Anda di halaman 1dari 15

AHKAM ALQURAN KARYA ABU BAKAR

AHMAD BIN ‘ALI AR RAZI


(AL JASSAS)

Aqyas Sholeh/E03218005, Bunga Zafiratul Safura/E03218006,


Dhea Nurapriliziana/E03218007
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur
Kode Pos 60237

Abstrak

Penafsiran ayat-ayat hukum dalam kitab tafsir Ahkam Alquran karya Al Jassas memliki
karakteristik yang menarik untuk diteliti, karena penggunaan metode, bentuk dan corak
dalam penafsirannya tidak seperti penafsiran pada umumnya. Hal ini padaakhirnya
mengantarkan penafsiran yang dilakukan oleh Al Jassas yang notabene adalah imam
madzhab Hanafi jauh dari konsep ontologisnya tentang penafsiran Alquran itu sendiri.
Karena tujuan yang ingin dicapai melalui penafsiran yaitu menyelaraskan kepentingan
madzhabnya dalam memaknai ayat-ayat Alquran dari berbagai aspeknya sehingga bisa
menuntun terhadap pengenalan atas keesaan Tuhan tidak tercapai, mengingat
sistematika penafsiran Al Jassas cendrung mengedepankan pendapat madzhabnya saja,
membuat pembahasannya hanya monoton dan larut seputar problematika fiqh antar
madzhab.

Kata Kunci: Penafsiran, Ayat-ayat Hukum, Kitab Tafsir

Pendahuluan

Sebagai kitab suci dan pedoman hidup manusia, Alquran memiliki karakteristik
yang sangat fleksibel untuk ditafsirkan, dalam artian Alquran bisa dipahami dari
berbagai sudut pandang dan pendekatan, ini dapat dilihat dalam realitas sejarah

1
2

penafsiran Alquran yang beranekaragam sebagi respon umat Islam dalam upaya
memaknai dan memahaminya. Pemahaman terhadap Alquran secara sistematis tidak
pernah berhenti ataupun terputus, terus dan selalu berkembang secara dinamis
mengikuti pergeseran zaman dan putaran sejarah. Inilah yang menyebabkan
munculnya beragam pendekatan yang digunakan untuk memaknai dan memahami
Alquran, yang pada akhirnya muncul dan berkembang madzhab dan corak dalam
penafsiran Alquran.

Perbedaan penafsiran dalam berbagai halnya sangat ditentukan oleh karakter


kepribadian, kapasitas intelektual dan lingkungan mufassirnya. Dengan munculnya
berbagai cabang keilmuan yang tumbuh dan berkembang di dunia Islam, maka dengan
sendirinya memungkinkan ragam penafsiran dan karakternya semakin terus
berkembang. Dengan berbagai pendekatan dan metodologi yang disuguhkan, muncul
berbagai corak dan karakteristik sendiri terhadap karya-karya tafsir, sehingga sangat
menarik untuk ditelusuri. Tidak hanya itu, sistematika penulisannya juga menjadi
sorotan menarik untuk diteliti. Dari mulai menafsirkan kata perkata dalam setiap ayat,
menjelaskan asbabun nujul ayat, memunculkan berbagai hadis dan pendapat para
tabi’in, sampai menyambungkannya dengan masalah fikih, politik, ekonomi, tasauf,
sastra, kalam, dan lainnya. Dari sekian banyak kitab tafsir, Ahkam Alquran karya Al
Jassas merupakan salah satu kitab tafsir yang memeiliki corak dan karakteristik yang
berbeda, karena kitab tafsir ini sebagai rujukan utama madzhab hanafi. Al Jassas sendiri
adalah seorang yang memiliki keluasan ilmu dan juga sebagai imam madzhab hanafi.
Sistematika yang digunakan Al Jassas dalam menulis kitab tafsirnya memiliki
keunikan tersendiri karena tidak semua ayat yang dibahas dalam kitab tafsirnya, hanya
ayat-ayat yang memiliki makna hukum. Kemudian setiap ayat ditetapkan menjadi bab
tertentu sesuai masalah hukum yang dikandung oleh ayat tersebut, sehingga terkesan
kitab tafsir Al Jassas ini layaknya kitab fiqh. Maka secara umum kajian dalam tulisan
ini terfokus pada bagaimana sebenarnya karakteristik penafsiran ayat-ayat hukum
dalam tafsir Ahkam Alquran karya Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-Razi (Al Jassas).
3

Biografi Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-Razi

Terkenal dengan sebutan Al Jassas (penjual kapur rumah) karena dalam


mencari nafkah hidup beliau bekerja sebagai pembuat dan penjual kapur rumah. Ia lahir
di kota Baghdad pada tahun 305 H. Beliau merupakan seorang imam yang ahli dalam
tafsir dan ahli ushul fiqh dan terkenal pada masanya karena keluasan ilmu dan
pengetahuannya. Pada masanya beliau adalah imam bermadzhab Hanafi. Memulai
perjalanan keilmuannya, Al Jassas berguru pada Abu Sahl al-Zujaj, Abu al-Hasan al-
Karkhi, dan kepada ahli fiqh lainnya pada masa itu. Proses belajarnya ditempuh di
Baghdad, dan mengakhiri perjalanan mencari ilmu di sana. Al Jassas mendalami ilmu
zuhud pada gurunya al-Karkhi, ketika mencapai maqam zuhud, beliau diminta
beberapa kali untuk menjadi seorang hakim (qadhi) namun beliau menolaknya. Kitab
Ahkam Alquran karya Al Jassas dipandang sebagai ketab fiqh terpenting bagi pengikut
madzhab hanafi. Al Jassas merupakan salah seorang imam fiqh hanafi, sikap fanatik
terhadap madzhabnya yang begitu tinggi mendorong beliau memaksakan penafsiran
ayat-ayat Alquran dan mentakwilnya, hanya untuk mendukung madzhabnya, sehingga
sangat berlebihan dalam menyanggah pendapat imam lain yang tidak sependapat
dengannya.

Selain karyanya yang dianggap penting oleh madzhab hanafi dalam bidang
tafsir -Ahkam Alquran- , beliau juga menulis beberapa karya berupa buku dan kitab,
diantaranya; Ushul Al Jassas, Syarah Mukhtashar Al-Karkhi, Syarah Mukhtashar Al-
Tahawi, Syarah Jami’ Al-Shagir Wa Al-Jami’ Al-Kabir karya imam Muhammad bin
al-Hasan al-Syaibani, Syarah Asma’ Al-Husna, dan Ushul Fiqh. Dari hasil
karyakaryanya tersebut, beliau tergolong sebagai seorang ulama yang alim sehingga
menjadi salah satu sandaran pembelaan terhadap madzhab hanafi. Tidak sedikit ulama
lain yang mengembalikan permasalahan permasalahannya yang terkait dengan
4

madzhab hanafi kepadanya sesuai dengan bukti dan dalil yang ada. Pada akhirnya, Al
Jassas wafat pada tanggal 7 dzulhijjah, tahun 370 H di Baghdad. 1

Latar Belakang Penulisan Karya Tafsir Ahkam Alquran

Terkait tafsir hukum atau tafsir al-ahkam merupakan tafsir yang digagas oleh
ahli hukum (fuqaha’) yang berorientasi pada seputar persoalan-persoalan hukum Islam
(fiqh). Corak tafsir ini sudah ada sejak masa sahabat dan terus berlanjut hingga
sekarang. Namun perlu digarisbawahi, bahwa pada periode pertengahan sebagaimana
telah dijelaskan tafsir ini mulai menuangkan perbedaan penafsiran terhadap ayat
hukum, sehingga muncullah berbagai madzhab fikih. Di antara para imam madzhab
seperti Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Imam Hanafi, Imam Maliki dan imam-imam
lainnya berusaha mencari jawaban permasalahan-permasalahan yang muncul dengan
menggali ayat-ayat yang berbicara tentang hukum sesuai dengan ijtihadnya. Meskipun
banyak terjadi perbedaan pendapat di antara imam madzhab, lantas tidak membuat
mereka mengklaim dirinya yang paling benar. Imam Syafi‟i adalah contoh imam
madzhab yang juga mengakui pendapat imam lainnya, sebagaimana ungkapannya
“Apabila ada hadis yang sahih, itu adalah pendapatku”, dan perkataannya kepada Imam
Hanbali “Apabila ada suatu hadis yang sahih menurutmu, beritahukanlah kepadaku”,
dan komentarnya terhadap Imam Hanafi “Semua orang dalam bidang fikih merupakan
familinya Abu Hanifah”.2

Ungkapan di atas mengindikasikan bahwa orang-orang berhak untuk memilih


madzhab siapa saja yang dianggap layak dan mampu dalam berijtihad. Setelah era
imam madzhab berakhir dan diteruskan oleh para pengikutnya, penafsiran terhadap
ayat-ayat hukum pun mulai diperdalam dan dibukukan. Setiap madzhab mengukuhkan
golongan masing-masing dengan penafsiran yang sesuai dengan kaidah-kaidah
madzhab yang telah digariskan oleh imamnya masing-masing serta menolak atau

1
Muhammad Husain Al-Zahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun (Mesir: Maktabah Wahbah, tt), hlm. 323
2
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Alquran Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, ed. Abu
Hafsin (Lirboyo: Lirboyo Press, 2013), hlm. 245.
5

bahkan menyerang madzhab lain yang tidak sesuai dengan madzhab mereka. Hal ini
seperti yang dilakukan oleh al-Jashshash (w. 370 H). Sejak awal, al-Jashshash telah
dikenal sebagai pengikut Imam Hanafi yang mengantarkannya kepada sebuah
pemikiran berbasis nalar sehingga berpengaruh pula dalam penafsirannya terhadap
Alquran. Dalam hal ini al-Dzahabi juga mengungkapkan dalam kitabnya Al-Tafsir wa
al-Mufassirun bahwa al-Jashshash dalam menafsirkan Alquran cenderung bermadzhab
Imam Hanafi. 3

Pernyataan di atas menjadikan al-Jashshash sosok yang terlampau fanatik buta


terhadap madzhab Imam Hanafi, sehingga mendorongnya untuk memaksamaksakan
penafsiran ayat dan pentakwilannya, guna mendukung madzhabnya. Hal ini terjadi
kemungkinan besar sebagai konsekuensi logis dari madzhab yang dianutnya, yaitu
lebih menonjolkan pemikiran rasional ketimbang riwayat. 4

Metode Tahlili dalam Penulisan Tafsir Ahkam Alquran

Dalam tafsirnya, secara umum Al Jassas menggunakan metode Tahlili dengan


melakukan analisis ayat-ayat Alquran dengan memaparkan kandungan ayat-ayat
Alquran sesuai dengan pandangan, kecendrungan, keahlian dan keinginan mufassirnya
yang dihidangkan secara runtut sesuai dengan penurunan ayat-ayat dalam mushaf. Al
Jassas banyak memulai penafsirannya dengan terlebih dahulu membahas pengertian
umum dari kosakata ayat, perbedaan-perbedaan pendapat tentang pemahaman suatu
ayat yang dihidangkan dengan menyajikan berbagai macam pendapat ulama mazhab
lalu ia mengambil kesimpulan dengan mengambil hukum apa yang dapat diambil dari
pemahaman terhadap ayat tersebut.5

3
Moh. Sabiq dan Dyah Ayu Fitriani, “Kajian Kritis atas Ahkam Alquran karya Al-Jashshash (W. 370
H)”, https://iatbajigur.files.wordpress.com/2017/04/ahkam-alquran-abi-bakr-ahmad-bin-ali-al-razi-al-
jashshash-w-370-h.pdf, Ahad, 14 Maret 2021, 22.07 WIB, 5.
4
Ibid., 6.
5
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam Tafsir Hukum: Studi Tafsir Ahkam Al-Qur’an Al-Jassas
(Tangerang: Gaung Persada Press, 2019), 98.
6

Metode Tahlili dapat terlihat dengan jelas ketika ia menafsirkan lafadz


basmallah sebagai awal objek tafsir dalam Alquran. Di situ ia membahas secara
komprehensif tentang lafadz basmallah mulai dari pemahaman gramatikal
kosakatanya, i’rabnya serta perbedaan-perbedaan pendapat ulama mazhab di dalamnya
disertai dalil-dalil yang mendukungnya. Al Jassas membagi penjelasan tentang kata
basmallah hingga menjadi sembilan pembahasan yaitu pertama, tentang makna dhamir
yang ada di dalamnya, kedua, apakah lafadz basmallah itu adalah bagian dari ayat
Alquran pada pembukaannya, ketiga, apakah lafadz basmallah merupakan bagian dari
ayat al-Fatihah, Keempat, apakah ia merupakan ayat pada setiap awal surat, kelima,
apakah ia merupakan satu ayat yang sempurna atau bukan, keenam, hukum
membacanya dalam shalat, ketujuh, hukum pengulangannya dalam setiap awal surat
dalam shalat, kedelapan, Hukum membaca zahar (keras), kesembilan, perincian
pembahasan tentang keistimewaan lafadz basmallah ditinjau dari berbagai segi. 6

Melihat bagaimana Al Jassas melakukan penafsiran terhadap lafadz basmallah


maka sangatlah jelas bahwa Al Jassas memberikan penekanan khusus pada aspek
hukum dari lafadz basmallah baik terkait eksistensinya sebagai ayat Alquran ataupun
bagaimana hukum membacanya di dalam shalat. Metode ini merupakan metode yang
khas digunakan dalam penulisan Alquran dengan metode Tahlili. Metode Tahlili yang
digunakan oleh para mufassir yang menekankan pada aspek hukum banyak dikritik
oleh para ahli karena penulisnya terlalu menekankan pandangan mazhabnya, sehingga
mazhab seakan menjadi dasar dan Alquran digunakan untuk mendukungnya. 7

Metode Tahlili yang digunakan oleh Al Jassas oleh para pakar bahasa dianggap
bisa memberikan kelebihan pemahaman karena bisa menyajikan makna-makna
kosakata dalam Alquran yang bisa dijadikan dasar dalam pengambilan dalil hukum.
Namun kritik juga disampaikan bahwa secara bahasa, mufassir yang menggunakan
metode ini tidak jarang dianggap berlebihan atau berkurang dalam memberikan

6
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 98.
7
Ibid., 100.
7

penjelasan terhadap suatu kosakata yang ada dalam Alquran30. Perhatian yang
diberikan para ulama yang mengkritik penggunaan metode ini jelas dapat terlihat dalam
tafsir Al Jassas bahkan pada pembukaan tafsirnya pada saat Al Jassas membahas lafadz
basmallah.

Penggunaan Sumber Tafsir bi al Ma’tsur dalam Tafsir Ahkam Alquran

Dalam menulis tafsirnya, Al Jassas terlihat sangat peduli terhadap kekuatan dan
validitas dalil untuk mendukung penjelasan ayat-ayat yang ia tafsirkan. Penggunaan
dalil yang digunakan tidak hanya terbatas pada penjelasan ayat dengan ayat, tetapi juga
merujuk pada penjelasan Rasulullah Sallallahu „alaihi Wasallam, keterangan yang
didapat dari para sahabat Rasulullah Sallallahu „alaihi Wasallam atau bahkan sampai
pada pendapat para tabi‟in. Penggunaan metode bi al-Ma‟tsûr tidak terbatas pada ayat-
ayat hukum saja namun juga pada penafsiran ayat yag bersifat umum. Contoh
penggunaan tafsîr bi al-ma‟tsûr pada tafsir Ahkâm Alquran adalah ketika Al Jassas
menafsirkan Q.S. al-Baqârah [2]:234 yang berkaitan dengan iddah perempuan yang
ditinggal mati oleh suaminya.

َ‫صنَ ِبأَنفُ ِس ِه َّن أَ ْر َب َعةَ أ َ ْش ُه ٍر َو َع ْش ًرا ۖ فَإِذَا َبلَ ْغن‬


ْ َّ‫َوٱلَّذِينَ يُتَ َوفَّ ْونَ ِمن ُك ْم َو َيذَ ُرونَ أَ ْز َٰ َو ًجا َيتَ َرب‬
8
‫ٱَّللُ ِب َما تَ ْع َملُونَ َخ ِبير‬َّ ‫وف ۗ َو‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْم فِي َما فَ َع ْلنَ فِ ٓى أَنفُ ِس ِه َّن ِب ْٱل َم ْع ُر‬
َ ‫أَ َجلَ ُه َّن فَ ََل ُجنَا َح‬
Terjemah Arti: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)
empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. 9

8
Alquran, 2:234.
9
Tafsirweb, Quran Surat Al-Baqarah Ayat 234, https://tafsirweb.com/926-quran-surat-al-baqarah-
ayat-234.html, Senin, 15 Maret 2021, 17.05 WIB.
8

Al Jassas memulai penafsiran ini dengan mengumpulkan beberapa ayat yang


serupa yang juga memberikan penjelasan tentang masa menunggu (iddah). Ayat-ayat
Alquran yang dikumpulkan oleh Al Jassas pada umumnya menjelaskan juga tentang
masalah yang dimaksud pada Q.S. al Baqarah [2]:234. Ayat-ayat yang dikumpulkan di
antaranya Q.S. al-Mu’minun [23]:25,38 Q.S. al-Taubah [9]:98,39 Q.S. al Baqarah
[2]:240,40 dan Q.S. al-Tur [52]:3041. Al Jassas mengambil kesimpulan hukum dari
kandungan Q.S. al-Baqarah [2]:234 setelah melakukan penelusuran ayat-ayat yang
turut menjelaskan masalah yang sama yang dikandung oleh Q.S. al-Baqarah [2]:234.
Apa yang dilakukan oleh Al Jassas dalam menjelaskan Q.S. al-Baqarah [2]:234 adalah
bentuk metode penafsiran bi alMa‟tsûr karena ia menjelaskan suatu ayat berdasarkan
kandungan ayat-ayat lain di dalam Alquran. Al Jassas juga menguatkan penjelasan bi
al-Ma‟tsûr ayat dengan ayat dengan juga mengutip penjelasan hadits tentang perkara
iddah wanita yang ditinggal oleh suaminya yang masih terkait dengan kandungan Q.S.
al-Baqarah [2]:234.10

Penggunaan Metode Tafsir bi al Ra’yi dalam Tafsir Ahkam Alquran

Al Jassas sejak awal dikenal sebagai ulama yang lahir dalam atmosfer aliran
madrasah ahlu al ra’yi di pusat kotanya yaitu Baghdad. Ia juga dikenal sebagai ulama
besar mazhab hanafiah. Oleh karenanya metode penafsiran bi al ra’yi bukanlah sesuatu
yang asing bagi Al Jassas. Di dalam penulisan tafsirnya, Al Jassas memang mengklaim
bahwa ia menggunakan akal dan pikirannya untuk menganalisa dan berijtihad seputar
penafsiran Alquran untuk mengetahui makna-makna dan hukum-hukumnya.
Sebagaimana Al Jassas telah mengklaim menggunakan akal pikirannya untuk
menafsirkan ayat-ayat Alquran dan apa yang terkandung di dalamnya yang belum
dijelaskan atau belum disepakati oleh para ulama, maka Al Jassas dalam banyak
kesempatan di dalam tafsirnya seringkali menggunakan ungkapan-ungkapan yang
menunjukkan bahwa ia berupaya keras untuk menemukan hukum yang terkandung

10
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 106.
9

dalam ayat-ayat Alquran dengan penyimpulan-penyimpulan yang didasarkan pada


penafsiran bi al ra’yi yang berdasarkan hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya,
ayat dengan hadits atau pendapat para sahabat.11

Ungkapan-ungkapan itu misalnya, “pada ayat tersebut menunjukkan bahwa…”


atau setelah menyebutkan beberapa ayat sebagai penafsir untuk ayat yang lain lalu dia
berkata “Ayat-ayat ini seluruhnya adalah dalil…” atau ia berkata “ayat-ayat tersebut
menunjukkan bahwa…” atau “yang dikehendaki oleh ayat-ayat tersebut adalah”.
Ungkapan-ungkapan yang serupa sering digunakan oleh Al Jassas terhadap beragam
permasalahan yang ia temukan ketika ia menganalisis ayat-ayat Alquran untuk
kemudian mengambil kesimpulan hukum. Selain ungkapan-ungkapan yang digunakan
oleh alJassas dalam memberikan kesimpulan analisisnya terhadap ayat-ayat Alquran
yang menjadi bukti kuatnya penggunaan tafsîr bi al ra’yi dalam uraian Ahkâm Alquran,
maka runtutan judul-judul dan penamaan bab-bab dalam kajian tafsirnya juga
menunjukkan bahwa Al Jassas menggunakan rasionalitasnya yang unik dan
keahliannya di bidang ilmu fikih untuk mengambil Alquran sebagai dalil-dalil dalam
wacana pemikiran hukum. Hal ini merupakan keunggulan Al Jassas dalam
memaksimalkan potensi yang ia miliki dalam bidang ilmu fikih dan ilmu-ilmu yang
terkait untuk menafsirkan Alquran.12

Fanatisme dan Keterpengaruhan Madzhab Hanafi dalam Tafsir Ahkam Alquran


karya Al Jassas

Sebagai sebuah hasil karya tidak terlepas dari pengaruh sang penulisnya. Al
Jassas dikenal sebagai salah satu ulama yang mengkhidmatkan dirinya pada pelestarian
mazhab Hanafi. Oleh karena itulah karya-karyanya pun cenderung memberikan
pembelaan terhadap konsep-konsep yang telah digariskan oleh Imam Abu Hanifah
selaku pendiri mazhab Hanafi. Hal inilah yang mempengaruhi penulisan tafsir Al

11
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 109.
12
Ibid., 110.
10

Jassas, karena jika ditelisik lebih dalam maka akan terlihat adanya pengaruh yang
sangat kental bahkan cenderung memunculkan fanatisme terhadap mazhab Hanafi
sehingga dalam berbagai aspek sangat teguh pegangannya serta pembelaannya kepada
Mazhab Hanafi. Berikut adalah bentukbentuk keterpengaruhan Al Jassas terhadap
mazhab Hanafi yang memunculkan fanatisme mazhab. 13

Sebagai seorang yang dikenal fanatik terhadap mazhabnya, Al Jassas dalam


banyak kesempatan sering menunjukkan pembelaan yang berlebihan terhadap mazhab
yang dianutnya. Pembelaan ini jelas merupakan tindakan yang muncul dari fanatisme
yang berlebihan. Salah satu bentuk tindakan yang berlebihan yang dilakukan oleh Al
Jassas sebagai bentuk dari sikap fanatismenya adalah melakukan pembelaan berlebihan
terhadap hukum-hukum yang sudah ditetapkan pendahulu mazhabnya dan
kecendrungan negatif Al Jassas dalam membela pemahaman mazhabnya dengan
melecehkan atau menghina pendapat dari ulama-ulama yang berbeda dengannya.
Dalam berbagai kesempatan, Al Jassas menunjukkan sikap yang berlebihan dalam
melakukan pembelaan terhadap mazhabnya serta melakukan tindakan yang tidak
elegan menyikapi perbedaan pendapat antar mazhab. Al Jassas pada beberapa
kesempatan memunculkan kata-kata kasar dan melecehkan pendapat ulama dari
mazhab lain karena pendapat ulama tersebut berbeda atau bertentangan dengan
pendapat mazhab Hanafi. Al Jassas menyifati mereka dengan sifat yang buruk dan
ibarat-ibarat yang melampaui batas. Pembelaan yang berlebihan ini ditunjukkan oleh
alJassas dengan menyifati Qadhi Ismail Ibn Ishaq al-Maliki dengan sebutan yang buruk
serta perkataan yang melampaui batas. Di antara perkataan-perkataan Al Jassas setelah
mengomentari pendapat dari Qadhi Ismail Ibn Ishaq al-Maliki adalah: “Perkataannya
adalah cacat dan jelas kerusakannya” atau “Perkataannya kosong dan tidak memiliki
arti sama sekali” atau “Perkataan laki-laki yang tidak kuat dan tidak mempunyai akibat
hukum (ta’wil)”. 14

13
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 139-140.
14
Ibid., 141.
11

Penilaian Para Ulama terhadap Fanatisme Al Jassas dalam Tafsir Ahkam


Alquran

Tafsir karya Al Jassas diakui sebagai tafsir yang cukup kredibel di kalangan
mazhab hanafi maupun di kalangan pengkaji tafsir dan fikih pada umumnya.
Pengakuan tersebut memang pantas diberikan kepada Al Jassas karena hasil karyanya
ini memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi perkembangan pembahasan
perbandingan mazhab dan tafsir dengan corak fikih dan hukum.

Meskipun dapat menghadirkan sebuah karya yang berkualitas, Al Jassas tidak


bisa menghindarkan diri dari subjektifitas tafsir yang tinggi. Subjektifitas ini terlihat
dari kentalnya pengaruh mazhab Hanafi dalam uraian-uraian penafsirannya. Meskipun
tetap berusaha objektif dengan melakukan perbandingan-perbandingan (muqaranah)
pada setiap pembahasan hukum yang di dalamnya banyak terjadi perbedaan pendapat,
namun pada kesimpulan akhirnya Al Jassas kerapkali mengunggulkan pendapat dari
kalangan mazhab Hanafi. 15

Terlepas dari kualitas yang dimiliki oleh tafsir tersebut jika dilihat dari isinya
yang menggambarkan corak fikih yang komprehensif, Ahkâm Alquran tidak bisa
melepaskan diri dari identitasnya sebagai sebuah tafsir yang condong kepada mazhab
Hanafiah. Keberpihakan pada mazhab ini dapat banyak dilihat pada isi tafsirnya
sebagaimana telah penulis uraikan dan contohkan sebelumnya. 16

Para ulama pun mengomentari fanatisme yang kentara pada tafsir ini. Di antara
ulama yang berkomentar adanya fanatisme dalam penulisan tafsir Ahkâm Alquran ini
adalah Muhammad Hussein al-Dzahabi dalam bukunya yang menjadi pedoman banyak
penuntut ilmu di bidang ulûm Alquran yaitu kitab Tafsĭr wa al-Mufassirûn. al-Dzahabi
memberikan beberapa contoh-contoh penafsiran yang cenderung beraroma fanatisme.
Contoh-contoh penafsiran yang cenderung beraroma fanatisme adalah penafsiran Q.S..

15
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 150.
16
Ibid., 153.
12

Al Baqarah [2]:186. Pada ayat ini Al Jassas berusaha dengan keras menjadikan ayat ini
sebagai dalil bahwa orang-orang yang telah memulai puasa sunnah, wajib untuk
menyempurnakan puasanya hingga berbuka. Ayat lain yang dicontohkan oleh al-
Dzahabi adalah Q.S.. Al Baqarah [2]:232. Pada ayat ini Al Jassas berusaha berdalil
dengan ayat ini dari beberapa aspek bahwa pernikahan wanita yang juga bisa dilakukan
tanpa wali dan tanpa izin dari walinya. Ayat lain yang menjadi contoh adalah Q.S.. Al-
Nisa [4]: 2 dan 6 yang ia jadikan dalil bagi mazhab Hanafi sebagai kewajiban
memberikan harta anak yatim apabila telah sampai umur 25 tahun.

Ulama lain yang berpendapat sama adalah Manna alQattan. al-Qattan


mengatakan bahwa Al Jassas memiliki fanatisme yang kental terhadap mazhabnya
sehingga berefek pada penafsiran dan pentakwilan suatu ayat. Akibatnya, penafsiran
yang dilakukannya bias mazhab. Al Jassas dianggap ekstrim dalam membantah
pendapat-pendapat yang berbeda dengannya. Beliau berpendapat bahwa Al Jassas
terlalu keras dalam memberikan bantahan-bantahan atau pembelaan terhadap mazhab
yang dia anut dalam tafsirnya. Orang-orang yang membacanya pun akan merasa jengah
dan enggan karena terlalu kasar dan kerasnya pembelaan terhadap mazhab yang
dianutnya.17

Sebagai respon dari pembelaan berlebihan yang dilakukan oleh Al Jassas,


ulama dari golongan syafi’iyah yang juga mengarang kitab tafsir dengan corak hukum
mengecam keras sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh Al Jassas terhadap
pemahaman mazhab Syafi‟i dan kepada sang pendiri mazhab Syafi’i. Beliau adalah al-
Kiya al-Harrasi. Al-Harrasi juga merupakan ulama yang fanatik terhadap mazhabnya
sehingga merasa berkepentingan untuk menjawab tuduhantuduhan dan klaim-klaim
keras yang diberikan oleh Al Jassas dalam penulisan tafsirnya. Kiya al-Harrassi

17
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 154.
13

membalas apa yang dilakukan oleh Al Jassas terhadap Imam Syafi’i melalui tafsirnya
sendiri yang juga bercorak hukum.18

Kelebihan Ahkam Alquran Karya Al Jassas

1. Al-Jashshash memiliki spesifikasi keilmuan dalam bidang fiqh, yaitu seorang


ulama di Mahzhab Hanafi sehingga apa yang ia tulis dalam tafsirnya yaitu
Ahkam Alquran dapat di akui keabsahannya dari segi keilmuan
2. menggunakan metode tahlili (analitis) dengan memaparkan aspek-aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan seperti ia menampilkan surat
per surat kemudian menyebutkan pokok-pokok bahasan seputar hukum yang
terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dan menentukan tarjihnya. 19
3. Menggunakan sistematika penulisan mushafi
4. Menyertakan pendapat-pendapat ahli fiqh mulai dari sahabat, tabi’in dan
generasi sesudah mereka

Kekurangan Ahkam Alquran Karya Al Jassas

1. Al Jassas dikenal sebagai pengikut mahzhab Imam Hanafi yang taat, dan
kefanatikannya itu menjadikannya memaksakan penafsiran yang bernuansa
fiqh dalam tafsirnya. Karena ia lebih menonjolkan madzhab Hanafi dan tidak
berimbang dengan madzhab yang lain, sehingga ia selalu menyanggah argumen
lain yang bertentangan dengan Madzhabnya. 20
2. Penafsiran yang terpengaruh akidah Muktazillah yaitu pada penafsiran terkait
teologi.
3. Sistematika penulisan tafsir yang memasukkan berbagai pendapat ulama Fiqh
sehingga seolah-olah seperti kitab fiqh dari pada kitab tafsir.

18
Muqthi Ali, Fanatisme Mazhab Dalam…, 155.
19
Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum (Teheran:Wazarat al-Tsaqafah
al-Irsyad al-Islamy, 1313), 111-112.
20
Pendapat dari Manna’ al-Qaththan, Dalam Manna’ al-Qaththan Mabahist fi Ulum Al-Qur’an,
(Surabaya: Al-Hidayah, 1973), 378.
14

4. Tidak mencantumkan nomor surat sehingga menyusahkan dalam melacak


tafsira-tafsirannya.
5. Al-Jashshash kurang menaruh perhatiannya terhadap qira’at.

Penutup
Al Jassa menggunakan metode tafsir tahlili dalam melakukan analisis ayat-ayat
Alquran dengan memaparkan kandungan ayat-ayat Alquran sesuai dengan pandangan,
kecendrungan, keahlian dan keinginan mufassirnya yang dihidangkan secara runtut
sesuai dengan penurunan ayat-ayat dalam mushaf. Al Jassas banyak memulai
penafsirannya dengan terlebih dahulu membahas pengertian umum dari kosakata ayat,
perbedaan-perbedaan pendapat tentang pemahaman suatu ayat yang dihidangkan
dengan menyajikan berbagai macam pendapat ulama mazhab lalu ia mengambil
kesimpulan dengan mengambil hukum apa yang dapat diambil dari pemahaman
terhadap ayat tersebut.
Daftar Pustaka

Al-Qaththan, Manna’. 1973. Manna’ al-Qaththan Mabahist fi Ulum Al-Qur’an.


Surabaya: Al-Hidayah

Ali, Muqthi. 2019. Fanatisme Mazhab Dalam Tafsir Hukum: Studi Tafsir Ahkam Al-
Qur’an Al-Jassas. Tangerang: Gaung Persada Press

Ali Ayazi, Muhammad. 1313. Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum.


Teheran:Wazarat al-Tsaqafah al-Irsyad al-Islamy

Alquran

Al-Zahabi, Muhammad Husain. TT. Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun. Mesir: Maktabah


Wahbah
15

Fitriani, Dyah Ayu dan Moh. Sabiq. Kajian Kritis atas Ahkam Alquran Karya Al-
Jashshash (W. 370 h). https://iatbajigur.files.wordpress.com/2017/04/ahkam-
alquran-abi-bakr-ahmad-bin-ali-al-razi-al-jashshash-w-370-h.pdf

RADEN, Tim Forum Karya Ilmiah. 2013. Alquran Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir
Kalamullah, ed. Abu Hafsin. Lirboyo: Lirboyo Press

Tafsirweb. Quran Surat Al-Baqarah Ayat 234. https://tafsirweb.com/926-quran-surat-


al-baqarah-ayat-234.html

Anda mungkin juga menyukai