Anda di halaman 1dari 8

METODOLOGI TAFSIR SAHABAT

Terjemah Kitab Ta’rif al-Darisin Halaman: 37 s.d 43


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A.

Disusun Oleh :

Kelompok : IV
Rikko Aji Dharma (11190340000148)

Lutfiah Mawaddah (11190340000161)


Muhammad Raihan Nadzir (11190340000109)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
METODE TAFSIR SAHABAT

A. Tingkatan Tafsir yang Pertama yaitu Masa Sahabat Radhiallahu ‘Anhum

Al-Quran al-Karim diturunkan dengan bahasa Arab secara jelas agar mereka dapat
memikirkannya dan mengimaninya, Allah yang telah menurunkannya, juga Nabi
Muhammad Saw yang al-Quran diturunkan kepadanya. Allah telah menjadikan al-Quran
sebagai Mu’jizat Rasul-Nya Muhammad Saw yang orang Arab tidak mampu
mendatangkan satu surah yang sama dengan al-Quran baik dari sisi balaghohnya maupun
penjelasannya. Dan hal ini berkaitan dengan Tabi’at yang dengannya mereka mampu
untuk memahami al-Quran dan makna-makna yang terkandung oleh ayat-ayat al-Quran.
Karena tanpa adanya memahami makna tidak mungkin dapat memahami balaghoh dalam
al-Quran, juga tidak mungkin dapat merasakan aroma mu’jizat yang terkandung dalam
al-Quran.

Sahabat selalu berada dalam pada tingkatan yang pertama dalam memahami al-
Quran al-Karim sebagaimana keterangan yang dimiliki oleh kebanyakan orang bahwa
para sahabat Nabi Muhammad memahami al-Quran atas dasar Ilmu Nahwu secara
terperinci sebagaimana yang kita lihat dalam kitab-kitab tafsir yang didalamnya tidak
tampak kalimat-kalimat yang sulit untuk dipahami bagi mereka, apalagi mereka adalah
orang-orang Arab yang fashih dan Rasulullah Saw ada bersama mereka mengajarkan,
memberi petunjuk dan mereka dapat bertanya langsung kepada Rasulullah Saw mengenai
hal-hal yang sulit untuk di pahami.

Kami sependapat dengan al-Dzahabi rahimahullah Saw ketika ia bertentangan


terhadap makalah yang ditulis oleh Ibnu Khaldun ia berkata dalam makalahnya “Bahwa
al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab juga atas uslub-uslub bhaaghoh bahasa mereka
sehingga mereka mampu memahami al-Quran dan makna-maknanya baik bentuk
kalimat-kalimat mufradnya maupun tarkibnya”. Imam al-dzahabi berbeda pendapat
dengannya seraya berkata “saya tidak sependapat dengannya, karena turunnya al-Quran
dengan bahasa Arab itu tidak juga berarti seluruh orang Arab mampu memahami al-
Quran baik dalam bentuk mufradnya juga tarkibnya. Adapun dalil yang lebih mendekati
adalah hal-hal yang kita saksikan pada hari ini, baik kitab-kitab karangan atas perbedaan
bahasa mereka, banyaknya orang Arab sekarang yang tidak dapat memahami al-Quran.
Karena pemahaman itu tidak bisa tiatas dasarkan bahasa saja, akan tetapi pemahaman itu

1
bagi orang yang benar-benar meneliti ilmu ma’ani juga ada yang membahas bahwa untuk
dapat memahami al-Quran butuh keistimewaan akal secara khususyang sesuai dengan
tingkatan kitab dan kekuatan karanngannya.

Para sahabat radiyallahu ‘anhu berbeda-beda dalam memahami makna-makna al-


Quran al-Karim juga berbeda-beda dalam tingkannya. Dan hal yang lebih sulit bagi
mereka adalah hal-hal yang tampak bagi sebagian yang lain dari mereka. Dan hal ini
kembali kepada perbedaan mereka dalam kekuatan akal juga perbedaan tingkatan mereka
dalam hal-hal yang meliputi al-Quran al-Karim yaitu dalam bentuk Dhorof dan
Mulabisat.

Dan yang paling banyak dari hal ini adalah bahwa mereka tidak sama dalam
memahami makna-makna al-Quran yang kalimat-kalimat mufrad diletakkan untuknya.
Dari beberapa contoh kalmia mufrad dalam al-Quran adalah hal-hal yang samar
maknanya atas sebagian sahabat dan tidak ada kemudharatan didalamnya karena bahasa
tidak dapat diliputi kecuali oleh orang yang ma’sum dan tidak bisa juga seorang
beranggapan bahwa setiap umat itu dapat mengetahui keseluruhan lafad-lafad bahasanya
masing-masing.

B. Contohnya banyak sekali, sebagian dari contoh-contohnya yaitu


a. bahwa Umar bin Khattob RA pernah membaca ayat “wa faqihataw wa abba”
diatas mimbar, kemudian ia berkata “buah ini kami telah tahu, akan tetapi apa itu
yang dimaksud dengan lafadz “Abba” kemudian ia kembali kepadda dirinya
sendiri dan berkata kepada dirinya sendiri ”bahwa sulit wahai Umar”
b. hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah dari jalur Mujahid dari Ibnu Abbas
berkata “saya tidak tahu hal langit terbentuk dari apa,? Kemudian datang dua
orang badui yang saling bertengkar dalam sumur, maka salah satunya berkata
“saying yang menciptakan langit” dan yang lain berkata “saya yang memulainya”.
c. Imam Al-Bukhori meriwayatkan dari jalur Ibnu Abbas Ra. Bahwa Umar pernah
membawaku bertemu dengan petinggi-petinggi perang badar kemudian sebagian
dari mereka berkata, “wahai Umar kenapa engkau membawanya kemari,
sedangkan kita juga memiliki putra-putra yang sama sepertinya? Umar berkata
“dia sebagaimana yang kalian ketahui, akan tetapi suatu hari saya pernah
mendoakannya agar ia bisa masuk kepada kalian maka apa yang saya liat hari ini

2
merupakan doa yang saya panjatkan ketika itu, dan apa pendapat kalian tentang
ayat “idza ja’an nashrullahi wal fath” maka sebagian meraka berkata yang
dimaksud dari ayat itu adalah Allah memerintahkan kita untuk memuji Allah dan
meminta ampunan kepadaNya ketika Ia menolong kita dan memberikan
kemenangan kepada kita”. Dan ada sebagian dari mereka juga yang berdiam diri.
Maka Umar R.a pun bertanya kepada saya “apakah pendapat tadi sama dengan
pendapat yang engkau miliki wahai Ibnu Abbas?, maka saya menjawab “tidak”
“maka apa pendapat mu terhadap yat tadi” (Tanya Umar) saya pun berkata “ayat
tadi adalah batas ajal Rasulullah Saw yang saya ketahui yang beliau berkata
“ketika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan hal itu merupakan
ciri-ciri ajal mu, maka hendaklah engkau memuji tuhanmu dan meminta ampunan
kepadanya karena Ia dzat yang maha pemberi ampunan” maka umar pun berkata
“saya tidak mengetahui hal ini kecuali dari apa yang engkau katakana”.

Apabila samar makna lafad Ab bagi Umar bin Khattab dan ia b ertanya tentang
hal itu, juga makna fatir samar bagi Ibnu Abbas kecuali setelah ia mendengarnya dari
orang lain, juga para orang-orang tua yang mengikuti perang Badar belum dapat
menemukan tafsir yang tepat dari ayat idza ja’ an nasrullahi wal fath. Maka yang
demikian itu bagaimana keadaan yang terjadi pada selain sahabat? Yang tidak diragukan
lagi bahwa banyak dari mereka yang menganggap cukup hanya menggunakan makna
yang global untuk ayat al-Quran.

Dalam memahami ayat-ayat yang maknanya sulit untuk dipahami maka para
sahabat mengembalikannya kepada Rasulullah Saw, dimana Rasulullah Saw menjelaskan
kepada mereka hal-hal uang masih perlu dijelaskan, juga menjelaskan kepada mereka hal-
hal yang mereka salah dalam memahami makna-makan al-Quran al-Karim. Seehingga
Nabi Muhammad telah mengajarkan al-Quran baik secara keseluruhan maupun secara
terperinci. Dan sebagaimana Allah telah memberi tanggungan menghafal al-Quran dalam
hati Nabi Muhammda Saw, Allah juga memberi tanggungan dalam menjelaskannya
sebagaimana diternagkan dalam al-Quran.

3
ۡ ۡ ‫َل ُت ِّر ۡك بِّه لِّسانك لِّت ۡعجل بِّهؕ اِّ َّن عل ۡي نا‬
ؕؕ‫َج اعه اوقح ۡراٰناهؕۚ فااِّذاا قا ارانٰهح فااتَّبِّ ۡع قح ۡراٰناهؕ حُثَّ اِّ َّن اعلا ۡي ناا بايااناه‬
‫اا ا ا‬ ‫ااا ا اا‬ ‫ا حا‬
"Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur'an) karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya
(di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya"

Dan beberapa hal yang tidak diragukan lagi bahwa tafsir Nabawi tidak berjalan
pada al-Quran al-Karim dengan sempurna, Karena sahabat R.a dari kalangan Arab yang
murni mereka memahami banyak makna-makna al-Quran dengan hubungan perjalanan
mereka yaitu Bangsa Arab dengan pemahaman yang tidak dapat di tempuh oleh ‘Ajam.
Dan tidak ada satu pun yang mampu menggoncangkan nya baik dari kejelekan ibtida’
dan lainnya. Sehingga akidah al-Zanifah di hukumi ada. Dsn dengan hal yang tadi
Rasulullah Saw tidak meninggalkan tafsir yang lengkap untuk al-Quran.

Adapun isyarat yang mengutarakan bahwa sahabat R.a apabila tidak menemukan
tafsir dalam Kitabulah (al-Quran) juga belum mudah bagi mereka untuk mendapatkan
penjelasan dari Rasulullah Saw maka mereka menggunakan ijtihad dan menggunakan
pendapat, adapun hal-hal yang masih mungkin dipahami hanya dengan alat bantu bahasa,
maka mereka dalam memahami hal demikian tidak butuh kepada pendapat/pemikirann
(ijtihad) secara pasti bahwa mereka sebagaimana yang telah disebutkan berasal dari Arab
murni yang mereka dapat mengetahui kalam-kalam Arab dan keadaan-keadaan mereka
dalam ucapan tersebut. Juga mereka dapat mengetahui lafadz-lafadz Arab juga makna-
maknanya dengan cara hanya menggunakan apa-apa yang datang dalam sya’ir zaman
jahiliyah yang itu dikala dulu merupakan diwan Al-Arab.

C. Faktor-faktor yang mendukung Ijtihad sahabat dalam menafsirkan al-


Quran adalah

Banyak dari kalangan Sahabat yang menafsirkan al-Quran dengan cara ra’yi dan
ijtihad dengan beberapa factor yang mendukung, diantaranya:

 Pengetahuan mereka terhadap tata bahasa arab dan segala bentuk rahasianya.
 Pengetahuan mereka terhadap kebiasaan atau watak orang arab.

4
 Pengetahuan mereka terhadap kondisi orang-orang Yahudi dan Nasrani di
Jazirah Arab ketika wahyu turun.
 Daya fikir yang kuat dan pengetahuan yang luas.
 Mereka menyaksikan ketika wahyu turun juga mengetahui keadaan-keadaannya.

Sebagian pembahasan dalam al-Quran terdapat pembahasan yang sejalan dengan


kitab Taurat, khususnya di dalam menceritakan para nabi dan hal-hal yang berhubungan
dengan umat terdahulu. Begitupun juga al-Quran mencakup tema-tema yang terdapat di
dalam Injil seperti kisah kelahiran dan mukjizat Isa bin Maryam AS.

Al-Quran al-Karim terkadang juga membuat manhaj yangberbeda dengan Taurat


dan Injil sehingga tidak menjelaskan masalah-masalah di dalamnya secara terperinci dan
menyeluruh kisah yang terdapat di dalamnya, akan tetapi hanya pada kisah yang ada
pelajaran di dalamnya.

Ketika akal selalu mengajak untuk menyeluruh, maka sebagian sahabat bertanya
kepada ahli kitab yang masuk Islam mengenai kisah-kisah yang terdapat dalam kitab,
seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab bin al-Ahbar dan para alim dari Yahudi dan Nasrani
yang lainnya.

D. Mufassir dari kalangan Sahabat

Sepuluh mufassir yang terkenal dari kalangan sahabat yaitu, Khulafaurrasyidin,


Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ary, dan
Abdullahibn Zubair.

Dari sepuluh orang diatas terdapat sahabat Rasulullah Saw yang juga berbicara
tafsir seperti Abi Hurairoh, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Amr bin
ash, dan Aisyah Ra kecuali riwayat yang di nukil dari mereka lebih sedikit dari pada
sepuluh sahabat yang di atas.

Adapun dari ke-empat Khulafa al-Rasyidin, Sayyidina Ali lah yang paling
banyak melakukan periwayatan. Sebab khalifah selain Sayyidina Ali, seperti Abu Bakar,
Umar, danUtsman telah meninggal terlebih dahulu dan menyebabkan periwayatan
mereka lebih sedikit. Sedangkan Sayyidina Ali hidup di masa ketika mayoritas umat
muslim sangat membutuhkanterhadap orang yang mampu menafsirkan al-Quran, hal ini

5
terjadi karena daerah kekuasaanIslam semakin luas, banyak dari bangsa non arab ajam
memeluk agama islam, dan anak cucu sahabat tumbuh dan berkembang di mana mereka
membutuhkan ilmu dari para sahabatitu sendiri. Dari kesepuluh sahabat yang terkenal
dengan penafsirannya, terdapat pula sahabatIbnu Abbas yang mendapat julukan
Turjuman al-Quran yang memiliki arti penerjemah al-Quran.

E. Ciri-ciri khas tafsir pada masa sahabat R.A

Tafsir pada masa ini terkenal dengan ciri-ciri khas berikut:

1. Tafsir sahabat tidak mencakup kesuluruhan al-qur’an secara utuh. Tafsir mereka
hanya pada ayat-ayat yang masih samar pengertiannya. Kesamaran ini semakin
bertambah setiap kali manusia jauh dari masa rasulullah SAW. Dan dari masa
sahabat R.A. dan selanjutnya penafsiran semakin bertambah mengikuti
pertambahan kesamaran ini sampai tafsir mencakup keseluruhan al-qur’an.
2. Sedikitnya perbedaan pendapat diantara mereka dalam memahami makna ayat-
ayat al-qur’an, karena mereka sama-sama memahami sebagian besar bahasa yang
rumit berikut pengertiannya, dan karena dekatnya mereka dengan rasulullah
SAW. serta qur’an turun di tengah-tengah mereka.
3. Para sahabat biasanya merasa cukup dengan makna global. Mereka tidak
memaksakan diri untuk memahami makna al-qur’an secara rinci, mereka cukup
memahami umpamanya firman Allah yang berbunyi ‫ َو َٰفَ ِك َهةً َوأَبًّا‬bahwa itu
maksudnya menyebutkan berbagai nikmat allah kepada para hambanya. Dan
mereka tidak memaksakan diri dalam menafsirkannya.
4. Mereka membatasi penjelasan makna bahasa yang mereka pahami dengan redaksi
yang paling mudah. Umpanya saat menafsirkan firman Allah ‫َغي َْر ُمت َ َجانِفٍ ِِ ِّلثْ ٍم‬
mereka menafsirkannya dengan tidak cenderung berbuat maksiat. Jika pun
mereka menambah lebih dari itu, maka mereka menambahnya dengan apa yang
mereka ketahui dari asbabun nuzul.
5. Marangnya mengambil dasar hukum ilmiah bagi hukum-hukum fikih dari ayat-
ayat al-qur’an, dan tidak ditemukannya pembelaan terhadap mazhab-mazhab
agama terhadap apa yang disebut dalam kitabullah. Yang demikian karena melihat
bersatunya mereka dalam akidah. Karena ikhtilat mazhab belum terjadi kecuali
setelah masa sahabat.

6
6. Belum dituliskannya sedikit pun dari tafsir pada masa ini. Adalah sahabat
biasanya buta huruf. Dan mereka tidak memiliki sarana dan alat tulis. Selain itu
rasulullah memang melarang mereka untuk menulis apa saja selain qur’an karena
khawatir bercampurnya kata-kata mereka dengan ayat al-qur’an. Izin untuk
menulis baru diberikan setelah aman dari keraguan tersebut. penulisan baru terjadi
pada abad kedua hijrah.
7. Tidak banyak mengambil dari israiliyat dan memasukkannya dalam tafsir karena
rasulullah sangat menghendaki agar kaum muslimin hanya mengambil dari mata
air islam yang bersih yang belum dikotori oleh hawa nafsu, dan tidak dicemari
dengan berbagai ikhtilaf dan mengada-ngada. Hal itu ditunjukkan dengan
marahnya rasulullah saat melihat di tangan umar ada lembaran taurat.
8. Tafsir pada masa ini mengambil bentuk hadis yang mulia bahkan merupakan
bagiannya. Tafsir belum memiliki bentuk yang tersusun, tetapi tafsir-tafsir ini
tersebar di beberapa ayat yang berbeda. Sebagaimana bentuknya dalam
periwayatan hadis

Anda mungkin juga menyukai