalib
3. Untuk mengetahui kurikulum pada masa Ali bin Abi Thalib
4. Untuk mengetahui lembaga-lembaga pendidikan pada masa Ali bin
Abi Thalib

C. Rumusan Masalah
1. Jelaskan biografi dari Ali bin Abi Thalib
2. Bagaimana pendidikan pada masa Ali bin Abi Thalib
3. Bagaimana kurikulum pada masa Ali bin Abi Thalib
4. Apa saja lembaga-lembaga pendidikan pada masa Ali bin Abi Thalib

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ali Bin Abi Thalib


Namanya adalah Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin AbdulMuthalib
dipanggil juga dengan nama Syaibah al-Hamdi bin Hasyim bin Abdu
Manaf bin Qusai bin Kilab bin Lu’ai bin Ghalib bin Pihir bin Malik bin
An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma‟ ad bin Adnan.19 Sedangkan Ibunya bernama Fathimah
binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf. 20 Para sejarawan berpendapat
bahwa kulit beliau berwarna hitam manis, berjenggot tebal, lelaki kekar,
berbadan besar, berwajah tampan, dan kunyahnya adalah Abu Al-Hasan
atau Abu Turob.
Ali bin Abi Thalib adalah anak Paman Rasulullah dan bertemu dengan
beliau pada kakeknya yang pertama yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim.
Kakeknya ini memliki anak bernama Abu Thalib, sudara kadung
Abdullah, ayah dari Nabi Muhammad saw. Nama yang diberikan kepada
Ali pada saat kelahirannya adalah Asad (singa). Nama tersebut hasil
pemberian ibunya sebagai kenangan terhadap nama bapaknya yang
bernama Asad bin Hasyim.21
Ketika Ali lahir, ayahnya Abu Thalib tidak ada di tempat. Oleh sebab
itu pemberian nama Asad hanyalah pemikiran istrinya, ibu Ali. Setelah
mengetahui nama yang diberikan kepada anaknya adalah Asad (Haidar)
Abu Thalib merasa kurang tertarik sehingga nama itu digantinya dengan
Ali.22 Nama inilah yang populer di kalangan umat Islam sampai sekarang.
Ali bin Abi Thalib lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga bani
Hasyim, yaitu salah satu kabilah terkemuka dan terpandang dikalangan
kaum Qurays Makkah. Ali dilahirkan di Ka’bah pada hari Jum’at tanggal
13 Rajab. Mengenai tahun kelahiran ali ada terjadi beberapa perbedaan
pendapat. Ada yang mengatakan Ali dilahirkan sepuluh tahun sebelum
Nabi diutus menjadi rasul,23 ada juga yang mengatakan tahun ketiga puluh
dua dari kelahiran Rasulullah,24 dan juga ada pula yang mengatakan bahwa

19
Hepi Andi Bastomi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Al-Kautsar, 2008, hlm. 22.
20
Samsuri. 2010. METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB [skripsi]. Jakarta (ID) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hlm. 22
21
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali Bin Abi Thalib, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2012, hlm.
13
22
Ash-Shalabi, Biografi, hlm. 14
23
Hamka. Sejarah Umat Islam, jilid II, cet. IV (Jakarta: Bulan Bintang, 1975). Hlm. 60.
24
Ali Audah, Ali bin Abi Thalin sampai Kepada Hasan dan Husain, cet. I (Bogor: T. Litera Antara
Nusa, 2003), hlm. 48.
Ali bin Abi Thalib lahir tiga puluh tahun setelah tahun Gajah atau setelah
Nabi Muhammad lahir.25
Imam Ma’ruf dalam skripsinya mengatakan bahwa masa kanak-
kanaknya Áli, dilalui dirumah Rasulullah.Sehingga dia memiliki perilaku
kenabian. Allah Ta‟ala melindunginya sehingga dia tidak pernah
berkesimpuh di depan berhala atau menyembah berhala atau menyembah
selain Allah Ta‟ala. Dia orang yang pertama kali menanggapi dan
merespon seruan Rasul, lalu dia mengikuti apa yang dibawa dan
diserukannya.26
Ali adalah anak terakhir dari empat bersaudara, yang tertua Thalib,
kemudian Aqil, Ja’far dan Ali. Oleh karena itu sebagaimana kebiasaan
orang Arab memanggil orang lain dengan sebutan kunyah sebagai
penghormatan, maka Haidarahpun lebih ikenal degan panggilan Abu
Thalib. Pada mulanya nama Ali yang diberikan ibunya adalah Haidarah
atau Haidar yang berarti singa sesuai engan nama kakenya Asad. Tapi
kemudian Abu Thalib menamakannya Ali yang berarti luhur, tinggi dan
agung.
Apabila dilihat dari silsilah keturunannya, Ali adalah sepupu Rasullah
dari pihak ayah karena Abu Thalib adalah kakak kandung Abdullah ayah
rasul.
Semenjak Ali diangkat anak oleh Rasulullah, Rasulullah mengasuh
dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Perhatian dan kasih
sayangnya menjadikan Ali tumbuh menjadi remaja yang sehat baik
jasmani maupun rohani.
Sejak kecil Ali dididik untuk selalu menjunjung tinggi dan membela
kebenaran. Dalam asuhan Rasulullah Ali dididik memenuhi kebutuhannya
sendiri. Pada remajanya dijalaninya dengan suasana turunnya wahyu. Oleh

25
Syaikh Al-Mufid. Sejarah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Cet. I, terj. Muhammad Anis
Maulachela (Jakarta:Lentera, 2005), jlm. 21.
26
Imam Ma’ruf. 2016. KEPEMIMPINAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB (DALAM BUKU BIOGRAFI ALI
BIN ABI THALIB KARYA ALI AUDAH) DAN RELEVANSINYA DALAM NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM Tahun Pelajaran 2015/2016 [skripsi]. Ponorogo (ID) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO. Hlm. 4
karena itu Ali banyak mengetahui tentang turunnya ayat demi ayat
sebagaimana perkataannya, “Tanyalah kepadaku, tanyalah tentang apa saja
yang kalian inginkan mengenai Al-Qur’an yang tidak aku ketahui. Apakah
da diturunkan dikala siang ataukah diwaktu malam”.27
Ali adalah orang yang pertama-pertama beriman terhadap kerasulan
Nabi Muhammad SAW dari kalangan anak-anak. Keimanannya
membuatnya semakin dekat dengan Rasulullah. Ada perbedaan pendapat
mengenai masuknya Ali ke agama Islam. Ada yang mengatakan tujuh
tahun, delapan tahun, sepuluh tahun dan ada pula yang mengatakan bahwa
pada waktu itu Ali berumur enambelas tahun. Pendapat yang apling kuat
adalah pendapat yang menyatakan sepuluh tahun. Karena pada saat itulah
dakwah Islam dimulai.
Ali masuk agama Islam bukan karena faktor kekerabatannya yang
dekat dengan Rasullah, sebaba tidak sedikit kerabat Rasulullah yang
menentangnya dan tetap menganut agama nenek motang mereka. Ali
masuk Islam karena pengetahuannya tentang kelihuran budi pekerti serta
kasih sayang Rasullah kepadanya selama beliau tinggal bersamanya. Hal
inilah yang menyebabkannya lebih condong kepada ibadah Rasulullah
daripada ibadah yang dilakukan kaumnya.
Sejak keislamannya Ali hampir tidak pernah berpisah dengan
Rasulullah. Beliau menyaksikan bagaimana Rasullah bersiap-siap
menerima wahyu dan beliaulah orang yang pertama mendengarkan ayat-
ayat yang dibaca Rasulullah sebelum orang lain mendengarnya. Ali
banyak mengetahui tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang turun kepada
Rasullah, dalam hubungan apa ayat-ayat itu diturunkan dan ditujukan
kepada siapa. Diasmping kecerdasannya, keekatannya dan kesetiannya
kepada Rasulullah, beliau dapat menyerap segala apa yang diajarkan
Rasulullah kepadanya.

27
Khalid Muhammad Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perhidup
Khalifah Rasulullah, cet. V, terj. Mahyuddin Syaf dkk, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994), hlm. 457-
458.
B. Pendidikan Pada Masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib ibu kota pemerintahan
dipindah ke Kufah. Pada masa itu khalifah Ali bin Abi Thalib mengurus
masalah politik dan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud
mengurus masalah pendidikan agama Islam. Selama masa
pemerintahannya yang berlangsung selama lebih kurang lima tahun
khalifah Ali disibukkan oleh banyaknya peperangan yang dilancarkan oleh
kelompok Bani Umayyah yang mendesaknya untuk mengusut kasus
pembunuhan Usman (Langgulung, 1995).28
Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib selama enam tahun dengan
kondisi pemerintahan yang tidak stabil ini dapat dipahami bahwa
pendidikan pada masa ini mendapat hambatan dikarenakan khalifah
sendiri tidak sempat untuk memikirkan secara serius tentang pendidikan
dan itu berarti pola pendidikannya tidak jauh berbeda dengan masa-masa
sebelumnya.
Kekacauan dan pemberontakan yang terjadi pada masa Khalifah Ali,
membuat Syalabi berkomentar: “Sebenarnya tidak pernah ada barang satu
haripun, keadaaan yang stabil selama masa pemerintahan Ali. Tak
ubahnya dia sebagai seorang yang menambal kain usang, jangankan
menjadi baik malah bertambah sobek. Demikianlah nasib Ali”. Lebih
lanjut dijelaskan oleh Soekarno dan Ahmad Supardi, bahwa saat kericuhan
politik di masa Ali ini hampir dapat dipastikan bahwa kegiatan pendidikan
Islam mendapat hambatan dan gangguan walaupun tidak terhenti sama
sekali. Khalifah Ali pada saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah
pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah
keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. (Supardi, 1985:59)29
Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak
masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan

28
Nurul Fajriah. 2019. GAMBARAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SAHABAT. 20(1). Hlm.
127.
29
Choirun Niswah. 2015. Pendidikan Islam pada Masa Khulafa Al-Rasyidin dan Bani Umayyah.
1(2). Hlm. 183
kekuatan. Tetapi sebagian besar masih tetap berpegang kepada prinsip-
prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan Rasulullah SAW. Dapat
diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan
dengan adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat
memikirkan masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan
mendesak untuk memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan
ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan
kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.
Kondisi sosial politik pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin
Thalib mengalami kegoncangan. Hal ini disebabkan berkembang berbagai
aliran-aliran keagamaan atau yang dikenal dengan aliran teologi dalam
Islam. Walaupun demikian, situasi pendidikan Islam tetap berkembang
sampai ke pelosok daerah. Dari perspektif pendidikan, justru
berkembangnya faham-faham teologi tersebut membawa dampak pada
berkembangnya kajian-kajian hukum Islam, begitu pula proses
pembelajaran dan bahan ajar, metode, serta pemanfaatan berbagai sumber
dan lingkungan belajar. Dengan demikian materi pembelajaran
berkembang terus-menerus mencakup ilmu al-Qur,an, ilmu-ilmu Tafsir,
Hadis, Fiqhi, dan ilmu bahasa.30
Jadi boleh dikatakan bahwa pada masa Ali bin Abi Thalib, pendidikan
Islam tidak berjalan dengan baik dan berkembang seperti pendidikan Islam
yang sebelumnya ataupun sesudah Ali bin Abi Thalib. Karena pada masa
Ali bin Abi Thalib banyak sekali timbul masalah-masalah yang sangat luar
biasa antara kaum muslimin itu sendiri. Sehingga pengaruh permasalahan
tersebut membuat kegiatan penyebaran pendidikan Islam diabaikan.

C. Kurikulum

30
Bahaking Rama. 2016. GENEALOGI ILMU TARBIYAH DAN PENDIDIKAN ISLAM: Studi Kritis
terhadap Masa Pertumbuhan. 5(2). Hlm. 234.
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Curir, artinya
pelari. Kata Curere artinya tempat berpacu. Curri- kulum diartikan jarak
yang ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu kurikulum diartikan
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa/murid untuk
mendapatkan ijazah. Rumusan kurikulum tersebut mengandung makna
bahwa isi kurikulum tidak lain adalah'sejumlah mata pelajaran (subjek
matter) yang harus dikuasai siswa agar siswa memper- oleh ijazah31
Penyusun kurikulum pendidikan Islam pada masa Khulafa alRasyidin
dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada
masa khalifah Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan
kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan
keagamaan, membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga pada
masa Abu Bakar misalnya, lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat
kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika
masyarakat muslim telah menaklukkan beberapa daerah dan menjalin
kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Lembaga pendidikan ini
menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa
mengajarkan Al-Qur‘an merupakan fardlu kifayah.32
Ketika Daulat Islamiyyah berkembang dengan berhasilnya umat Islam
yang dimulai pada khalifah Umar bin Khaththab menaklukkan wilayah
non Arab, maka pemeluk Islam terdiri dari orang Arab dan non Arab.
Kondisi ini menimbulkan berbagai kesulitan bagi ummat Islam non Arab
untuk membaca dan memahami al-Qur‘an. Maka dipandang perlu untuk
memberikan pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya.
Semenjak itulah pendidikan Islam menyandingkan pembelajaran Bahasa
Arab di samping pembelajaran al-Qur‘an.
Untuk memberikan kemudahan belajar al-Qur‘an bagi umat Islam non
Arab, guru-guru pengajar al-Qur‘an mengusahakan upaya-upaya:

31
Abuddin Nata. 2004. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 115.
32
Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” terj. Ibrahim Husein, Sejarah dan Filsafat
Pendidikan Islam, cet. k1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1997). h. 30.
1) Pertama, mengembangkan cara membaca al-Qur‘an yang baik yang
selanjutnya melahirkan ilmu tajwid al-Qur‘an.
2) Kedua, meneliti cara pembacaan al-Qur‘an (qira‟at) yang berkembang
pada masa itu, yaitu menentukan bacaan yang benar sesuai yang
tertulis dalam mushhaf yang selanjutnya melahirkan ilmu Qira‟at dan
memunculkan Qira‟at Sab‟ah.
3) Ketiga, memberikan tanda, harakat (syakal) dalam mushhaf al-Qur‘an
sehingga memudahkan orang yang baru mempelajari al-Qur‘an.
4) Keempat, memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur‘an yang
selanjutnya memunculkan ilmu Tafsir. Semula ilmu Tafsir
menggunakan penjelasan yang mereka terima dari Rasulullah SAW
kemudian berkembang pada penafsiran dangan akal dan kaidahkaidah
bahasa Arab.33

Ilmu-ilmu yang dianggap duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal


sehingga pada masa itu belum ada. Hal ini di memungkinkan mengingat
konstruk sosial-masyarakat ketika itu masih dalam pengembangan
wawasan keIslaman yang lebih difokuskan pada pemahaman al-Qur‘an
dan Hadis secara literal.

D. Lembaga Pendidikan
Secara bahasa, lembaga adalah badan atau organisasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, lembaga adalah badan atau
organisasi yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha.34 Badan atau lembaga pendidikan adalah
organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul
tanggung jawab pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan misi badan
tersebut.

33
Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 80- 81.
34
Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT
Gramedia, 2008). hlm. 808
Sebagian lagi mengartikan lembaga pendidikan sebagai lembaga atau
tempat berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui
interaksi dengan lingkungan sekitar.35 Lembaga pendidikan adalah tempat
atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan, yang mempunyai
struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan tersebut harus dapat menciptakan
suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik,
menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang
melaksanakan proses pendidikan.36
Dari beberapa penjelasan diatas dapat di artikan bahwa lembaga
pendidikan adalah suatu tempat atau wadah dimana proses pendidikan
berlangsung yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengubah tingkah
laku seseorang ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan
lingkungan sekitar serta wawasan dan pengetahuan yang diperoleh.
Sepanjang sejarah Islam, lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik itu
madrasah ataupun al-Jami’ah tidak pernah mengembangkan tradisi
keilmuar, khususmya ilmu-ilmu alam dan eksakta. Hanya ilmu agami (al-
ulum al-diniyyah) yang menjadi titik sentral pembahasan. Walaupun pada
dasarnya Islam sendiri tidak membedakan nilai ilmu agama dan non-
agama, tapi pada praktiknya supremasi kceilmuan masih diberikan kepada
ilmu-ilmu agama.
Di zaman khulafaur rasyidin, sahat-sahabat Nabi SAW. terus
melanjutkan peranannya yang selama ini mereka pegang, kemudian
muncul kelompok tabi’in yang berguru kepada lulusan-lulusan pertama.
Diantaranya yang paling terkenal di Madinah adalah: Rabi’ah al-Raayi
yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.
Beberapa lembaga pendidikan pada masa khulafaur rasyidin:
1) Al-Kuttab

35
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009). hlm. 157-158.
36
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010). hlm. 149
Didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu sesudah
penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan
dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Utamanya mengajarkan
Alquran kepada anak-anak, selanjutnya mengajarkan membaca,
menulis dan agama.37 Khuda Bakhsh: pendidikan di al-kuttab
berkembang tanpa campur tangan pemerintah, dalam mengajar
menganut sistem demokrasi.
Kuttab atau Maktab diambil dari kata Taktib yang berarti
mengajar menulis. Pada rujukan yang lain Kuttab/Maktab berasal dari
kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan
kuttab/maktab berarti tempat menulis atau tempat di mana
dilangsungkannya kegiatan untuk tulis-menulis.
Pada masa awal Islam sampai pada era Khulafa al-Rasyidin,
secara umum pengajaran kuttab dilakukan tanpa adanya bayaran, akan
tetapi pada era Bani Umayah, ada di antara penguasa yang menggaji
guru untuk mengajar para putranya dan menyediakan tempat bagi
pelaksanaan proses belajar mengajar di istananya.
2) Mesjid dan Jami’
Masjid dengan segala derivasinya berasal dari bahasa Arab,
sajada (fi‟il madli) yusajidu (mudlari‟) masajid/sajdan (masdar),
artinya tempat sujud. Dalam makna yang lebih luas merupakan tempat
shalat dan bermunajat kepada Allah sang pencipta dan tempat
merenung dan menata masa depan (dzikir).
Pada prosesnya masjid dihantarkan sebagai pusat peribadatan dan
pengetahuan karenadimasjidtempat awalpertamamempelajari ilmu
agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukumhukum, dan
tujuannya.
Dalam perkembangannya, di kalangan umat Islam tumbuh
semangat untuk menuntut ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan

37
Abuddin Nata dalam, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan pertengahan, (Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2010),
anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan di masjid sebagai
lembaga pendidikan menengah setelah kuttab. Kurikulum pendidikan
di masjid lazimnya merupakan tumpuan pemerintah untuk
memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti kadi, khatib, dan
imam masjid.
Mesjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan
khalifah kedua, Umar, yang mengangkat “penutur”, qashsh, untuk
masjid di kota-kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna
membacakan Alquran dan Hadits (Sunnah Nabi). 38Mesjid lembaga
ilmu pengetahuan tertua dalam Islam. Mesjid terkenal tempat belajar
adalah:
a. Jami’ Umaar bi ‘Ash (mulai tahun 36 H). Pelajaran agama dan
budi pekerti. Imam syafi’i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk
mengajar, sdh 8 halaqat (lingkaran) yang penuh dengan para
pelajar.
b. Jami’ Ahmad bin Thulun (didirikan 256 H). Pelajaran Fiqh, Hadis,
Alquran dan Ilmu kedokteran.
c. Masjid Al-Azhar ada di Universitas Al-Azhar
3) Duwarul Hikmah dan Duwarul Ilmi,
Muncul pada masa Abbasiyah (masa bangkitnya intelektual), lahir
pada masa Al-Rasyid.
4) Madrasah
Muncul pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh
golongan-golongan Syi’ah (pengikut Ali) dengan tujuan
mengendalikan pemerintahan, gerakan ilmu pengetahuan dan sejalan
dengan pendapatpendapat golongan mistik yang extreme. Di Mesir
didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.
5) Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath
Di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.

38
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam, Penerjemah: J. Mahyudin, Sains dan
Peradaban di dalam Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), cetakan pertama, h. 48.
6) Al-Bimarista
Sejenis rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun
88 H. memberikan pelajaran kedokteran.
7) Halaqatud Dars dan Al-Ijtima’at Al-‘Ilmiyah
Pada masa Ibnu Arabi pada abad ke dua H.
8) Duwarul Kutub,
Perpustakaan-perpustaan besar. Misalnya: Perpustakan yang
didirikan disamping madrasah al-Fadhiyah (buku 100.000 buku).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nama Ali Ibnu Abi Thalib Abd al-Muthalib ibnu Hasyim Ibnu Manaf
al-Quraisy, dengan ibunya Fatimah binti Asad Ibnu Hasyim Ibnu abd al-
Manaf.5 Nama tersebut merupakan pemberian Muhammad, setelah ia lahir
di Mekkah 10 tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. Ali
tumbuh dan besar dalam asuhan Nabi. Nabi sangat mencintai dan
menyayanginya ibarat anak sendiri, sehingga beliau menikahkannya
dengan Fatimah puteri beliau. Ali sebagai generasi pertama yanga
mengakui kenabian Muhammad sesudah Khadijah dan abu Bakar. Dia
pula yang tidur di tempat tidur Nabi pada malam Hirah. Ia memiliki
kepribadian terpuji dam sejumlah keistimewaan, saleh, penyabar, adil
dalam menepati janji, cerdas, tegas dan berani. Keberaniannya terlihat
dengan keikutsertaannya dalam setiap peperangan yang dilakuakan pada
masa Nabi dan senantiasa berada pada barisan depan serta selalu ambil
bagian dalam setiap perang tanding tanpa takut mati. Selain itu, Ali
memiliki toleransi yang tinggi dan kebersihan jiwa yang terkenal. Ia
dipandang sebagai salah seorang dari tiga tokoh utama yang mengambil
pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan jiwa dari Nabi. Ketiga tokoh
tersebut adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib
sendiri.
Dapat diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami
hambatan dengan adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat
memikirkan masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan
mendesak untuk memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan
ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan
kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil. Pendidikan Islam tidak
berjalan dengan baik dan berkembang seperti pendidikan Islam yang
sebelumnya ataupun sesudah Ali bin Abi Thalib. Karena pada masa Ali
bin Abi Thalib banyak sekali timbul masalah-masalah yang sangat luar
biasa antara kaum muslimin itu sendiri. Sehingga pengaruh permasalahan
tersebut membuat kegiatan penyebaran pendidikan Islam diabaikan.
Penyusun kurikulum pendidikan Islam pada masa Khulafa alRasyidin
dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada
masa khalifah Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan
kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan
keagamaan, membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga pada
masa Abu Bakar misalnya, lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat
kemajuan yang berarti.
Beberapa lembaga pendidikan pada masa khulafaur rasyidin; 1)
Khutab, 2) Mesjid dan Jami’, 3) Duwarul Hikmah dan Duwarul Ilmi, 4)
Madrasah, 5) Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath, 6) Al-Bimarista, 7)
Halaqatud Dars dan Al-Ijtima’at Al-‘Ilmiyah, 8) Duwarul Kutub.

DAFTAR PUSTAKA

Nina Aminah. 2015. Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin.


Bandung. 1(1). Hlm.33
Salim. 2016. LEKTUR MODERN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA. Medan. 40(1) hlm.67
Dwi Susanto. PENGANTAR ILMU SEJARAH. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Surabaya. Hlm.5
Hasan Hasari. 2018. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Membangun Relevansi
Masa Lalu dengan Masa Kini dan Masa Depan. Medan: PERDANA
PUBLISHING. Hlm.1
Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah
dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.
Sidi Gazalba,. Pengantar Ilmu Sejarah. (Jakarta : Bhratara : 1981). Hlm. 223..
R. Moh. Ali Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Lkis :
2003)., hlm. 54
Hardjasaputra A. Sobana. 2008. “ Meode Pneleitian Sejarah “ di dalam Materi
Penyuluhan Workshop Penelitian dan Pengembangan Kabudayaan.
BPSBP:Bandung
R. Moh. Ali Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Lkis :
2003)., hlm. 53
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.25
Idris M. Pembaruan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional.
Hlm.15
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001),hlm.4
Idris M. Pembaruan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional.
Hlm.18
Idris M. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL
(Studi Analisis Pengembangan Pendidikan Multikultural di UIN Jakarta
Dan IAIN Manado). Hlm.2
Harun Nasution. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UII Press,
1985) hlm.56-88
Munzir Haitami. Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. (Riau: Infiniate Press,
2004) hlm.46
Fauzan. 2016. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM: Analisis Klasik dan Modern.
Jakarta: UIN Jakarta Press. Hlm.6
Surayah Rasyid. 2015. KONTROVERSI SEKITAR KEKHALIFAHAN ALI BIN
ABI THALIB. 2(1). Hlm.14
Hepi Andi Bastomi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Al-Kautsar, 2008, hlm. 22.
Samsuri. 2010. METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB [skripsi]. Jakarta
(ID) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hlm. 22
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali Bin Abi Thalib, Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, 2012, hlm. 13
Ash-Shalabi, Biografi, hlm. 14
Hamka. Sejarah Umat Islam, jilid II, cet. IV (Jakarta: Bulan Bintang, 1975). Hlm.
60.
Ali Audah, Ali bin Abi Thalin sampai Kepada Hasan dan Husain, cet. I (Bogor:
T. Litera Antara Nusa, 2003), hlm. 48.
Syaikh Al-Mufid. Sejarah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Cet. I, terj.
Muhammad Anis Maulachela (Jakarta:Lentera, 2005), jlm. 21.
Imam Ma’ruf. 2016. KEPEMIMPINAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
(DALAM BUKU BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB KARYA ALI
AUDAH) DAN RELEVANSINYA DALAM NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM Tahun Pelajaran 2015/2016 [skripsi]. Ponorogo (ID)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO. Hlm. 4
Khalid Muhammad Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari
Karakteristik Perhidup Khalifah Rasulullah, cet. V, terj. Mahyuddin Syaf
dkk, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994), hlm. 457-458.
Nurul Fajriah. 2019. GAMBARAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
SAHABAT. 20(1). Hlm. 127.
Choirun Niswah. 2015. Pendidikan Islam pada Masa Khulafa Al-Rasyidin dan
Bani Umayyah. 1(2). Hlm. 183
Bahaking Rama. 2016. GENEALOGI ILMU TARBIYAH DAN PENDIDIKAN
ISLAM: Studi Kritis terhadap Masa Pertumbuhan. 5(2). Hlm. 234.
Abuddin Nata. 2004. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan
Pertengahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 115.
Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” terj. Ibrahim Husein,
Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. k1 (Jakarta: Bulan Bintang,
1997). h. 30.
Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: PT Gramedia, 2008). hlm. 808
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009). hlm. 157-
158.
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010). hlm. 149
Abuddin Nata dalam, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan
pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010),
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam, Penerjemah: J.
Mahyudin, Sains dan Peradaban di dalam Islam, (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1986), cetakan pertama, h. 48.

Anda mungkin juga menyukai