Anda di halaman 1dari 16

AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

NAMA NIM

1. NURDIANA POHAN 2020100306

DOSEN PENGAMPU: Drs.Hj.Abdul Sattar Daulay,M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TA 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah yang telah memberikan karunia-Nya pada kita sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang “AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA”.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis merasa banyak kekurangan dan kejelian dalam
hal berbahasa atau menulis makalah tersebut.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak, agar kedepannya tidak
mengulangi kesalahan-kesalahan dalam pembuatan makalah ini, serta dengan hal itu penulis
memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Padangsidimpuan, 27 Desember 2021

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
A. HADITS DAN TERJEMAHANNYA..................................................................................5
B. PENJELASAN HADIST......................................................................................................8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15
A. KESIMPULAN...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri di Dunia ini, mereka
dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Ada hal pokok yang tidak bisa
ditinggalkan manusia dalam bersosialisasi dengan masyarakat, yaitu Akhlak. Disini manusia
tersebut harus mengetahui dan bisa memahami akhlak masyarakatnya.
Manusia dalam hidup di dunia ini mempunyai dua macam akhlak/perilaku, ada akhlak
terpuji dan ada juga yang tercela. Akhlak yang terpuji akan berdampak positif pada
pelakunya begitu juga akhlak  tercela yang akan membawa dampak negatif.
Agama islam mengajarkan hal-hal yang baik dalam segala aspek kehidupan manusia,
islam adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dalam membentuk akhlaknya
demi mencapai kehidupan yang mulia baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan akhlak yang terpuji manusia dapat mendapatkan derajat yang tinggi, baik di
mata Allah swt, sesama manusia dan semua makhluk Allah swt yang lain termasuk jin dan
malaikat. Selain akhlak terpuji, manusia juga bisa memiliki perilaku tercela yang harus
ditinggalkan karena akan menurunkan derajatnya di mata Allah dan makhluk-makhluk-Nya
yang lain.
Adanya perbedaan dalam menilai akhlak itu didasarkan pada bedanya pola pikir
masyarakat. Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya pertengkaran, perpecahan, bahkan
sampai pada peperangan. Disinilah pentingnya mengkaji Al-Qur’an dan Hadits sebagai
penyelaras akhlak.

B. Rumusan Masalah
1. Akhlak Terpuji
2. Akhlak Tercela

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. HADITS DAN TERJEMAHANNYA

1. Hadits Nawwas bin Sam’an tentang orang baik adalah orang yang baik
akhlaknya

ْ ُّ‫ر‬Aِ‫ا َل ْالب‬Aَ‫االث ِم فَق‬


ُ‫ن‬A‫حُس‬ ْ ‫رِّ َو‬Aِ‫لم َع ِن ْالب‬A‫ه و س‬A‫لَّى هللا علي‬A‫ص‬ ُ ‫َأ ْل‬A‫ي قَا َل َس‬
َ ِ‫و َل هللا‬A‫ت َر ُس‬ ِّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬ َ ‫َّاس ب ِْن َس ْم َعا نَ اال ْن‬
ِ ‫ع َِن النَّو‬
)‫ك َو َك ِرهْتَ َأ ْن يَطَّلِ َع النَّاسُ (أخرجه مسلم فى كتاب البروالصلة‬ َ ‫ص ْد ِر‬
َ ‫واالث ُم َما َحاكَ فِى‬ ْ ِ ‫ْالخَ ْل‬
‫ق‬
Artinya: “Dari NawwasIbnu Sam’an r.a. ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW mengenai kebajikan dan dosa”, maka beliau menjawab:“Kebajikan
adalah akhlak yang baik,dan dosa adalah sesuatu yang bergejolak
didadamu,sedangkan kamu tidak suka bila ada orang lain mengetahuinya.”
(H.R.Muslim).1

2. Hadits Ibnu Mas’ud tentang kejujuran membawa kepada kebaikan

‫ َد‬Aْ‫الجنَّ ِة َوِإ َّن ال َعب‬


َ ‫ ِدي ِإلَى‬Aْ‫ َّر يَه‬Aِ‫ ٌّر َوِإ َّن الب‬Aِ‫ق ب‬ ِّ ‫لَّ ِم ِإ َّن‬A‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو َس‬
َ ‫ ْد‬A‫الص‬ َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬ َ َ‫ال ق‬َ َ‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد ق‬
‫ب‬ َ ‫ ِذ‬A‫ رَّى ال َك‬A‫ لَيَت ََح‬ ‫ َد‬A‫ار َوِإ َّن ْال َع ْب‬
ِ َّ‫ ِديْ ِإلَى الن‬A‫ب فُجُوْ ٌر َوِإ َّن الفُجُو َر يَ ْه‬ َ ‫ص ِّد ْيقًا َوِإ َّن ْال َك ِذ‬ َ ‫ق َحتَّى يُ ْكت‬
ِ ِ ‫َب ِع ْن َد هَللا‬ َ ‫ص ْد‬ ِّ ‫لَيَت ََحرَّى ال‬
)‫َب َك َّذابًا (أخرجه مسلم فى كتاب البر والصلة واالداب‬
َ ‫َحتَّى يُ ْكت‬
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud r.a. : Dari Rasulullah SAW beliau bersabda: Sesungguhnya
kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga.
Seseorang yang selalu bertindak jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang
jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu
membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah
sebagai pendusta. (H.R.Muslim).

1Abi Khusain Muslim Bin Al-Hajaj, Shahih Muslim Juz 4,(Libanon: Darul Khutub Al ‘Alamiyah, 1971),
hlm. 1980.

5
3.   Hadits Abu Hurairah tentang berbuat baik dengan tetangga

َ‫ان‬AA‫ ا َرهُ َو َم ْن َك‬A‫ْؤ ِذ َج‬Aُ‫ ِر فَاَل ي‬A‫وْ ِم ااْل ِخ‬AAَ‫ا هللاِ َو ْالي‬AAِ‫عن أبي هريرة قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ ب‬
‫اري في‬AA‫ه البخ‬AA‫ت (أخرج‬ ْ ‫ َأوْ لِيَصْ ُم‬ ‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا‬
َ ‫يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم اْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
)‫كتاب االدب‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah SAW. Bersabda : Siapa saja
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh mengganggu tetangganya.
Dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan
tamunya. Dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
berkata yang baik atau kalau tidak hendaklah ia diam.(H.R.Bukhori).2

4.   Hadits Abu Hurairah tentang buruk sangka

َ ‫وْ ا َواَل ت ََجس‬A‫َّس‬


‫وْ ا‬A‫َّس‬ ِ ‫ ِد ْي‬A‫ َذبُ ْال َح‬A‫ِإ َّن الظَّ َّن َأ ْك‬Aَ‫ال ِإيَّا ُك ْم َوالظَّ َّن ف‬A‫لّم ق‬A‫ه وس‬A‫عن أبي هريرة عن النّبي صلّى هللا علي‬
ُ ‫ث َواَل تَ َحس‬
)‫َضوْ ا َو ُكوْ نُوْ ا ِعبَا َدهللاِ ِإ ْخ َوانًا(أخرجه البخاري في كتاب االدب‬
َ ‫َواَل تَ َحا َس ُدوْ ا َواَل تَدَابَرُوْ ا َواَل تَبَاغ‬
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jauhilah oleh
kalian berprasangka, karena sesungguhnya berprasangka itu ucapan paling dusta.
Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah memata-matai, janganlah
saling bersaing, iri hati, benci dan berselisih. Jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara”.(H.R. Bukhari).

5.    Hadits Abu Said al-Khudri tentang perlunya tertib di jalan

2Abi Abdullah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz 7, (Istambul: Daarul Fikri, 1981),
hlm. 135. 

6
‫ ٌّد‬A ُ‫ا ب‬AAَ‫ت فَقَالُوْ ا َمالَن‬ ُّ ‫س َعلَى‬
ِ ‫الط ُرقَا‬ َ ْ‫ي رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ِإيَّا ُك ْم َو ْال ُجلُو‬
ّ ‫عن أبى سعيدالخدر‬
َ َ‫ا َل غَضُّ ْالب‬AAَ‫ق ق‬A
‫ ِر‬A‫ص‬ ِ A‫ق الطَّ ِر ْي‬ َ ‫س فََأ ْعطُوا الطَّ ِر ْي‬
َ ‫ق َحقَّهَا قَالُوْ ا َو َم‬
ُّ ‫اح‬ َ ِ‫ال فَِإ َذا َأبَ ْيتُ ْم ِإاَل ْال َم َجال‬ ُ ‫ِإنَّ َما ِه َي َم َجالِ ُسنَا نَتَ َح َّد‬
َ َ‫ث فِ ْيهَا ق‬
)‫ف َونَ ْه ٌي ع َِن ْال ُم ْن َك ِر (أخرجه البخاري في المظالم والغصب‬ ِ ْ‫ف ااْل َ َذى َو َر ُّد ال َّساَل ِم َوْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعرُو‬ ُّ ‫َو َك‬
Artinya: Dari Abu Sa’id al-Khudry r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “Jauhilah
duduk-duduk di tepi jalan!” para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah kami tidak bisa
meninggalkan tempat-tempat itu, karena di tempat itulah kami membicarakan
sesuatu”Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kalian tidak bisa meninggalkan dududk-
duduk di sana, maka penuhilah hak jalan itu” para sahabat bertanya: “Apakah hak
jalan itu, wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Memejamkan mata, tidak
mengganggu, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar”.(H.R. Bukhari).3

6. Hadits Abu Hurairah tentang ghibah dan buhtan

َ ‫ ا‬Aَ‫ رُكَ َأخ‬A‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال َأتَ ْدرُوْ نَ َما ْال ِغ ْيبَةُ قَالُوْ ا هللاُ َو َرسُوْ لُهُ َأ ْعلَ ُم قَا َل ِذ ْك‬
‫ا‬AA‫ك بِ َم‬ ّ ‫عن أبي هريرة‬
‫لم‬AA‫ه مس‬AA‫ ْد بَهَتَّه (أخرج‬Aَ‫ وَِإنَ لَ ْم يَ ُك ْن فِ ْي ِه فَق‬Aُ‫يَ ْك َرهُ قِ ْي َل َأفَ َراَيْتَ ِإ ْن َكانَ فِي َأ ِخي َما َأقُوْ ُل قَا َل ِإ ْن َكانَ فِ ْي ِه َما تَقُوْ ُل فَقَ ِدا ْغتَبَتَه‬
)‫في كتاب البروالصلة واالدب‬
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Taukah kamu
sekalian, apakah menggunjing itu?” para sahabat berkata: “Allah swt dan Rasul-Nya
lebih mengetahui”. Beliau bersabda:“Yaitu bila kamu menceritakan keadaan
saudaramu yang ia tidak menyenanginya”. Ada seorang sahabat bertanya:
“Babagaimana seandainya saya menceritakan apa yang sebernarnya terjadi pada
saudara saya itu?” beliau menjawab: “Apabila kamu menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi pada saudaramu itu, maka berarti kamu telah menggunjingnya, dan
apaila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka
kamu benar-benar membohongkannya.”. (H.R. Muslim).

3 Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, Terj. Ahmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Imani, 1999) hal.217

7
B. PENJELASAN HADIST

1. Hadis Nawwas bin Sam’an tentang orang baik adalah orang yang baik akhlaknya.
Akhlak adalah perilaku lisan, perbuatan, fisik, bahkan perbuatan diam kita. Semua
tindak-tanduk kita adalah akhlak kita. Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik,
diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran
islam. Akhlak terpuji yang ditujukan kepada Allah swt berupa ibadah, dan kepada
Rasulullah saw. Dengan mengikuti ajaran-ajarannya, serta kepada sesama manusia
dengan selalu bersikap baik pada manusia yang lain.4
Menjadi manusia yang berakhlak muliabukanlah suatu hal yang mudah. Nabi
Muhammad SAW diutus oleh Allah swt kepada kita semua untuk memperbaiki akhlak
manusia. Beliau bersabda:
‫ِإنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُأِل‬
ِ ‫ار َم ااْل َ ْخاَل‬
‫ق‬ ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk memperbaiki akhlak.”( Hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Abi Hurairoh juga oleh Al- Bazaar).

Akhlak adalah cermin hati. Artinya, ketika seseorang berakhlak baik maka berarti ia
memiliki hati yang bersih dan jernih. Sedangkan orang yang memiliki akhlak buruk
maka hidupnya akan suram, dan akan membawa kerusakan baik bagi dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya.Memiliki akhlak yang baik  bagi setiap manusia adalah hal yang
sangat penting, Karena dimanapun kita berada, apapun pekerjaan kita, akan di senangi
oleh siapa pun, hal itu berarti akhlak menentukan baik buruknya seseorang.

Diantara buah dari akhlak yang baik di dalam hidup ini ialah : mudahnya semua
urusan bagi diri sendiri dan orang lain, tercapainya apa yang diinginkan,  disukai
banyak orang, tentram jiwanya, sedikit kesulitannya, mendapat ridha Allah swt. Adapun
buahnya di akhirat ialah surga dan dekat dengan sang pencipta.5

2. Hadits Ibnu Mas’ud tentang kejujuran membawa kepada kebaikan.


4 Ahmad  Adib Al Arif, Akidah Akhlak (Semaran: C.V. Aneka Ilmu, 2009) hal.22
5Muhammad Abdul Aziz Al-Khauli, Menuju Akhlak Rasulullah SAW, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
2006)hlm.113

8
Yang dimaksud jujur adalah kebenaram, yaitu sesuainya antara perkataan dan
kenyataan atau I’tiqad yang ada di dalam hati. Perilaku jujur tidak hanya diwujudkan
dalam ucapan tetapi juga dalam hatinya dan juga dalam setiap tingkah laku dan
perbuatan kita. Bahkan untuk hal yang sekecil apapun dari setiap aspek kehidupan, kita
diminta untuk berlaku jujur. Kebenaran perkataan akan membawa dampak kebenaran
perbuatan dan kebaikan dalam seluruh tindakan.
Jika seseorang selalu berkata dan berbuat yang benar, maka cahaya kebenaran itu
akan memancarkan ke dalam lubuk hati dan pikirannya. Kejujuran ialah ketenangan
hati, artinya orang yang berkata jujur dalam hidupnya akan selalu merasa tenang, karena
ia sudah menyampaikan apa yang sesuai dengan realita dan ia tidak merasa ragu, karena
ia yakin bahwa semua apa yang dilakukannya benar.
Kejujuran merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang, karena
sesungguhnya iman itu adalah membenarkan dalam hati akan adanya Allah. Jika dari
hal yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan yang lebih besar ia
pun terbiasa untuk jujur.6
Menjadi orang jujur atau pendusta merupakan pilihan bagi setiap orang, dan
masing-masing pilihan memiliki konsekuensinya sendiri. Bagi orang yang memilih
menjalani hidupnya dengan penuh kejujuran dalam segala aspek kehidupannya, maka ia
akan memiliki citra yang baik di mata orang-orang yang mengenalnya. Ketika 
seseorang selalu berkata jujur dan berbuat benar, maka akan diterima ucapannya di
hadapan orang-orang dan diterima kesaksiannya di hadapan para hakim serta disenangi
pembicaraanya. Sebaliknya, bagi mereka yang selalu berlaku dusta dalam hidupnya,
maka ia tidak akan memliki pandangan yang baik oleh orang-orang di sekitarnya.

3. Hadits Abu Hurairah tentang berbuat baik dengan tetangga.


Dalam riwayat Bukhari tersebut Rasulullah menyatakan tiga perilaku yang menjadi
tuntutan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir yakni: Memuliakan tamu,
berbuat baik kepada tetangga, berkata baik atau diam.
a. Memuliakan tamu

6 Juwariyah, Hadis Tarbawi (Yogyakarta: Teras, 2010) hal.72

9
Memuliakan tamu adalah menyambut baik, menampakkan keriangan atas
kehadiran dan menyajikan jamuan terbaik. Bila anda orang kaya dan tamu anda
orang miskin maka ulurkanlah pertolongan. Ketika berpisah maka berbuat baiklah
sebagaimana ketika menyambut. Dan lain-lain perilaku memuliakan. Para ulama
mengatakan: menjamu tamu dituntut syariat adalah selama tiga hari di mana jamuan
di hari selebihnya adalah sedekah.
b. Berbuat baik kepada tetangga
Orang yang berdekatan atau di kanan kiri rumah kita adalah tetangga kita, bisa
saja orang muslim, orang kafir, orang yang rajin ibadah atau yang lainnya. Adapun
berbuat baik terhadap tetangga adalah dalam bentuk kebaikan apa saja yang dalam
kemampuannya. Bila tetangga meminta bantuan maka penuhilah, bila ia sakit maka
jenguklah dan bila ia terkena musibah maka hiburlah.
Bila berbuat baik kepada tentangga adalah dituntut maka menahan dari
perbuatan yang menyakitkan adalah sesuatu keharusan. Dalam al-quran terdapat
sejumlah ayat yang menganjurkan berbuat baik terhadap tetangga.

c. Berkata baik atau diam


Kebahagiaan dan kenistaan seseorang adalah di ujung lidahnya. Bila ia
mengurung lisannya dalam bingkai kebaikan maka ia dapatkan kebaikan lisannya
dan bila ia keluar dari bingkai kebaikan maka ia akan terseret ke dalam kenistaan
dan akan tersungkur ke dalam jurang derita yang dalam. Dalam hadits Rasulullah
memerintahkan satu pilihan dari dua hal: ucapan yang baik atau diam. Yakni orang
yang tidak bisa berbuat dalam perkataan dan memanfaatkan kalimat, maka supaya
menahan lisannya karena yang demikian adalah sikap lebih menyelamatkan.7

4. Hadits Abu Hurairah tentang buruk sangka.


Persaudaraan menjadi kata kunci pesan Rasulullah dalam hadits di atas. Dalam
membina dan menjaga keutuhan persaudaraan, kita harus selalu menjauhi prasangka,
mencari-cari kesalahan orang lain, memata-matai, saling iri, dan benci satu dengan yang
lain. Jika kita tidak bisa menjauhi apa yang sudah digariskan Rasulullah (kebiasaan

7Muhammad Abdul Aziz Al-Khauli, Op,Cit. hlm. 101-103

10
jelek) di atas, maka yang tersisa adalah sebuah permusuhan dan saling membenci antara
satu dengan yang lain. Tentu ini adalah awal bencana keretakan, ketidakrukunan dan
hilangnya harmoni di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.8
Amirul Mukminin Umar bin Khathab pun berkata, “Janganlah engkau berprasangka
terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan
persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu
kepada prasangkaprasangka yang baik”.
Kemudian Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan di
dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib, beliau berkata: “Hati-hatilah kalian terhadap
perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah
kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.
Lalu Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata: “Apabila ada berita tentang
tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan
untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada
dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga
melakukan perbuatan tersebut”.
Berburuk sangka atau su'udzon itu merupakan perilaku yang tidak boleh
dilakukan kepada siapapun itu, sebaiknya perilaku berprasangka yang tidak baik harus
dapat kita hindari karena perilaku berburuk sangka itu dapat menjadikan penyebab
timbulnya iri hati. Buruk sangka atau Su'udzon itu termasuk tingkah laku tercela
sangat tidak patut dilakukan dan harus kita hindari. Biasanya orang yang selalu
berburuk sangka kepada orang lain akan terus memandang buruk orang tersebut. Dan
itu adalah sebuah dosa. Allah SWT telah melarang seluruh insan untuk menjauhi sifat
berparasangka terhadap siapapun

dapat kita lakukan untuk menghindari sifat buruk Sangka diantaranya yaitu:
1. Berhati-hatilah dalam berbicara,menerima akan kebenaran informasi, dan
melakukan tindakan
2. Menerapkan ajaran agama di dalam kehidupan

8Rosyid Setyawan, FATWA – Aqidah Akhlak, (Surakarta: Obor Sewu Mandiri, 2004), hal.43

11
3. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
4. perbanyak introfeksi diri sendiri

Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata, ”Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan berperasangka dan
senantiasa harus sibuk cukup memikirkan kejelekan dirinya sendiri saja. Sesungguhnya
orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang
lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat
kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan
yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk
memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya
akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan
dirinya.

5. Hadits Abu Said al-Khudri tentang perlunya tertib di jalan.


Kandungan hadits di atas adalah larangan keras duduk-duduk di pinggir jalan,
sebab itu adalah majelis setan, kecuali apabila hak jalan tersebut ditunaikan.
Sebagaimana dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

ِ َّ‫فَِإنَّهَا َسبِي ٌل ِم ْن ُسبُ ِل ال َّش ْيطَا ِن َأ ِو الن‬


‫ار‬
“Sesungguhnya (tepi) jalanan adalah  salah satu dari jalan setan atau neraka”.

Itulah alasan kenapa Nabi Saw melarang kita duduk di tepi jalanan atau semisalnya,
tetapi dari hadits di atas kita dapati pula bahwa selain Rasulullah SAW. melarang duduk
di pinggir jalan, Beliau membolehkannya dengan catatan harus menunaikan hak-hak
jalan tersebut sebagai syarat pembolehannya. Kita juga dapati bahwa larangan duduk di
pinggir jalan ditujukan bagi mereka yang tetap ingin duduk di pinggir jalan tetapi tidak
menunaikan syarat-syarat tadi.
Rasullullah SAW berpesan, jika memang duduk di jalan itu diperlukan dan tidak
bisa ditinggalkan,  maka wajib memenuhi hak-hak orang lain yang melewati mereka, di

12
antaranya yang disebutkan dalam hadits ini ada empat macam hak. Yaitu: pertama,
menundukkan (membatasi) pandangan (dari melihat para wanita yang bukan
mahramnya yang melewatinya atau hal-hal yang diharamkan). kedua, tidak
mengganggu (menyakiti) orang dengan ucapan maupun perbuatan. ketiga, menjawab
salam. keempat, memerintahkan (manusia) kepada kebaikan dan mencegah (mereka)
dari perbuatan munkar.

6.    Hadits Abu Hurairah tentang ghibah dan buhtan.


Secara terminologi ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia mendegar maka
ia tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak terdapat dalam diri yang
dibicarakan itu berarti dusta (buhtan) atau mengada ada dan itu merupaka dosa yang
lebih besar dari ghibah itu sendiri.
Dari hadits di atas Nabi SAW menjelaskan tentang ghibah yaitu dengan menyebut-
nyebut orang lain dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-
sifatnya. Maka setiap kalimat yang kita ucapkan sementara ada orang lain yang
membencinya, jika ia tahu kita mengatakan demikian maka itulah ghibah. Dan jika
sesuatu yang kita sebutkan itu ternyata tidak ada pada dirinya, berarti kita telah
melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).
Ghibah itu hukumnya haram akan tetapi para 'ulama mengecualikannya dalam 6
perkara, yaitu :
1. Pada sebuah kedzoliman
Contoh : seseorang yang didzolimi boleh berkata pada orang lain bahwa aku
didzolimi orang tersebut, karena dia telah mengambil hartaku. Pada permasalahan
ini diperbolehkan jika hanya bertujuan untuk mengadukan sebuah kedzoliman
kepada seseorang yang mampu mencegahnya seperti penguasa, ini diperbolehkan
karena sesuai dengan hadis nabi yang menceritakan bahwasanya hindun melaporkan
kepada nabi bahwa abu sofyan itu pemuda yang gemuk.
2. Karena meminta pertolongan atas suatu perkara yang munkar, dan kita mengira
tidak menolak perbuatan itu.
3. Meminta fatwa

13
Contoh : ada seseorang yang minta fatwa kepada seorang 'ulama dan dia berkata
"fulan telah mendzolimiku, apakah jalan yang harus saya hentikan untuk mencegah
kedzoliman itu ?"
4. Memberi peringatan bagi orang-orang muslim dari tipu daya.
Contoh : cacatnya periwayatan dan kesaksian dan seseorang yang memberikan
pengajaran tetapi orang itu mempunyai cacat dalam pengajarannya, maka itu boleh
diungkapkan.
5. Menyebut seseorang yang memproklamirkan dengan sebuah kefasikan atau bid'ah
seperti penguasa yang semena-mena karena hal itu sesuai dengan hadis rasul :
‫""اذكروا الفاجر‬
6. Memberitahukan kepada seseorang tentang aib yang menimpa seseorang, seperti :
mata satu, pincang, atau yang lainnya, akan tetapi hal itu tidak boleh diniati dengan
menghina atau merendahkannya.9

9Muhammad bin Ismail Al Amir, Subulus Salam, (Lebanon: Darul Kotob Al-Ilmiyah, 2008), hlm. 195-
196.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Akhlak merupakan tingkah laku manusia yang  menjadi cerminan hati pada
dirinya. Cerminan hati pada diri seseorang bisa berupa baik atau terpuji dan juga bisa
berupa buruk atau tercela. Akhlak yang baik bisa berupa kejujuran, berbuat baik pada
tetangga dan banyak lagi lainnya. Akhlak tercela bisa berupa buruk sangka, ghibah,
buhtan dan lain sebagainya.
Kunci akhlak yang baik adalah dari hati yang bersih. Dan hati yang bersih adalah
hati yang selalu mendapatkan cahaya dan sinar dari Allah SWT. Dengan sinar itu, hati
akan dapat melihat dengan jelas mana akhlak yang baik dan mana akhlak yang buruk.
Mana perbuatan terpuji dan mana perbuatan yang tercela. Maka dari itu kita harus selalu
berdoa kepada Allah SWT agar hati kita selalu mendapatkan cahaya dari-Nya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Muhammad Bin Ismail. 1981. Shahih Bukhari Juz 3. Istambul: Daarul Fikri
Abi Khusain Muslim Bin. 1971. Shahih Muslim Juz 4. Libanon: Darul Khutub Al ‘Alamiyah
Al-Arif, Ahmad Adib. Akidah Akhlak. 2009. Semarang: CV. Aneka Ilmu
Al-Khauly, Muhammad Abdul al-Aziz. 2006. Al-adab An-Nabawy. Semarang: Pustaka Nuun
Juwariyah. 2010. Hadits Tarbawi. Yogyakarta: Teras
Muhammad bin Ismail Al Amir. 2008. Subulus Salam. Lebanon: Darul Kotob Al-Ilmiyah
Nawawi, Imam. 1999. Riyadhus Shalihin, Terj. Ahmad Sunarto. Jakarta: Pustaka Imani

Rosyid Setyawan. 2004. FATWA-Aqidah Akhlak. Surakarta: Obor Sewu Mandiri

16

Anda mungkin juga menyukai