Anda di halaman 1dari 17

STUDI KRITIS TERHADAP ALIRAN ALIRAN TASAWUF

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Akhlaq Tasawuf

Dosen pengampu :
Muhammad Wahyudi, M.Pd

Oleh :
Misdayanti Harina Simatupang (2111450020)
Aprilia Sukmarayanti (2111450026)
Rani Endah Lestari (2111450032)
Ayu Lia Wardana (2112460014)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PANCA BUDI


PERDAGANGAN-SIMALUNGUN
T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah “Studi Kritis terhadap Aliran Aliran
Tasawuf”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad Wahyudi,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu tasawuf, , serta tidak lupa  kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan studi kritis tentang Aliran Aliran
tasawuf. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan untuk perbaikan
kedepannya.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih banyak.

Perdagangan, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar Isi .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang Dari Petunjuk Al-Qur’an 2
2. Kritik Terhadap Aliran-Aliran Tasawuf.................................................. 3
3. Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Ajaran Tasawuf.......................... 5
4. Rekonstruksi Terhadap Tasawuf............................................................. 9
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Tasawuf  yang di kalangan Barat dikenal dengan mistisme Islam merupakan salah
satu aspek (esoteric) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya
komunkasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Esensi tasawuf
sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW. Tasawuf merupakan hasil
kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan ilmu tauhid.
Sehingga ilmu tasawuf tidak terlepas dari berbagai kritikan dari berbagai golongan yang
menentangnya.
            Para penentang ini, menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran yang berasal dari
Rasulullah SAW. dan bukan pula ilmu warisan dari para sahabat. Mereka menganggap bahwa
ajaran tasawuf ini merupakan ajaran sesat dan menyesatkaN. Disini kami akan mencoba
membahas tentang studi kritis terhadap ilmu tasawuf.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip-prinsip dasar ajaran tasawuf yang menyimpang dari petunjuk al-Qur’an?
2.      Bagaimana kritik terhadap aliran-aliran dalam ajaran tasawuf?
3.      Apa saja contoh penyimpangan dan kesesatan ajaran tasawuf ?
4. Bagaimana rekonstruksi terhadap tasawuf ?

C. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui prinsip-prinsip dasar ajaran tasawuf yang menyimpang dari petunjuk al Qur’an.
2.      Mengetahui kritik terhadap aliran-aliran dalam ajaran tasawuf.
3.      Mengetahui contoh penyimpangan dan kesesatan ajaran tasawuf.
4. Mengetahui rekonstruksi terhadap tasawuf

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang dari Petunjuk Al-


Qur’an

Para ahli tasawuf memiliki prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan
menjalankan agama ini. Metode tasawuf yang dikenal masyarakat luas, yang banyak orang
mengira bahwa metode ini merupakan yang paling efektif untuk mencapai hidayah dan
keselamatan. Mereka membangun keyakinan sendiri dengan istilah dan simbol-simbol, dapat
kita simpulkan sebagai berikut.
1. mereka membatasi ibadah hanya pada aspek mahabbah (kecintaan) saja dan
mengesampingkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek khauf (rasa takut) dan raja’
(harapan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “kebanyakan orang yang menyimpang
(dari jalan Allah SWT.), orang-orang yang mengikuti ajaran bid’ah berupa sikap zuhud
dan ibadah-ibadah yang tidak dilandasi ilmu dan tidak sesuai dengan petunjuk dari al-
Qur’an, terjerumus dalam kesesatan, seperti yang terjadi pada orang-orang Nasrani yang
mengaku-ngaku mencintai Allah SWT, tetapi bersamaan dengan itu, mereka menyimpang
dari syariat-Nya dan enggan untuk ber-mujahaddah (bersungguh-sungguh) dalam
menjalankan agama-Nya, dan penyimpangan lainnya.

2. umumnya dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman pada
al-Qur’an, tetapi yang mereka jadikan pedoman adalah bisikan jiwa, perasaan, dan ajaran
yang digariskan oleh pimpinan mereka, berupa thariqat-thariqat bid’ah, berbagai macam
zikir dan wirid yang mereka ciptakan sendiri, dan tidak jarang mengambil pedoman dari
cerita-cerita (yang tidak jelas kebenarannya), mimpi-mimpi, bahkan hadis-hadis palsu
untuk membenarkan ajaran dan keyakinan mereka.

3. termasuk doktrin ajaran tasawuf adalah keharusan berpegang teguh dan menetapi zikir
dan wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru thariqat mereka.

4. Adapun zikir yang tercantum dalam al-Qur’an  mereka namakan dengan “zikirnya orang-
orang umum”,  kalimat  (La Ilaha Illallah),  adapun “zikirnya orang-orang khusus” adalah

2
kata tunggal “Allah” dan “zikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus adalah kata
“Huwa/Dia.”1
2. Kritik Terhadap Aliran-Aliran Tasawuf

            Tasawuf, yang di kalangan Barat di kenal dengan mistisme Islam, merupakan salah
satu aspek khusus Islam, sebagai perwujudan dari Ihsan yang berarti kesadaran adanya
komunikasi dan dialog langsung seorang hamba kepada tuhan-Nya. Esensi tasawuf
sebenarnya sudah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW, namun tasawuf sebagai ilmu
keislaman lainnya seperti fiqh dan ilmu tauhid. Oleh karena itu tasawuf seperti halnya ilmu-
ilmu lainnya, tidak terlepas dari kritikan-kritikan dari berbagai golongan yang
menentangnya.2
            Menurut Sayyid Nur bin Sayyid Ali, kritik terhadap tasawuf berlatar belakang insiden
jelek yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H. ketika aliran-aliran kebatinan, syi’ah,
Qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan
Islam berada pada kondisi yang sangat berbahaya, tetapi sesungguhnya tidak ada kelengahan
bagi orang sufi. Kejadian itu ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta
Ahl Al-Bait sebagai tipu daya. Dia menebarkan benih fitnah dan peran sipil yang
menyebabkan wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya sekitar 10.000 orang
sahabat dan tabi’in sebagai syahid. Apakah pada peristiwa tersebut ada kelainan Ahl Al-Bait
dan kecintaan terhadap Ali r.a? Jawabannya tentu tidak. Demikian pula, paham tasawuf tidak
boleh dicemari dengannya. Tasawuf tidak ada kaitannya dengan fitnah tersebut.3

1. Kritik terhadap Sumber Tasawuf


Para penentang tasawuf menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran yang berasal dari
Rasululloh dan bukan pula ilmu warisan dari para sahabat. Mereka menganggap bahwa
ajaran tasawuf merupakan ajaran sesat dan menyesatkan yang diambil dan diwarisi dari
kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi, dan zuhud Budha. Di samping itu, ada
juga yang berpendapat bahwa tasawuf merupakan konspirasi yang tersusun rapi untuk
menghancurkan islam. Di antara tujuan terpenting dari konspirasi tersebut adalah:
1)  menjauhkan kaum muslimin dari Islam yang hakiki dan ajaran yang suci murni dengan

1 Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf,  (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 123.


2 Sholikhin M, Anwar Rosihon,Ilmu Tasawuf  (Bandung: CV. Pustaka Setia: 2011), 228.
3 Sayyid Nur, Tasawuf Syar’i; kritik atas Kritik (Jakarta: PT. Hikmah: 2003), 33.

3
kodok Islam. 2) memasarkan akidah-akidah Yahudi, Kristen, sekte-sekte di India, dan sekte-
sekte di Persia seperti agama Budha, agama Hindu.4
Ibrahim bin Hilal mencoba memetahkan pengaruh unsur lain, terutama filsafat
Yunani, terhadap tasawuf aliran falsafi. Ia menegaskan bahwa sumber Tasawuf dan kata
tasawuf, baik mazhab terdahulu maupun belakangan, berasal dari luar dan bukan dari Islam.5
2. Kritik Terhadap Tarekat
Di antara bentuk penyimpangan yang dialamatkan kepada tasawuf adalah
menonjolkan kehidupan rohani dan mengabaikan kehidupan duniawi sehingga mengabaikan
kehidupan duniawi sehingga mengabaikan syari’at dan perdukunan. Akibat penyimpangan-
penyimpangan tersebut, timbullah kritik-kritik pedas terhadapnya. Kalangan pembaharu
seperti Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh, dan Rasyid rida memandang tarekat
sebagai salah satu faktor penyebab kemunduran umat islam.6
     Syekh Nawawi Banten menyampaikan kritikannya sebagai berikut: “adapun orang-orang
yang mengambil tarekat, jikalau perkataan dan perbuatan mereka itu mufakat pada syara’
Nabi Muhammad sebagaimana ahli-ahli tarekat yang benar, maka maqbul, dan jika tidak
begitu, maka tentulah seperti yang telah banyak terjadi di dalam anak-anak Syekh Ismail
Minangkabau.
      Di sepanjang sejarah islam memang terdapat kritik tajam terhadap guru-guru dan
organisasi-organisasi sufi. Salah satu contoh yang termasyhur adalah mistikus abad
pertengahan, Al-Hallaj yang di hukum mati karena menyatakan persatuan mistisnya dengan
Tuhan dengan cara yang ekstrem. Para penafsir islam literalis dan legalis menentang praktik-
praktik dan keyakinan-keyakinan non-islam. Pada abad ke-18, oposisi terkuat terhadap
tarekat datang dari gerakan Wahhabiyyah yang sedang berkembang. Pada era modern, para
pembaru modern mengkritik keras tarekat karena mendorong dan memperkuat tahayyul
rakyat, dan kaum modernis Islam berupaya mengurangi pengaruh syekh-syek sufi dalam
masyarakat mereka.7

3. Kritik Terhadap Tasawuf Falsafi


      Tasawuf falsafi diwakili para sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat. Para sufi
juga filosof ini mendapat banyak kecaman dari para fuqaha, yang justru semakin keras akibat

4 M Sholikhin, dan Anwar Rosihon, Ilmu Tasawuf  (Bandung: CV. Pustaka Setia: 2011), 230.
5 Ibrahim Hilal, At-Tasawuf Islami (Kairo: Dar An-Nahdhah Al-Arabiyah: 1979), 32.
6 M Sholikhin, dan Anwar Rosihon, Ilmu Tasawuf  (Bandung: CV. Pustaka Setia: 2011), 231.
7  Ibid. 233

4
penyataan-pernyataan mereka yang panteistis. Diantara fuqoha yang paling keras
kecamannya terhadap golongan sufi yang juga filosof ialah Ibn Taimiyah.
Dari mulut sebagian sufi lahir beberapa syathahat, yaitu ungkapan dan isyarat-isyarat
yang mereka sampaikan saat berada dalam keadaan mabuk ketuhanan dan lenyapnya
kesadaran, yang makna-maknanya tidak jelas bagi orang yang belum mencapai  kondisi
Rohani (ahwal) seperti mereka. Ungkapan-ungkapan itu barangkali keluar dari batas-batas
etika syara’, tidak pantas di hadapan tuhan yang maha suci atau dari ungkapan-ungkapan itu,
mrembes paham ateisme. Sikap kita terhadap syatohat-syatohat mereka itu tidak berbeda
dengan ulama’ salaf yang soleh, dalam kaitan ini ibnu qoyim berkata, “ketahuilah bahwa
dalam bahasa kaum sufi itu ada banyak metafora yang tidak di miliki oleh bahasa kaum
yang lainya. Ada pengungkapan hal umum, tetapi yang di maksud adalah hal yang khusus.
Atau pengungkapan satu kata, namun yang dimaksud adalah indikasinya, bukan makna
sebenarnya. Karna itu mereka berkata, “kami adalah para pemilik syarat, bukan pemilik
ungkapan. Isyarat adalah bagi kami, sedangkan pengungkapan bagi selain kami. Mereka.
“mereka (para sufi) terkadang mengungkapkan satu frase yang di ungkapkan ulang oleh
orang ateisme. Dengan frase itu, para sufi menghendaki suatu makna bukan suatu kerusakan.
Oleh karena itu, frase itu menjadi sebab timbulnya fitnah diantara dua kelompok. Satu
kelompok bersandar kepada wilfrase, lalu menilai orang yang mengungkapan frase itu ahli
bit’ah dan menyesatkan. Sementara kelompok yang stu lagi memandang maksud-maksud dan
tujuan dari orang-orang sufi, lalu membenarkan ungkapan dan isarat-isarat mereka itu. Maka
orang yang mencari kebenaran akan menerimanya dari orang ahli kebenaran, dan menolak
dari yang bukan ahli kebenaran.8

3. Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Ajaran Tasawuf

Berikut akan ditukilkan beberapa ucapan dan keyakinan yang dianggap sesat dan kufur dari
tokoh-tokoh yang sangat diagungkan oleh ahli tasawuf:
1. Ibnu Al-Faridh
            Yang meninggal pada tahun 632 H, tokoh besar sufi penganut paham Wihdatul
Wujud dan meyakini bahwa seorang hamba bisa menjadi Tuhan, bahkan – yang  lebih kotor
lagi – dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya, seperti sifat-sifat wanita, sampai-sampai dia
menganggap bahwa Tuhannya telah menampakkan diri di hadapan Nabi Adam a.s. dalam
bentuk Hawwa (istri Nabi Adam a.s.)
8  Ibid.233

5
2. Ibnu Arabi
            Dalam kitabnya Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran.
Dalam kitab ini ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW. yang memberikan kitab ini.

3. At-Tilmisani
            Seorang tokoh besar Tasawuf, ketika dikatakan padanya bahwa kitab rujukan mereka
Fushushul Hikam  bertentangan denagn al-Qur’an, ia bahkan menjawab, “seluruh isi al-
Qur’an adalah kesyirikan, dan sesungguhnya tauhid hanya ada pada ucapan kami.”

4. Abu Yazid Al-Bustami


            Yang pernah berkata, “aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa
dia tetap beribadah kepada-Nya” (dinukil oleh Abu Nu’aim Al-Ashbahani dalam kitabnya
Hilyatul Auliya’ 10/37.

5. Abu Hamid Al-Ghazali


            Seorang yang termasuk tokoh-tokoh ahli tasawuf yang paling besar dan tenar, di
dalam kitabnya Ihya’ Ulum Ad-Din, beliau berkata, “pandangan terhadap tauhid jenis
pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni. Dalam pandangan ini, anda pasti akan
dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan Dialah yang mencintai dan
dicintai adalah pandangan orang yang meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini,
melainkan Dia (Allah ‘azza wa jalla).”

6. Asy-Sya’rani
            Seorang tokoh besar tasawuf yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul Ath-
Thabaqat Al-Kubra, yang memuat biografi tokoh-tokoh ahli tasawuf dan kisah-kisah (kotor)
yang dianggap oleh ahli tasawuf sebagai tanda kewalian. Di antaranya kisah seorang wali9

4. Kritik Praktik Tasawuf Secara Umum


Pembaharuan tasawuf Al-Ghazali, yaitu upayanya menehan gerakan yang wakatnya
melebih-lebihkan itu tidak berhasil, walaupun pengaruhnya luar biasa.Gerakan mistisme
9 M. Solihin, Ilmu Tasawuf. (Bandun: Pustaka Setia, 2009),  227.

6
menjadi sulit dikendalikan dan tidak dominan lagi.Umat mengalami kemunduran yang
selama dua abad terakhir ini mereka berupaya keras mengatasi kemunduran ini. Ahli-ahli
tetap mendisiplinkan manusia untuk mematuhi Tuhan dan menjalankan syariat,
memperdalam komitmennya terhadap Islam dan menyucikan serta mengangkat jiwanya
pada jalan kebenaran, tasawuf menjadi penyakit yang menyebabkan atau bahkan
memperburuk gejala-gejala berikut:

1. Kasyf (pencerahan genostik)
menggantikan pengetahuan. Di bawah tasawuf, dunia muslimmeninggalkan
komitmennya untuk mencari pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya
mendapatkan visi pengalaman mistis. Kaum muslim mengabaikan pertimbangan dan
pembuktian secara kritis dari berbagai alternatif terhadap pernyataan esoterik, amalan,
dan otoritarian dari syekh (pemimpin) sufi. Bila sikap pikiran terhadap realitas
berubah dan cenderung subjektif-esoteris mengambil alih, semua ilmu pengetahuan
akan tersingkir. Bila manusia percaya kebenaran dapat diperoleh pengetahuan kritis,
rasional, dan empiris akan padam. Pada waktunya, matematika, tercampur aduk
dengan numerologi, astronomi, dengan astrologi, kimia dengan alkemi, dan pada
umumnya, rekayasa alam dengan sihir.

2. Karamah (mukjizat kecil),
yang diajarkan tasawuf hanya mungkin dalam keadaan pernyatuan atau komuni
dengan Tuhan. Karamah yang dibenarkan tasawuf sebagai anugerah yang dilimpahkan
Tuhan kepada orang yang sangat saleh, merusak perhatian muslim terhadap hubungan
sebab-akibat alamiah dan mengajarkannya untuk mencapai hasil melalui metode
konduksi spiritualistic. Menurut pemikiran, hubungan alamiah sebab dengan akibat,
sarana dengan tujuan, dihancurkan dan digantikan oleh hubungan denganguru sufi
yang mampu menampakan karamah untuknya.

3. Taabbud,
kerelaan untuk meninggalkan aktivitas sosial dan ekonomi untuk melakukan ibadah
spiritulistik sepenuhnya, dan komitmen untuk mencurahkan segenap energi untuk
berdzikir menjadi tujuan utama. Sebenarnaya, Islam memerintakan pelaksanaan lima
rukun Islam, tetapi Islam memerintahkan juga pelaksanaan khilafah dan amanat
Tuhan.
7
4. Tawakal,
kepasrahan total pada faktor spiritual untuk menghasilkan hasil-hasil empiris,
menggantikan keyakinan muslim terhadap kemujaraban yang pasti dari hokum Tuhan
dalam alam dan dari keharusan mutlak campur tangan manusia kedalam rangkaian
(nexus) sebab-akibat alam, jika tujuan yang diproyeksikannya akan direalisasikan.

5. Qismat,
penyetujuan secara sembunyi-sembunyi dan pasif terhadap hasil tindakan kekuatan di
alam yang berubah-ubah mengantikan taklif, atau kewajiban manusia untuk merajut,
memotong, dan membentuk ulang ruang-waktu untuk merealisasikan pola Ilahiyah di
dalamnya. Bukannya Amanah, atau asumsi manusia terhadap maksud Ilahiyah untuk
ruang-waktu sebagai alasan keberadaan pribadinya sendiri, tasawuf justru
mengajarkan jalan pintas melalui dzikir dan memperbesar harapan untuk
memanipulasi kekuatan adialam, yang membuka pintu bagi sihir, azimat, dan klenik.

6. Fana’ dan Adam,
bukan realitas, efemeralitas dan ketidakpentingan dunia, mengantikan keseriusan
muslim menyangkut eksistensi. Ini menutupi kesadaran muslim akan status kosmisnya
sebagai satu-satunya jembatan untuk merealisasikan kehendak Tuhan sebagai nilai
moral dalam ruang dan waktu. Taswuf mengajarkan bahwa hidup didunia tak lain
hanyalah perjalanan singkat menuju alam baka. Bertentangan dengan prinsip Islam
bahwa realisasi akhir dari kemutlakan dalam ruang-waktu bukan satu-satunya
kemungkinan pasti, melainkan tugas mulia manusia,tasawuf justru bahwa dunia
bukanlah teater seperti itu, bahwa realisasi alam baka. Seperti kata Al-Ghazali,
realisasi ini menepatkan dunia di luar akal dan pikiran waras.

7. Taat,
kepatuhan mutlak dan total kepada syekh dari salah satu tarekat sufi menggantikan
tauhid, pengakuan bahwa tak ada Tuhan, kecuali Allah. Pencapaian pengalaman mistis
meniadakan syariat atau pelaksanaan kewajiban sehari-hari dan kewajiban seumur
hidup. Ini, bersama metafisika panteistik tasawuf, mengaburkan semua gagasan etika
Islam.

8
Gejala-gejala ini merusak kesehatan masyarakat muslim selama paruh masa seribu tahun,
sejak jatuhnya Baghdad ke tangan kaum Tatar pada 655/1257 sampai munculnya
Wahhabiyah, gerakan pembaharuan antisufi pertama, pada 1159/1747. Di bawah pesona
sufi, orang Muslim menjadi apolitis, asocial, amiliter, anetika, dan tidak produktif. Mereka
tidak peduli umat (persaudaraan dunia di bawah hukum moral), menjadi individualis, dan
menjadi egois yang tujuan utamanya adalah keselamatan diri, terserap dalam keagungan
Tuhan.Dia tak bergeming dengan kesengsaraan, kemiskinan, dan keberataan masyarakat
sendiri, serta nasib umat dalam sejarah.

4. Rekonstruksi terhadap Tasawuf

yang bernama Ibrahim Al-‘Uryan, orang ini apabila naik mimbar dan berceramah selalu
dalam keadaan telanjang bulat.
1. Rekonstruksi terhadap Tasawuf
Menurut Sayyid Nur bin Sayyid Ali, kritik terhadap tasawuf berlatar belakang insiden
jejak yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika aliran-aliran kebatinan, Syi’ah,
Qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan
Islam berada pada kondisi yang berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelemahan bagi
orang sufi. Kejadian itu Ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta Ahl
Al-Bait sebagai tipu daya. Dia menyebarkan benih fitnah dan perang sipil yang menyebabkan
wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya sekitar 10.000 orang sahabat dan
tabi’in sebagai syahid. Apakah peristiwa tersebut ada kelalaian Ahl Al-Bait dan kecintaan
terhadap Ali r.a.? jawabannya tentu tidak. Demikian pula, paham tasawuf tidak boleh
dicemari dengannya. Tasawuf tak ada kaitannya dengan fitnah tersebut.
Pada tingkat ekstase  (fana) dan manunggal dengan Tuhan
(alittihad) secara illusif dan fantastik, para sufi mengakhiri pengembaraan spiritualnya tanpa
mengubah dunia. Masyarakat menuding bahwa menyelamatkan diri sendiri
tanpa menyelamatkan orang lain adalah egoisme, kesucian jiwa tanpa kesucian dunia adalah
naif dan destruktif. Kaum Muslimin menderita karena nilai-nilai negatif
yang dikembangkan tasawuf, seperti faqr (kemiskinan), khawf (ketakutan), dan al-
ju’ (kelaparan).

9
Atas pertimbangan di atas, salah seorang cendikia muslim (Hasan Hanafi 2000:
44) mencoba merekonstruksi tasawuf. Beliau mengatakan bahwa tasawuf adalah bagian
integral dari kebudayaan Islam. Ia merupakan salah satu dari empat besar ilmu rasional (‘aql)
yang bersifat tradisional (naql). Hanafi berusaha merekonstruksi nilai mistik jenjang-jenjang
moral, kondisi-kondisi psikologis dan kesatuan mutlak untuk membantu generasi-generasi
modern menghadapi tantangan-tantangan yang sedang dihadapi. Bagi Hanafi (2000:
42), tasawuf adalah sebuah ideologi perjuangan yang diterapkan secara terbalik, ideologi
kemenangan batin dan spiritual diri dalam menghadapi pihak lain dengan meninggalkan
dunia kekalahan untuk membina dunia kemenangan, sehingga mudah membawanya kembali
ke dunia (nyata). Tasawuf merupakan suatu jalan (tariqah) yang meliputi tiga tahap: tahap
moral, tahap etiko-psikologis dan tahap metafisik (Hanafi, 1998: 40). Hanafi kemudian
melakukan rekonstruksi tasawuf dalam ketiga hal tersebut.
Pertama, rekonstruksi tahap moral. Dalam tahap moral, tasawuf muncul sebagai ilmu
etika yang bertujuan untuk menyempurnakan moral individu. Jika masyarakat hilang, paling
tidak individu dapat dipertahankan. Rekonstruksi tahap moral mencakup:
a) Dari jiwa ke tubuh. Karena krisis permulaan yang merupakan awal timbulnya tasawuf
disebabkan oleh nafsu serakah jiwa, maka tubuh tidak kurang parahnya dibandingkan
jiwa. Jika semua masalah masa lampau dihubungkan dengan jiwa, maka semua masalah saat
ini dihubungkan dengan tubuh;
b) Dari rohani ke jasmani. Tasawuf lama membuka suatu dunia rohani baru sebagai
kompensasi atas dunia jasmani yang material. Segala hal memiliki makna ganda, karena
realitas memiliki wajah ganda. Jika kekuasaan sosial politik merampas lahiriah, maka
tasawuf mempertahankan batiniah. Dalam era pembangunan, yangdipertahankan adalah
dunia lahir. Kekuasaan sosial politik yang mengontrol dunia lahir dapat diubah, karena tidak
ada pembangunan tanpa kekuasaan;
c). Dari etika individu ke etika sosial. Salah satu alasan lahirnya tasawuf lama adalah
rusaknya individu. Maka reaksi alaminya adalah meningkatkan pergolakan moral
bagi individu;
d). Dari meditasi-menyendiri ke tindakan terbuka. Meditasi hanyalah cara memperoleh
kekhusyu'an untuk mengungkap rasa cemas dan penderitaan. Sekalipun berpendapat secara
individual dipentingkan, namun sesungguhnya untuk dunia sekarang tindakan terbuka sangat
diperlukan untuk perubahan-perubahan;
e). Dari organisasi sufi ke gerakan sosio-politik.

10
Kedua, rekonstruksi tahap etiko-psikologis.Tahap ini mengandung artibahwa tasawuf
maju dari moralitas praktis ke psikologis individual, dari ilmu perilaku ke psikologi murni
nafsu manusia.Tasawuf tidak lagi berhubungan dengantindakan lahir perilaku melainkan
tindakan batin kesalehan.Fokusnya bukan lagipada anggota-anggota tubuh, melainkan hanya
pada tindakan-tindakan hati.Kini,tasawuf merupakan ilmu tentang rahasia-rahasia hati.Ilmu
ini terdiri dari duabagian; langkah-langkah moral (maqamat) dan kondisi-kondisi psikologis
(ahwal).Rekonstruksi pada tahap ini mencakup dua hal, yaitu dari nilai pasif ke nilai aktifdan
dari kondisi psikologis ke perjuangan sosial.

Ketiga, Rekonstruksi tahap metafisik. Tahap ini menjelaskan bahwa ketika sufi
melintasi kawasan hati pada jalan tasawuf, yakni pertengahan, ia sampai padatahap terakhir
yang tidak memerlukan semua tindakan sebelumnya, karena sufi telahmelewati seluruh
latihannya dengan keberhasilan yang gemilang. Tahap ketiga inibenar-benar merupakan buah
yang harus dikumpulkan, hasil yang harus dicapai danhadiah yang harus diterima.

2. Radikalisme agama
kapitalisme ekonomi, persaingan industri global merupakan di antara fenomena yang
muncul di era kontemporer. Di dunia yang penuh chaos seperti itu, sebagian kalangan yang
berpendapat bahwa tasawuf merupakan alternatif pilihan untuk mewaraskan kehidupan
manusia modern. Tasawuf, dengan demikian, berpotensi menjadi antitesis dari kehidupan
serba cepat dan duniawi ini.
Para peminat kajian tasawuf juga semakin meningkat. Misal, banyaknya peminat kajian
Ihya Ulumiddin Ulil A. Abdalla, kajian tasawuf di Masjid Jenderal Soedirman Yogja.
Menurut saya, ada dua alasan mengapa manusia modern perlu melirik tasawuf. Pertama,
tasawuf menawarkan pemuasan dahaga spiritual di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern
yang mengedepankan individualisme dan materialisme. Kedua, adanya upaya menarik
mundur kebudayaan Islam ke arah Islam klenik dengan baju tasawuf atau tarekat. Poin
pertama banyak kita temui dalam masyarakat kota yang haus terhadap dialog spiritual tanpa
unsur kapitalisme-hedonisme, sementara poin kedua dapat kita temui pada beberapa
masyarakat desa atau pedalaman yang ritualistik.
Terlepas dari kedua alasan yang saya sebutkan di atas, tasawuf justru sering dikambing-
hitamkan sebagai kemunduran umat Islam karena ajaran kaum sufi yang sibuk mengejar
kehidupan akhirat berdasarkan konsep zuhud dan asketisme yang tidak relevan dengan

11
perkembangan zaman. Buya Syafii Ma’arif, misal, mengatakan bahwa, “Tasawuf hanya
mengajak seseorang untuk terhanyut-hanyut di sungai esoterisme tanpa peduli isu sosial,”.
Memang tidak bisa dimungkiri bahwa pembawaan tasawuf di dalam kitab-kitab turats
sering menggambarkan kehidupan asyik dengan Tuhan hingga menjauh dari urusan duniawi.
Hal ini telah menuai kritik dari banyak ulama kontemporer. Sehingga, dari sinilah menurut
saya pembacaan baru terhadap tasawuf yang relevan dengan isu kontemporer menemukan
momentumnya sebagai tasawuf sosial, yang sebenarnya sudah ada secara embrionik sejak
awal kelahiran tasawuf itu sendiri.
Fakta sejarah mengatakan bahwa para sufi turut berpartisipasi dalam membangun
universitas atau madrasah yang biasa dikenal dengan zawiyah (Arab) atau khanqah (Persia).
Gerakan tarekat pada masa Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Dinasti Umayyah juga
memiliki karakter sufistik dan jarang ditonjolkan karena kesan miring terhadap kaum sufi
yang mengakar pada kajian keislaman klasik. Contoh lain misalnya, tarekat Ismailiyah yang
bergerak di tengah-tengah masyarakat dan mengorganisir gerakan yang bersifat esoteris. Jika
diselisik lebih jauh, gerakan di atas tidak lain adalah semacam protes terhadap penguasa di
awal abad hijriah karena menggunakan Islam sebagai alat untuk meligitimasi sesuatu demi
terwujudnya keinginan pribadi. Kaum sufi mengumpulkan massa, menggiring opini dan
melontarkan kritik terhadap penguasa zalim.

BAB III

Penutup

12
 A.    Kesimpulan

Dari uraian diatas bahwa tasawuf merupakan kebudayaan Islam, namun dengan
perubahan zaman tasawuf banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Ini merupakan aspek
gejala sosial yang berbahaya bagi para muslim didunia.

Sehingga menimbulkan kritik terhadap tasawuf yang  berlatar belakang insiden jejak
yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika aliran-aliran kebatinan, Syi’ah, Qaramithah,
dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan Islam berada
pada kondisi yang berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelemahan bagi orang sufi.
Kejadian itu Ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta Ahl Al-Bait
sebagai tipu daya. Dia menyebarkan benih fitnah dan perang sipil yang menyebabkan
wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya sekitar 10.000 orang sahabat
dantabi’in sebagai syahid. Apakah peristiwa tersebut ada kelalaian Ahl Al-Bait dan kecintaan
terhadap Ali r.a.? jawabannya tentu tidak. Demikian pula, paham tasawufvtidak boleh
dicemari dengannya.Tasawuf taka da kaitannya dengan fitnah tersebut.[26]

DAFTAR PUSTAKA

13
https://catatan-kreatifku.blogspot.com/2017/02/studi-kritis-terhadap-aliran-aliran.html?m=1

https://catatan-kreatifku.blogspot.com/2017/02/studi-kritis-terhadap-aliran-aliran.html?m=1

https://ukhuwahislah.blogspot.com/2014/03/makalah-studi-kritis-terhadap-aliran.html?m=1

https://ukhuwahislah.blogspot.com/2014/03/makalah-studi-kritis-terhadap-aliran.html?m=1

14

Anda mungkin juga menyukai