Anda di halaman 1dari 15

Mazhab Syiah Itsna Asyariah dan Model Penafsirannya

Makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Maza>hib al-Tafsi>r wa


Mana>hijuh

Semester III Tahun 2019

Oleh:

Andi Muh. Syahrir Ramadana


80600217018

Dosen Pemandu :

Dr. H. Aan Farhani,Lc., M.Ag.

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN

MAKASSAR

2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang diturunkan sebagai

pedoman hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman, maka tidak heran bila

Allah berjanji menjaganya.Allah berjanji untuk menjaga keutuhan al-Qur’an,

sehingga tidak ada yang dapat mengurangi atau menambah atau

menyelewengkannya.

Demikianlah al-Qur’an senantiasa terjaga dari ulah orang-orang yang tidak

bertanggung jawab. Ibnu Jarir al-T{abari> berkata, “Orang sesat dengan segala

tipudayanya tidak akan kuasa merubah al-Qur’an, juga tidak akan kuasa

mengganti maknanya, dan ini adalah wujud pemeliharaan al-Qur’an dari arah

depan. Sebagaimana ia tidak akan kuasa untuk menambahkan sesuatu hal pun

kepadanya, dan ini adalah wujud dari pemeliharaan al-Qur’an dari arah

belakangnya.”1

Namun orang-orang dari kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah meyakini yang

sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa al-Qur’an telah mengalami penambahan

dan pengurangan, sebagaimana penuturan para imam mereka : “Dari Abu Ja’far

as, ia berkata, “Andaikata tidak terjadi penambahan dan pengurangan pada

kitabullah, niscaya hak-hak kami tidak akan tersamarkan atas setiap yang berakal

sehat.”2

Apakah dua kelompok (Sunni dan Syi’ah) yang perberbedaannya

demikian mencolok dapat bersatu?Yang mana salah satu usaha mereka untuk

dapat bersatu dengan barisan kaum muslimin adalah pengakuan bahwa Syi’ah
1
Ibnu Jari>r al-T{abari>, Ja>mi’ul Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’a>n, (Muassasah al-
Risa>lah, 2000), vol. 21, h. 480.
2
Muhammad bin Murtad}a>, Tafsi>r ash-S}afi, (Teheran: Maktabah al-S{adr, 1091
H),vol. 1, h. 58.
adalah madzhab yang kelima. Sebagaimana yang ada dalam empat madzhab

Sunni yang lain bahwa perbedaan Syi’ah dengan Ahlus Sunnah hanyalah

perbedaan interpretasi, yaitu perbedaannya hanya dalam memahami nash-nash

dalil.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Syi’ah Itsna Asyariah?

2. Bagaimana metode tafsir Syi’ah Itsna Asyariah?


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syiah

Secara bahasa kata syi>’ah bermakna pengikut (‫)األَ ْت َب ا ُع‬, penolong (

َ ‫)األَ ْن‬ dan golongan(‫)الفِرْ َق ُة‬ .3 Kata syi’ah ini beberapa kali disebutkan dalam al-


‫صا ُر‬

Qur`an dengan makna tersebut. Disebutkan dalam al-Qur`an kata syi’ah yang

bermakna kelompok, golongan atau jama’ah, Allah Ta’ala berfirman dalam QS

Maryam/19:69.
ً ‫أَ ُّي ُه ْم أَ َش ُّد َعلَى الرَّ حْ َم ِن عِ ِت ّيا‬ ‫شِ ي َع ٍة‬ ‫نز َعنَّ مِن ُك ِّل‬ ُ
ِ ‫ث َّم لَ َن‬
Terjemahnya: Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap syi’ah 
(golongan) siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah.

Firman Allah swt dalam QS al-Qas}as/28:15.


ْ‫يع ِت ِه َو َه َذا مِن‬ ِ ‫ِين َغ ْفلَ ٍة مِّنْ أَهْ لِ َها َف َو َج َد فِي َه ا َر ُجلَي‬
َ ‫ْن َي ْق َت ِتاَل ِن َه َذا مِن ِش‬ ِ ‫َود ََخ َل ْال َمدِي َن َة َعلَى ح‬
ْ‫ضى َعلَ ْي ِه َق ا َل َه َذا مِن‬
َ ‫شِ ي َع ِت ِه َعلَى الَّذِي مِنْ َع ُدوِّ ِه َف َو َك َزهُ مُو َسى َف َق‬ ‫َع ُدوِّ ِه َفاسْ َت َغا َث ُه الَّذِي مِن‬
ٌ‫ان إِ َّن ُه َع ُدوٌّ مُّضِ ٌّل م ُِّبين‬ َ ‫َع َم ِل ال َّشي‬
ِ ‫ْط‬
Terjemahnya: Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya
sedang lengah , maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki
yang berkelahi. yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang
4
(lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari syi’ah-nya
(golongannya) meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang
yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu.
Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).

Sedangkan secara istilah, Syi’ah adalah setiap kelompok yang

mengutamakan Ali bin Abi Thalib dari para khalifah sebelumnya, dan mereka

berpendapat bahwa Ahlulbait adalah orang yang paling berhak

3
Ibnu Mandzur, Lisa>nul ‘Arab, (Beirut : Dar S}adir, 1414 H) vol. 8, h. 188-189.
Mushthafa bin Muhammad, Syubhatu al-Rafi>d}ah Haula al-S}aha>bah, (Riyadh:
4

Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), vol.1, h.95


menjadi khalifah.Pendapat ini sesuai dengan konteks Syiah sebagai suatu

kelompok yang mempunyai ideologi-ideologi bersifat deislamisasi.5

Sedang menurut orang Syi’ah sendiri, Syi’ah adalah salah satu kelompok

Islam yang mempercayai  dan mengikuti dua belas Imam dari kalangan Ahlul

Bait al-Musthafa Ali (bin Abi Thalib) beserta keturunannya, mereka menjadikan

para Imam tersebut sebagai rujukan dalam segala permasalahan fikih, baik itu

perkara ibadah maupun muamalah, dan tidak mengistimewakan seorang pun dari

dua belas imam kecuali leluhur mereka yang memiliki risalah yaitu Muhammad

saw.6

B. Syi>’ah Itsna> Asyariah

Syi’ah Itsna> Asyariyah ialah Syi’ah dua belas/Syiah Ima>miyah karena

menjadi dasar akidahnya persoalan imam dalam arti pemimpin religo politik.7

kata Ima>miyah mengacu kepada mereka yang mewajibkan dinamakan demikian

sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka

yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syi’ah.

Urutanimam mereka yaitu:

1. Ali> bin Abi> Ta>lib (600-661), juga dikenal dengan Ami>rul

Mukmini>n

2. Hasan bin Ali> (625-669), juga dikenal dengan H{asan al-Mujtaba

3. Husain bin Ali> (626-680), juga dikenal dengan Husain al-Syahi>d

4. Ali> bin Husain (658-713), juga dikenal dengan Ali> Zainal Abidi>n

5. Muhammad bin Ali> (676-743), juga dikenal dengan Muh}ammad al-

5
Dr. Ghalib bin Ali ‘Iwaji, Fira>q Mu’a>s}irah, (Riya>dh: Maktabah al-As}riyah,
1993), vol.1, h.132-133
6
Ahmad Syurbasyi, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an al-Karim,
(Jakarta : Kalam Mulia, 1999), h. 87.
7
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kala>m, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),
cet.III,h. 99.
5

Baqi>r

6. Jafar bin Muhammad (703-765), juga dikenal dengan Ja'far al-S{a>diq

7. Mu>sa bin Ja'far (745-799), juga dikenal dengan Mu>sa al-Kadzim

8. Ali> bin Mu>sa (765-818), juga dikenal dengan Ali al-Rid}a>

9. Muhammad bin Alî (810-835), dikenal dengan Muhammad al-Jawad.

10. Ali> bin Muhammad (827-868), juga dikenal dengan Ali al-Ha>di>

11. Hasan bin Ali> (846-874), juga dikenal dengan H{asan al-Asykari>

12. Muhammad bin Hasan (868-), juga dikenal dengan Muhammad al-

Mahdi>sebagai imam kedua belas.8

C. Kitab-kitab Tafsir Syi’ah Itsna> Asyariah

Orang-orang Syi’ah baru berfikir tentang Ilmu Ushul pada abad keempat

Hijriyah, dan mulai menyusun ilmu tersebut pada abad kelima Hijriyah.Sehingga

bisa kita katakan bahwa ilmu ushul Syi’ah yang berkembang hingga hari ini

hanyalah pengembangan dari tiga kitab utama mereka yang muncul pada abad ke-

3 Hijriyah (Tafsir al-Hasan al-Askari>, Tafsir al-Qummi>, dan Tafsir al-

Ayyasyi>).Karena semua riwayat mereka dinisbatkan kepada para imam Ahlu

Bait.9

Karena Syi’ah Imamiyah terbagi menjadi dua, ekstrim dan moderat, yang

keduanya tidak sama dalam memandang al-Qur`an, maka dalam kajian tafsir

mereka perlu adanya studi secara menyeluruh terhadap kitab-kitab mereka.

Sehingga kita akan dapat menemukan benang merah dari metode mereka dalam

menafsirkan al-Qur’an. Dan pengaruh akidah imamah mereka akan senantiasa

nampak dalam setiap uraian-uraian yang mereka sampaikan.

Ahmad Mahmud Subhi, Nazhariyyah Al-Ima>m ba’da al-Syi>’ah Itsna Asyariyah.


8

(Mesir: Da>r al-Ma‘a>rif, 1969), h. 28-29


Ali Ahmad al-Salus, Ma’a al-Itsna> ‘Asyariyah fi al-Us}u>l wa al-Furu>’, (Mesir:
9

Maktabah Da>r al-Qur’a>n, 2003), vol. 2, h. 459.


1. Kitab Tafsir Syi’ah Ekstrem

a) Tafsi>r al-Hasan al-Askari>

Kitab Tafsir al-Hasan al-Askari  ini adalah kitab yang menerangkan

akidah imamah, dan hal-hal yang berhubungan dengannya dikalangan Syi’ah

Ja’fariyah. Mereka menjadikan Kitabullah sebagai sesuatu yang tunduk dibawah

akidah mereka yang rusak, yang mana akal yang sehat dan jiwa yang bersih tidak

akan menerima kesesatan tersebut.

Ayat Dalam tafsir firman Allah QS al-Baqarah/2:4.

َ ِ‫ك َو َما أُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬


)4( َ‫ك َوبِاآْل ِخ َر ِة هُ ْم يُوقِنُون‬ َ ‫َوالَّ ِذينَ ي ُْؤ ِمنُونَ بِ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي‬
Terjemahnya: “Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu, dan mereka
yakin dengan akhirat.”
Imam berkata, “Hasan bin Ali berkata, ‘Barangsiapa yang menolak

keutamaan Ali atas semua orang setelah Nabi maka dia telah mendustakan Taurat,

Injil, Zabur, lembaran-lembaran kitab Ibrahim dan semua kitab yang Allah

turunkan. Karena sesungguhnya tak ada sesuatu pun yang Allah turunkan kecuali

bahwa yang paling penting didalamnya setelah perintah untuk mengesakan Allah

dan mengakui kebenaran Nubuwah adalah pengakuan terhadap kewilayahan Ali

dan orang-orang yang mulia dari keluarganya.”10

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Imam al-Hasan al-Askari adalah

seorang imam yang bersih dan shalih, tidak kafir dan sesat.Sedangkan yang sesat

itu adalah orang-orang yang berlebih-lebihan dalam memperlakukan dia dan

nenek moyangnya yang mulia dan terhormat. Agha Bazraq Al-Thaherani

10
Abi Muhammad al-Hasan bin Ali al-Askari>,Tafsi>r al-Ima>m al-Askari>, (Qum:
Madrasah al-Imam al-Mahdi, 1409 H), vol. 1, h. 161.
7

mengungkapkan dalam kitabnya al-Dzari’ah bahwa kitab ini adalah hasil dikte

sang imam.11

b)   Tafsir al-Qummi

Kitab ini dikarang oleh Abul Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim al-

Qummi, yang hidup pada masa Imam al-Askari, dan wafat tahun 307 H. Orang-

orang Syi’ah menganggapnya sebagai perawi yang tsiqah, bahkan termasuk

dalam jajaran perawi yang paling bagus. Muridnya, Muhammad bin Ya’qub al-

Kulaini, dalam kitabnya al-Ka>fi banyak menukil darinya. Yang mana kitab al-

Kafi dimata orang-orang Syi’ah Ja’fariyah adalah kitab hadist yang paling utama

(kedudukannya laksana Shahih Bukhari dalam pandangan ahlus Sunnah).12

Tidak seperti kitab tafsir sebelumnya, kitab ini memuat tafsir seluruh al-

Qur’an.Dinukil dari dua imam yang mulia, yaitu Abu Ja’far al-Baqir dan Abu

Abdullah ash-Shadiq. Maka tafsir ini pada hakikatnya disebut dengan tafsir al-

S}adiqain. Namun penulisnya dengan tegas menyatakan adanya perubahan dalam

al-Qur’an dan al-Jazairi dalam mukaddimahnya membela pernyataan tersebut.13

Disebutkan dalam tafsirnya bahwa Imam Ja’far menafsirkan ayat QS al-

Nisa>’/4:64-65.
ْ َ‫ اءُوكَ ف‬q‫هُ ْم َج‬q‫وا أَ ْنفُ َس‬q‫وْ أَنَّهُ ْم إِ ْذ ظَلَ ُم‬qَ‫إِ ْذ ِن هَّللا ِ َول‬qِ‫ا َع ب‬qَ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن َرسُو ٍل إِاَّل لِيُط‬
َ ‫ هَّللا‬q‫تَ ْغفَرُوا‬q‫اس‬
qَ ‫) فَاَل َو َرب‬64( ‫ هَّللا َ تَ َّوابًا َر ِحي ًما‬q‫ر لَهُ ُم ال َّرسُو ُل لَ َو َجدُوا‬qَ َ‫َوا ْستَ ْغف‬
‫ا‬qq‫وكَ فِي َم‬qq‫ِّك اَل ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّى ي َُح ِّك ُم‬
َ َ‫َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِجدُوا فِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّما ق‬
)65( ‫ تَ ْسلِي ًما‬q‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموا‬
Terjemahnya: “Dan sekiranya mereka datang kepadamu, wahai
Ali(tambahan penafsir), tatkala mereka berbuat zhalim terhadap jiwa
mereka dan memohon ampun kepada Allah, dan Rasul memohonkan
ampun untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Pemberi
Taubat dan Maha Pengasih.” Tetapi tidak, demi Tuhanmu! Mereka tidak
akan beriman, hingga mereka menjadikanmu wahai Ali (tambahan

Agha Bazraq al-T{aherani, al-Dzari>’ah fi Ushul al-Fiqh al-Ima>mi>, (Beirut: Da>r


11

al-Adwa’), vol. 30, h. 43


Abil Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsi>r al-Qummi, (Qum-Iran : Muassasah
12

Da>r al-Kita>b li al-T{iba>’ah wa al-Nasyr, 1404 H), h. 8


13
Abil Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsi>r al-Qummi, h. 23-24
penafsir) sebagai hakim yang mengadili apa yang mereka perselisihkan di
antara mereka.”14
Al-Qummi berpendapat bahwa para imam menerima wahyu sebagaimana

para nabi.Dalam menafsirkan QS al-Qadr /97:4.

)4( ‫م ِم ْن ُكلِّ أَ ْم ٍر‬qْ ‫تَنَ َّز ُل ْال َماَل ئِ َكةُ َوالرُّ و ُح فِيهَا بِإِ ْذ ِن َربِّ ِه‬
Terjemahnya: “Malaikat dan Ruh turun pada (malam yang Agung), itu
dengan izin Tuhan mereka.”
Malaikat dan Ruhul Kudus saat itu turun pada Imam Zaman dan mereka

menyerahkan apa yang telah mereka tulis tentang semua urusan itu.15

Dia juga melegitimasi bolehnya nikah mut’ah dalam tafsirnya, “Lalu

kepada (wanita) yang kamu nikmati (dengan jalan perkawinan), sampai batas

tertentu (tambahan penafsir) berilah mereka maskawin seperti yang telah

ditetapkan.”Dia menambahkan bahwa ayat ini adalah dalil yang menunjukkan

bolehnya kawin mut’ah.16

2. Kitab Tafsir Syi’ah Moderat

a). Tafsir al-Thu>si>

Al-Thusi mengarang kitab tafsirnya dengan judul al-Tibya>n, dan ia

menjelaskan bahwa al-Qur’an yang Allah turunkan kepada Muhammad saw

adalah apa yang ada di tangan kita dan tidak ada pengurangan ataupun

penambahan didalamnya. Dan dia aplikasikan prinsipnya ini dalam tafsirnya, dan

ia berusaha menjaga kitab Allah tersebut dari perubahan.

Dia berkata dalam tafsirnya, “Ketahuilah! Telah jelas dari khabar-khabar

sahabat kita bahwa penafsiran al-Qur’an tidak boleh dilakukan kecuali dengan

atsar yang shahih dari Rasulullah saw dan dari para Imam ra. Dimana perkataan

14
Abil Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsir al-Qummi, h. 142
15
Abil Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsir al-Qummi>, , h. 423
16
Abil Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsir al-Qummi>, h. 136
9

mereka adalah hujah laksana perkataan Nabi, dan bahwa penafsiran yang hanya

berdasarkan akal itu tidak boleh.”17

Dia juga menambahkan, “Wajib bagi orang yang berbicara tentang takwil

al-Qur’an untuk merujuk pada sejarah, dan hendaknya memperhatikan dengan

seksama tentang sebab-sebab turunnya ayat.Dan jangan sampai menakwilkannya

karena dorongan otak dan syahwat.”18

Al-Thu>si> memang memiliki kesamaan dengan jumhur ahli tafsir ahlu

sunnah dalam hal metode penafsiran al-Qur’an kecuali dalam hal yang

menyangkut posisi Imam yang mereka sejajarkan dengan para Nabi. Hal ini

tidaklah aneh, karena apa yang mereka ungkap dalam tulisan merupakan ekspresi

dari akidah Imamah. Dia tidak menempatkan para sahabat memiliki peran dalam

hal tafsir, padahal mereka adalah orang-orang yang mendengar langsung dari

Rasulullah saw.

b)  Tafsi>r al-Mi>za>n

Ini adalah salah satu kitab tafsir yang paling banyak beredar dan paling

masyhur serta mendapat sambutan yang istimewa dikalangan Syi’ah pada masa

ini. Judul asli kitab ini adalah al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’an, ditulis oleh

seorang ulama Syi’ah kontemporer bernama Sayyid Muhammad Husein al-

T{abat}aba>i>. Ia termasuk orang yang memiliki sikap diantara al-Qummi yang

ekstrim dan al-Thusi yang moderat. Misalnya ketika mengomentari ayat tentang

pembebasan Aisyah dari tuduhan, al-T{abat}aba>i berkata, “Dilihat dari sebab

turunnya, tidak ada satupun ayat yang membicarakan tentang istri-istri Nabi, dan

tidak pula terkait dengan mereka (para sahabat). Namun itu sengaja diletakkan

17
Muhammad bin al-Hasan ath-Thusi, al-Tibya>n fi Tafsi>r al-Qur’an, (Da>r Ihya>’i al-
Turas} al-A’rabi>), vol. 1, h. 4.
18
Muhammad bin al-Hasan al-Thu>si, al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’a>n, vol. 1, h. 346
ayat-ayat itu mungkin karena adanya perintah oleh Rasulullah atau bisa jadi ia

ditulis setelah Nabi wafat.”19

Ia juga menakwilkan ayat dengan sikap yang moderat. Misalnya, QS Al-

Nisa>’/4:59.“Taatlah kepada Allah, taatlah kepada rasul dan Ulil Amri dari

kalian.”Ia berkomentar, “Wajib bagi manusia untuk menaati Rasul atas apa yang

dia terangkan lewat wahyu, dan apa yang menjadi pendapatnya. Sedangkan

pemimpin, siapapun mereka, tidak memiliki bagian apapun dari wahyu, namun

mereka memiliki pendapat yang tepat dan jitu.Oleh sebab itulah mereka juga perlu

ditaati sebagaimana Rasul.”20 Ia mengkhususkan masalah wahyu hanya kepada

Rasul, namun meletakkan ketaatan kepada penguasa setara dengan ketaatan

kepada Rasul, maka jelas maksud yang ingin dicapainya adalah kemaksuman para

pemimpin.

Sebenarnya masih banyak kitab tafsir Syi’ah yang berhaluan moderat,

diantaranya : Tafsi>r al-Qur’an al-Kari>m li Syibr, Kanzul Irfa>n fi Fiqhal-

Qur’an, Tafsir al-Ka>syif, al-Baya>n, Tafsir Alai al-Rahma>n fi Tafsir al-

Qur’an, Tafsir al-Mubi>n, dan sebagainya.Diantara mereka yang paling moderat

adalah al-Thu>si, kemudian al-Thabrasi, yang mana keduanya merupakan pelopor

paramufassir Syi’ah yang berhaluan moderat.

D. Metode Tafsir Syi’ah Itsna> Asyariah

Telah diketahui bersama bahwa Ahlul Hawa’ (orang yang

memperturutkan hawa nafsunya hingga pada kesesatan) dan aliran sesat selalu

berusaha menjadikan al-Qur’an al-Karim sebagai landasan mereka untuk

menetapkan akidah mereka yang bathil.Hal itu dalam rangka mewujudkan tujuan

19
Al-Sayyid al-T{abat}aba>i>, al-Miza>n fi Tafsi>r al-Qur’an,(Qum: Jama’atul
Mudarrisin, t.th) juz. 15, h. 469.
20
As-Sayyid al-T{abat}aba>i, al-Miza>n fi Tafsi>r al-Qur’an, juz. 4, h. 413
11

mereka yang buruk, yaitu untuk membujuk kaum muslimin awam, menyesatkan

mereka dari kebenaran, dan mengajak mereka kepada kebatilan.

Untuk itulah mereka bersungguh-sungguh dalam penelitian terhadap ayat-

ayat, yang menurut khayalan mereka, dapat dijadikan landasan akidah

mereka.Maka, mereka menakwilkan ayat-ayat yang selaras dengan akidah mereka

yang menyimpang.Mereka meletakkan metode khusus dalam menafsirkan al-

Qur’an yang sangat berbeda dari kaum muslimin.Mereka meninggalkan metode

yang telah ditetapkan para ulama Islam ahlul haq dari kaum muslimin, yaitu

metode salafus shalih.

Ketika mereka meletakkan metode khusus dalam tafsir al-Qur’an, tidak

segan-segan mereka melakukan penipuan terhadapkitabullah dan memberikan

makna-makna yang menyimpang dari makna yang shahih.

Diantara metode Syi’ah Itsna> Asyariyah yang paling menonjol dalam

menafsirkan al-Qur’an adalah :

1. Menafsirkan al-Qur’an dengan sabda Rasul saw yang diriwayatkan dari jalur

mereka saja.

2. Menafsirkan al-Qur’an dengan khabar-khabar yang dinisbatkan kepada para

imam mereka.

3. Menafsirkan al-Qur’an dengan takwil-takwil untuk mendukung keyakinan

maupun fikih mereka yang berbeda dengan ahlus Sunnah.

Al-Thu>si> berkata dalam mukaddimah tafsirnya, “Ketahuilah bahwa

kesimpulan riwayat dari khabar-khabar kawan-kawan kita adalah sesungguhnya

al-Qur’an tidak boleh ditafsirkan kecuali dengan Atsar Shahih dari Nabi saw dan

dari para Imam as, yang mana perkataan mereka merupakan hujah sebagaimana

sabda Nabi saw.”21

21
Muhammad bin al-Hasan ath-Thu>si, Al-Tibya>n, (Da>r Ihya>’i at-Turas} al-A’rabi>),
vol. 1, h. 4
Dan sebab yang paling mendasari dari takwil-takwil bathil ini adalah

masalah Imamah yang ada pada mereka. Bagi mereka Imamah adalah rukun yang

paling utama diantara rukun-rukun Iman yang lain, dan urusan agama yang paling

urgen. Bahkan Imamah yang mereka yakini sederajat dengan

tingkatan Nubuwah.Maka bagi mereka, Iman seseorang tidak sempurna sampai

beriman dia mengakui para Imam, beriman kepada kepadanya dan memusuhi

musuh-musuhnya.
13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Syi’ah Itsna> Asyariyah ialah Syi’ah dua belas/Syiah Ima>miyah karena

menjadi dasar akidahnya persoalan imam dalam arti pemimpin religo

politik. kata Ima>miyah mengacu kepada mereka yang mewajibkan

dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin

muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini

adalah yang terbesar di dalam Syi’ah.

2. Diantara metode Syi’ah Itsna> Asyariyah yang paling menonjol dalam

menafsirkan al-Qur’an adalah : Pertama, Menafsirkan al-Qur’an dengan

sabda Rasul saw yang diriwayatkan dari jalur mereka saja.

Kedua,Menafsirkan al-Qur’an dengan khabar-khabar yang dinisbatkan

kepada para imam mereka. Ketiga, Menafsirkan al-Qur’an dengan takwil-

takwil untuk mendukung keyakinan maupun fikih mereka yang berbeda

dengan ahlus Sunnah.


DAFTAR PUSTAKA
al-Askari>, Abi Muhammad al-Hasan bin Ali. Tafsi>r al-Ima>m al-
Askari>.Qum: Madrasah al-Imam al-Mahdi, 1409 H.
al-‘Ayyasyi, Muhammad bin Mas’ud. Tafsi>r al-‘Ayyasyi.Teheran : al-Maktabah
al-Islamiyah. t.th
bin Murtadha, Muhammad. Tafsir al-Sa>fi. Teheran: Maktabah al-S{adr, 1091 H.
bin Muhammad, Mus}t}afa. Syubhatu al-Rafi>d}ah Haula al-S{aha>bah.
Riyadh: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.
Ibnu Mandzur, Lisa>nul ‘Arab. Beirut : Dar Shadir, 1414 H.
‘Iwaji, Gha>lib bin Ali. Fira>q Mu’a>s}irah. Riyad}: Maktabah al-Ashriyah,
1993.
al-Kulaini>, Abu Ja’far. al-Ushu>l minal Ka>fi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islami,
1363.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwa>r.Ilmu Kala>m. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
al-Salus, Ali Ahmad. Ma’a al-Is}na> ‘Asyariyah fi al-Usu>l wa al-Furu>’.
Mesir: Maktabah Da>r al-Qur’an, 2003.
Syurbasyi, Ahmad. Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an al-
Karim. Jakarta : Kalam Mulia, 1999.
al-T{abari>, Ibnu Jari>r. Ja>mi’ul Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’a>n, Muassasah al-
Risa>lah, 2000.
al-T{abrasi>, Abi Ali al-Fad}l bin bin al-Hasan. Tafsir Majma’ al-Bayan. Beirut :
Mu’assasah al-A’lami, 1995.
al-T{aherani, Agha Bazraq al-Dzari>’ah fi Us}ul al-Fiqh al-Ima>mi. Beirut: Dar
al-Adwa’
al-T{abrasi, Abi Ali al-Fad}l bin bin al-Hasan.Tafsir Jawa>mi’ al-Ja>mi’. Qum:
Muassasah an-Nasyr al-Islami, 1418 H.
al-T{abataba>i, Al-Sayyid Muhammad Husain.al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an.
Qum: Jama’atul Mudarrisin, t.th.
al-Thu>si>, Muhammad bin al-H{asan.al-Tibya>n fi Tafsi>r al-Qur’an. Da>r
Ihya>’i al-Turas\ al-A’rabi>, t.th.
al-Qummi, Abil Hasan Ali bin Ibrahim. Tafsi>r al-Qummi.Qum-Iran :Muassasah
Da>r al-Kita>b li al-Thiba>’ah wa al-Nasyr, 1404 H.

Anda mungkin juga menyukai