Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG

KITAB AL- SAMARQANDI ( BAHRUL


ULUM)
"Dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mandiri Pada Mata Kuliah Tafsir 3"
Dosen pengampu : Dr. KH. Ja'far At-Thayyar, Lc, MA

Ii Siti Nur'azizah
(20211011160)
Pengertian Kitab Tafsir Bahr Ulum As-Samarqandi

Tafsir al-Samarqandi masih satu generasi dengan kitab


tafsir al-Tabari, sehingga tafsir ini termasuk tafsir
berdasarkan atas riwayat atau dikenal dengan tafsir bi al-
Ma’sur Sementara dalam kitabnya sendiri yang ditahqiq
oleh Ali Muhammad Mu’awwad menganggapnya sebagai
gabungan antara tafsir bi al-ma’sur dengan tafsir bi al-ra’yi.
Kitab tafsirnya ini disebut dengan nama “Bahr ‘Ulum”
karena kedalaman ilmu yang dimiliki oleh Abu al-Lais. Kitab
tafsir yang di buat oleh beliau berjudul Bahrul Ulum dan
tergolong sebagai tafsir bil ma’tsur.
Pengertian Kitab Tafsir Bahr Ulum As-Samarqandi

Sebagai tafsir yang bercorak riwayat, tafsir al-Samarqandi termasuk


tafsir tahlili dengan demikian, operasional dalam tafsirnya
menggunakan sumber-sumber dan pendekatan yang digunakan dalam
penafsirannya:
1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, dalam hal ini, Al-Suyuti
berpendapat bahwa barang siapa yang ingin menafsirkan al-Qur’an, yang
pertama harus dilihat adalah al-Qur’an karena tidak ada sebuah penafsiran
yang paling akurat kecuali dengan al-Qur’an.
2. Dalam menafsirkan al-Qur’an adalah hadis. Menurut abu al-Lais bahwa
bilamana tidak ditemukan penjelasannya dalam al-Qur’an, maka sebagian
penjelasan diambil dari hadis.
3. Perkataan sahabat. Di antara sahabat yang banyak dinukil oleh Abu al-Lais
adalah Ali bin Abi Talib, ‘Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’b, Ibnu Abbas,
Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Zubair dan sahabat yang lainnya. Sumber
keempat adalah perkataan tabi’in Di antara mereka yang dijadikan sumber
tafsir di kalangan tabiin adalah al-Hasan, Said bin Jubair, Ata Ikrimah,
Wahhab bin Munabbih, al-Suddy, Muqatil, dan sumber paling banyak
diambil dari Mujahid.
KARAKTERISTIK KITAB BAHR’ULUM

Sebagai tafsir yang bercorak riwayat, tafsir al-Samarqandi termasuk


tafsir tahlili dengan demikian,operasional dalam tafsirnya
menggunakan sumber-sumber dan pendekatan yang digunakan dalam
penafsirannya. Sumber-sumbernya adalah:
1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, karena suatu asumsi dasar
bahwa al-Qur’an yufassiru ba’duhu ba’dan.
2. Sumber kedua dalam menafsirkan al-Qur’an adalah hadis. Menurut abu al-
Laits bahwa bilamana tidak ditemukan penjelasannya dalam al-Qur’an,
maka sebagian penjelasan diambil dari hadis.
3. Sumber ketiga adalah perkataan sahabat. Di antara sahabat yang banyak
dinukil oleh Abu al-Laits adalah Ali bin abi Thalib, Umar bin Khattab, Ubay
bin Ka’b, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Zubair dan sahabat
yang lainnya
4. Sumber keempat adalah perkataan tabi’in. Di antara mereka yang dijadikan
sumber tafsir di kalangan tabiin adalah al-Hasan, Said bin Jubair, Atha’,
‘Ikrimah, Wahab bin Munabbih, al-Suddy, Muqatil, dan sumber paling
banyak diambil dari Mujahid.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

1. AL-LUGAWI

Abu al-Lais menyatakan bahwa tidak boleh seseorang menafsirkan al-


Qur’an dengan pendapatnya sendiri sebelum mengenal dan
mengetahui Bahasa Arab dan asbab al-nuzul. Dalam aspek kebahasan
ini Abu al-Lais memeperhatikan beberapa hal, yaitu dari segi makna
lafaz, jika tidak ditemukan makna dari al-Qur’an maka kembali kepada
kalam Arab atau syair yang berkaitan dengan kata itu.

Bahasa mempunyai peranan penting dalam menafsirkan al-Qur’an,


karena bagaimana mungkin lahir, disisi lain pula dari aspek
kebahasaan ini adalah aspek nahwu, sharaf dan balagahnya.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

2. ULUM AL-QUR’AN
Tentang ulum al-Qur’an ini dalam pengantar kitabnya dia membagi
kepada bebarapa bagian, yaitu:

a. Mengenai qira’at. Abu al-Laits sangat memperhatikan qiraat


sampai dia mengemukakan beberapa qira’at dengan menyebutkan
argumen masing masing,kemudian terkadang menguatkan salah
satunya atau menggabungkan keduanya, misalnya dalam Qs. Al-
Baqarah 2: 59 “ “‫ وقلو خطة‬Kata “khiththah” ada yang membacanya
dengan rafa’ dan yang lainnya membaca nasab, menurutnya
bahwa pendapat kedua adalah syaz. Dan yang paling kuat adalah
rafa’.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

2. ULUM AL-QUR’AN

b. al-Nasikh al-Mansukh. Dalam persoalan ini terdapat perbedaan


ulama dalam menyikapinya, akan tetapi Abu al-Laits tanpaknya
tetap mamahami bahwa dalam al-Qur’an ada al-nasikh wa al-
mansukh, baik dalam bentuknya al-Qur’an bil al-Qur’an maupun
dalam bentuk al-Qur’an bil al-hadis, misalnya dalam QS al-Nisa 15,
menurutnya ayat ini dinasihk dengan hadis yang diriwayatkan oleh
Muslim dari Ubadah bin Shamith, sesungguhnya Nabi bersabda:
Allah telah menjadikan baginya (perempuan yang berzina) jalan,
yaitu perjaka dengan gadis dipukul dengan 100 kali, al-sayyib
dengan al-sayyib dirajam dengan batu.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

2. ULUM AL-QUR’AN

c. Asbab al-NuzuL adalah salah satu alat yang sangat penting dalam
memahmi ayat al-Qur’an, karena terkadang dalam satu ayat itu
memiliki sebab turunnya, sehingga bila seseorang tidak memahami
sebab turunnya tentu pemahamannya pasti keliru. Dengan demikian,
tentunya juga Abu al-Laits sangat memperhatikannya dalam
menafsirkan ayat yang ada asbab al-nuzulnya.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

2. ULUM AL-QUR’AN

d. masalah fiqhi Sebagaimana telah diosebutkan terdahulu bahwa Abu


al-Laits memiki gelar “al-faqih” sudah barang tentu dia memiliki ilmu
yang sangat mendalam tentang fikh. Dan fikhnya bercorak Hanafy,
akan tetapi meskipun bermazhab Hanafi dia tidak memihak kepada
corak fikhinya dalam penafsirannya. Hal ini dapat dilihat misalnya
dalam Qs. Al-Baqarah 222, yang menjelaskan boleh tidaknya
perempuan yang sudah haid digauli sebelum mandi wajib. Ayat ini
bila dibaca dengan “ ‫ “يطهرن‬dengan tasydid huruf tha dan ha maka
berarti samapi suci dari haid. Jadi boleh mendekatinya sebelum dia
mandi. Akan tetapi bila dibaca dengan “‫ ”يطهرن‬tanpa tasydid
bermakna sampai dia mandi. Jadi baru boleh dodekati bila dia sudah
mandi wajib.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

Kemudian Abu al-Laits menjelaskan nama selain dari surah al-


Fatihah dengan mengemukakan beberapa riwayat. Salah satu riwayat
yang disebutkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
‘sesungguhnya Allah menurunkan dalam kitab-Nya satu surah kepada
Nabi, kemudian Uba’y bi Ka’ab ditanya tentang surah itu. Lalu dia
bertanya apakah yang anda baca dalam shalatmu? Di jawab Umm al-
Kitab kemudian Nabi berkata bahwa demi Allah tidak ada yang
diturunkan dalam Taurat dan Injil sepertinya, yaitu al-sab’u al-matsani
dan al-Qur’an al-‘Azim. Dan dinamakan al-sab’u al-matsani karena
dibaca setiap raka’at shalat.

Setelah menjelaskan nama dan tempat turunnya, Abu al-Laits


memulai panafsirannya ayat demi ayat dengan beberapa pendekatan:
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

1. Pendekatan Atsar.

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa tafsir Abu al-


Laits adalah sebuah tafsir yang memiliki corak bil al-
ma’tsur yang sebagai acuannya dalam menafsirkan ayat.
Namun menurut penelitian penulis, sekalipun tafsirnya
dikategorikan sebagai tafsir bil al-ma’tsur, tidak semuanya
ayat yang ditafsirkan berdasarkan riwayat, bahkan dalam
satu ayat tidak dikemukakan riwayat.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN AS-SAMARQANDI

2. Pendekatan Atsar
Pendekatan Kebahasaan , Pendekatan ini dapat dibuktikan
ketika menafsirkan kalimat “alhamd Lillah” menurtnya
bahwa kalimat ini bermakna “al-Sykr Lillah” pendapat ini
sejalan yang dikemukakan oleh Ibn Abbas, yaitu syukur
kepada Allah atas segala nikmat-Nya.

3. Pendekatan Qiraat
Sebagaiman telah dijelaskan bahwa Abu al-Laits dalam
menafsirkan ayat sangat memperhatikan qiraat-qiraat jika
dalam ayat tersebut terdapat perbedaan qiraat dengan
mengemukakan pendapat masin-masing ahli qiraat.
KESIMPULAN

KITAB TAFSIR BAHR ULUM AS-SAMARQANDI

Tafsir al-Samarqandi masih satu generasi dengan kitab tafsir al-Tabari,


sehingga tafsir ini termasuk tafsir berdasarkan atas riwayat atau
dikenal dengan tafsir bi al-Ma’sur Sementara dalam kitabnya sendiri
yang ditahqiq oleh Ali Muhammad Mu’awwad menganggapnya sebagai
gabungan antara tafsir bi al-ma’sur dengan tafsir bi al-ra’yi. Kitab
tafsirnya ini disebut dengan nama "Bahr ‘Ulum" karena kedalaman ilmu
yang dimiliki oleh Abu al-Lais. Kitab tafsir yang di buat oleh beliau
berjudul Bahrul Ulum dan tergolong sebagai tafsir bil ma’tsur. Dalam
menulis tafsir ini, Al-Imam menempuh jalan penafsiran para sahabat
dan tabiin.
KESIMPULAN

KITAB TAFSIR BAHR ULUM AS-SAMARQANDI

Kitab tafsir Bahrul Ulum ini terkenal, tetapi lebih dengan sebutan kitab
tafsir Samarqandi, yang diambil dari nama pengarangnya. Dalam
kitabnya tersebut Abu Laith As-Samarqandi menggunakan metode
Tahlili, dimana penjelasannya terurai secara rinci.
• AL-LUGAWI
• ULUM AL-QUR’AN
Memasuki penafsiran al-Fatihah Abu al-Laits tidak menjelaskan lagi
bagaimana kedudukan basmalah itu dalam surah al-Fatihah, meskipun
dalam surah ini tetap menganggap basmalah itu sebagai ayat pertama.
Di sini Abu al-Laits mengemukakan beberapa riwayat, yaitu dari
Mujahid, yang menurutnya bahwa surah ini turun di Madinah,
sementara yang lainnya menyebutkan bahwa turun di Mekah, dan ada
juga pendapat bahwa surah ini dua kali turun, sekali turun di Mekah
dan sekali tururn di Madinah.
KESIMPULAN

KITAB TAFSIR BAHR ULUM AS-SAMARQANDI

Dari argumen yang dikemukakan oleh Abu al-Laits di atas tidak


menetapkan salah satu pendapat yang lebih kuat, dia hanya
memaparkan riwayat-riwayat begitu saja tanpa ada suatu analisa. Di
jawab Umm al-Kitab kemudian Nabi berkata bahwa demi Allah tidak
ada yang diturunkan dalam Taurat dan Injil sepertinya, yaitu al-sab’u al-
matsani dan al-Qur’an al-‘Azim.

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa tafsir Abu al-Laits adalah


sebuah tafsir yang memiliki corak bil al-ma’tsur yang sebagai acuannya
dalam menafsirkan ayat. Namun menurut penelitian penulis, sekalipun
tafsirnya dikategorikan sebagai tafsir bil al-ma’tsur, tidak semuanya
ayat yang ditafsirkan berdasarkan riwayat, bahkan dalam satu ayat
tidak dikemukakan riwayat.
.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai