Anda di halaman 1dari 16

STUDI KITAB TAFSIR:

AL-WASITH FI TAFSIR AL-QUR’AN AL-MAJID

Makalah :

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Studi Tafsir Kawasan

Oleh :

NURUL BADRIYAH (E93216144)

NURUL FATIKHAH (E93216145)

WIDYA NURI LESTARI (E93216153)

Dosen Pengampu :

Fejrian Yazdajird Iwanebel, S.Th.I, M.Hum

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “STUDI KITAB TAFSIR: AL-WASITH FI TAFSIR AL-QUR’AN
AL-MAJID ”.

Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada Nabi Muhammad
saw. yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang
benderang yakni addinul islam.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata


kuliah Studi Tafsir Kawasan, serta teman-teman yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini,


sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Surabaya, 25 Maret 2019

Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alquran diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, untuk


disampaikan kepada umatnya. Sehingga al-Quran dapat dijadkan pedoman hidup
untuk umat manusia. Al-Quran merupakan kitab suci yang memiliki relevansi
dalam berbagai nilai kehidupan. Karenanya memahami kandungan al-Quran
merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan, sebab hanya dengan pemahaman
kandungan al-quran dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
konteks inilah, kehadiran sebuah tafsir terasa sangat diperlukan, apalagi al-Quran
memiliki karakter terbuka untuk ditafsirkan.

Kesadaran akan pentingnya tafsir dalam rangka memahami kandungan


ayat-ayat al-Quran sudah ada sejak zaman nabi hingga sekarang, oleh karena
kesadaran itulah melahirkan beberapa metodologi atau manhaj, dan corak
(madzhab) dalam penafsiran, yang melengkapi antar satu sama lain.

Perbedaan metodologi atau manhaj, dan corak (madzhab) yang


digunakan para mufassir dalam rangka memahami kandungan ayat-ayat al-Quran
didasarkan pada latar belakang keilmuan yang dimiliki oleh sang mufassir sehingga
setiap mufassir memiliki kecenderungan dalam memaknai ayat al-Qur’an yang
tentunya sesuai dengan kaidah kaidah penafsiran.

Latar belakang penulisan kitab tafsir al-Wasith ini, selain didasarkan


pada tsaqafah keilmuan sang mufassir, juga dilandasakan pada kondisi geografis
muffasir pada saat menulis tafsir tersebut. Sehingga dapat diketahui bagiamana
mufassir tersebut berdialog dengan isu sosial yang tengah terjadi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Latar Belakang Penulisan Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-


Majid ?
2. Bagaimana Karakteristik Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid ?
3. Bagaimana contoh penafsiran yang berkaitan dengan isu sosial saat ini pada
Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Latar Belakang Penulisan Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an


al-Majid
2. Mengetahui Isi kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid
3. Mengetahui contoh penafsiran Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penulisan Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid


Setting Historis Penulis Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid
Kitab Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid adalah sebuah kitab
yang ditulis oleh Abu Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi an-Naisabury as-Syafi’i atau
yang lebih dikenal dengan al-Wahidi, beliau adalah ulama’ yang diberi gelar Abu
Hasan karna banyaknya keilmuan yang beliau kuasai. al-Wahidi adalah salah satu
mufassir yang hidup pada abad ke 4 yang lahir pada tahun 398 H di Sawah, sebuah
kota yang terletak diantara kota Arroy dan Hamdzan.1 Dan wafat di bulan Jumadil
ula pada tahun 468 H.
Al-Wahidi merupakan satu diantara tiga bersaudara, saudara pertamanya
bernama Abu al-Qasim Abdu al-Rahman ibn Ahmad al-Wahidi seorang Syekh Ilmu
Hadis. Dan saudaranya yang kedua bernama Abu Bakar Muhammad ibn Ahmad al-
Wahidi. Tiga bersaudara itu adalah putra dari Ahmad Ibn Muhammad seorang
pedagang di kota sawah yang selalu menyisihkan sebagian pendapatannya untuk
pendidikan putranya. Semangat yang dimiliki oleh Ahmad Ibn Muhammad inilah
yang kemudian berhasil membuat ketiga putranya menjadi ahli ilmu di berbagai
bidang.2
Semasa hidupnya al-Wahidi adalah seseorang yang gemar menuntut
ilmu, perjalanan beliau dalam menuntut ilmu dimulai setelah beliau menyelesaikan
pendidikan pertama dan hafalan qur’annya, beliau melanjutkan pendidikannya di
naisabur di Daar as-Sunnah yaitu sekolah hadits yang didirikan oleh Abu Bakar
ibnu Ishaq as-Shoifi an-Naisaburi kem udian madrasah tersebut diwasiatkan kepada
Abi Abdillah al-Hakim an-Naisaburi. Dalam proses menuntut ilmu di madrasah
tersebut al-Wahidi tergolong murid yang tekun dan teliti. Pada saat itu beliau

1
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 1, 22.
2
Ibid,.
berusia 12 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Daar as-Sunnah, beliau
melanjutkan perjalanan untuk menuntut ilmu di luar Naisabur.3
Al-Wahidi merupakan ahli fiqih pada madzhab Syafi’i sebagaimana telah
disebutkan dalam golongan ulama’ fiqih Syafi’iyah pada beberapa kitab seperti
kitab ibn Subki, al-Asnawi dan yang lainnya.4 Pendapat yang seperti itu juga
ditertulis dalam kitab al-Mufassirun khayatuhum wa manhajuhum bahwa al-
Wahidi adalah ulama’ fiqih dari golongan Syafi’i Asy’ari. Hal ini selaras dengan
penisbatan as-Syafi’i pada nama lengkap beliau.5
Al-Wahidi menulis kitab al-Wasith ini, sebagai penyempurna dari dua
kitab tafsir beliau sebelumnya yakni al-Basith dan al-Wajiz.
Karya-Karya Abu Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidy an-Naisaburi 6
Al-Wahidi adalah seorang ulama’ yang produktif pada masa Syafi’iyah,
hal ini dapat dibuktikan dengan hasil karya beliau dalam berbagai disiplin ilmu
yang memberikan kontribusi besar dalam dunia Islam, beberapa diantara karya
beliau adalah sebagai berikut:
1. Karya al-Wahidi dalam Ilmu Tafsir
a. Al-Basith fi Tafsir al-Qur’an al-Karim
b. Al-Wasith fi Tafsir al-Quran al-Karim
c. Al-Wajiz fi Tafsir al-Quran al-Aziz
d. Ma’ani Tafsir
e. Musnad al-Tafsir
f. Mukhtasar al-Tafsir
g. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran
2. Karya al-Wahidi dalam Ilmu al-Quran
a. Asbab an-Nuzul
b. Nafi al-Tahrif an al-Quran al-Syarif

3
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Khayatihim wa Manhajihim, (Teheran: Mu’assasah al-
Thiba’ah wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1386), jilid 3, 1291.
4
Siti Muslimah, dkk, Urgensi Asbab al-Nuzul Menurut al-Wahidi , al-Bayan, Vol. 2 No. 01,
Bandung, 2017, 51.
5
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Khayatihim wa Manhajihim, (Teheran: Mu’assasah al-
Thiba’ah wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1386), jilid 3, 1290.
6
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 1, 28-30.
c. Muqatil al-Quran al-Karim
d. Mukhtasar fi Ilmi Fadha’ilil al-Quran
e. Risalah fi Syarfi Ilmu al-Quran
3. Karya al-Wahidi dalam Ilmu Nahwu
a. Al-Ighrab fi Ilmu al-I’rab
4. Karya al-Wahidi dalam Ilmu Sastra
a. Syarah Diwanul al-Mu’tanabi
b. Al-Tahbir fi Syarah Asma’ Allah al-Husna
c. Tafsir Asma an-Nabi
d. Kitab al-Maghazi
e. Kitab al-Da’watu wa al-Mahsul
f. al-Wasit fi al-Amstal
Guru-guru al-Wahidi7
Beberapa guru al-Wahidi adalah sebagai berikut:
1. Dalam Ilmu Tafsir
a. Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim as-Tsa’laby
2. Dalam Ilmu Hadis
a. Abu Umar Jamal al-Islami
b. Al-Imam Abu Thahir Muhammad bin Muhammad bin Mahmisy az-
Ziyadi
c. Al-Qadi Abu Bakar Ahmad bin al-Hasan al-Khairi
d. Al-Hasan bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Harawi
3. Dalam Ilmu Bahasa dan Sastra
a. Abu al-Fadhl Ahmad bin Muhammad bin Abdullah
4. Dalam Ilmu Nahwu dan Sharaf
a. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad Ibrahim al-Dharir an-Naisyabury
b. Abu al-Hasan Imran bin Musa al-Maghribi al-Maliki al-Syarif
5. Dalam Ilmu Qir’at
a. Abu al-Qasim Ali bin Ahmad al-Basti

7
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 1, 24-25.
b. Abu Usman Sa’id bin Muhammad al-Khairi
c. Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Farisi
d. Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim as-Tsa’laby
Murid Murid al-Wahidi8
Diantara beberapa murid al-Wahidi yang masyhur adalah sebagai
berikut:
1. Imam al-Faqih Abdul Jabbar bin Muhammad bin Ahmad al-Khawari
2. Abu Nasir Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah
3. Umar bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah al-Khatib
4. Abhu al-Qasim Yusuf bi Ali al-Maghribi
5. Ali bin Sahl bin Abbas Abu al-Hasan an-Naisyaburi
Pendapat Ulama’ Terhadap al-Wahidi

Beberapa pendapat para ulama mengenai al-Wahidi adalah sebagai


berikut :

1. Imam subkhi berkata, bahwa Imam Abu Hasan al-Wahidi adalah salah
seorang tokoh ahli tafsir di zamannya.
2. Ibnu Qadhi Syuhbah berpendapat, bahwa al-Wahidi adalah seorang ahli
fiqih, imam ahli Nahwu, bahasa, dan sebagainya. Beliau juga ahli syair serta
ahli tafsir pada masanya.
3. Imam al-Dzahabi pun berkomentar, bahwa beliau merupakan seorang imam
yang berilmu tinggi ahli tafsir dan takwil. Beliau juga sangat ahli dalam
bidang bahasa Arab dan bahasa lainnya
4. Imam as-Suyuthi pun berkata, bahwa beliau itu menghabiskan waktunya
untuk belajar tafsir dan menekuni setiap bidang ilmu pengetahuan.
5. Al-Qudsi berpendapat, beliau merupakan seorang Imam penulis ahli tafsir
Nahwu guru besar dan banyak orang yang datang kepadanya untuk
menuntut ilmu.9

8
Ibid, 26.
9
Siti Muslimah, dkk, Urgensi Asbab al-Nuzul Menurut al-Wahidi, 54.
6. Sedangkan Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa al-Wahidi adalah murid dari
as-Tsa’laby sedangkan as-Tsa’laby adalah seseorang yang baik berpegang
teguh pada agama tetapi ia bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar
di malam hari, menukil apa saja yang ada dalam kitab kitab tafsir tanpa
mengadakan penelitian terlebih dahulu. baik itu shahih, dhaif maupun
Maudhu’ dan beliau juga berpendapat bahwa al-Wahidi adalah murid dari
as-Tsa’laby yang menguasai bahasa Arab darinya namun, tak bisa
dipertanggung jawabkan karena jauh dari ulama Salaf.10
B. Karakteristik Kitab Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid
1. Sistematika Penyajian Tafsir
Kitab Tafsir al-Wasith ini terdiri dari 4 jilid, yang diterbitkan di Beirut
oleh Daar al-Kitab al-Ilmiyah, Pada tahun 1994. Pada jilid pertama dimulai
dengan Tahqiq dan Ta’liq oleh Syeikh Adil Ahmad Abdul Maujud, Syeikh Ali
Muhammad Mu’awwadh, Doktor Ahmad Muhammad, dan Doktor Ahmad Abdul
Ghoni.11 Pada jilid pertama ini dijelaskan beberapa kajian yang berkaitan dengan
ilmu tafsir, seperti pengertian tafsir dan takwil, perbedaan tafsir dan takwil, dan
periodesasi tafsir sejak masa sahabat hingga tabi’in. selain itu pada jilid pertama ini,
dijelaskan sumber penafsiran yang digunakan oleh al-Wahidi dalam kitab al-
Wasith, Dan biografi al-Wahidi secara lengkap.12
Kitab tafsir Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid ini ditulis oleh
al-Wahidi dengan menggunakan rangkaian runtut, yakni sesuai dengan urutan yang
ada dalam mushaf, atau yang lebih dikenal dengan mushafi. Dalam penyajian kitab
ini, al-Wahidi memulai penafsirannya dengan menyebutkan nama surat beserta
jumlah ayat dan tempat diturunkannya surat tersebut. Setelah menyebutkan nama

10
Waliko, Konstribusi Pemikiran Metode Tafsir Ibnu Taimiyah , Maghza, Vol. 1 No. 01,
Purwokerto, 2016, 114.
11
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Khayatihim wa Manhajihim, (Teheran: Mu’assasah al-
Thiba’ah wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1386), jilid 3, 1290.
12
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-
Majid, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 1, 3-40.
surat al-Wahidi menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan surat tersebut,
kemudian barulah al-Wahidi menuliskan uraian dari setiap ayat yang ia tafsirkan.13
2. Sumber Penafsiran
Apabila dilihat dari sumber penafsiran, kitab tafsir al-Wasith secara
umum tergolong kitab tafsir bil ma’tsur karna bersumber dari Nabi, sahabat, dan
tabi’in. Namun, meskipun demikian dalam penafsirannya tidak menafikan pendapat
dari para sahabat dan ahl al-Ra’yi,14 pendapat yang seperti ini tertulis dalam kitab
al-Mufassirun Khayatuhum wa Manhajuhum. Dan sesuai dengan muqaddimah
tahqiq yang tertulis di kitab al-Wasith jilid 1.
3. Metode Penafsiran
Salah satu karakteristik sebuah kitab tafsir terletak pada metode yang
digunakan oleh mufassir itu sendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
sebagaimana yang dilakukan al-Wahidi dalam menulis kitab tafsir a-al-Wasith.
Metode penafsiran yang digunakan oleh al-Wahidi dalam menafsirkan al-Qur’an
adalah dengan menggunakan metode Tahlili, sebab cara kerja yang dilakukan al-
Wahidi dalam kitabnya al-Wasith itu sesuai dengan cara kerja Tahlili, yakni dengan
menafsirkan al-Qur’an secara runtut mulai dari al-Fatikhah sampai an-Nas,
menjelaskan sebab turunnya ayat, kemudian menguraikan setiap lafadz yang ada
pada setiap ayat dengan menggunakan pendekatan bahasa. Sehingga di dapatkan
sebuah penafsiran yang rinci. Tak jarang al-Wahidi menambahkan penjelasan dari
ahli fiqih dan menguraikan permasalahan nahwunya. 15
4. Corak Penafsiran
Corak penafsiran yang terlihat dari kitab tafsir al-Wasith adalah sesuai
dengan tsaqafah keilmuan yang dimiliki oleh mufassir, yakni ilmu dalam bidang
bahasa. Al-Wahidi dalam menafsirankan ayat-ayat Qur’an dengan menggunakan

13
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 3, 3.
14
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Khayatihim wa Manhajihim, jilid 3, 1292.
15
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
Jilid 1, 21.
pendekataan bahasa yakni nahwu, hal ini sesuai dengan beberapa penafsiran beliau
yang terkadang menuliskan keterangan nahwu terhadap lafadz dalam al-Qur’an.16

C. Contoh Penafsiran Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid

Berkaitan dengan beberapa isu sosial yang berkembang di tengah


masyarakat, fatwa MUI no.4 tahun 2016 menjawab permasalahan yang berkaitan
dengan vaksin Measles Rubella17, yang mana menurut isu yang berkembang vaksin
tersebut mengandung babi atau sesuatu yang najis. Meski MUI telah memberikan
fatwa mengenai vaksin tersebut boleh digunakan, dengan catatan apabila tidak
tersedia vaksin yang halal dan suci dan dalam keadaan dlarurat. Beberapa
masyarakat masih enggan untuk menggunakan vaksin tersebut.

Berkaitan dengan itu, dibutuhkan penafsiran yang sesuai dengan


permasalahan yang tengah terjadi di kehidupan masyarakat tersebut. mengenai
makanan halal dan haram al-Qur’an telah menjelaskan dalam beberapa surat seperti
pada surah al-Baqarah ayat 173, al-Maidah ayat 3, an-Nahl ayat 115 yang
ditafsirkan oleh al-Wahidi sebagai berikut :

al-Baqarah ayat 173

ٍ ِ ِ
ْ ‫اْلِْن ِزي ِر َوَما أُه مل بِِه لغَ ِْْي اللم ِه ۖ فَ َم ِن‬
َ‫اضطُمر َغْي َر بَ ٍاغ َوََل َعاد فَ ََل إِ ْْث‬ َ ‫إِمَّنَا َحمرَم َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةَ َوالد‬
ْ ‫مم َو ََلْ َم‬
‫يم‬ ِ ‫علَي ِه ۖ إِ من اللمه َغ ُف‬
ٌ ‫ور َرح‬ ٌ َ َْ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”18

Al-Wahidi memulai penafsiran ayat ini dengan menjelaskan lafadz ‫إِمَّنَا‬


yakni lafadz yang dinisbatkan kepada ayat sebelumnya (172) dengan menyebutkan

16
Lihat Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an
al-Majid, Jilid 1, 258.
17
Fatwa MUI N0.4 Tahun 2016
18
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 26.
makanan atau minuman yang dilarang oleh Allah, setelah pada ayat sebelumnya
terdapat perintah untuk makan dan minum segala sesuatu yang baik yang ada di

bumi. Kemudian al-Wahidi menafsirkan lafadz ‫إِمَّنَا َحمرَم‬ yakni lafadz ‫إِن‬ sebagai

penegasan dan lafadz ‫َما‬ mencakup segala sesuatu yang dilarang yakni darah,

dagimg babi beserta seluruh anggota tubuhnya, dan atas apa yang disembelih untuk
berhala serta hewan disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Pendapat al-
Wahidi yang seperti itu disandarkan kepada Hadist yang disriwayatkan oleh Abu
Hurairah bahwasannya Rasulullah bersabda :Allah melaknat 7 perkara salah
satunya adalah menyembelih hewan dengan menyebut nama selain Allah.

Sedangkan lafadz ْ ‫ فَ َم ِن‬adalah orang yang berada dalam keadaan dlarurat atau
‫اضطُمر‬
kesusahan. Apabila tidak menemukan jalan lain selain mengkonsumsi makanan
yang telah disebutkan diatas dengan syarat tidak untuk maksiat dan tidak
melampaui batas maka diperbolehkan dan sesungguhnya Allah maha pengampun.19

al-Maidah ayat 3

ُُ ََ ‫اْلِْن ِزي ِر َوَما أ ُِه مل لِغَ ِْْي اللم ِه بِِه َوالْ ُمْن َخنِ َقةُ َوالْ َم ْوُو‬
ْ ‫مم َو ََلْ ُم‬
ُ ‫ت َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةُ َوالد‬
ْ ‫ُحِّرَم‬

‫ب َوأَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ُموا‬ ُ ‫يحةُ َوَما أَ َك َل ال مسبُ ُع إِمَل َما ََ مكْيتُ ْم َوَما َُبِ َح َعلَى الن‬
ِ ‫ُّص‬ ِ
َ ‫َوالْ ُمتَ َرِّديَةُ َوالنمط‬
ۚ ‫اخ َش ْو ِن‬ ِِ ِ ِ ‫بِ ْاْل َْزََلِم ۚ َََٰلِ ُكم فِسق ۚ الْي وم يئِ م‬
ْ ‫ين َك َف ُروا م ْن دين ُك ْم فَ ََل ََتْ َش ْوُه ْم َو‬
َ ‫س الذ‬
َ َ ََْ ٌ ْ ْ
‫اْل ْس ََل َم ِدينًا ۚ فَ َم ِن‬
ِْ ‫يت لَ ُكم‬ ِ ِ
ُ ُ ‫ت َعلَْي ُك ْم ن ْع َم ِِت َوَرض‬
ِ
ُ ‫الْيَ ْوَم أَ ْك َم ْل‬
ُ ‫ت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوأَْْتَ ْم‬
‫يم‬ ِ ‫ف ِِْل ٍْْث ۚ فَِإ من اللمه َغ ُف‬
ٍ ِ‫اضطُمر ِِف َمَْمص ٍة َغْي ر متَجان‬
ٌ ‫ور َرح‬
ٌ َ َ ُ َ َ َ ْ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang

19
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 1, 255-259.
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”20

Al-Wahidi memulai penafsiran dengan menjelaskan lafadz ‫ت َعلَْي ُك ُم‬


ْ ‫ُحِّرَم‬

ُ‫الْ َمْيتَة‬ sesuai dengan surah al-Baqarah yakni pengharaman atas bangkai, darah,

daging babi, dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, sedangkan

lafadz ُ‫الْ ُمْن َخنِ َقة‬ bermakna hewan yang tercekik, ُُ ََ ‫الْ َم ْوُو‬ hewan terpukul hingga

ُ‫الْ ُمتَ َرِّديَة‬ jatuh hingga mati, ‫يحة‬ ِ


mati, hewan
َ ‫النمط‬ diterkam binatang lainnya

kecuali sempat disembelih. Pengharaman itu juga berlaku terhadap perbuatan


mengundi nasib dengan anak panah yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahliyah
pada masa lalu.

Kemudian al-Wahidi menafsirkan lafadz ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬


ُ ‫الْيَ ْوَم أَ ْك َم ْل‬ yakni

hari arafah tgl 9 Dzulhijjah, maksudnya ayat ini turun pada hari jum’at pada hari
arafah saat haji wada’. Yang mana turunnya ayat ini merupakan penyempurna dari

agama Islam. Dijelskan pula lafadz ْ ‫فَ َم ِن‬


‫اضطُر‬ adalah orang orang yang dalam

ٍ ِ‫ َغْي ر متَجان‬tidak memiliki tujuan untuk maksiat ‫ ِِْل ْْث‬karna


‫ف‬
keadaan dlarurat dan
َ ُ َ

20
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005),
107.
memakan hal-hal yang telah diharamkan tadi. Maka sesungguhnya Allah maha
21
pengampun.

An-Nahl ayat 115

ْ ‫اْلِْن ِزي ِر َوَما أ ُِه مل لِغَ ِْْي اللم ِه بِِه ۖ فَ َم ِن‬


‫اضطُمر َغْي َر بَ ٍاغ َوََل‬ َ ‫إِمَّنَا َحمرَم َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةَ َوالد‬
ْ ‫مم َو ََلْ َم‬
‫يم‬ ِ ‫ع ٍاد فَِإ من اللمه َغ ُف‬
ٌ ‫ور َرح‬ ٌ َ َ
“Sesunggunya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging
babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa
yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas,
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”22

Sedangkan dalam surat an-Nahl ayat 115, al-Wahidi tidak mengulangi


penafsirannya hal ini disebabkan al-Wahidi telah menjelaskan hal tersebut dalam
surat al-Maidah dan al-Baqarah.

Dari penafsiran yang dilakukan oleh al-Wahidi dan kaitannya dengan


vaksin MR yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya.23 Maka dapat
disimpulkan bahwa hukum imunisasi dengan menggunakan vaksin MR adalah
boleh atau mubah hal ini didasarkan pada penafsiran dalam kitab al-Wasith surat
al-Baqarah ayat 173, al-Miadah ayat 3, dan an-Nahl ayat 115. Kesimpulan dari
penafsiran tersebut adalah bahwa penggunaan atas segala sesuatu yang diharamkan
oleh Allah yang mana dalam hal ini adalah babi dan seluruh anggota badannya
adalah boleh apabila dilakukan dalam keadaan dlarurah, sebagaimana yang tengah
terjadi di Indonesia. Mengingat dampak apabila tidak menerima vaksin
dikhawatirkan melemahnya sistem imunitas pada tubuh manusia terhadap penyakit
campak dan rubella.

21
Abu Hasan Ali Ibn Ahmad al-Wahidi an-Naisyabury, Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-
Majid, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Jilid 2, 151-155.
22
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005),
280.
23
Fatwa MUI No.33 Tahun 2018, 11.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kitab al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid merupakan kitab tafsir karya


Abu Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi an-Naisabury as-Syafi’I, kitab ini ditulis oleh
al-Wahidi sebagai penyempurna dari kitab sebelumnya yakni al-Basith dan al-
Wajiz. Al-Wasith ini merupakan kitab tafsir yang bercorak lughawy. Dalam
penafsirannya, al-Wahidi menggunakan metode tahlili yakni dengan menguraikan
makna setiap lafadz yang ada dengan rinci, sehingga didapatkan pemahaman yang
utuh, selain itu dalam kitab al-Wasith ini menyebutkan sebab turunnya ayat. Tak
jarang al-Wahidi juga mengungkapkan pendapat ulama fiqih terhadap suatu
perkara. Sedangkan sistematika penyajian tafsir yang digunakan oleh al-Wahidi
adalah dengan menyebutkan nama surat terlebih dahulu, kemudian jumlah surat
yang akan ditafsirkan serta tempat turunnya surat tersebut.

Berkaitan dengan isu sosial yang berkembang di tengah masyarakat,


yakni mengenai penggunaan vaksin MR yang mengandung unsur babi didalamnya
al-Wahidi dalam kitabnya al-Wasith menafsirkan bebrapa surah yang berkaitan
dengan hal tersebut yakni pada surat al-Baqarah ayat 173, al-Miadah ayat 3, dan
an-Nahl ayat 115.sehingga dapat diperoleh hukum mubah. Dengan menimbang
beberapa keadaan dan dampak apabila tidak menerima vaksin tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Wahidi, Abu Hasan. 1994. Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid. Jilid 1. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Ali Iyazi, Muhammad. 1386. al-Mufassirun Khayatuhum wa Manhajuhum. Jilid 3.
Teheran: Mu’assasah al-Thiba’ah wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-
Islami

Muslimah, Siti. 2017. Urgensi Asbab al-Nuzul Menurut al-Wahidi, al-Bayan, Vol. 2 No. 01,
Bandung.
Al-Wahidi, Abu Hasan. 1994. Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid. Jilid 2. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Al-Wahidi, Abu Hasan. 1994. Tafsir al-Wasith fi Tafsir al-Qur’an al-Majid. Jilid 3. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Waliko. 2016. Konstribusi Pemikiran Metode Tafsir Ibnu Taimiyah. Maghza, Vol. 1 No.
01, Purwokerto.
Departemen Agama RI. 2005. al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT Syamil Cipta
Media.
Fatwa MUI No.04 Tahun 2016.
Fatwa MUI No.33 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai