Anda di halaman 1dari 23

1

TAFSIR MAFATIH AL-GAIB QS AN-NISA:34-35

Makalah ini diajukan sebagai tugas revisi mata kuliah Tafsir Tahlili
Semester III Tahun 2020

Oleh:
Nur Tsabita Halim
80600217017

Dosen Pemandu :
Dr. KH. Baharuddin HS, M.Ag.

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran seperti diyakini kaum muslimin merupakan kitab hidayah, petunjuk

bagi manusia dalam membedakan yang hak dengan yang batil. Dalam berbagai

versinya alquran sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam

dirinya, di antaranya bersifat transformatif. Yaitu membawa misi perubahan untuk

mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan, Z{uluma>t (di bidang akidah,

hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain) kepada sebuah cahaya, Nur

petunjuk ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia di

dunia dan akhirat. Dari prinsip yang diyakini kaum muslimin inilah usaha-usaha

manusia muslim dikerahkan untuk menggali format-format petunjuk yang dijanjikan

bakal mendatangkan kebahagiaan bagi manusia. Dalam upaya penggalian prinsip dan

nilai-nilai qur'a>ni yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah penafsiran

dihasilkan.

Secara umum, metode yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan

alquran terbagi kepada empat macam, yaitu metode tah}lili>, maud{u>’i, muqa>ran

dan ijma>li>. Keempat metode ini mewarnai seluruh karya tafsir, sejak dulu sampai

sekarang. Metode tafsir tahli>li>> merupakan metode tafsir paling tua. Para mufassir

klasik menyusun kitab tafsir dengan menggunakan metode tersebut. Mereka

menjelaskan ayat-ayat alquran berdasarkan urutannya dalam mushaf Usmani dan

seluruh aspek di dalamnya, baik dari segi kosa kata, asba>b al-Nuzu>l, munasa>bah

dan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.


3

Di samping itu, tafsir dilihat dari segi sumbernya, sebagaimana yang

dikemukakan oleh ulama mutaqaddimin, mempunyai tiga macam corak, yaitu: al-

Ma’tsu>r, al-Ra’yu dan al-Isya>ri.1 Boleh dikatakan bahwa seluruh kitab tafsir yang

disusun oleh mufassir klasik adalah kitab tafsir al-Ma’tsu>r. Setelah ilmu

pengetahuan berkembang dengan pesat dan para ulama telah menguasai berbagai

disiplin ilmu, mereka menyusun kitab tafsir dengan lebih mengedepankan ra’yu

(pendapat) dan diwarnai oleh latar belakang pendidikan mereka.

Salah satu kitab tafsir yang muncul dengan corak al-ra’yu dan diwarnai oleh

berbagai disiplin ilmu pengetahuan adalah tafsir Mafa>tih al-Ghaib. Kitab ini

disusun oleh Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, beliau seorang mufassir yang sangat rasional

dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum,

seperti ilmu kalam, ushul fiqhi, ilmu alam, astronomi, perbintangan dan agronomi.

Ilmu-ilmu ini sangat berpengaruh kepadanya dalam menafsirkan ayat-ayat alquran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan beberapa

permasalahan pada pembahasan ini sebagai berikut:

1. Bagaimana profil Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>?

2. Bagaimana penafsiran al-Di>n al-Ra>zi> dalam kitab

tafsirnya?

1
Mardan, Alquran; Sebuah Pengantar Memahami alquran Secara Utuh, Cet. I (Makassar: CV.
Berkah Utami, 2009), h. 226
4

BAB II

PENAFSIRAN AL-RA<ZI< DALAM TAFSIR MAFA<TIH{ AL-GAIB

(QS AL-NISA</4: 58)

A. Biografi al-Ra>zi>

Fakhruddin ar-Razi adalah gelar yang diberikan umat pada masanya. Nama

sebenarnya adalah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali at-Taimi al-

nakri at-Thabari ar-Razi at-Thabarstani al-Qurashi al-Faqih as-Syafi’i. Dia lahir di

Rayy yang lokasinya sekarang dekat dengan Teheran. Fakhruddin lahir pada bulan

Ramadhan 544 H bertepatan dengan tahun 1149 M dan namanya dinisbahkan kepada

ar-Razi sebagaimana terdapat pada kitab al-Ans}a>b karangan as-Sam’a>ni. Tentang

perawakannya ia berbadan tegak, berjanggut lebat, memiliki suara yang keras dan

juga bersikap sopan santun, sebagaimana terdapat dalam kitab al-Ibar dan Sa\zara>t

al-Z\ahab: 5/21. Fakhruddin ar-Razi mempunyai beberapa nama panggilan seperti

Abu Abdullah, sebagaimana terdapat dalam kitab Wafaya>tul al-‘aya>n, Sa\z\ara>t

al-Z|ahab dan ‘Uyu>n al-Anba’, Abu al-Ma’a>li, sebagaimana terdapat dalam kitab

al-Nuju>m al-Z|ahi>rah, Abu al-Fad}l sebagaimana dalam kitab Akhbarul Ulama

karangan al-Qafathi dan Ibnu Khatib ar-Rayy sebagaimana dalam Tarikh Ibnu

Khaldun. Disebabkan pengetahuaannya yang luas, maka Muhammad Ibnu Umar ar-

Razi mendapat berbagai gelar seperti: Khatib ar-Rayy, al-Imam, Fakhruddien dan

Syaikh Islam. Dia mendapat julukan Khatib ar-Rayy karena dia adalah ulama

terkemuka Rayy.2 Dia dijuluki Imam karena menguasai ushul fiqih dan syariat. Dia

juga disebut Fakhruddien ar-Razi karena penguasaannya yang sangat mendalam

2
Muh}ammad al-Razi> Fakhru al-Di>n bin al-‘Allamah D}iya> al-Di>n ‘Umar, Tafsi>r al-
Fakhru al-Razi>, Juz I, (Cet. I, Beirut; Da>r al-Fikr, 1414 H) h. 3.
5

tentang berbagai disiplin kelimuan yang menyebabkannya berbeda dengan para tokoh

pemikir dari Rayy. Dia juga dipanggil sebagai Syaikhul Islam di Herat karena

penguasaaan keilmuannya yang tinggi.

Imam Fakhruddin mempelajari ilmu-ilmu naqliyah dan ilmu-ilmu rasional,

sangat menguasai ilmu logika, filsafat dan ilmu kalam. Mengenai bidang-bidang ilmu

tersebut ia telah menulis beberapa kitab dan komentarnya, sehingga ia dipandang

sebagai seorang filsuf pada masanya. kitab-kitabnya menjadi rujukan penting bagi

mereka yang menamakannya sebagai filosof islam.3

Mazhab fiqih yang ia pelajari berasal dari ayahnya D}iya al-Di>n Umar dan

ia dari Abu Muhammad al-Husain bin Mas’u>d al-Farral al-Baghawi dan ia dari al-

Qahi Husain al-Maruzi dan ia dari al-Qafal al-Maruzi dan ia dari Abi Zaid al-Maruzi

dan ia dari Abu Ishaq al-Maruzi dan ia dari Abul Abbas bin Suraij (Ahmad bin Umar)

dan ia dari Abu Qasim al-Anmathi dan ia dari Ibrahim al-Muzani dan ia dari Imam

Syafi’i.4

B. Metodologi Tafsir

1. Sumber penafsiran.

Kitab tafsir Mafa>tih} al-ghaib tergolong tafsir bi al-ra’yi atau bil ijtihad, al-

dira>yah atau bi al-ma’qu>l, karena penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad

dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusastraan, serta teori ilmu

pengetahuan. Karena didalam karya ini fakhruddin ar-razi banyak mengemukakan

ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan

3
Manna>’ al-Qat}t}a>n , Pengantar Studi Ilmu al-Qur’ain, (Cet. XIII, Kairo; Maktabah
Wahbah, 2004 M) h. 479.
4
Muh}ammad al-Razi> Fakhru al-Di>n bin al-‘Allamah D}iya> al-Di>n ‘Umar, Tafsi>r al-
Fakhru al-Razi>, Juz I, h. 3.
6

penukilan dari pendapat-pendapat ulama’ dan fuqaha’. Dalam menafsirkan ayat demi

ayat fakhruddin ar-razy memberikan porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia

memaparkan pendapat para fuqaha’ terkait perdebatan seputar fiqih beliau

mempaparkannya dan mendebatnya tanpa menjadikan hadis sebagai dasar pijakan.

Ini adalah salah satu kitab tafsir yang komperhensif, karena menjelaskan seluruh ayat

al-Qur’an, sang pengarang berusaha menangkap substansi ruh yang terkandung dalan

setia ayat al-Qur’an.5

2.   Cara penjelasan

Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir

muqarin. Karena Fakhruddin ar-razy dalam penafsirannya sering mengkoperasikan

pendapatnya atau pendapat seorang ulama lainnya. Nama beberapa ulama selain

sahabat dan tabiin dalam berbagai disiplin ilmu yang sering kali disebutkan

pendapatnya dan dikomperasikan antara lain adalah: al-syafi’I, abu hanifah, malik

ahmad ibn hambal, al-ashary, al-Ghazali, kelompok Mu’tazilah dan Ash’ariyah,

hasan al-Bisyri, al-Zamahsary, al-Farrah, ibn Katir dan masih banyak lagi.

3. keluasan penjelasan

Di tinjau dari segi keluasan penjelasan, kitab tafsir mafa>tih} al-ghaib bisa

dikategorikan sebagai kitab tafsir yang sangat luas penjelasannya dan mendetail

(rinci) atau tafs}i>li, bahkan mungkin bisa dikatan terlalu luas untuk ukuran kitab

tafsir. Karena dalam kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan, mulai dari

kebahasaan sastra, fiqih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain

sebagainya.

5
Makalah Ahmad Syaifuddin Abdullah, Studi Kitab Tafsir Mafaatihul Ghaib (Karya Syeikh
Imam Fakhruddin al-Razi), tahun 2013.
7

Dalam kitab tersebut terdapat penafsiran yang begitu luas, satu ayat dengan

3-7 masail dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasal, tentulah ini cukup

menggambarkan keluasan pembahaan dalam penafsiran kitab Mafatihul ghaib.

4. Sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan

Tafsi>r Mafa>ti>h}u al-ghaib disusun oleh Fakhruddin ar-Razy secara

berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat. Semuanya sesuai dengan urutan yang

ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran terhadap surat al-Fatihah, al-Baqarah dan

seterusnya. Karena disusun secara berurutan ayat demi ayat maka kitab tersebut

dikategorikan tahlily. Dan karena disusun berurutan surat demi surat maka kitab

tersebut bisa dikategorikan Mushafy.6

C. Teks Ayat QS al-Nisa>/4: 58

ِ ‫َمانات إِىل أ َْهلِها َوإِذا َح َك ْمتُ ْم َبنْي َ الن‬


‫َّاس أَ ْن حَتْ ُك ُم وا‬ ِ ‫إِ َّن اللَّهَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ُت َؤ ُّدوا اأْل‬
ً‫صريا‬ِ ‫بِالْع ْد ِل إِ َّن اللَّه نِعِ َّما يعِظُ ُكم بِِه إِ َّن اللَّه كا َن مَسِ يعاً ب‬
َ َ ْ َ َ َ
Terjemahnya:

D. Teks Penafsiran al-Ra>zi> dalam Tafsi>r Mafa>tih} al-Gaib QS al-Nisa/4:

58
ِ
َ ‫َح َو ِال الْ ُك َّفا ِر َو َش َر َح َوعي َدهُ ع‬
‫َاد إِىَل‬ ْ‫ضأ‬ َ ‫ْاعلَ ْم أَنَّهُ ُس ْب َحانَهُ لَ َّما َش َر َح َب ْع‬
ِ ‫ض ا لَ َّما ح َكى َعن أ َْه ِل الْ ِكت‬
َّ ‫َاب أَنَّ ُه ْم َكتَ ُم وا احْل‬
‫َق‬ ً ‫َي‬‫أ‬ ‫و‬ ،‫ى‬ ‫ر‬ ‫ُخ‬
ْ ‫أ‬ ‫ة‬
ً ‫َر‬
َّ ‫م‬ ِ ِ‫ِذ ْك ِر التَّكَال‬
‫يف‬
ْ َ ْ َ َ
‫ني يِف‬ ِِ ِ ِ َّ ِ ِ ‫ ه‬:‫حيث قَالُوا لِلَّ ِذي ِن َكفَروا‬
َ ‫ أَم‬، ‫ين َآمنُ وا َس بياًل‬
َ ‫َر الْ ُم ْؤمن‬ َ ‫َؤاَل ء أ َْه َدى م َن الذ‬ ُ ُ ُ َْ

6
Makalah Ahmad Syaifuddin Abdullah, Studi Kitab Tafsir Mafaatihul Ghaib (Karya Syeikh
Imam Fakhruddin al-Razi), tahun 2013.
‫‪8‬‬

‫ك اأْل ُم ور ِمن ِ‬
‫بَاب‬ ‫ل‬
‫ْ‬ ‫انَات يِف مَجِ ي ِع اأْل ُم و ِر‪ ،‬س واء كَانَت تِ‬ ‫يَة بِ أَد ِاء اأْل َم ِ‬ ‫هِ‬
‫َذ ِه اآْل ِ‬
‫ُ ُ ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ََ ٌ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ت‪ ،‬وأَيض ا لَ َّما ذَكَر يِف اآْل ِ‬ ‫بَاب ال ُّد ْنيا والْمعَاماَل ِ‬
‫ات‪ ،‬أَو ِمن ِ‬ ‫ب وال دِّيانَ ِ‬ ‫ِ‬
‫يَة‬ ‫َ‬ ‫ًَْ‬ ‫َ َ ُ َ‬ ‫ْ ْ‬ ‫الْمَ َذاه ِ َ َ‬
‫َل اأْل َْعم ِ‬ ‫ات‪َ ،‬وكَا َن ِم ْن أَج ِّ‬ ‫الص احِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫الس ابَِق ِة الثَّواب الْع ِظ ِ ِ‬
‫َال‬ ‫يم للَّذي ِن َآمنُ وا َو َعملُ وا َّ َ‬ ‫َ َ َ َ‬ ‫َّ‬
‫الصاحِلَِة اأْل ََمانَةٌ‪ /‬اَل جرم أمر هبا يف هذه اآلية‪[ .‬يف َق ْولُهُ َتعَاىَل إِ َّن اللَّهَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن‬ ‫َّ‬
‫َمانات إِىل أ َْهلِها] َويِف اآْل يَِة َم َسائِ ُل‪:‬‬
‫ُتؤ ُّدوا اأْل ِ‬
‫َ‬
‫ال َْم ْسأَلَةُ اأْل ُولَى‪:‬‬
‫َق‬‫َل َم َّكةَ ي َْو َم الْ َفْت ِح أَ ْغل َ‬ ‫ول اللَّه َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫ي أ َّ‬‫ُر ِو َ‬
‫ص لى الله َعلَْي ه َو َس ل َم لَ َّما َدخ َ‬ ‫َن َر ُس َ‬
‫ص عِ َد َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الس طْ َح‬ ‫بَاب الْ َك ْعبَة‪َ ،‬و َ‬‫ح ةَ بْ ِن َعْب د الدَّا ِر َوكَا َن َس اد َن الْ َك ْعبَة َ‬ ‫عُثْمَا ُن بْ ُن طَْل َ‬
‫َوى َعلِ ُّي‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫‪،‬‬‫ُ‬‫ه‬ ‫ع‬
‫ْ‬ ‫ن‬
‫َ‬ ‫َم‬
‫ْ‬ ‫أ‬ ‫ْ‬‫مَل‬ ‫ه‬‫ول اللَّ‬‫ُ‬ ‫س‬‫َُ‬ ‫ر‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫َّ‬
‫ن‬‫َ‬‫أ‬ ‫ت‬‫ُ‬ ‫م‬ ‫قَال لَو علِ‬
‫َاح إلَْي ه‪َ ،‬و َ ْ َ ْ‬
‫وأَ أَ ْن يَ ْدفَع الْ ِم ْفت ِ ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ىَب‬
‫ص لَّى اللَّه‬ ‫ول اللَّه َ‬
‫ِ‬ ‫ب َر ِض َي اللَّه َعْن هُ َ‬ ‫بْن أَيِب طَالِ ٍ‬
‫َل َر ُس ُ‬ ‫يَدهُ َوأَ َخ َذهُ مْن هُ َو َفتَ َح‪َ ،‬و َدخ َ‬ ‫ُ‬
‫ِ ِ‬ ‫َ‬ ‫صلَّى ر ْك َعَتنْي ِ‬ ‫َّ‬ ‫علَي ِ‬
‫َع لَهُ‬ ‫اس أَ ْن يُ ْعطيَهُ الْم ْفتَا َح َوجَيْم َ‬ ‫ُ‬ ‫ب‬
‫َّ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ل‬
‫ْ‬ ‫ا‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫أ‬ ‫س‬‫َ‬ ‫ج‬
‫ََ‬‫ر‬ ‫خ‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫م‬
‫َّ‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫‪،‬‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ل‬
‫َْ َ َ َ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫ه‬
‫َذ ِه اآْل يَةُ‪ ،‬فَأَمر علِيًّا أَ ْن يَر َّده إِىَل عثْمَا َن ويع ِ‬
‫تَذ َر إِلَْي ِه‪،‬‬ ‫الس َدانَةَ َفنَزلَت ه ِ‬ ‫الس َقايَةَ َو َّ‬‫ِّ‬
‫َ َْ‬ ‫ُ ُ ُ‬ ‫ََ َ‬ ‫َ ْ‬
‫َال ُعثْمَا ُن لِ َعلِ ٍّي‪ :‬أك رهت وآذيت مث جئت ترف ق‪ ،‬فق ال‪ :‬لق د أن زل اللَّه يف‬ ‫َفق َ‬
‫َن حُمَ َّم ًدا‬‫َش َه ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّه َوأ َّ‬
‫ش أنك قرآن ا وق رأ علي ه اآلي ة فق ال عثم ان‪ :‬أ ْ‬
‫ص لَّى اللَّه َعلَْي ِه َو َس لَّ َم أ َّ‬ ‫ط ِج ِ يل علَي ِ‬
‫َن‬ ‫ول َ‬ ‫الر ُس َ‬
‫َر َّ‬ ‫َ َ‬‫ب‬ ‫َخ‬
‫ْ‬ ‫أ‬ ‫و‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫اَل‬ ‫الس‬
‫َّ‬ ‫ه‬ ‫ول اللَّه‪َ ،‬ف َهبَ َ رْب ُ َ ْ‬ ‫َر ُس ُ‬
‫ب َوحُمَ َّم ِد بْ ِن إِ ْس َح َق‪.‬‬ ‫يد بْ ِن الْمسيَّ ِ‬
‫َُ‬
‫الس َدانَةَ يِف أَواَل ِد عثْما َن أَب ًدا‪َ .‬فه َذا َقو ُل سعِ ِ‬
‫ْ َُ َ َ ْ َ‬ ‫َّ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫قَال أَبُ و َر ْو ٍق‪َ :‬‬
‫ص لَّى اللَّه َعلَْي ه َو َس لَّ َم لعُثْمَا َن‪ :‬أ َْعطيِن الْم ْف َ‬
‫تَاح‬ ‫قَال النَّيِب ُّ َ‬ ‫َو َ‬
‫ِ‬
‫ص لَّى اللَّه‬ ‫ول َ‬ ‫الر ُس ُ‬‫َال َّ‬ ‫يَدهُ‪َ ،‬فق َ‬ ‫ض َّم َ‬ ‫َاك بِأ ََمانَة اللَّه‪َ ،‬فلَ َّما أ ََر َاد أَ ْن َيَتنَ َاولَهُ َ‬ ‫َال‪ :‬ه َ‬ ‫َفق َ‬
‫ِ ِ‬ ‫َرةً ثَانِيَةً‪:‬إِ ْن ُكْنت ُت ْؤ ِمن باللَّه والْي ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ذَل َ‬
‫َوم اآْل خ ِر فَأ َْعطيِن الْم ْف َ‬
‫تَاح‪،‬‬ ‫َ ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ك م َّ‬
‫‪9‬‬

‫ول َعلَْي ِه الصَّاَل ةُ‬ ‫الر ُس ُ‬‫َال َّ‬


‫يَدهُ‪َ ،‬فق َ‬ ‫ض َّم َ‬ ‫ِ‬
‫اك بِأ ََمانَة اللَّه‪َ ،‬فلَ َّما أ ََر َاد أَ ْن َيَتنَ َاولَهُ َ‬ ‫ال‪َ :‬ه َ‬ ‫َف َق َ‬
‫ثَة‪ :‬ه َ ِ ِ‬ ‫َال عثْمَا ُن يِف الثَّالِ ِ‬ ‫الس اَل م َذلِ ك م َّ ِ‬
‫فَع إِىَل النَّيِب ِّ‬
‫َاك بأ ََمانَة اللَّه َو َد َ‬ ‫َر ًة ثَالثَةً‪َ ،‬فق َ ُ‬ ‫َو َّ ُ َ‬
‫تَاح‬ ‫ف‬‫ْ‬ ‫وف ومعَه الْ ِ‬
‫م‬ ‫ُ‬ ‫ط‬
‫ُ‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫َّ‬
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم‪ ،‬فق ام النَّيِب ص لَّى اللَّه علَي ِ‬
‫ه‬
‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ َ‬
‫َ‬ ‫ُّ َ‬ ‫َْ َ َ َ‬ ‫َ‬
‫ص يبًا‬ ‫اس نَ ِ‬ ‫َن لِْل َعبَّ ِ‬
‫ال‪ :‬يَا عُثْمَا ُن ُخ ِذ الْ ِم ْفتَا َح َعلَى أ َّ‬ ‫اس‪ ،‬مُثَّ قَ َ‬ ‫َوأ ََر َاد أَ ْن يَ ْد َف َعهُ إِىَل الْ َعبَّ ِ‬
‫ص لَّى اللَّه َعلَْي ِه َو َس لَّ َم لِعُثْمَا َن‪« :‬ه َ‬
‫َاك‬ ‫َذ ِه اآْل يَةَ‪َ ،‬فق َ‬
‫َال النَّيِب ُّ َ‬
‫معَك‪ ،‬فَأَْنز َل اللَّه ه ِ‬
‫َ َ َ‬
‫َخ ِ‬
‫يه‬ ‫ك إِاَّل ظَامِل » مُثَّ إِ َّن عثْما َن هاجر ودفَع الْ ِم ْفتَاح إِىَل أ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َخال َدةٌ تَال َدةٌ اَل َيْن ِزعُ َها ِمْن َ‬
‫َ‬ ‫ُ َ َ ََ َ َ َ‬ ‫ٌ‬
‫َشْيبَةَ َف ُه َو يِف َولَ ِد ِه الَْي ْو َم‪.‬‬

‫ال َْم ْسأَلَةُ الثَّانِيَةُ‪:‬‬


‫وصةً هِب َ ِذ ِه‬
‫ص َ‬ ‫ب َك ْو َن َها خَمْ ُ‬
‫ِ‬
‫صة اَل يُوج ُ‬
‫ول ه ِذ ِه اآْل ي ِة ِعْن َد ه ِذ ِه الْ ِق َّ ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َن نُُز َ َ‬ ‫ْاعلَ ْم أ َّ‬
‫ان إِ َّما أَ ْن‬ ‫َن معاملَةَ اإْلِ نْس ِ‬ ‫َّ‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫اع‬
‫ْ‬ ‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫اع اأْل َم ِ‬
‫انَات‬ ‫ِ‬ ‫و‬ ‫ن‬
‫ْ‬ ‫َ‬
‫أ‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ض يَّ ِة‪ ،‬بَل يَ ْدخل فِي ِه مَجِ‬ ‫الْ َق ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ ُُ‬
‫انَة يِف مَجِ ي ِع‬ ‫تَ ُكو َن مع ربِِّه أَو مع سائِِر الْعِب ِاد‪ ،‬أَو مَع َن ْف ِس ِه‪ ،‬واَل ب َّد ِمن ِرع ِ‬
‫ايَة اأْل َم ِ‬
‫َ‬ ‫َ ُ ْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ََ َ ْ ََ َ‬
‫َه ِذ ِه اأْل َقْ َس ِام الثَّاَل ثَِة‪.‬‬
‫ات وتَر ِك الْمْن ِهيَّ ِ‬ ‫ب‪ :‬فَ ِهي يِف فِع ِل الْمَ أْم ِ‬ ‫ِ‬
‫ات‪،‬‬ ‫ور َ ْ َ‬ ‫ُ َ‬ ‫َع ال َّر ِّ َ ْ‬ ‫أ ََّما ِر َعايَةُ اأْل ََمانَة م َ‬
‫ود‪ :‬اأْل َمانَةُ يِف ُك ل ش ي ٍء اَل ِزمَ ةٌ‪ ،‬يِف الْوض ِ‬
‫وء‬ ‫َال ابن مس ع ٍ‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫َه‬‫ل‬ ‫ل‬ ‫وهَ َذا حَب ر اَل س ِ‬
‫اح‬
‫ُ ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ِّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ ْ‬‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ٌْ َ َ‬ ‫َ‬
‫َر َر ِض َي اللَّه َعْن ُهمَا‪ :‬إِنَّهُ َتعَاىَل‬ ‫قَال ابْ ُن عُم َ‬ ‫الص ْوِم‪َ .‬و َ‬ ‫َاة َو َّ‬ ‫الزك ِ‬ ‫الص اَل ِة َو َّ‬ ‫ابَة َو َّ‬‫واجْل نَ ِ‬
‫َ َ‬
‫اح َفظْهَا إِاَّل حِب َ ِّقهَا‪َ ،‬و ْاعلَ ْم أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫خلَق فَرج اإْلِ نْس ِ‬
‫َن‬ ‫قَال هَ َذا أ ََمانَةٌ َخبَّأُْتهَا عْن َد َك فَ ْ‬ ‫ان َو َ‬ ‫َ َ ْ َ َ‬
‫يم ِة َوالْ ُك ْف ِر‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ يِف‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اب َواس ٌع‪ ،‬فَأ ََمانَةُ اللِّ َسان أَ ْن اَل يَ ْسَت ْعملَهُ الْ َكذب َوالْغَْيبَة َوالنَّم َ‬ ‫َه َذا بَ ٌ‬
‫َر ِام‪،‬‬ ‫حْل‬ ‫ا‬ ‫ىَل‬‫ش و َغرْيِ هَا‪ ،‬وأَمانَةُ الْ َعنْي ِ أَ ْن اَل يس َت ْع ِملَ َها يِف النَّظَ ِر إِ‬ ‫ِ‬ ‫ح‬ ‫ف‬
‫ُ‬ ‫ل‬
‫ْ‬ ‫ا‬‫و‬ ‫والْبِ ْدع ِ‬
‫َة‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫‪10‬‬

‫اع الْ ُف ْح ِ‬ ‫اع الْماَل ِهي والْم ِ‬ ‫ِ يِف‬


‫ش‬ ‫نَاهي‪َ ،‬ومَسَ ِ‬ ‫َ َ‬ ‫الس ْم ِع أَ ْن اَل يَ ْس َت ْعملَهُ مَسَ ِ َ‬ ‫َوأ ََمانَةُ َّ‬
‫ض ِاء‪.‬‬ ‫يب َو َغرْيِ َها‪َ ،‬و َك َذا الْ َق ْو ُل‪ /‬يِف مَجِ ي ِع اأْل َْع َ‬ ‫واأْل َ َك ِاذ ِ‬
‫َ‬
‫َع َس ائِِر اخْلَْل ِق َفيَ ْد ُخ ُل فِيهَا َر ُّد‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َوأ ََّما الْق ْس ُم الثَّايِن ‪َ :‬و ُه َو ِر َعايَةُ اأْل ََمانَة م َ‬
‫يه أَ ْن اَل يُ ْف ِش َي‬ ‫يف يِف الْ َكي ِل والْ و ْز ِن‪ ،‬ويَ ْدخل فِ ِ‬ ‫يه تَر ُك التَّطْ ِف ِ‬‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ْ َ َ َ ُُ‬ ‫الْ َو َدائ ِع‪َ ،‬ويَ ْد ُخ ُل ف ْ‬
‫ِ‬ ‫َّاس عي وبهم‪ ،‬ويَ ْدخل فِي ِه عَ ْد ُل اأْل ُمَر ِاء م ِ ِ‬
‫َع َرعيَّت ِه ْم َوعَ ْد ُل الْعُلَمَاء م َ‬
‫َع‬ ‫َ َ‬ ‫َعلَى الن ُُ َ ُ ْ َ ُ ُ‬
‫ِ‬
‫ات‬‫الْعَو ِّام بِ أَ ْن اَل حيمل وهم على التعص بات الباطل ة‪ ،‬ب ل يرش دوهنم إِىَل اعتِقَاد ٍ‬
‫ْ َ‬ ‫َ‬
‫ود عن كِْتم ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫َان أ َْم ِر‬ ‫ُخ َر ُاه ْم‪َ ،‬ويَ ْد ُخ ُل في ه َن ْه ُي الَْي ُه َ ْ‬ ‫َوأ َْعمَال َتْن َفعُ ُه ْم يِف ُد ْن ُ‬
‫يَاه ْم َوأ ْ‬
‫ِ‬ ‫حُم َّم ٍد ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم‪ ،‬و َنهيهم عن ق هِلِ ِ‬
‫ض ُل‬ ‫َو ْم ل ْل ُك َّفا ِر‪ :‬إِ َّن مَا أَْنتُ ْم َعلَْي ه أَفْ َ‬ ‫َ ْ َ َ َ َ ُْ ُ ْ َ ْ ْ‬ ‫َ َ‬
‫ول َعلَْي ِه َّ‬ ‫الرس ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ ِ‬
‫الص اَل ةُ‬ ‫ص لَّى اللَّه َعلَْي ه َو َس لَّ َم‪َ ،‬ويَ ْد ُخ ُل في ه أ َْم ُر َّ ُ‬ ‫م ْن دي ِن حُمَ َّمد َ‬
‫َة لِ َّ‬
‫لز ْو ِج يِف‬ ‫الزوج ِ‬ ‫ِِ‬
‫َاح إىَل عُثْمَا َن بْ ِن طَْلحَ ةَ‪َ ،‬ويَ ْد ُخ ُل فيه أ ََمانَةُ َّ ْ‬
‫الس اَل ُم بِ ر ِّد الْ ِم ْفت ِ ِ‬
‫َو َّ َ‬
‫ولَد ِم ْن َغرْيِ ِه‪َ .‬ويِف إِ ْخبَا ِرهَا َع ِن‬ ‫لَدا يُ ُ‬ ‫الز ْو ِج َو ً‬ ‫ِح ْف ِظ َف ْر ِجهَا‪َ ،‬ويِف أَ ْن اَل ُت ْل ِح َق بِ َّ‬
‫ض ِاء ِع َّدهِتَا‪.‬‬ ‫ِ‬
‫انْق َ‬
‫َار لَِن ْف ِس ِه‬ ‫ان م ِ ِ‬
‫َع َن ْفس ه َف ُه َو أَ ْن اَل خَي ْت َ‬
‫ِ‬
‫ث‪َ :‬و ُه َو أ ََمانَةُ اإْلِ نْ َس َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َوأ ََّما الْق ْس ُم الثَّال ُ‬
‫الش ْه َو ِة‬
‫ب َّ‬ ‫َص لَح لَهُ يِف ال دِّي ِن وال ُّد ْنيَا‪ ،‬وأَ ْن اَل يُ ْق ِد َم بِس بَ ِ‬ ‫إاَّل مَا ُه َو اأْل َْنف ُ‬
‫ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َع َواأْل ْ ُ‬
‫اع‬ ‫الس اَل ُم‪ُ « :‬كلُّ ُك ْم َر ٍ‬ ‫ال َعلَْي ِه الصَّاَل ةُ َو َّ‬ ‫ضُّرهُ يِف اآْل ِخَر ِة‪َ ،‬وهِلََذا قَ َ‬ ‫ب َعلَى َما يَ ُ‬ ‫ضِ‬ ‫َوالْغَ َ‬
‫َمانات إِىل أ َْهلِها يَ ْد ُخ ُل‬ ‫ِ‬ ‫َو ُكلُّ ُك ْم مسؤول عن رعيته» فقوله‪ :‬يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ُت َؤ ُّدوا اأْل‬
‫ض نَا‬ ‫َال‪ :‬إِنَّا َعَر ْ‬ ‫اض َع َكثِ َري ٍة ِم ْن كِتَابِ ِه َفق َ‬ ‫انَة يِف مو ِ‬ ‫فِ ِيه الْ ُك ُّل‪ ،‬وقَ ْد عظَّم اللَّه أَمر اأْل َم ِ‬
‫ََ‬ ‫َْ َ‬ ‫َ َ َ‬
‫َش َف ْق َن ِمْنها َومَحَلَهَا‬ ‫ض واجْلِ ِ‬
‫بال فَأ ََبنْي َ أَ ْن حَيْ ِم ْلنَها َوأ ْ‬ ‫ِ‬
‫الس ماوات َواأْل َْر ِ َ‬ ‫اأْل َمانَةَ َعلَى َّ‬
‫ين ُه ْم أِل َمان اهِتِ ْم َو َع ْه ِد ِه ْم راعُ و َن‬ ‫اب‪ ]72 :‬و َ َّ ِ‬
‫قَال‪َ :‬والذ َ‬ ‫َ‬
‫َح َز ِ‬ ‫اإْلِ نْس ا ُن [اأْل ْ‬
‫‪11‬‬

‫الص اَل ةُ‬ ‫قَال َعلَْي ِه َّ‬ ‫َال‪َ ]27 :‬و َ‬ ‫قَال‪ :‬وخَتُونُ وا أَمان اتِ ُكم [اأْل َْنف ِ‬
‫ْ‬ ‫[الْ ُم ْؤمنُ و َن‪َ ]8 :‬و َ َ‬
‫ِ‬
‫الساَل ُم‪« :‬اَل إِميَا َن لِ َم ْن اَل أ ََمانَةَ لَهُ»‬ ‫َو َّ‬
‫َر والْف ِ‬
‫َاج ِر‪ :‬اأْل ََمانَةُ َوالْ َع ْه ُد‬ ‫ب‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫قَال مْيم و ُن بْن ِم ْه را َن‪ :‬ثَاَل ثَةٌ ي َؤ َّديْن إِ‬
‫َ‬ ‫ِّ‬ ‫ْ‬ ‫ىَل‬ ‫ُ َ‬ ‫ُ َ‬ ‫َو َ َ ُ‬
‫الر ِح ِم‪.‬‬
‫َو ِصلَةُ َّ‬
‫ال َْم ْسأَلَةُ الثَّالِثَةُ‪:‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ول‪ ،‬ولِ َذلِ َ ِ‬ ‫ِِ‬
‫قَال‬
‫ص ا‪َ .‬‬ ‫ك مُج َع فَِإنَّهُ ُجع َل امْسًا َخال ً‬ ‫ص َدٌر مُسِّي ب ه الْ َم ْفعُ ُ َ‬ ‫اأْل ََمانَةُ َم ْ‬
‫يد‪.‬‬‫ئ (اأْل َمانَةَ) علَى التَّو ِح ِ‬ ‫ِ‬
‫ر‬ ‫ق‬ ‫‪:‬‬ ‫»‬ ‫احب «الْ َكش ِ‬
‫َّاف‬ ‫ِ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ص ُ‬ ‫َ‬
‫الرابِ َعةُ‪:‬‬
‫ال َْم ْسأَلَةُ َّ‬
‫انَات الْو َدائِ ُع‪ ،‬وجَيِ ب ر ُّدهَا ِعْن َد الطَّلَ ِ‬ ‫ي‪ِ :‬من اأْل َم ِ‬
‫ب‬ ‫َ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫قَال أَبُ و بَ ْك ٍر ال َّرا ِز ُّ َ َ‬ ‫َ‬
‫ض ُمونَةٌ‪َ ،‬ر َوى‬ ‫ف أَنَّهَا َم ْ‬ ‫الس لَ ِ‬
‫ض َّ‬ ‫ض ُمونٍَة‪َ .‬و َع ْن َب ْع ِ‬ ‫َرو َن َعلَى أَنَّ َها َغْي ُر َم ْ‬ ‫َواأْل َ ْكث ُ‬
‫ض ِمنَيِن‬ ‫ِ‬ ‫قَال‪ :‬اس تَحملَيِن رج ل بِض اعةً فَض اع ِ‬
‫ت م ْن َبنْي ِ ثيَايِب ‪ ،‬فَ َ‬ ‫س َ ْ َْ َ ُ ٌ َ َ َ َ ْ‬ ‫الش ْعيِب ُّ َع ْن أَنَ ٍ‬
‫َّ‬
‫ان ِعْن ِدي َو ِديعَةٌ ِس تَّةُ‬ ‫َال‪ :‬كَا َن إِلِ نْس ٍ‬
‫َ‬ ‫سق َ‬ ‫اب َر ِضي اللَّه َعْن هُ‪َ .‬و َع ْن أَنَ ٍ‬
‫َ‬
‫عُمر بْن اخْلَطَّ ِ‬
‫َُ ُ‬
‫ت اَل ‪ ،‬فَأَلَْز َميِن‬ ‫ٍ‬ ‫فِ‬ ‫آاَل ِ‬
‫لَك َم َعهَا َش ْيءٌ؟ ُق ْل ُ‬ ‫ب َ‬ ‫َ‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫ذ‬
‫َ‬ ‫‪:‬‬ ‫َر‬
‫ُ‬ ‫م‬ ‫ع‬
‫ُ‬ ‫َال‬
‫َ‬ ‫ق‬ ‫ف‬‫َ‬ ‫‪،‬‬ ‫ت‬‫ْ‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫ذ‬‫َ‬ ‫فَ‬ ‫م‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫ر‬
‫ْ‬ ‫د‬
‫قَال‬
‫قَال‪َ :‬‬ ‫ب َع ْن أَبِي ِه َ‬ ‫الض ما َن‪ ،‬و ُح َّجةُ الْقَو ِل الْم ْش ُهو ِر َما روى َع ْم رو بْن ُش َعْي ٍ‬
‫ُ ُ‬ ‫ََ‬ ‫ْ َ‬ ‫َّ َ َ‬
‫ِ‬
‫اع َواَل َعلَى ُم ْؤمَتَ ٍن»‬ ‫ض َما َن َعلَى َر ٍ‬ ‫صلَّى اللَّه َعلَْيه َو َسلَّ َم‪« :‬اَل َ‬ ‫ول‪ /‬اللَّه َ‬ ‫َر ُس ُ‬
‫ِ‬ ‫ودع اعتر َ ِِ‬ ‫ول علَى أ َّ ِ‬ ‫ِ‬
‫َّما َن‪.‬‬ ‫ب الض َ‬ ‫ف بف ْع ٍل يُوج ُ‬ ‫َن الْ ُم َ ْ َ َ‬ ‫َوأ ََّما ف ْع ُل عُ َمَر َف ُه َو حَمْ ُم ٌ َ‬
‫سةُ‪:‬‬ ‫ِ‬
‫ال َْم ْسأَلَةُ الْ َخام َ‬
‫َال أَبُو‬ ‫ض ُمونَةٌ َب ْع َد اهْلَاَل ِك‪َ ،‬وق َ‬ ‫ال الشَّافِعِ ُّي َر ِض َي اللَّه َتعَاىَل َعْن هُ‪ :‬الْ َعا ِريَّةُ َم ْ‬ ‫قَ َ‬
‫ض مونٍَة‪ .‬ح َّجةُ َّ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الش افع ِّي َق ْولُ هُ َتعَاىَل ‪ :‬إِ َّن اللَّهَ‬ ‫ُ‬ ‫َحنيفَ ةَ َرض َي اللَّه َتعَاىَل َعْن هُ‪َ :‬غْي ُر َم ْ ُ‬
12

ِ ‫اهر اأْل َْم ِر لِْلوج‬


َّ ‫ َو َب ْع َد َهاَل كِهَا َتع‬،‫وب‬
‫َذ َر‬ ِ َ‫َمانات إِىل أَهلِها وظ‬
ْ
ِ ‫يأْمر ُكم أَ ْن ُتؤ ُّدوا اأْل‬
َ ْ ُُ َ
ُُ ُ َ
ِ ‫ت اآْل يَةُ َدالَّةً َعلَى وج‬
‫وب‬ ِ َ‫ فَكَان‬،‫ ور ُّد ض ماهِنَا ر ُّدهَا مِب َعنَاهَا‬،‫ر ُّدهَا بِص ورهِتَا‬
ُُ ْ َ َ َ ََ َ ُ َ
ِ َّ ‫ َونَ ِظريُ َه ِذ ِه اآْل يَِة َق ْولُهُ َعلَْي ِه الصَّاَل ةُ َو‬.‫ني‬
ِ ‫َّض ِم‬
‫ت َحىَّت‬ ْ ‫«علَى الْيَد مَا أَ َخ َذ‬
َ :‫الساَل ُم‬ ْ ‫الت‬
7
»ُ‫ُت َؤ ِّديَه‬
Artinya:
Ketahuilah bahwasanya ketika Allah menjelaskan tentang sebagian keadaan

orang-orang kafir serta tempat kembalinya, maka kembali pada penyebutan taklif

pada hal lain. Dan juga ketika menceritakan tentang ahlul kitab, bahwasnya mereka

menyembunyikan kebenaran sebagaimana yang mereka katakana kepada orang-orang

kafir: mereka itu adalah orang yang paling banyak mendapat petenjuk dibandingkan

orang-orang beriman. Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dalam ayat ini

untuk menunaikan amanah pada semua persoalan. Sama halnya dengan persoalan

yang berkaitan dengan mazhab-mazhab dan agama serta persoalan keduniaan dan

muamalat. Dan juga ketika disebutkan pada ayat sebelumnya pahala yang besar

terhadap orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh. Dan diantara yang

termasuk amal saleh adalah amanah. Tidak menjadi persoalan suatu urusan yang

didalamnya terdapat amanah sebagaimana dalam ayat.

Pada ayat tersebut terdapat beberapa persoalan:

1. Persoalan pertama

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Ketika masuk ke Mekah pada peristiwa

Fathu mekah dihalangi oleh Usman bin Talhah bin Abd Dar dan dia adalah penjaga

7
Abu> Abdillah Muhammad bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimiy al-Ra>zi,
Mafa>tih al-Gaib, Juz X (Cet. III; Bairut: Da>r ihya’ al-Tura>s al-Arabi, 1420 H), h. 108.
13

pintu ka’bah dan dia naik ke ka’bah dan tidak memberikan kunci kepada Rasulullah.

Dia berkata seandainya saya tau bahwa dia adalah Rasulullah saya tidak akan

menghalanginya, lalu Ali bin Abi Thalib mengambil kunci dari tangannya dan

membuka ka’bah. Kemudian Rasulullah saw. masuk dan salat 2 raka’at. Ketika

keluar dari ka’bah d Abbas meminta untuk diberikannya kunci dan mengumpulkan

para penjaga ka’bah kemudian turun ayat ayat ini. Kemudian Rasulullah perintahkan

Ali untuk mengembalikan kepada Usman dan minta maaf kepadanya. Usman berkata

kepada Ali, sungguh Allah telah menurunkan di sisimu al-Qur’an dan membacakan

ayat tersebut dan dia mengucapkan ‫ول اللَّه‬ َّ ‫أَ ْش َه ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّه َوأ‬
ُ ‫َن حُمَ َّم ًدا َر ُس‬
Kemudian Jibril turun dan mengabarkan kepada Rasulullah bahwa pemegang

kunci itu dari keturunan Usman selamanya. Ini perkataan Sa’id bin Musayyab dan

Muhammad bin Ishaq. Abu Rauq berkata: Nabi saw. berkata kepada Usman berikan

kepadaku kunci maka dia menjawab ini adalah amanah Allah. Keitika ingin

mendapatkannya Rasul merangkul tangannya kemudian mengulang perkataanya yang

kedua kalinya. Jika engkau beriman kepada Allah dan hari akhir maka berikan

kepadaku kuncinya, kemudian dia berkata ini adalah amanah Allah, kemudian Rasul

kembali merangkul tanyannya dan mengatakan yang ketiga kalinya dan Usman

berkata yang ketiga kalinya ini adalah amanah Allah dan memberikan kepada

Rasulullah kunci. Kemudian Rasulullah saw. berdiri dan tawaf sedangkan kunci ada

padanya dan Rasulullah hendak memberikan kepada Abbas. Maka Rasulullah saw.

berkata kepada Usman ambillah kunci ini bahwa Abbas adalah senasab dengan kamu.

Kemudian Allah menurunkan ayat ini, Rasullah berkata kepada Usman engkau adalah

pemegang kunci selamanya dan tidaklah diambil kunci itu kecuali orang zalim.
14

Kemudian Usman hijrah dan menyerahkan kuncinya ke saudaranya Syaibah dan dia

adalah keturunanya.

2. Masalah Kedua

Ketahuilah bahwasanya turunnya ayat ini berdasarkan kisah ini, tidaklah

dikhususkan untuk keadaan ini saja, akan tetapi termasuk semua persoalan amanah.

Ketahuilah bahwa bahwasanya interaksi manusia kepada Tuhannya dan seluruh

makhluk, atau dengan dirinya sendiri. Dan seharusnya setiap orang menjaga amanah

kepada tida hal ini.

Adapun menjaga amanah dengan Tuhan yaitu dengan mengerjakan yang

diperintahkan dan menjauhi laranganh ini adalah lautan tak bertepi (persoalan yang

luas tidak dibatasi cakupannya).

Ibnu Mas’ud berkata amanah pada setiap sesuatu adalah sebuah keharusan,

dalam wudhu, janabah, salat, zakat dan puasa. Ibnu Umar berkata: bahwasanya Allah

swt. menciptakan farj manusia adalah amanah yang dilekatkan kepada manusia yang

harus dijaga kecuali kepada yang haq.

Ketahuilah bahwa persoalan ini luas cakupannya, adapun amanah lisan tidak

menggunakannya untuk berbohong, ghibah, namimah, kufur, bid’ah, berkata yang

tidak baik dan sebagainya. Dan adapun amanah mata tidak digunakan untuk melihat

kepada sesuatu yang haram, adapun amanah pendengaran adalah tidak digunakan

untuk melihat kemaksiatan dan hal-hal yang dilarang, mendengarkan keburukan,

kebohongan dan yang lainnya, demikian juga dengan anggota badan yang lainnya.

Adapun bagian yang kedua yaitu menjaga amanah dengan seluruh makhluk

juga termasuk mengembalikan titipan, mengurangi takaran dan timbangan, tidak


15

membuka aib seseorang kepada orang lain, termasuk juga keadilan pemerintah

terhadap rakyatnya, keadilan ulama terhadap kaum awam untuk tidak terjerumus

kepada hal-hal yang batil akan tetapi memberikan petunjuk kepada mereka kepada

i’tiqad dan perbuatan yang bermanfaat di dunia dan akhirat, dan termasuk juga

melarang orang-orang yahudi menyembunyikan urusan Muhammad saw. dan

melarang mereka dari perkataan kepada orang-orang kafir yang menyatakan bahwa

sesungguhnya kalian lebih baik dari agama Muhammad saw., termasuk juga

persoalan Muhammad saw. menolak memberikan kunci kepada Usman bin Talhah,

termasuk juga amanah istri kepada suaminya dalam menjaga kehormatannya, serta

tidak mengaruniai anak suami dari orang lain serta pemberitahuan tentang masa

iddahnya.

Pembagian ketiga adalah amanah manusia terhadap dirinya yaitu dengan tidak

memilih untuk dirinya sesuatu yang bermanfaat dan baik dalam agama maupan dunia.

Dan tidak mengerjakan sesuatu karena syahwat, kebohongan yang bisa

memberikannya mudharat di dunia dan di akhirat.

Rasulullah saw. bersabda: ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم مس ؤول عن رعيته‬


ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬ “setiap

kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” . kalimat

‫ات إِىل أ َْهلِها‬


ِ ‫يَأْمر ُكم أَ ْن ُت ؤ ُّدوا اأْل َمان‬
َ ْ ُُ termasuk semua persoalan, sungguh Allah

mengagungkan amanah pada banyak hal dalam Kitabnya. Allah swt berfirman:

‫ض َواجْلِب ِال فَأ ََبنْي َ أَ ْن حَيْ ِم ْلنَه ا‬ ِ


ِ ‫ماوات َواأْل َْر‬ ‫الس‬
َّ ‫ض نَا اأْل َمانَةَ َعلَى‬ ْ ‫إِنَّا َعَر‬
ِ ‫َحَز‬ ِ
]72 :‫اب‬ ْ ‫َوأَ ْش َف ْق َن مْنها َومَحَلَ َها اإْلِ نْسا ُن [اأْل‬
Allah berfirman:

]27 :‫َوخَتُونُوا أَماناتِ ُك ْم [اأْل َْن َف ِال‬


16

Rasulullah bersabda:

»ُ‫«اَل إِميَا َن لِ َم ْن اَل أ ََمانَةَ لَه‬


Maimun bin mihran berkata: ada tiga hal jika ditunaikan akan baik dan jika

tidak ditunaikan akan buruk, yaitu amanh, janji dan silaturrahim. Al-Qadhi berkata:

kata amanah menunjukkan makna umum,

3. Persoalan ketiga

Kata ُ‫ اأْل ََمانَة‬adalah bentuk masdar yang berkedudukan sebagai maf’ul,

demikian juga bentuk jamak pada kata tersebut oleh karena dijadikan sebagai isim

khalis. Penulis kitab al-Kasysyaf berkata dibaca ‫ االمانة‬untuk mufrad.

4. Persoalan keempat

Abu Bakr al-Ra>zi> berkata diantara amanah yang berupa titipan wajib

dikembalikan ketika diminta dan menurut pendapat mayoritas bahwa titipan itu tidak

mengharuskan adanya jaminan. Dan sebagian ulama salaf bahwa dalam hal tersebut

harus ada jaminan. Diriwayatkan oleh al-Sya’bi dari Anas berkata saya meminta

seseorang untuk membawakan kepada saya bahrang dagangan kemudian rusak di

saya, maka Umar bin Khattab memberikan aku jaminan. Kdan dari Anas berkata saya

pernah mempunyai utang kepada seseorang 6000 dirhamkemudian hilang, maka umar

berkata apakah apa yang kamu miliki hilang bersama 6000 dirham itu? Saya

mengatakan tidak, maka Umar mengharuskan kepada saya jaminan. Dan adapun

sebagai hujjah dari perkataan yang masyhur ini adalah adalah apa yang diriwayatkan

Umar bin Syuaib dari bapaknya, Rasulullah saw. bersabda tidak ada jaminan bagi

pemimpin dan orang yang dapat dipercaya. Adapun perbuatan Umar adalah dapat di
17

tahan sebagai jaminan orang yang menitip yang diketahui perbuatannya wajib adanya

jaminan.

5. Persoalan kelima

Imam al-Syafi’i ra. berkata pinjaman harus mempunyai jaminan setelah rusak.

Abu Hanifah berkata tidak harus ada jaminan.

Adapun hujjah Imam al-Syafi’i adalah adalah firman Allah swt.


َ‫إِ َّن اللَّه‬
‫ات إِىل أ َْهلِها‬
ِ ‫ يَأْمر ُكم أَ ْن ُت ؤ ُّدوا اأْل َمان‬pada
َ ْ ُُ zhahir perintah dalam ayat ini

menunjukkan kewajiban, dan setelah kerusakannya akan sulit mengembalikannya

sesuai dengan bentuknya semula. Dan mengembalikan jaminnaya adalah

mengembalikan maknanya, adapun ayat tersebut menunjukkan wajib adanya jaminan.

Dan kami menilai ayat ini sesuai sabda Rasulullah saw.

ِ
ُ‫ت َحىَّت ُت َؤ ِّديَه‬
ْ ‫َخ َذ‬
َ ‫َعلَى الْيَد َما أ‬
Artinya:

Tangan yang mengambil (harta orang lain) wajib menanggungnnya sampai

dia kembalikan

E. Pemahaman terhadap Penafsiran al-Ra>zi> QS al-Nisa>/4: 58

1. Pengertian Amanah

Kata amanah adalah bentuk mashdar dari kata kerja amina- ya`manu-amnan-
wa amanatan. Kata kerja ini berakar huruf-huruf hamzah, mim, dan nun, bermakna

pokok aman, tentram, tenang, dan hilangnya rasa takut.8

8
M. Quraish Shihab, EnsiklopediAl-Qur’an, Kajian Kosakata..., h. 83.
18

Secara terminologi amanah adalah menunaikan segala sesuatu yang

dititipkan dan dipercayakan kepada seseorang. Dalam kitab Akhlak Rasul Menurut

Bukhari dan Muslim menjelaskan amanah tersebut mempunyai dua arti, yaitu arti

khusuh dan arti umum: arti khusus dari amanah adalah sikap bertanggung jawab

orang yang dititipi barang atau harta atau lainnya dengan mengembalikannya

kepada orang yang mempunyai barang atau harta itu. Dia menyadari bahwa

dirinya hanya bertugas menjaga barang atau harta tersebut jangan sampai rusak atau

hilang, dia sama sekali tidak mempunyai hak untuk menggunakannya. Jika orang

yang mempunyai harta atau barang itu meminta kembali, dia dengan serta

merta akan mengembalikan harta atau barang tersebut. Adapun arti amanah secara

umum, sangat luas sekali. Sehingga menyimpan rahasia, tulus dalam memberikan

masukan kepada orang yang meminta pendapat dan menyampaikan pesan kepada

pihak yang benar (sesuai dengan permintaan orang yang berpesan) juga termasuk

amanah. Orang yang menceritakan rahasianya kepadamu berarti dia percaya

kepadamu bahwa kamu bisa menyimpan rahasia itu. Orang yang meminta

pendapatmu, tentunya mengawali pembicaraannya dengan mengungkapkan

problem- problem yang dihadapinya dan berharap kamu mau memberikan saran atau

pendapat meskipun tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Bila kamu mau

mengungkapkan pendapatmu, maka kamu termasuk orang yang dapat dipercaya.

Begitu juga jika ada orang yang meminta kamu menyampaikan kabar kepada orang

lain. Bila kamu menyampaikan pesannya dengan benar maka kamu termasuk

orang yang dapat dipercaya (amanah)

2. Ulasan singkat tentang penafsiran al-Ra>zi>


19

Secara umum, al-Ra>zi> sebagaimana karakteristik tafsirnya yang setiap

pembahasan dalam suatu ayat dijelaskan dengan menggunakan redaksi ‫ المسألة‬..., pada

surah al-Nisa/4: 85 ini al-Ra>zi> membagi dua uraian pembahasan dalam ayat

tersebut yang pertama redaksi ayat ‫ات إِىل أ َْهلِها‬ ِ ‫إِ َّن اللَّه يَأْمر ُكم أَ ْن ُت ؤ ُّدوا اأْل َمان‬
َ ْ ُُ َ
dan redaksi ‫ن‬ ِ ِ ِ ِ
َّ ِ‫َّاس أَ ْن حَتْ ُك ُم وا بِالْعَ ْد ِل إِ َّن اللَّهَ نع َّما يَعظُ ُك ْم بِه إ‬
ِ ‫َوإِذا َح َك ْمتُ ْم َبنْي َ الن‬
ِ ‫اللَّه كا َن مَسِ يعاً ب‬. Pada bagian yang pertama al-Razi> mengurai ayatnya dengan
ً‫صريا‬ َ َ
menggunakan lima permasalahan (al-mas’alah al-kha>misah) sedangkan pada

bagian ayat yang kedua digunakan empat permasalahan (al-mas’alah al-ra>bi‘ah).

Oleh karena tafsir al-Ra>zi> ini mengurai setiap permasalah dengan panjang lebar

maka pemakalah hanya fokus pada bagian yang pertama dari QS al-Nisa>/4: 58 yang

mengandung lima pemasalahan.

a. Permasalahan yang pertama (al-mas’alah al-u>la>)

Pada permasalahan yang pertama ini al-Ra>zi> memulainya dengan

menyebut riwayat tentang asba>b al-nuzu>l ayat. Riwayat yang digunakan adalah

riwayat dari sahabat sa‘id bin musayyab dan muh}ammad bin ish}a>q. Redaksi yang

lain dari riwayat Ibn Abbas:


‫ص احل َعن ابْن َعبَّاس يِف َق ْوله {إِن اهلل يَأْ ُمر ُك ْم‬ َ ‫أخرج ابْن ْمر َد َويْ ه من طَ ِريق الْ َك ْليِب ّ َعن أيب‬
‫ ملا فتح َر ُس ول اهلل ص لى اهلل َعلَْي ِه َوس لم َم َّكة َدعَا‬:‫قَال‬ َ }‫أَن ُت َؤ ُّدوا اأْل ََمانَات إِىَل أَهلهَا‬
‫ أَرِيِن الْ ِم ْفتَاح فَأَتَاهُ بِ ِه َفلَ َّما بسط يَده إِلَْي ِه قدم الْ َعبَّاس‬:‫َال‬
َ ‫عُثْمَان بن أيب طَْلحَة َفلَ َّما أَتَاهُ ق‬
‫َال َر ُس ول‬ َ ‫الس َقايَة فَكف عُثْمَان يَده َفق‬ ِّ ‫َع‬ ْ ‫ يَا َر ُس ول اهلل بِأيب أَنْت َوأمي‬:‫َال‬
َ ‫اج َع ْل هُ يل م‬ َ ‫َفق‬
‫َال الْ َعبَّاس مث ل‬ َ ‫ أَرِيِن الْ ِم ْفتَاح يَا عُثْمَان فَبس ط يَده يُ ْع ِطي ِه َفق‬:‫اهلل ص لى اهلل َعلَْي ِه َوس لم‬
‫ يَا عُثْمَان إِن كنت‬:‫َكلمته األوىل فَكف عُثْ َمان يَده مثَّ قَ َال َر ُسول اهلل صلى اهلل َعلَْي ِه َوسلم‬
‫َام فَفتح بَاب الْ َك ْعبَة‬ َ ‫نَاك بأمان ة اهلل َفق‬ َ ‫ ُه‬:‫َال‬ َ ‫َوم اآلخ ر فه اتين الْ ِم ْفتَاح َفق‬ ِ
ْ ‫ت ؤمن باللَّه َوالْي‬
20

‫َال َر ُس ول اهلل ص لى اهلل َعلَْي ِه‬ َ ‫فَوج َد يِف الْ َك ْعبَة مِت ْثَال إِ ْب َر ِاهيم َمعَه ق داح يستقس م هبَا َفق‬
‫ َومَا َش أْن إِ ْب َر ِاهيم وشأن القداح مثَّ َدعَا جِب َ ْفنَة فِيهَا‬- ‫ قَاتلهم اهلل‬- ‫ مَا ل ْل ُم ْش ِركني‬:‫َوسلم‬
َّ‫ك التماثيل َوأخرج مقَام إِ ْب َر ِاهيم َوكَا َن يِف الْ َك ْعبَة مث‬ َ ‫َماء فَأخذ َماء فغمسه مثَّ غمس هبَا تِْل‬
‫يما ذكر لنا برد‬ ِ ِِِ ِ ِ َ َ‫ يا أَيها النَّاس ه ِذه الْقبلَة مثَّ خرج فَط‬:‫ال‬
َ ‫اف بالَْبْيت مثَّ نزل َعلَْيه جرْب يل ف‬ ْ َ َ َ َ َ‫ق‬
َ َ‫أعطَاهُ الْ ِم ْفتَاح مثَّ ق‬
‫ال {إِن اهلل يَأْ ُمر ُك ْم أَن ُت َؤ ُّدوا اأْل ََمانَات‬ ْ َ‫الْ ِم ْفتَاح فَ َد َعا عُثْ َمان بن طَْل َحة ف‬
َ ‫إِىَل أ‬
9
‫ َحىَّت فرغ من اآْل يَة‬58 ‫ِّساء اآْل يَة‬ َ ‫َهلها} الن‬

Dalam riwayat di atas rupanya tidak ditemukan keenggangan Usman untuk

memberikan kunci kepada Rasulullah saw. Beda halnya dengan riwayat sebelumnya.

b. Perseoalan kedua (al-mas’alah al-tsani)

Pada bagian ini al-Razi menguarai ayat dengan membagi jenis-jenis

amanah menjadi tiga bagian yaitu:

1) Amanah kepada Allah


Amanah hamba dengan Tuhannya, yaitu apa yang telah dijanjikan Allah
kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan perintah-Nya, menjauhi segala
larangan-Nya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk hal-
hal
yang bermanfaat baginya dan mendekatkannya kepada Tuhan.10
2) Amanah kepada sesama seperti hubungan dengan sesama manusia serta

interaksi muamalat.

9
Abdurrahman bin Abu Bakr, Jala>luddin al-Suyu>ti, al-Dur al-Mansu>r (Da>r al-Fikr:
Bairut, t.th.), h. 570.
10
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, (Bahrun Abu Bakar dan Herry Noer
Aly), Juz 4,5, dan 6, h. 113.
21

Amanah hamba dengan sesama manusia, diantaranya adalah mengembalikan

titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang

wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umumnya dan

pemerintah. Termasuk dalam amanat ini keadilan para ulama terhadap orang- orang

awam dengan membimbing mereka kepada keyakinan dan pekerjaan yang berguna

bagi mereka di dunia dan di akhirat

3) Amanah kepada diri sendiri dengan mempersiapkan diri terhadap hal-hal

yang menguntungkan di dunia dan akhirat.

Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, seperti halnya memilih yang

paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunianya, tidak

mengerjakan yang berbahaya baginya didunia dan di akhirat, serta menghindarkan

berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terakhir

ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada

waktubanyak tersebar penyakit dan wabah.

c. Persoalan ke empat

Pada pembahasan ini al-Razi menguraikan kedudukan kata (nahwu dan

sharaf)

d. Perspalan ke empat dan kelima

Pada persoalan ini dibahas tentang bentuk muamalat seseorang dengan

bank.
22

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian dan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Kata amanah adalah bentuk mashdar dari kata kerja amina- ya’manu-amnan-

wa amanatan. Kata kerja ini berakar huruf-huruf hamzah, mim, dan nun, bermakna

pokok aman, tentram, tenang, dan hilangnya rasa takut. Dalam bahasa Indonesia,

amanah berarti kerabat, ketentraman, atau dapat dipercaya.Amanah di dalam

Al-Qur’an mencakup amanah kepada Allah SWT, sesama manusia, dan kepada diri

sendiri. Secara terminologi amanah adalah menunaikan segala sesuatu yang

dititipkan dan dipercayakan kepada seseorang.

Amanah di dalam Al-Qur’an mencakup amanah kepada Allah SWT, sesama

manusia, dan kepada diri sendiri. Amanah kepada Allah SWT, dapat dinyatakan

sebagai amanah Allah SWT dan Rasul-Nya berupa aturan dan anjuran-anjuran

agama yang harus dilaksanakan. Amanah kepada sesama manusia dapat pula berupa
sesuatu, baik materil maupun non-materil yang dipercayakan seseorang kepada

orang lain dengan rasa aman dan tentram. Adapun amanah kepada diri sendiri

berupa segala nikmat yang ada pada manusia yang berguna bagi dirinya sendiri,

sehingga yang bersangkutan memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya. Dari sekian

banyak definisi yang berbeda, pada akhirnya semua bermuara pada makna tidak

mengkhawatirkan, aman dan tentram. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

amanah adalah segala sesuatu yang dipercayakan, sebuah tanggung jawab yang
23

harus dipelihara dan pada saatnya harus dikembalikan kepada yang berhak dengan

aman.

DAFTAR PUSTAKA
Mardan, Alquran; Sebuah Pengantar Memahami alquran Secara Utuh, Cet. I.
Makassar: CV. Berkah Utami, 2009.

Muhammad bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimiy al-Ra>zi, Abu>
Abdillah. Mafa>tih al-Gaib, Juz X. Cet. III; Bairut: Da>r ihya’ al-Tura>s al-
Arabi, 1420 H.

Mustafa Al-Maragi, Ahmad. Tafsir Al-Maraghi, Bahrun Abu Bakar dan Herry
Noer Aly), Juz 4,5, dan 6.

Shihab, M. Quraish, EnsiklopediAl-Qur’an, Kajian Kosakata.

al-Suyu>ti, Abdurrahman bin Abu Bakr, Jala>luddin. al-Dur al-Mansu>r. Da>r al-
Fikr: Bairut, t.th.

Anda mungkin juga menyukai