ILMU TASAWUF
Kelas : PAI 2C
Disusun oleh : Kelompok 1
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
ٌاه َدة
َ َو ُم َش ٌص َفاء
َ ُه َو ف
ُ َّص ُّو
َ لت
“Tasawuf adalah kebeningan hati dan penyaksian (terhadap Allah).”
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1 Ahmad Syafii Maarif, Islam: Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1997, h. 49
kelahiran model tasawuf berdimensi sosial politik ini adalah bahwa tasawuf,
sebagaimana dikatakan Said Aqil Siradj, merupakan sebuah misi
kemanusian yang menggenapi misi Islam secara holistik. Mulai dari dimensi
iman, Islam hingga ihsan, di mana tasawuf menempati posisinya sebagai
aktualisasi dimensi ihsan dalam Islam. Dalam praktek umat Islam sehari-
hari, kata Said Aqil Siradj, dimensi ihsan ini diwujudkan dalam bentuk dan
pola beragama yang tawassuth (moderat), tawazun (keseimbangan), i’itidal
(jalan tengah), dan tasamuh (toleran).2
Bukti-bukti historis juga mendukung argument Said Aqil Siradj di
atas. Artinya, model tasawuf sebagai kritik social bukan hanya muncul
belakangan ini saja sebagai reaksi dari perubahan zaman, melainkan telah
ada setidaknya secara embrionik pada masa awal kelahiran tasawuf itu
sendiri.
Terlepas seperti apa model pendidikan yang mereka terapkan, namun
satu hal yang sulit disanggah bahwa mereka berperan besar dalam
menyemarakkan kajian-kajian keislaman klasik.3
Gerakan tarekat pada masa Abbasiyyah untuk menggulingkan Bani
Umayyah memiliki karakter sufistik, dan ini masih sangat jarang
ditonjolkan karena kesan miring dan negatif terhadap kaum sufi sudah
begitu mengakar dalam kajian keislaman klasik. Begitu juga gerakan tarekat
Ismailiyah yang bekerja di tengah-tengah masyarakat, mengorganisasikan
masyarakat berdasarkan gagasan-gagasan esoteris. Karena itu, aspek dan
kandungan sosial-politis tasawuf dalam akar sejarahnya sulit untuk
dipungkiri.
Menurut Said Aqil Siradj, kemunculan tasawuf tidaklain adalah
sebagai kritik atas kekuasaan. Pada abad pertama Hijriah, para penguasa
saat itu seringkali menggunakan Islam sebagai alat legitimasi bagi
terwujudnya ambisi pribadi. Maka muncul segolongan orang yang
2 Said Aqil Siradj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mizan, Bandung, 2006, h. 16
3 Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin
Islam Dalam Sejarah, Paramadina, Jakarta, 1995, h. 96-105
mengkritik kekuasaan semacam itu, yang menyerukan gerakan moral serta
memberi peringatan bagi penguasa yang zalim.4
Demokratisasi politik yang bergulir di Indonesia kini sangat
memerlukan ragam tawaran konsep-konsep politik pada umat Islam agar
mereka semakin cerdas dan arif menghadapinya, sehubungan dengan ini
Tasawuf juga mengalami perkembangan seiring dengan situasi dan kondisi
zaman. Saat ini telah bermunculan genre atau aliran dalam tasawuf, salah
satunya adalah tasawuf sosial; yakni tasawuf yang tidak hanya
mementingkan kesalehan individual, tapi juga peka dan terlibat dalam
gerakan perubahan sosial-politik.
Corak tasawuf sosial-politik ini berbeda dengan model tasawuf dalam
bentuk zuhud, di mana empati sosial dan kepekaan terhadap ketidakadilan
sosial menjadi dasar utama gerakan tasawuf model ini. Model tasawuf ini
pada intinya mengajak keseimbangan antara hidup dunia dan akhirat, atau
melakukan zikir dan doa sekaligus tetap melakukan aktifitas sehari-hari. Di
sini tasawuf dijadikan sebagai jalan bagi perubahan sosial-politik.
Oleh karena itu pentingnya tasawuf ditinjau kembali dari dimensi
partikularnya, yang hanya sebatas ritual dan asketisme yang bersifat
personal. Salah satunya adalah mengkaitkan ajaran tasawuf dengan
persoalan-persoalan social dan politik yang sedang berkembang sehingga
melahirkan apa yang kemudian dinamakan sebagai tasawuf sosial-politik.
C. Reaksi atas dominasi nalar dalam ajaran teologi
Kata teologi berasal dari dua kata yang terpisah,yaitu theos dan logos,
yang berarti bahwa theos adalah tuhan dan logos adalah ilmu. Sehingga
secara bahasa teologi adalah ilmu yang berbicara tentang konsep ketuhanan,
Adapun secara Terminologis yaitu teologi adalah ilmu yang membahas
tuhan dan segala sesuatu yang terkait denganya, hubungan manusia dengan
tuhan dan hubungan tuhan dengan manusia. Dalam perkembangan teologi,
terjadinya dinamika konsep kesejarahanya dengan munculnya istilah teologi
9 Purba Hadis, Teologi Islam Tauhi (Medan : Perdana Publishing Group,2016), hlm, 181-
203
10 Batubara Chuzaimah, Iwan, Handboock Metodologi Study Islam (Jakarta : Prenamedia
Group, 2018), hlm 141-146
Mu’tazilah dikarenakan ia pernah bermimpi bahwa mu’taazilah dicap
oleh Nabi Muhammad sebagai ajaran yang sesat.
Tokoh-tokoh besar pengikut dan pengembang aliran Asy’ariyah ini
antara lain:
1. Al-Baqilani
2. Al-Juwaini
3. Al-Ghazali
Maturidiah
Maturidiah ialah aliran yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad
al-Maturidi, dalam perkembangan selanjutnya aliran (Asy’ariah dan
Maturidiah) ini disebut dengan Ahlus Sunah Wal Jamaah, karena
kedua aliran ini dibedakan dalam lapangan hukum islam. Aliran
Asy’ariah lebih cenderung dengan pendekatan Imam Syafi’i
sedangkan Aliran Maturidiah cenderung kepada pendekatan Imam
Hanifah.11
11 Purba Hadis, Teologi Islam Tauhid (Medan : Perdana Publishing Group, 2016), hlm
181-203
Tasawuf lebih menfokuskan praktek Islam secara batiniah yaitu
bagaimana mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas tanpa pretensi
apapun kecuali kecintaan kepada sang Pencipta. Dan juga bagaimana kita
bisa merdeka dari penyakit-penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, kikir,
dan ghibah. Karena semua penyakit itu akan berpotensi menjadi penghalang
atau hijab antara manusia dengan Allah Swt. Sedangkan ilmu Fiqih
menfokuskan diri bagaimana Islam diterapkan secara lahiriah. Bisa
dikatakan semacam juklak atau petunjuk pelaksanaan bagaimana umat Islam
menjalankan sholat, puasa, zakat, haji, mengubur jenasah, menikah,
menghitung waris dan lain-lain. Jadi Fiqih dan tasawuf pada hakekatnya
adalah ilmu lahir dan ilmu batin. Keduanya saling melengkapi, dan tidak
bisa dipisahkan. Makanya tidak heran jika para ulama madzab pun
semuanya bertarekat dan mempunyai guru tasawuf ( murshid ) yang jelas
silsilahnya.
IMAM ABU HANIFAH ( HANAFI ) (85 H -150 H) (Nu’man bin
Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab Hanafi) Beliau adalah murid dari Ahli
Silsilah Tarekat Naqsyabandi yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan
dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur,
meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah berkata, “Jika tidak karena dua
tahun, aku telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam
Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya
lebih mengetahui jalan yang benar”.
IMAM MALIKI (Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab
Maliki) juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan
pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut :
“Man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha
wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad
tahaqaq”.
Yang artinya : “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa
fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa
tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih
dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam
kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul
Hasan).
IMAM SYAFI’I (Muhammad bin Idris, 150-205 H) Ulama besar
pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi
dan menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan
kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz
1, hal. 341)
IMAM AHMAD BIN HANBAL (164-241 H) Ulama besar pendiri
mazhab Hanbali berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang
sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah
dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki
kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik
dari mereka” (Ghiza al Albab, juz 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405,
Syaikh Amin al Kurdi).
Demikian sedikit tulisan tentang catatan bahwa para ulama panutan
kita pun belajar tasawuf dan menekankan betapa pentingnya belajar tasawuf
sehingga ibadah yang dijalankan oleh umat Islam tidak kering dari ruh yang
menghidupkan ibadah. Sehingga pada prakteknya ibadah tidak berhenti
pada gerakan badan, tapi berlanjut dengan gerak batin yang selalu ingat
kepada Allah Swt kapan dan di mana pun.
Barangkali krisis dan dekadensi moral yang melanda bangsa kita,
salah satunya karena nilai-nilai ajaran dalam tasawuf tidak dipraktekkan
guna menyeimbangkan ilmu syariat yang sudah diamalkan. Makanya sering
kita mendengar ucapan, banyak yang sudah sholat dan puasa, tapi masih
mau nyuri atau korupsi. Masih mau nilep dan markup anggaran yang
diamanahkan. Saatnya para ulama memperhatikan praktek keagamaan yang
terintegrasi antara praktek syari'ah dan batiniah, sehingga Islam bisa
dipelajari secara menyeluruh dan tidak parsial.
Terakhir, jika para ulama madzab pun mengakui dan mempelajari
tasawuf, akankah para pengkritik tasawuf yang menghakimi dengan
kesesatan dan bid'ah, akan mengatakan bahwa ke empat ulama madzab
tersebut sesat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf bukanlah ajaran yang selalu identik dengan pengasingan diri,
kontemplasi dan hidup zuhud. Dalam sejarahnya hingga saat ini, tasawuf
ternyata memiliki satu aliran yang oleh beberapa pakar dapat diidentifikasi
sebagai tasawuf sosial-politik; artinya ajaran tasawuf yang lebih
menekankan perubahan sosial, tanggap terhadap kehidupan sosial serta
mengikuti dan terlibat dalam pergolakan politik yang ada. Karenanya itu,
sufi dalam konteks ini bukanlah orang yang acuh terhadap urusan
masyarakat di sekelilingnya namun seorang sufi bisa menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang modern tanpa meniggalkan nilai-nilai
spiritualitas tasawuf yang di ajarkan dalam Islam diantaranya yaitu sikap
tawadlu zuhud dan tidak serakah terhadap dunia. Kita beharap untuk negeri
tercinta ini, semoga para pemimpin yang sekarang sedang lalai bisa kembali
kepangkuan politik dan kekuasaan yang lurus
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi ya ng menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena keterbatasannya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Algar, Imam Khomeini, Seorang Sufi, terj. Zainal Abidin, Mizan,
Bandung, 1992.
Said Aqil Siradj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mizan, Bandung, 2006
Said Aqil Siradj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mizan, Bandung, 2006, h. 16