Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pemahaman hadis ada dua metode yang banyak digunakan ulama’,
yakni metode tekstual dann metode kontekstual. Tradisi atau hadis Nabi yang
dikenal sebagai sumber hukum Islam yang kedua memliki posisi yang sangat
penting. Baik sebagai penguat, penjelas Alquran atau pencipta beberapa hukum
yang sebelumnya tidak dijelaskan Alquran. Namun dalam kenyataannya,
ditemukan beberapa hadis yang bertentangan dengan Alquran atau dengan hadis
lain, atau dengan logika, sejarah atau fakta sosial. Ini berarti bahwa pembahasan
tentang hadis mukhtalif merupakan suatu kajian yang penting dalam hukum Islam.
Sejalan dengan itu beberapa ulama hadis berupaya untuk menemukan
solusi dari masalah ini, dengan keyakinan bahwa hadis hampir sama
kedudukannya dengan Alquran karena ia diwahyukan oleh Allah kepada Nabi
sehingga mustahil jika ditemukan kontradiktif antara hadis dan lain-lain selama
hadis itu sahih. Ibnu Qutaibah adalah salah satu ulama terkenal yang berupaya
keras untuk memahami hadis mukhtalif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Ibnu Qutaibah?
2. Bagaimana latar belakang penyusunan dan sistematika penulisan kitab Ta’wil
Mukhtalif al-Hadis?
3. Bagaiamana metodologi penyelesaian hadis-hadis yang kontradiktif?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui biografi Ibnu Qutaibah.
2. Untuk mengetahui latar belakang penyusunan dan sistematika penulisan kitab
Ta’wil Mukhtalif al-Hadis.
3. Untuk mengetahui metodologi penyelesaian hadis-hadis yang kontradiktif.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Qutaibah


Nama lengkap Ibnu Qutaibah adalah ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah
al-Dainuri al-Marwazi. Kuniyahnya adalah AbuMuhammad. Ia dinisbatkan pada
al-Dainuri, yaitu suatu daerah di mana ia pernah menjadi hakim di sana. Sebagian
ulama berpendapat, Ibnu Qutaibah juga dinisbatkan pada al-Marwazi yang
merupakan tempat kelahiran ayahnya.
Ibnu Qutaibah adalah seorang ahli sejarah politik. Dia juga adalah seorang
cendekiawan Islam dan pakar bahasa Arab serta pembela ahli hadits. Ibnu
Qutaibah lahir pada tahun 828 M dan meninggal pada tahun 889 M. Namun, para
sejarawan berbeda pendapat mengenai tempat kelahirannya. Menurut Ibnu
Khalikan, dia lahir di Baghdad, sedangkan menurut An-Nadim dan Ibnu al-Anbar
dia lahir di Kufah pada awal Rajab tahun 313 H. Salah satu karya Ibnu Qutaibah
yang terkenal adalah Kitab Al Ma’arif (setebal empat jilid) yang merupakan
ensiklopedia pertama berbahasa Arab.1
Ibnu Qutaibah dilahirkan pada tahun 213 H/ 828 M di Baghdad, dan ada
yang mengatakan di Kufah. Pada masa itu Baghdad merupakan ibu kota negara
yang berada di dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon. Jadi dapat dikatakan
bahwa pusat pemerintahan dinasti Abbasyiah berada di tengah-tengah bangsa
Persia.2 Sejak saat itu Baghdad tidak pernah sepi dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemunculan ulama, sehingga kesempatan ini tidak disia-siakan
oleh Ibnu Qutaibah untuk menyerap ilmu dari beberapa ulama setempat.
Tidak puas dengan apa yang didapatkan di Bahgdad, Ibnu Qutaibah pun
mulai gemar melakukan perlawatan dari satu daerah ke daerah yang lain untuk
memperoleh ilmu, sebagaimana yang dilakukan para ulama pada waktu itu. Ia
mengunjungi Bashrah, Makkah, Naisabur dan tempat-tempat lain untuk belajar
berbagai macam disiplin ilmu dari para ulama yang ada di sana. Ibnu Qutaibah

1
Ismi Arifah Hidayati, Ibnu Qutaibah, Cendekiawan, Pakar Ilmu Politik dan Pembela Hadit, Rabu
27 Maret 2019. 20:44
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, , 1995). 51
3

belajar hadis pada Ishaq bin Rahawaih, Abu Ishaq Ibrahim bin Sulaiman al-
Ziyadi, Muhammad bin Ziyad bin ‘Ubaidillah al-Ziyadi, Ziyad bin Yahya al-
Hassani, Abu Hatim al-Sijistani dan para ulama yang semasa dengan mereka.
Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Ibnu Qutaibah juga haus akan
pengetahuan yang berkembang pesat pada waktu itu. Semangatnya yang tinggi
dalam mencari ilmu semakin membara ketika menyaksikan berbagai macam
pemikiran yang meracuni sebagian besar umat Islam, sehingga pada akhirnya Ibnu
Qutaibah tumbuh berkembang menjadi seorang ulama yang berwawasan luas,
kritis terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan mampu mewarnai corak
pemikiran keilmuan yang berkembang pada saat itu. Ibnu Qutaibah juga mampu
memberikan solusi terhadap problem keagamaan khususnya permasalahan yang
sedang diperdebatkan oleh ulama Kalam, dengan uraian yang ilmiah dan bisa
diterima oleh berbagai kalangan, yang sebelumnya memperbincang-kan sekitar
permasalahan tersebut masih dianggap tabu oleh sebagian ulama Salaf khususnya
golongan Ahl al-Sunnah.
Selain itu, Ibnu Qutaibah juga mampu menempatkan dirinya sejajar
dengan tokoh-tokoh ensiklopedik besar, sehingga tidak heran jika Ibnu Qutaibah
menjadi rujukan bagi Ibnu Atsir dalam mengupas lafazh-lafazh hadis yang janggal
dan sulit dipahami dalam karyanya al-Nihayah fi Ghorib al-Hadits dan ulama lain
dalam permasalahan yang sama.3
Dalam bidang fikih, Ibnu Qutaibah senantiasa berada di barisan madzhab-
madzhab ulama yang teguh memegang sunnah yang berkembang pada waktu itu,
meskipun secara pribadi dia mengikuti madzhab Imam Ahmad.
Ibnu Qutaibah adalah salah seorang ulama yang gemar menulis. Hasil
karyanya tidak kurang dari 300 buah. Di antara karya-karya Ibnu Qutaibah dalam
berbagai disiplin ilmu pengetahuan adalah: (1)Al-Ibil, (2) Adab al-Qadli, (3) Adab
al-Katib, (4) Al-Isytiqaq, (5) Al-Asyribah, (6) Ishlah al-Ghalath, (7) I’rab al-
Qur’an, (8) A’lam al-Nubuwwah, (9) Al-Alfazh al-Muqribah bi al-Alqab al-
Mu’ribah, (10) AlImamah wa al-Siyasah, (11) Al-Anwa’, (12) Al-Taswiyah bain

3
Ismi Arifah Hidayati, Ibnu Qutaibah, Cendekiawan, Pakar Ilmu Politik dan Pembela Hadit, Rabu
27 Maret 2019. 20:44
4

al-‘Arab wa al‘Ajam, (13) Jami’ al-Nahwi, (14) Al-Ru’ya, (15) Al-Rajul wa al-
Manzil, (16) Al-Rad ala al-Syu’ubiyah, (17) Al-Rad ‘ala Man Yaqulu bi Khalq al-
Qur’an, (18) Al-Syi’ru wa al-Syu’ara,(19) Al-Shiyam, (20) Thabaqat al-Syu’ara,
(21) Al-Arab wa ‘Ulumuha, (22) ‘Uyun al-Akhbar,(23) Gharib al-Hadits, (24)
Gharib al-Qur’an, (25) Al-Faras, (26) Fadllu al-‘Arab ‘ala al-Ajam, (27) Al-Fiqh,
(28) Al-Qira’at, (29) Al-Masa’il wa al-Ajwibah, (30) Al-Musytabih min al-Hadits
wa al-Qur’an, (31) Musykil al-Hadits, (32) Al-Ma’arif, (33) Ma’ani al-Syir, (34)
Al-Nabat, (35) Al-Hajwu, dan karya-karya yang lain.

B. Latar Belakang Penyusunan dan Sistematika Penulisan Kitab Ta’wi>l


Mukhtalif Al-H}adi>th
1. Latar Belakang Penyusunan Kitab
Ibnu Qutaibah hidup di masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada
masa khalifah al-Mutawakkil yang berpusat di Baghdad. Pada masa ini, ilmu
pengetahuan berkembang cukup pesat tak terkecuali dalam bidang ilmu hadis. Hal
itu disebabkan karena pada masa tersebut daerah-daerah bagian pemerintahan
berlomba-lomba dalam memberi penghargaan pada ulama-ulama berprestasi.4
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, banyak bermunculan gerakan-
gerakan politik bersampel agama di mana hal ini menimbulkan perpecahan pula di
tubuh umat Islam. Mereka terbagi ke dalam kelompok khawarij, zindiq, murji’ah,
shi‘ah dan mu’tazilah. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi eksistensi
ilmu hadis dan ulama’nya. Dimana aliran-aliran teolog tersebut meragukan
metodologi yang digunakan ulama dalam mengkodifikasi hadis sehingga inkar al-
sunnah pun mulai bermunculan. Mereka mayoritas menolak kehujjahan qiya>s,
ijma>’ dan kepastian hadis mutawatir. Bahkan mereka menuduh ulama’ hadis
sebagai pembawa kebohongan dan kepalsuan karena dianggap telah
meriwayatkan hadis yang bertentangan dengan al-Qur’an, akal dan kemahasucian
Allah.5

4
Anwar, Metode Penyelasaian Ikhtila>f al-H{adi>th, “skripsi UIN Alauddin Makassar” tahun
2016, 65-69
5
Ibid.
5

Keadaan ini membuat Ibnu Qutaibah merasa terpanggil untuk


mengembalikan kewibawaan umat Islam dengan menepis anggapan-anggapan
miring terhadap ulama’ ahli hadis. Hal ini beliau tuangkan melalui karyanya
Ta’wi>l Mukhtalif al-H{adi>th. Dalam karyanya inipun, beliau memberikan
solusi sebagai solusi pemecahan hadis-hadis tersebut.6

2. Sistematika Penyusunan Kitab Ta’wi>l Mukhtalif al-H{adi>th

Sistematika penyusunan kitab ini sebagaimana kitab-kitab pada umumnya


yaitu dimulai dengan Muqaddimah penulis. Sebelum memasuki pada pembahasan
terkait penyelasaian hadis-hadis yang dinilai kontradiktif, terlebih dahulu beliau
menjelaskan kontradiksi yang terjadi di kalangan Ahli ra’yi dan ahli kalam. Lebih
lanjut pada bab selanjutnya beliau menjelaskan tentang ahli hadis dan kemudian
pada bab selanjutnya diikuti dengan penjelasan terkait hadis-hadis yang dinilai
bertentangan. Beliau mencantumkan sebanyak 109 hadis yang dinilai kontraditfif
kemudian beliau menjelaskannya7

C. Metodologi Penyelesaian Hadis-Hadis yang Kontradiktif


Metode yang sering dipakai adalah al-jam‘u wa al-tarji>h}, dengan teknik
mentakhri>j hadis terlebih dahulu. Bila hadis dianggap s}ahi>h} (maqbu>l) maka
dilakukan al-jam‘u dengan memakai pendekatan bahasa, konteks, historis dan
logika. Metode nasakh terkadang digunakan apabila hadis dianggap cacat dan
tidak direvisi lagi. Namun kadang ia juga menggunakan an-nasakh pada nas}
yang mestinya bisa diselesaikan dengan cara al-jam‘u. Meskipun demikian,
menurutnya hakikat kontradiktif dalam nasakh (al-Qur’an dan Hadis)
sesungguhnya tidak ada. Kontradiksi itu hanya timbul pada persepsi manusia yang
menjadi obyek dari kedua sumber tersebut.8
Langkah praktis yang digunakan Ibnu Qutaibah dalam mengkompromikan
hadis mukhtalif, adalah:

6
Ibid.
7
Abu> Muh}ammad ‘Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah, Ta’wi>l Mukhtalif al-H}adi>th,
(Beirut, Maktabah al-Isla>miy: 1999 M)
8
Salamah Noorhidayati, Ilmu Mukhtalif Hadis, (Yogyakarta, Lentera Kreasindo: 2016), 94
6

1. Menganalisis secara kebahasaan pada tiap-tiap lafadh hadis secara mendetail.


2. Berargumentasi dengan syair-syair dengan perkataan dan pujangga Arab guna
menganalisa otentisitas makna lafadh hadis yang memakai bahasa Arab.
3. Menganalisis secara kebahasaan terhadap lafadh-lafadh yang janggal atau sulit
dipahami oleh orang Arab sendiri (ghari>b al-h}adi>th).
4. Berdalil pada al-Qur’an sebagai konfirmasi dan justifikasi dari hasil
analisisnya terhadap hadis mukhtalif tersebut.
5. Berdalil dengan hadis yang lain sebagai pendukung dan pembanding atas hasil
analisisnya.
6. Menghindari adanya perbedaan ekstrem di antara dua hadis yang
dikompromikan.9

9
Ibid, 95.
7

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nama lengkap Ibnu Qutaibah adalah ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah
al-Dainuri al-Marwazi. Ibnu Qutaibah adalah seorang ahli sejarah politik. Dia juga
adalah seorang cendekiawan Islam dan pakar bahasa Arab serta pembela ahli
hadits. Ibnu Qutaibah lahir pada tahun 828 M dan meninggal pada tahun 889 M.

Latar belakang penyusunan kitab Ta’wi>l Mukhtalif al-H{adi>th ialah


sebagai usaha dari Ibnu Qutaibah untuk mengatasi perpecehan yang terjadi di
tengah umat pada saat itu. Di mana banyak gerakan-gerakan politik yang
mementingkan kepentingan politik masing-masing. Sehingga demi kepentingan
tersebut mereka sampai menuduh ulama’ hadis sebagai pembohong karena banyak
hadis-hadis yang menurut mereka bertentangan dengan kepentingan masing-
masing kelompok.

Metode yang sering dipakai adalah al-jam‘u wa al-tarji>h}, dengan teknik


mentakhri>j hadis terlebih dahulu. Bila hadis dianggap s}ahi>h} (maqbu>l) maka
dilakukan al-jam‘u dengan memakai pendekatan bahasa, konteks, historis dan
logika. Metode nasakh terkadang digunakan apabila hadis dianggap cacat dan
tidak direvisi lagi. Namun kadang ia juga menggunakan an-nasakh pada nas}
yang mestinya bisa diselesaikan dengan cara al-jam‘u.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, mohon saran dan kritik yang
membangun.
Semoga bermanfaat.
8

DAFTAR PUSTAKA

Abu> Muh}ammad ‘Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah. Ta’wi>l Mukhtalif al-
H}adi>th. Beirut. Maktabah al-Isla>miy: 1999 M
Anwar, Metode Penyelasaian Ikhtila>f al-H{adi>th, “skripsi UIN Alauddin
Makassar” tahun 2016,
Hidayati, Ismi Arifah. Ibnu Qutaibah, Cendekiawan, Pakar Ilmu Politik dan
Pembela Hadith. 2019.

Noorhidayati, Salamah. Ilmu Mukhtalif Hadis. Yogyakarta, Lentera Kreasindo:


2016
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. RajaGrafindo Persada. 1995.

Anda mungkin juga menyukai