ف ِلَعالِمَِنا حََّقُه
ْ َيْعِر
Adab Terhadap Para Ulama
“Bukan termasuk golongan kami orang
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin,
yang tidak menghormati yang tua,
shalawat dan salam semoga
menyayangi yang muda, dan tidak
dilimpahkan kepada Rasulullah,
mengetahui hak orang berilmu di
keluarganya, para sahabatnya, dan
antara kami.” (Hr. Ahmad dan Hakim,
orang-orang yang mengikutinya hingga
dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam
hari kiamat, amma ba'du:
Shahihul Jami no. 5443)
Berikut pembahasan tentang adab
Adab terhadap para ulama
terhadap para ulama, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini Berikut adab yang perlu kita lakukan
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, terhadap mereka:
Allahumma aamin.
1. Mencintai mereka, memintakan
Pengantar ampunan dan rahmat untuk mereka,
dan mengetahui keutamaan mereka,
Para ulama dan para mujahid memiliki
karena mereka termasuk orang-orang
jasa yang besar terhadap agama ini.
yang disebutkan dalam Al Qur’an,
Para ulama menjaga agama ini dengan
ٍن ِض ِبِإ ِذ
َو اَّل يَن اَّتَبُع وُه ْم ْح َس ا َر َي الَّل ُه َعْنُهْم
ilmu; belajar dan mengajarkannya
sebagaimana para mujahid menjaga
agama ini dengan jihad mereka agar َو َر ُضوا َعْنُه
dakwah tidak dihalangi dan tidak ada
seorang pun yang dizalimi dalam “Dan orang-orang yang mengikuti
menjalankan agama ini. mereka (kaum Muhajirin dan Anshar)
dengan baik, Allah ridha kepada
Para ulama itu terdiri dari para qari mereka dan mereka pun ridha kepada
(penghapal Al Qur’an), para fuqaha Allah.” (Qs. At Taubah: 100)
(Ahli Fiqih), para muhaddits (Ahli
Hadits), dan para mufassir (Ahli Tafsir) Dan termasuk dalam sabda Rasulullah
baik dari kalangan tabi’in maupun shallallahu alaihi wa sallam,
َّل ِذ َّل ِذ يِن
َّمُث ا يَن، َّمُث ا يَن َيُل وَنُهْم، َخ ْيُر الَّن اِس َقْر
generasi setelah mereka yang
mengikutinya dengan baik semoga
Allah merahmati mereka semua. Oleh َيُلوَنُهْم
karena jasa mereka dalam
menegakkan agama ini, maka sudah “Sebaik-baik manusia adalah
sepatutnya kita memuliakan mereka. generasiku, kemudian setelah mereka,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan setelah mereka.” (Hr. Bukhari dan
bersabda, Muslim)
http://wawasankeislaman.blogspot.com
Para qari, para muhaddits, para perkataan sahabat radhiyallahu
fuqaha, dan para mufassir termasuk ke anhum. Ia juga mengetahui bahwa Al
dalam tiga generasi utama yang Ijtihad laa yunqadhu bil ijtihad (artinya:
dinyatakan memiliki kebaikan dan ijtihad (pendapat) tidak dapat
keutamaan oleh Rasulullah shallallahu dibatalkan oleh ijtihad), bahkan hanya
alaihi wa sallam. dibatalkan oleh dalil dari Al Qur’an
maupun As Sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
memuji mereka yang memohonkan 3. Menganggap bahwa kitab-kitab
ampunan kepada orang-orang fiqih seperti yang disusun oleh imam
terdahulu yang lebih dulu beriman madzhab yang empat; yaitu Malik,
sebagaimana firman-Nya, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah serta
pandangan mereka dalam masalah
ِف ِم ِدِه ِذ
َلَن ا َو اَّل يَن َج اُءوا ْن َبْع ْم َيُقوُلوَن َر َّبَن ا اْغ ْر agama, fiqih, dan syariat merupakan
يِف ِب ِإْل ِن ِإِل ِن َّل ِذ hasil pemahaman mereka terhadap
َو ْخ َو ا َن ا ا يَن َس َبُقوَنا ا َميا َو اَل ْجَتَع ْل kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah
ِح ِإ ِغ ِل ِذ
ُقُلوِبَنا اًّل َّل يَن آَم ُنوا َر َّبَنا َّنَك َرُءوٌف َر يٌم Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
atau hasil istinbath (penggalian
“Dan orang-orang yang datang setelah hukum) dari keduanya, atau
mereka (kaum Muhajirin dan Anshar), merupakan qiyas dengan keduanya
mereka berdoa, "Ya Rabb kami, beri ketika mereka tidak menemukan
ampunlah kami dan saudara-saudara nashnya, atau merupakan isyarat dari
kami yang telah beriman lebih dulu keduanya.
dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati 4. Menganggap bahwa berpegang
kami terhadap orang-orang yang dengan salah satu kitab fiqih yang
beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya mereka susun tentang masalah fiqih
Engkau Maha Penyantun lagi Maha dan agama adalah boleh, dan bahwa
Penyayang." (Qs. Al Hasyr: 10) mengamalkannya merupakan bentuk
pengamalan terhadap syariat Allah
2. Tidak menyebut mereka kecuali Azza wa Jalla selama tidak bertentang
yang baik, tidak mencela pernyataan dengan nash yang tegas dalam Al
dan pendapat mereka, dan Qur’an maupun As Sunnah. Oleh
mengetahui bahwa mereka adalah karena itu, ia tidak meninggalkan
mujtahid yang ikhlas, sehingga ia firman Allah atau sabda Rasulullah
memiliki adab terhadap mereka. Ia shallallahu alaihi wa sallam karena
juga mengutamakan pendapat mereka pendapat seseorang; siapa pun dia.
di atas pendapat yang datang setelah
mereka, dan ia tidak meninggalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
pendapat mereka kecuali karena ada َد ِي الَّل ِه ِذ
firman Allah Ta’ala, sabda Rasulullah َي ا َأُّيَه ا اَّل يَن آَم ُن وا اَل ُتَق ِّد ُم وا َبَنْي َي
shallallahu alaihi wa sallam, atau وِلِه
َو َرُس
http://wawasankeislaman.blogspot.com
“Wahai orang-orang yang beriman! terbatas. Oleh karena itu, seorang
Janganlah kamu mendahului Allah dan muslim tidak ta’ashshub (fanatik)
Rasulnya.” (Qs. Al Hujurat: 1) kepada pendapat salah seorang di
antara mereka dan meninggalkan
َو َم ا آَت اُك ُم الَّر ُس وُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَه اُك ْم َعْن ُه pendapat yang lain, bahkan ia
َفاْنَتُه وا mengambil pendapat siapa saja di
antara mereka –apalagi yang lebih
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, kuat alasannya-. Ia juga tidak menolak
maka terimalah. Dan apa yang pendapat mereka kecuali karena ada
dilarangnya bagimu, maka dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah.
tinggalkanlah. “ (Qs. Al Hasyr: 7) Imam Abu Hanifah rahimahullah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berkata,
bersabda,
اهلل َتعَالَى َوَخبََر
ِ اب َ ف ِكَت ُ ِخال َ ِإَذا ُقلْتُ قَْوًال ُي
َمْن َعِم َل َعَم اًل َلْيَس َعَلْيِه َأْم ُر َنا َفُه َو َر ٌّد ْاهلل َعلَْيِه َوسَلَّمَ َفْاتُرُكْوا َقْوِلي
ُ صلَّى َ الرسُْوِل
َّ
“Barang siapa yang mengerjakan
"Jika aku mengatakan sebuah
amalan yang tidak didasari perintah
perkataan yang menyelisihi kitab Allah
kami, maka amalan itu tertolak.” (Hr.
Ta'ala dan berita dari Rasul shallallahu
Muslim)
'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma perkataanku."
berkata,
Imam malik rahimahullah pernah
.ارٌة ِمَن الس َّمَِاءَ َ ك َأنْ َتْن زَِل َعلَْيكُمْ ِحجُ ِ ُيْوش berkata,
http://wawasankeislaman.blogspot.com
seandainya pemahamannya karena niatnya mencari yang hak
bertentangan dengan nash yang sharih setelah melalui jalur-jalurnya (seperti
(tegas) dari Al Qur'an atau Sunnah, ia melalui Ushul Fiqh yang dimiliknya,
wajib berpegang dengan dilalah pengetahuannya yang luas terhadap
(kandungan) yang tampak jelas dari dalil, Qawaa'idul fiqhiyyah, dsb).
dalil itu dan wajib meninggalkan Mereka tidak bisa disalahkan jika
pendapatnya terhadap lafaz yang ijtihadnya keliru, karena "Maa 'alal
memang bukan merupakan nash yang muhsiniin min sabiil", yakni orang yang
sharih (tegas) maupun zhahir (jelas). telah bersusah payah dengan niat yang
Karena kalau seandainya dilalahnya baik untuk memperoleh yang hak
qath'i (jelas dan tidak mengandung tidaklah bisa disalahkan.
kemungkinan lain), niscaya tidak ada
Penuntut ilmu, ia hendaknya ittiba'
dua orang pun dari umat ini yang
(tidak asal mengikuti tanpa
berselisih, terlebih di kalangan para
mengetahui dalilnya), ia bisa
ulama." (Minhajul Muslim, hal. 57).
berpegang dengan keumuman dalil
Tingkatan manusia dan kemutlakannya serta berdasarkan
dalil yang sampai, akan tetapi ia tetap
Tidak semua orang mampu menggali
harus berhati-hati, jangan lupa
hukum sehingga berijtihad sendiri,
bertanya kepada orang yang lebih alim
karena yang demikian dapat membuat
agar tidak tergelincir. Dan jika
rusaknya syari'at dan rusaknya
dihadapkan perbedaan para ulama,
masyarakat. Bahkan untuk ijtihad
hendaknya dipilih pendapat yang yang
dibutuhkan ilmu, dan dalam hal ini
lebih rajih atau lebih dekat kepada
yang memilikinya adalah ulama.
kebenaran. Allah Subhaanahu wa
Dengan demikian ada tiga keadaan
Ta'aala berfirman,
manusia dalam masalah ini, yaitu:
ِم ِذ
1. Ulama sebagai orang yang diberi اَّل يَن َيْس َت ُعوَن اْلَق ْو َل َفَيَّتِبُعوَن َأْح َس َنُه
ilmu dan pemahaman oleh Allah
Ta'ala. “Yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di
2. Penuntut ilmu, di mana ia memiliki antaranya…dst.” (Terj. Qs. Az Zumar:
ilmu namun belum begitu dalam 18)
sebagaimana ulama.
Orang awam, kewajibannya adalah
3. Orang awam. bertanya kepada ulama yang
Ulama berhak ijtihad, ia berhak dipandangnya berilmu, itulah
menggali hukum dari dalil itu meskipun tugasnya, Allah Ta'ala berfirman:
َفاْس َأُلوا َأْه َل الِّذ ْك ِر ِإْن ُكْنُتْم اَل َتْع َلُم وَن
hasil istinbatnya menyelisihi yang lain.
Jika ijtihadnya betul, maka ia akan
memperoleh dua pahala dan jika salah "Maka bertanyalah kepada orang yang
maka ia memperoleh satu pahala mempunyai pengetahuan jika kamu
http://wawasankeislaman.blogspot.com
tidak mengetahui.” (Terj. Qs. An Nahl: »«َال ُيَص ِّلَّنَي َأَح ٌد الَعْص َر ِإاَّل يِف َبيِن ُقَر ْيَظَة
43)
Pembagian ikhtilaf "Jangan ada salah seorang di antara
kamu yang shalat 'Ashar kecuali
Ikhtilaf terbagi dua: setelah sampai di Bani Quraizhah."
Pertama, Ikhltilaf Tanawwu’, yaitu Dalam memahami sabda Beliau
ketika prakteknya berbeda-beda tetapi tersebut, para sahabat berbeda
ada sumbernya dari syariat, seperti pendapat. Sebagian sahabat
perbedaan dalam qiraat, lafaz azan, berpendapat bahwa maksud Beliau
doa istiftah, maka dalam hal ini adalah agar mereka segera menuju
masing-masingnya adalah benar. Bani Quraizhah, sehingga shalat
Kedua, Ikhtilaf Tadhaad, yaitu 'Asharnya di Bani Quraizhah,
perbedaan yang saling menafikan sedangkan sahabat yang lain
(meniadakan) pendapat yang lain, berpendapat bahwa mereka tidak
maka dalam hal ini yang benar hanya boleh shalat 'Ashar kecuali setelah tiba
satu saja. Oleh karena itu, dicari di Bani Quraizhah. Akhirnya sahabat
pendapat yang lebih kuat, namun yang berpegang dengan pendapat
dengan tetap menghormati pendapat pertama melakukan shalat 'Ashar pada
yang lain. waktunya, sedangkan sahabat yang
berpegang dengan pendapat kedua,
Perbedaan jangan membuat berpecah melakukannya setelah tiba di Bani
belah Quraizhah padahal ketika itu waktu
Perbedaan dalam masalah furu’ jangan 'Ashar sudah lewat. Ketika itu, Nabi
sampai membuat kita berpecah belah, shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
karena kaum salaf terdahulu pun mengingkari salah seorang pun di
berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak antara mereka.
membuat mereka berpecah belah. Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa
Contohnya adalah ketika Rasulullah Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi
shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari wa shahbihi wa sallam.
perang Ahzab dan menaruh Marwan bin Musa
perlengkapan perang, Jibril datang dan
memberitahukan untuk tidak menaruh Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45,
perlengkapan perang, bahkan tetap Minhajul Muslim (Abu Bakar Al
dibawa untuk mendatangi Bani Jazairiy), Al Khilaf bainal Ulama
Quraizhah yang berkhianat. Maka (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin),
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dll.
memerintahkan para sahabat untuk
pergi ke Bani Quraizhah, Beliau
bersabda,
http://wawasankeislaman.blogspot.com