Anda di halaman 1dari 9

EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

Vol.4, 1 (Mart, 2023), pp. 61-70


ISSN: 2087-9490 EISSN: 2597-940X

Prinsip tawasuth dan tawazun dalam moderasi beragama


Ani Kurniawati1
1
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Indonesia; anikurniawati044@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT


Keywords:
A single paragraph of about 250 words maximum. For
research articles, abstracts should give a pertinent overview
keyword 1; of the work. We strongly encourage authors to use the
keyword 2;
following style of structured abstracts, but without headings:
keyword 3
(1) Background: Place the question addressed in a broad
(List three to five pertinent context and highlight the purpose of the study; (2) Purpose
keywords specific to the article; of the Study: Identify the purpose and objective of the study;
yet reasonably common within (3) Methods: Describe briefly the main methods or theoretical
the subject discipline; use lower framework applied; (4) Results: Summarize the article's main
case except for names). findings; and (5) Conclusions: Indicate the main conclusions
or interpretations.
Article history:

Received 2021-08-14
Revised 2021-11-12
Accepted 2022-01-17

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license.

Corresponding Author:
Ani Kurniawati
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Indonesia; anikurniawati044@gmail.com

A. Pendahuluan
Indonesia adalah sebuah negara dengan beragam keunikan, yang tidak ditemukan
pada negara-negara lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari keberagaman aktivitas yang
ada, namun keberagaman tersebut merupakan sebuah anugrah yang harus dijaga
keharmonisannya. Seperti yang telah kita ketahui Indonesia memiliki 6 agama yang
diakui secara oleh negara diantaranya adalah : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha
dan Konghucu. Peran agama dalam kehidupan sehari-hari sangat penting, terutama
dalam hal sosial. Agama merupakan sebuah identitas bagi penganutnya. Tetapi saat ini
banyak orang yang melakukan tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan agama.
Hal itu sangat disayangkan karena akan mengakibatkan perpecahan antar umat
beragama.
Saat ini di Indonesia memiliki banyak masalah antar agama, suku dan ras.
Menurut BPIP, kasus intoleran semakin hari semakin meningkat seperti sulitnya
mendirikan rumah ibadah bagi kaum minoritas disuatu daerah.(Pusdatin, 2020).
Menurut hasil survey Wahid Institute kasus intoleran di Indonesia mencapai angka 54%,
angka yang mengejutkan jika dilihat dari sejarah bahwa Indonesia merupakan negara

http://jurnaledukasia.o
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 62 of

yang memiliki keragaman budaya dan dianggap mampu untuk hidup dalam
kedamaian(Puspadini, 2021). Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah memperkenalkan
sebuah kebijakan yang dinamakan moderasi beragama, kebijakan tersebut bertujuan
untuk memoderasi paham, sikap dan berbagai tindakan ekstrim dalam beragama.
(Khoeron, 2022)
Dari berbagai kejadian intoleran yang terjadi di Indonesia, Presiden Joko Widodo
menanggapinya dengan membuat sebuah kebijakan mengenai moderasi beragama. Yang
mana kebijakan tersebut terus diupayakan terutama pada perguruan-perguruan tinggi
yang ada di Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu dari 7 program unggulan yang
dicanangkan oleh Jokowi. Dengan dibuatnya kebijakan tersebut dapat disimpulkan
bahwa Indonesia saat ini sangat krisis toleransi, terutama toleransi antar umat beragama.
Pada dasarnya moderasi beragama menjadi kunci terciptanya toleransi dan
kerukunan antar umat beragama baik secara local, nasional dan global hal tersebut
menjadi penyeimbang dalam membangun perdamaian di Indonesia. Dengan hal
tersebut, setiap umat beragama saling menghargai, menerima segala perbedaan dan
hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam konteks masyarakat multicultural
seperti halnya Indonesia, moderasi beragama bisa diadakan sebuah keharusan.(Tim
Penyusun Kementrian Agama RI, 2019). Dalam menerapkan moderasi beragama
hendaknya perlu memahami prinsip moderasi beragama itu sendiri antaranya prinsip
Tawasuth dan Tawazun yang akan dibahas pada jurnal ini.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan1. Sumber data dalam
penelitian ini ada dua, pertama sumber primer dan sumber sekunder. Analisis
data pada penelitian ini menggunakan konten analisis.2 Penelitian ini mengacu
pada buku Moderasi Beragama karya Kementrian Agama RI sebagai sumber
primer. Penulis memilih buku tersebut karena didalamnya membahas mengenai
moderasi beragama yang dijadikan pedoman dalam menjalankan kebijakan
moderasi beragama. Sedangkan untuk sumber sekunder penulis menggunakan
jurnal dan buku terkait.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Pengertian Moderasi Beragama

Moderasi diambil dari kata moderat yang berasal dari kata moderation,
moderation itu sendiri memiliki makna tidak berlebih-lebihan, atau berada di
tengah-tengah. Dalam KBBI kata moderat diserap menjadi kata moderasi yang
diartikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran terhadap
kekerasan. Sehingga apabila kata moderasi disandingkan dengan kata
beragama, maka dapat diartikan sebagai sikap pengurangan terhadap
kekerasan atau menghindari keekstreman dalam menjalankan praktik
beragama.(Abror, 2020)

Sedangkan dalam kamus bahasa Arab moderasi biasa di sebut


Wasatiyyah, berasal dari kata Wasatha yang memiliki arti tengah, pertengahan

1
Muhammad Adnan Evanirosa, Christina Bagenda, Hasnawati, Fauzana Anova, Hisna
Azizah, Nursaeni, Maisarah, Asdiana, Ramsah Ali, Muwafiqus Shobri, Metode Penelitian
Kepustakaan (Library Research) (Bandung: Media Sains Indonesia, 2022).
2
Wiwiek Afifah Darmiyati Zuchdi, Analisis Konten Etnografi & Grounded Theory, Dan
Hermeneutika Dalam Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2021).

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 63 of

dan orangnya di sebut ‘wasit’. Kata wasit sendiri telah diserap menjadi Bahasa
Indonesia yang mempunyai tiga Pengertian yaitu : (1)penengah atau
pengantara antara dua orang, misalnya dalam hubungan perdagangan,
pertandingan, dan sebagainya, (2) sebagai orang yang melerai atau pendamai
dari dua orang yang sedang berkelahi, (3) yang paling sering kita dengar wasit
adalah pemimpin sebuah pertandingan.(Departemen Agama RI, 2012)

K.H Abdurrahman Wahid juga telah memberi pendapatnya mengenai


sikap moderasi dalam beragama, bahwa sikap moderasi sebagai upaya untuk
mendorong terwujudnya keadilan sosial atau dalam agam Islam dikenal
sebagai al-maslahah al-‘ammah. Hal tersbut menjadi pondasi dalam membuat
kebijakan di ruang public. Dan seorang pemimpin harus memi;iki tanggung
jawab moral yang tinggi dalam mengartikan kehidupan nyata yang nantinya
akan dirasakan oleh public.(Misrawi, 2010)
Moderasi adalah jalan pertengahan, dan ini sesuai dengan ajaran Islam,
sesuai dengan fitrah manusia. Maka umat Islam disebut ummatan wasaṭan,
umat pertenghan. Umat yang serasi dan seimbang karena mampu memadukan
dua kutub agama terdahulu, yaitu Yahudi yang terlalu membumi dan Nasrani
yang terlalu melangit.(Syarbini, 2020) Sedangkan Moderasi Beragama dapat
diartikan sebagai cara beragama dengan jalan tengah yaitu seseorang dalam
beragama tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan. Dan orang yang
mempraktekkannya disebut moderat.(K. A. RI, 2019)
Dengan demikian moderasi beragama sebagai suatu sikap dalam
beragama yang seimbang antara pelaksanaan ritual keagamaan masing-masing
individu (eksklusif) dengan penghormatan terhadap pelaksanaan ritual
keagamaan orang lain yang memiliki perbedaan keyakinan (inklusif).
Seimbang dalam melakukan praktik agama masing-masing ini akan
menghindarkan diri dari sikap ekstrem yang berlebihan, fanatik dan sikap
revolusioner dalam beragama. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya,
bahwa moderasi beragama merupakan solusi atas hadirnya dua kutub ekstrem
dalam beragama, kutub ultra-konservatif atau ekstrem kanan di satu sisi, dan
liberal atau ekstrem kiri di sisi lain.(Tim Penyusun Kementrian Agama RI,
2019)
Indonesia sebagai Negara dengan penduduk yang memiliki banyak
budaya, suku, ras serta agama merupakan suatu keniscayaan yang telah Allah
anugrahkan kepada kita semua, untuk itu kita harus merawat keberagaman
tersebut dengan sikap saling menghargai dan menghormati sesama manusia.
Hal tersebut harus dilakukan mengingat sejak awal berdirinya Republik ini
telah mewariskan suatu bentuk kesepakatan yang dijadikan sebagai pedoman
dalam berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila. Sejak awal Indonesia
dideklarasikan bukan sebagai Negara agama, dan juga tidak memisahkan
antara agama dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai nilai yang ada di dalam
agama harus dijaga, karena sebagai salah satu pengamalan Pancasila adalah
menjadi penganut agama yang taat. Dengan hal tersebut maka pelaksanaan
ritual agama dan budaya dapat berjalan dengan damai.
Oleh karena itu, kebijakan moderasi beragama hadir sebagai suatu
upaya untuk menghindari berbagai permasalahan dalam kehidupan agama
yang beragam. Karena pada kenyataannya, dari keberagaman yang ada akan
melahirkan ekstrimisme, keberagamaan dapat melahirkan sikap yang sangat
ketat ataupun sangat longgar. Sehingga moderasi beragama ini sebagai upaya

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 64 of

untuk orang yang terlalu ekstrem dalam beragama menjadi memiliki sikap
tengah-tengah. Dan dalam hidup beragama menjadi bersikap toleran,
menghormati dan menghargai keberagamaan, hal tersebut tentu akan
menjadikan kehidupan beragama menjadi lebih damai dan harmonis.
2. Prinsip Moderasi Beragama
Dalam mengimplementasikan moderasi beragama tentunya memiliki
prinsip agar tidak melewati batas moderat sehingga menjadi golongan kiri atau
menjadi golongan kanan. Adapun prinsip moderasi beragama yang akan di
bahas saat ini ada dua, yaitu:

a) Tawasuth
Tawasuth, merupakan suatu sikap yang berada di tengah – tengah atau
sedang di antara dua sikap, tidak terlalu keras (fundamentalis) dan tidak terlalu
bebas (liberalisme). Dengan menerapkan sikap ini maka dalam kehidupan
antaragama tidak aka nada perselisihan.(Mannan, 2012). Bersikap tawasuth
berarti harus menjunjung tinggi sikap adil dan berada di tengah-tengah
kehidupan bersama dan selalu menghindari segala bentuk sikap yang dapat
melahirkan pendekatan yang bersifat tathorruf (ekstrem)(Akhmadi, 2019). Tetapi
dalam penerapan sikap tawasuth tidak berarti dapat menerima semuanya dan
mencampuradukkan berbagai unsure yang ada (sinkrestisme).
Tawasuth dalam Islam merupakan sikap berada di titik tengah antara dua
ujung, dan dua perkara kebaikan yang telah diberikan Allah swt. Prinsip dan
karakter tawasuth yang sudah menjadi prinsip dalam menjalankan moderasi ini
harus diterapkan di segala bidang, agar setiap ummat beragama dapat hidup
bersama dalam berbagai keragaman tersebut. (Siddiq, 2005)
Didalam Islam prinsip tawasuth ini terdiri dari beberapa hal dan
kesemuanya merupakan cakupan dari konsep dasar Islam, yaitu konsep aqidah,
syariah, dan akhlak:
1) Tawasuth dalam bidang Aqidah
Aqidah merupakan hal awal yang harus diyakini oleh ummat Islam
mengenai keesaan dan bebrbagai sifat yang ada pada Tuhan. Islam
sebagai agama yang sempurna memerintahkan ummatnya untuk
selalu berada di tengah-tengah serta tifak mudah menyalahkan orang
lain yang tidak sependapat dengannya. Hal tersebut dapat dilihat
melalui hal-hal berikut: 1) Islam berada diantara orang Atheisme dan
Poletheisme, 2) Islam berada diantara khayalan dan kenyataan, 3)
sifat Allah antara Ta’thil dan Tasyib, 4) Kenabian antara kultus dan
ketus, 5) sumber kebenaran berada antara akal dan wahyu(Yusuf,
2018), jika diibaratkan pada sebuah pengadilan akal mempunyai
fungsins sebagai saksi sedangkan wahyu sebagai hakim atau
sebaliknya(Al-Ghazali, 1991)

2) Tawasuth dalam bidang Ibadah


Dalam bidang ibadah tawasuth berperan untuk mempermudah
seseorang dalam menjalankan ibadah dan berbagai kewajiban hukum
ringan dan praktiknya. Hal itu tentunya harus sesuai dengan nash
syariah yang kuat dan tidak memerlukan pentakwilan lagi. Di dalam
surat Al-Baqoroh ayat 185 Allah berfirman:

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 65 of

       


        
          
         
      
  
Artinya:
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian
Agama Islam Republik Indonesia, 2013).

Juga disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 28 :


         
Artinya:
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Kementerian Agama Islam Republik Indonesia, 2013).

Dalam hal ini Islam tidak memberatkan hambanya dalam segi


ibadah, seperti contoh keringanan yang diberikan pada seseorang
yang tidak mampu berdiri dalam melakukan sholat maka sholat
dapat dilakukan dengan duduk, apabila tidak mampu dengan duduk
maka boleh dengan terbaring, apabila terbaring juga tidak mampu
maka boleh dengan isyarat. Kemudahan yang diberikan tersebut
tidak untuk memanjakan hambanya ketika beribadah kepada Allah
tetapi untuk memberikan isyarat bahwa dalam keadaan apapun kita
sebagai makhluk harus tetap beribadah kepada Sang Khaliq.

3) Tawasuth dalam bidang akhlak


Dalam bidang akhlak-tasawuf dapat digambarkan dengan sikap
tengah sebagai berikut: a) dalam memecahkan masalah seseorang
tidak boleh melihat dari syariat saja tetapi juga harus melihat dari sisi
hakikat, karena jika hanya menggunakan salah salah maka akan
cenderung permissive kepada kejahatan dan kedzaliman, b) adanya
keseimbangan antara rasa takut dengan pengharapan, karena jika
memiliki rasa takut yang berlebihan akan membuat seseorang
menjadi putus asa sedangkan jika memiliki pengharapan yang
berlebihan maka akan menyebabkan manusia berani untuk
melakukan dosan, c) untuk melakukan pensucian hati dan
peningkatan ruhaniyah seseorang harus memperhatikan aspek
jasmaniyah, d) keseimbangan antara dhahir dan batin karena seperti
ibadah sholat yang dikerjakan oleh seorang muslim merupakan
perpaduan antara kegiatan dhahir dan batin yang saling berkaitan.
b) Prinsip Tawazun
Tawazun atau seimbang dalam berbagai hal, terrnasuk juga dalam
menggunakan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran manusia
secara rasional) dan dalil naqli ( yang bersumber dari Alquran dan Hadits).

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 66 of

Menyeimbangkan sikap khidmat kepada Alloh swt dan juga khidmat kepada
sesama manusia(Fadeli, 2007). Seperti halnya yang telah Allah Firmankan
dalam Q.S Al-Hadid ayat 25:
      
        
         
    

Artinya :
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya
Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Islam
Republik Indonesia, 2013).
Disini prinsip moderasi dapat diwujudkan dengan membentuk
keseimbangan positif baik dari segi keyakinan maupun dari segi praktiknya,
keseimbangan duniawi dan juga ukhrawi, dan lain sebagainya. Islam juga
selalu menyeimbangkan antara peranan wahyu Ilahi dengan akal manusia dan
memberikannya ruang sendiri-sendiri bagi wahyu dan akal. Dan dalam
kehidupan pribadi, Islam mendorong agar terciptanya kesimbangan antara ruh
dengan akal, antara akal dengan hati, antara hak dengan kewajiban, dan lain
sebagainya(Setiyadi, 2012).
Tawazun ini menyiratkan tentang sikap dan gerakan moderasi. Sikap
seimbang ini memiliki komitmen dalam masalah keadilan, kemanusiaan dan
persamaan tetapi tidak berarti kita tidak memiliki pendapat. Kesimbangan
adalah salah satu bentuk pandangan yang dilakukan sesuatu secukupnya,
tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak ekstrim dan tidak liberal.
Keseimbangan ini bisa digambarkan sebagai sikap seimbang dalam hubungan
antara sesama manusia dan juga manusia dengan penciptanya.
Keseimbangan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu keseimbangan sunnah
kauniyah yang berarti seimbang dalam menjaga rantai makanan, tata surya,
hujan dan lain-lain, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Q.S Al-Infithar ayat
6-7:
         
 

Artinya:
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat
durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan
kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu
seimbang(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Islam
Republik Indonesia, 2013).
Sedangkan keseimbangan menurut fitrah insaniyyah yaitu seluruh
anggota tubuh baik pendengaran, penglihatan, perasa, dan sebagainya
merupakan sebuah bukti nyata yang telah dirasakan oleh manusia. Hal
tersebut terbukti jika ada yang tidak seimbang maka tubuh akan merasakan

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 67 of

sakit(Departemen Agama RI, 2012). Lebih rinci lagi keseimbangan dalam Islam
dapat dikategorikan ke dalam beberapa pranata kehidupan beragama, yaitu
sebagai berikut:
1) Seimbang dalam berfikir
2) Seimbang dalam melakukan ritual kegamaan
3) Seimbang dalam moralitas dan budi pekerti
4) Seimbang dalam membentuk hukum atau peraturan(Yasid, 2014)
Sikap seimbang ini hendaknya dapat diterapkan orang setiap orang,
karena jika sikap seimbang ini tidak diterapkan maka akan menimbulkan
berbagai masalah. Islam selalu mendorong kita untuk menjalani berbagai aspek
kehidupan ini dengan seimbang, tidak boleh lebih ataupun kurang. Inilah
alasannya mengapa agama Islam menjadi agama yang sempurna,
keseimbangan adalah sebuah keharusan sosial dan dengan begitu seseorang
yang tidak dapat menerapkan keseimbangan dalam kehidupan individu
maupun sosialnya maka interaksi sosialnya akan menjadi rusak(Yasid, 2014).

The conclusion should answer the objectives of the research and research
discoveries. The concluding remark should not contain only the repetition of the
results and discussions or abstract. You should also suggest future research and
point out those that are underway.
Acknowledgments: In this section, you can acknowledge any support given, which is not
covered by the author's contribution or funding sections. This may include administrative
and technical support, or donations in kind (e.g., materials used for experiments).

Conflicts of Interest: Declare conflicts of interest or state “The authors declare no conflict
of interest.” Authors must identify and declare any personal circumstances or interests
that may be perceived as inappropriately influencing the representation or interpretation
of reported research results.

REFERENCES
The literature listed in the References contains only the sources referenced or
included in the article. We recommend preparing the references with a
bibliography software package, such as Mendeley, EndNote,
ReferenceManager or Zotero to avoid typing mistakes and duplicated
references. Referral sources should provide 80% of journal articles,
proceedings, or research results from the last five years. Writing techniques
bibliography, using the system cites APA (American Psychological
Association) Style and the 6th edition.

Example:

Journal Article
Cichocka, A. (2016). Understanding defensive and secure in-group positivity:
The role of collective narcissism. European Review of Social Psychology, 27(1),
283–317.
Marchlewska, M., Cichocka, A., Łozowski, F., Górska, P., & Winiewski, M.
(2019). In search of an imaginary enemy: Catholic collective narcissism and
the endorsement of gender conspiracy beliefs. The Journal of Social
Psychology, 159(6), 766--779.

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 68 of

Internet Website
Hidayat, R., & Khalika, N. N. (2019). Bisnis dan Kontroversi Gerakan Indonesia
Tanpa Pacaran. Retrieved October 17, 2019, from tirto.id website:
https://tirto.id/bisnis-dan-kontroversi-gerakan-indonesia-tanpa-pacaran-
cK25

Book
Kamba, M. N. (2018). Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam. Tangerang
Selatan: Pustaka IIMaN.
Madjid, N. (2002). Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf
Positif. Jakarta: IIMaN & Hikmah.

Book Section
Ikhwan, M. (2019). Ulama dan Konservatisme Islam Publik di Bandung: Islam,
Politik Identitas, dan Tantangan Relasi Horizontal. In I. Burdah, N. Kailani,
& M. Ikhwan (Eds.), Ulama, Politik, dan Narasi Kebangsaan. Yogyakarta:
PusPIDeP.

REFERENCES
Abror, M. (2020). MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI TOLERANSI:
Kajian Islam dan Keberagaman. Jurnal Pemikiran Islam Rusydiah, Vol. 1, No,
43. Retrieved from http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/rusydiah
Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Urnal
Diklat Keagamaan, Vol. 13, n.
Al-Ghazali, M. (1991). Qudza’if al-Haqq, cet ke-1. Dimisyqa: Dar Al-Qalam.
Fadeli, S. (2007). Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah). Surabaya:
Khalista LTNU.
Khoeron, M. (2022). Internasional Kemenag Kenalkan Moderasi Beragama pada
Dunia Islam Kemenag Kenalkan Moderasi Beragama pada Dunia Islam.
Retrieved from Sabtu, 14 Mei 2022 website:
https://www.kemenag.go.id/read/kemenag-kenalkan-moderasi-beragama-
pada-dunia-islam-zegze
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Islam Republik
Indonesia. (2013). Al-Qur’an Hafalan Terjemah. Surabaya: Halim Publishing
& Distributing.
Mannan, A. (2012). Ahlussunnah Wal Jamaah Akidah Umat Islam Indonesia. Kediri:
PP Al-Falah Ploso.
Misrawi, Z. (2010). Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan
Kebangsaan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Pusdatin. (2020). BPIP: Kasus Intoleransi di Indonesia Selalu meningkat.
Retrieved from 18 Desember 2020 website:
https://bpip.go.id/berita/1035/352/bpip-kasus-intoleransi-di-indonesia-
selalu-meningkat.html
Puspadini, M. (2021). Intoleransi di Indonesia Capai 54 Persen, Ini Penyebabnya.
Retrieved from 29 Oktober 2021 website:
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/eN43rx1K-intoleransi-di-

Author Name/Title
Al-Ishlah: JurnalPendidikan,Vol. 4, 1 (Mart 2023): p-pp 69 of

indonesia-capai-54-persen-ini-penyebabnya
RI, D. A. (2012). Moderasi Islam. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
RI, K. A. (2019). Tanya Jawab Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI.
RI, T. P. K. A. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI.
Setiyadi, A. C. (2012). Pendidikan Islam Dalam Lingkaran Globalisasi. Vol. 7, No, 252.
Siddiq, A. (2005). Khittoh Nahdliyin Cet. III. Surabaya: Khalista LTNU.
Syarbini, A. (2020). Moderasi Agama Meneladani Nabi Muhammad SAW. Banten.
Yasid, A. (2014). Islam Moderat. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, A. (2018). Moderasi Islam dalam Dimensi Trilogi Islam (Akidah, Syariah,
Dan Tasawuf). Jurnal Al-Murabbi, Volume 3 N, 14.

Author Name/Title

Anda mungkin juga menyukai