Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an, sebagai sumber utama agama Islam merupakan teks yang

mempunyai banyak penafsiran (multi-interpretasi). Penafsiran-penafsiran ini sangat

dipengaruhi oleh background penafsir dan juga kondisi sosio-historis yang

menyelimuti dirinya. Sehingga tidak jarang terlihat perbedaan interpretasi antara satu

penafsir dengan penafsir lainnya yang berbeda zaman maupun latar belakang.

Umpamanya Tafsir Ibnu Jarir al-Thabari (w. 923 M.) yang menggunakan nalar mitis

(menerima apa adanya dari periode terdahulu) berbeda dengan tafsirnya Fakhruddin

al-Razi (w. 1210 M.) yang banyak mengadopsi akal dalam menafsirkan al-Qur’an;

dan tafsir Bintu Syathi’ (w. 1998 M.) yang bercorak sastrawi berbeda dengan

tafsirnya Tantawi Jauhari (w. 1940 M.) yang bercorak ilmi (kauniyah).

Keilmuan di bidang tafsir semakin berkembang, baik dari segi metodologi

maupun pendekatan (approach). Jika dalam khazanah tafsir klasik kita hanya akan

mendapatkan bentuk-bentuk penafsiran yang “tradisional”, yakni al-Qur’an dengan

al-Qur’an, hadis Nabi, Qaul sahabat dan Tabi’in, serta syair Arab, maka dalam kajian

tafsir modern-kontemporer kita akan mendapatkan berbagai macam variasi, dari

mulai tafsir bercorak sastrawi, hermeneutik hingga bercorak ilmi (saintific

interpretaion). Semuanya menjadi kekayaaan tersendiri yang dimiliki oleh Tafsir al-

Qur’an.

Falak (astronomi) sebagai salah satu alternatif tafsir al-Qur’an bisa dikatakan

sebagai bentuk penafsiran yang bersifat saintific atau menggunakan keilmuan


kealaman. Kandungan materi yang diberikannya dapat menolong umat Islam dalam

menjalankan ajaran Islam serta ibadah sehari-hari. Hal yang paling mudah adalah

membantu dalam penunjukkan arah kiblat dan juga menjadi alat pembantu dalam

menentukan hari raya idul Fitri maupun idul Adha.

Jika diruntut secara historis, Ia merupakan tradisi yang bisa dikatakan berasal

dari keilmuan pra-Islam. Sejarah mencatat, sebelum kedatangan Islam, masyarakat

Arab sudah mengenal tradisi ilmu perbintangan (astronomi), medis (tabīb), catatan

keturunan (ansāb), dan ilmu-ilmu lainnya. Dengan demikian, embrio dari ilmu falak

sendiri sudah muncul jauh sebelum Islam disyiarkan oleh Nabi Muhammad pada

abad ke 7 M.

Dalam kitab-kitab tafsir klasik maupun pertengahan sebenarnya sudah banyak

kajian-kajian mengenai astronomi. Hal ini terjadi karena banyak ayat- ayat al-Qur’an

yang menyinggung tentang astronomi. Akan tetapi pembahasan yang diberikan tidak

begitu mendalam dan dan kadangkala sukar dicari justifikasinya secara ilmiah.

Karena teknologi yang ada pada masa itu belum berkembang pesat. Contoh yang bisa

dilihat adalah perdebatan seputar makna kata falak (garis edar) dalam surat al-

Anbiyā: 33: “Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan

bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya”. Apakah

kata tersebut merupakan bentuk jisim (kongkret/berbentuk) yang menjadi tempat

beredarnya planet-planet ataukah ia bukan bentuk jisim (tidak berbentuk)?.

Permasalahan ini sukar dicari pembenaran secara ilmiah dan menyentuh tataran

realitas. Solusi yang ditawarkan pun hanya berkutat pada pendekatan kebahasaan

saja.
B. Rumusan Masalah
BAB II

MUKJIZAT AL-QUR’AN TENTANG ASTRONOMI

A. Pengertian Astronomi

B. Mukjizat Al-Qur’an Tentang Astronomi

1. Penciptaan Jagat Raya

        

          



Terjemahannya :
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi
keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan antara keduanya; dan kami
jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak
beriman.
Pandangan T}ant}awi Jauhari ketika mengatakan: ada lagi yang berpendapat

bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak berpisah,

kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi

tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.

T}abt}aba’i seperti yang dikutip M. Quraish Shihab memahami kandungan

ayat tersebut sebagai bantahan terhadap para penyembah berhala yang memisahkan

antara penciptaan dan pengaturan alam raya. Menurut mereka, Allah adalah Pencipta,

sedang tuhan-tuhan yang mereka sembah, adalah pengatur. Ayat ini menyatukan

penciptaan dan pengaturan di bawah satu kendali, yakni kendali Allah swt. Sampai

sekarang kita masih terus menyaksikan pemisahan bagian-bagian bumi di darat dan di

udara, pemisahan aneka jenis tumbuhan dari bumi, aneka binatang dari binatang,

manusia dari manusia dan nampak bagi kita yang berpisah itu, lahir dalam bentuk
yang baru serta ciri-ciri yang berbeda setelah terjadinya pemisahan. Langit dengan

segala benda-benda angkasa yang terdapat di sana, keadaannya pun seperti keadaan

satuan-satuan yang disebut di atas. Benda-benda langit dan bumi tempat kita berpijak

demikian juga halnya. Hanya saja karena keterbatasan usia kita, maka kita tidak dapat

menyaksikan keadaan langit dan bumi seperti apa yang kita saksikan pada bagian-

bagian kecilnya. Kita tidak dapat menyaksikan pembentukan dan kehancurannya,

tetapi betapa pun demikian, harus diakui bahwa baik planet-planet di langit maupun

bumi, serta bagian-bagiannya yang terkecil, semua adalah materi, sehingga semua

yang kecil atau yang besar, secara umum sama dalam hukum-hukumnya. Dengan

demikian kita dapat berkesimpulan bahwa terulangnya berkali-kali apa yang kita lihat

pada rincian benda-benda atau kehidupan dan kematian apa yang terdapat di bumi

dan di langit, menunjukkan bahwa suatu ketika langit dan bumi pernah merupakan

satu kesatuan (gumpalan) tanpa pemisahan dari bumi dan langit, kemudian atas

kehendak Allah, keduanya dipisahkan, atas kehendak dan di bawah pengaturan dan

kendali Allah sang Pencipta Agung itu.1

Selain itu, ayat ini juga dipahami oleh sementara ilmuwan sebagai salah satu

mukjizatal-Qur’an yang mengungkap peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak

teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar dengan bukti-bukti yang cukup kuat,

yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang

diistilahkan dengan ratqan, lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan

antara bumi dan langit. Memang kita tidak dapat memperatasnamakan al-Qur’an

mendukung teori tersebut, namun tidak ada salahnya teori-teori itu memperkaya kita

untuk memahami maksud firman Allah di atas.

1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 8.... , h. 442-443.
Peristiwa Big Bang yang telah dikemukakan oleh Georges Lemaitre, George

Gamow pada tahun 1930-an, dan Stephen Hawking pada tahun 1980-an tersebut telah

menjelaskan kejadian awal semesta. Teori tersebut telah menjelaskan bahwa alam

semesta awalnya tersusun dari sebuah titik yang sangat padat, panas, yang disebut

titik singularitas, yaitu sebuah titik yang tidak terdefinisikan. Dari titik inilah suatu

ledakan kosmis mahadahsyat yang disebut sebagai Big Bang terjadi dan membentuk

atom-atom hidrogen (H), helium (He), proton, elektron, dan neutron dalam hitungan

menit.

Sejak saat masa itu masa keemasan alam semesta terjadi. Bintang-bintang,

proto-proto galaksi, dan quasar mulai terbentuk. Semuanya terkendali dalam jaring-

jaring gravitasi yang sudah terbentuk sejak awal. Sebelum ledakan komis tersebut.

Selanjutnya, alam semesta mengembang dan berangsur dingin. “ Seluruh materi dan

energi dalam alam semesta pernah bersatu membentuk sebuah bola raksasa.

Kemudian bola raksasa ini meledak sehingga seluruh materi mengembang karena

pengaruh energi ledakan yang sangat besar.” Big Bang merupakan salah satu teori

tentang awal pembentukan jagat raya. Teori ini menyatakan bahwa jagat raya dimulai

dari satu ledakan besar dari materi yang densitasnya luar biasa besar. Impilikasinya

jagat raya punya awal dan akhir. Teori ini terus- menerus dibuktikan kebenarannya

melalui sejumlah penemuan, dan diterima oleh sebagian besar astrofisikawan masa

kini. Adapun tahapan terbentuknya Big Bang, 2 sebagai berikut:

1. Segera setelah terjadi dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat

hingga kira-kira 2000 kali matahari.

2
http://ophiiciiduduth.blogspot.co.id/2013/04/makalah-teori-bigbang-dan-teori.html (29-01-
2018).
2. Sebelum berusia satu detik, semua partikel hadir dalam keseimbangan. Satu

detik setelah dentuman, alam semesta membentuk partikel-partikel dasar, yaitu

elektron, proton, neutron, dan neutrino pada suhu 10 miliar kelvin.

3. Kira-kira 500 ribu tahun setelah terjadi ledakan, lambat laun alam semesta

menjadi dingin hingga mencapai suhu 3000 K. Partikel-partikel dasar

membentuk benih kehidupan alam semesta.

4. Gas hidrogen dan helium membentuk kelompok-kelompok gas rapat yang tak

teratur. Dalam kelompok-kelompok tersebut mulai terbentuk protogalaksi.

5. Antar satu dan dua miliar tahun setelah terjadinya dentuman besar,

protogalaksi-protogalaksi melahirkan bintang-bintang yang lambat laun

berkembang menjadi raksasa merah dan supernova yang merupakan bahan

baku kelahiran bintang-bintang baru dalam galaksi.

6. Satu di antara miliaran galaksi ytang terbentuk adalah galaksi Bimasakti. Di

dalam galaksi ini terdapat tata surya kita, dengan matahari yang terdekat dengan

bulan.

Ternyata Allah SWT. Telah menjelaskan kejadian tersebut di dalam QS. al-

Anbiya’ ayat 30. Peristiwa big bang di atas dijelaskan oleh al-Qur’an dengan sangat

indah dan bijaksana. Allah SWT. Hanya mengatakan bahwa “langit dan bumi itu

keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya”.

Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa segala sesuatu yang hidup itu diciptakan dari

air.3 Ternyata al-Qur’an menyaji informasi yang sangat akurat bahwa pada awalnya

langit dan bumi memang berpadu dalam satu titik singularitas sebagai asal segala

yang ada di jagat raya.

3
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Qur’an
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 128.
Ayat 30 surat al-Anbiya’ menjelaskan bahwa orang-orang kafir dan musyrik

Mekkah sebelumnya tidak memeperhatikan, dan bahkan tidak peduli dengan

peristiwa-peristiwa alam yang terjadi. Padahal dari situ, dapat diperoleh bukti-bukti

keberadaan Allah dan kekuasaan-Nya yang sangat luar biasa. Langit dan bumi yang

semula merupakan suatu kesatuan yang padu, Allah pisahkan keduanya. Bumi

sebelum menjadi tempat kehidupan manusia dan berbagai makhluk, adalah sebuah

satelit (benda angkasa) yang mengitari matahari. 4 Ayat ini menerangkan tentang awal

kejadian langit dan bumi yang identik dengan teori Big Bang. Para ilmuan memahami

ayat tersebut sebagai ayat yang berbicara tentang proses penciptaan langit dan

bumi.5Ayat diatas memang tidak menjelaskan bagaimana terjadinya proses

pemisahan itu, karena al-Qur’an bukan kita ilmiah sebagaimana kitab-kitab ilmiah

yang dikenal selama ini, namun keterpaduan dan pemisahan alam raya tersebut

dibenarkan dalam teori ilmiah.6 Ayat tersebut menginformasikan kepada kita bahwa

alam raya pada mulanya merupakan keterpaduan kemudian terjadi pemisahan

menjadi langit dan bumi.

2. Matahari

‫َو َج َعلْنَا رِس َ ا ًجا َوهَّا ًجا‬


Tarjamahnya:

dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang

4
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman
Allah (Cet. I; Jakarta: Zaman, 2013), h. 515.
5
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmy: Memahami al-Qur’an melalui Pendekatan Sains
Modern ( Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004). h. 191.
6
Nanang Gojali, Manusia, Pendidikan dan Sains (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 104.
Matahari adalah benda bundar di langit yang mendatangkan terang dan panas

pada bumi dan planet-lanet lain (yang dapat kita lihat pada siang hari).7 Secara

ringkas dapat dikatakan bahwa matahari dalam melakukan aktifitasnya tunduk pada

perintah-Nya, berjalan terus hingga waktu yang ditentukan, beredar pada orbitnya

menurit perhitungan, dan sebagai sumber cahaya serta penerang. Hal ini akan terus

berlangsung hingga sampai pada waktu yang telah ditentukan.

Bobot matahari diperkirakan 333.400 kali bobot bumi. Volume matahari satu

juta kali lebih dari volume bumi (1.306.000 kali volume bumi). Susunan kimia

matahari terdiri dari 70% hidrogen (H), 28 % helium (He), dan 2 % sisanya unsur-

unsur yang lain. Temperatur permukaan matahari (fotosfer) sekitar 6.000 derajat

celcius. Suhu pada inti matahari mencapai 20 juta derajat Celcius. Panas tersebut

berasal dari reaksi-reaksi nuklir yang disebut reaksi hidrogen helium sintesis.

Matahari memancarkan radiasinya sekitar 58.000.000.000.000.000.000.000.000 daya

kuda/menit.8

berkaitan dengan matahari, penemuan ilmiyah telah ,membuktikan bahwa

panas matahari mencapai enam ribu derajat. Sedangkan panas pusat matahari

mencapai 30 tiga puluh juta derajat yang disebabkan oleh materi-materi pada

matahari bertekanan tinggi. Sinar matahari menghasilkan energy berupa ultraviolet

9%, cahya 64% dan inframerah 45%. Karenan itulah ayat diatas menamai ‫رساجا‬
karena mengandung cahaya panas yang bersamaan.9

7
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta; Pusat
Bahasa, 2008), h. 926.
8
Hisham Thalbah. Ensiksolpedia Kemukjizatan Al-Qur’an dan Hadis, Juz; 9. ( cet: III.
Medan. .Sapta Sentosa t.th.) h.75

9
Demikian dalam tafsi>r al-munkhatab yang dikutip oleh M.Quraish Shihab, Tafsir al-
Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jilid XV. Cet V, (Jakarta: Lentera Hati, 2012.) h.12
3. Bulan

4. Bintang

Anda mungkin juga menyukai