Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Dan tak
lupa kami bersyukur atas tersusunnya Makalah kami yang berjudul KAEDAH KESAHILAN
HADITH DAN PEMBAGIAN HADITH NABI SAW.Tujuan kami menyusun makalah ini
adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita semua, dan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Quran hadist.Dengan terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang berperan dalam membantu penyusunan
makalah ini hingga selesai seperti saat ini.Akhir kata kami mengharapkan adanya kritik dan
saran atas kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna.
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tidak perlu diragukan lagi bahwa hadits merupakan sumber ajaran islam di samping al-
qur’an. Mengingat begitu pentingnnya hadits, maka studi atau kajian terhadap hadits akan terus
dilakukan, bukan saja oleh umat islam, tetapi juga siapapun yang berkepentingan terhadapnya.
Berbeda dengan ayat ayat alqur’an yang semuanya dapat diterima. Hadits tidak semua dapat
dijadikan acuan atau hujjah. Hadits ada yang dipakai ada yang tidak di sinilah letak perlunya
meneliti hadits.

Agar dapat meneliti hadits secara baik diperlukan antara lain pengetahuan tentang kaidah
dan atau metodenya. Atas dasar itulah, para ulama khususnya yang menekuni hadits telah
berusaha merumuskan kaidah dan atau metode dalam studi hadits. Buah dari pengabdian dan
kerja keras mereka telah menghasilkan kaidah dan atau berbagai metodeyang sangat bagus dalam
studi hadits, terutama untuk meneliti para periwayat yang menjadi mata rantai dalam periwayat
hadits (sanad). Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk studi sanad ini, secara metodologis sudah
relatif mapan yang ditunjang dengan perangkat pendukungnya.

Apalagi pada zaman sekarang, dengan memanfaatkan teknologi komputer, studi sanad
hadits dapat dilakukan secara sangat efisien dan lebih akurat dengan kemampuanmengakses
referensi yang jauh lebih banyak. Sementara itu, untuk studi matan atau teks hadits yang
didalamnya memuat informasi-informasi dari atau tentang nabi Muhammad saw, secara
metodologis masih cukup tertinggal, karena itulah masih diperlukan upaya untuk
mengembangkan kaidah dan metode untuk sdudi matan hadits.

Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan kaidah
keshahihan hadits, baik dari aspek sanad maupun matannya juga klasifikasi kaidah-kaidah
tersebut
B. RUMUSAN MASALAH

A. Pengertian kaedah keshahihan sanad hadits


B. Pengertian kaedah keshahihan matan hadits
C. Pembagian hadits Nabi SAW dari jumlah perawinya
D. Pembagian hadits Nabi SAW dari sisi kualitas sanad dan matan

C. TUJUAN PENULISAN

A. Dapat mengetahui pengertian kaedah keshahihan sanad hadits


B. Dapat mengetahui pengertian kaedah keshahihan matan hadits
C. Dapat mengetahui pembagian hadits Nabi SAW dari jumlah perawinya
D. Dapat mengetahui pembagian Nabi SAW dari sisi kualitas sanad dan matan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kaidah Kesahihan Sanad Hadits

Yang dimaksud dengan kaidah kesahihan sanad hadits adalah segala syarat atau kriteria yang
harus dipenuhi oleh suatu sanad hadits yang berkualitas sahih (subhi shalih, :249). Segala syarat
atau kriteria itu meliputi seluruh bagian sanad. Ulama hadits dari kalangan mutaqabbimin, yakni
ulama hadits sampai abad ke 3 hijriah, belum memberikan definisi secara eksplisit tentang hadits
sahih.

1. Ittishal as-Sanad (Sanad Bersambung)


Unsur pertama dari kaedah kesahihan sanad hadits adalah ittishal as-sanad (bersambungnya
sanad). Yang dimaksud dengan bersambungnya sanad adalah tiap-tiap perawi dalam sanad
hadith dari perawi pertama, yaitu mukharrij sampai perawi terakhir menerima riwayat hadith dari
perawi terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadith
itu, yaitu sahabat (Ibid,111).
2. Perawi Bersifat Adil
Secara etimologi kata ‘adil berasal dari bahasa Arab al-‘adl,merupakan masdar dari kata kerja
‘adalah.kata ini mempunyai arti antara lain keadilan,kelurusan(istiqomah),kejujuran
(Munawir,971-973).Para ulama telah membahas siapa orang yang dinyatakan bersifat adil.Dalam
memberikan pengertian istilah adil yang berlaku dalam ilmu hadith,ulama berbeda
pendapat.Penghimpunan kriteria itu didasarkan pada kesamaan maksud,tetapi berbeda dalam
ungkapan sebagai akibat dari perbedaan tujuan .Empat butir kriteria sifat adil tersebut adalah:
Cara penetapan keadilan perawi berdasarkan :
a.Popularitas keutamaan perawi dikalangan ulama hadith.
b.Penilaian dari para kritikus perawi.Penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan-kelebihan dan
kekurangan-kekurangan yang ada pada perawi hadits
c.Penerapan kaedah al-Jarh wa at-ta’dil.Cara ini ditempuh bila para kritikus perawi hadith tidak
sepakat tentang kualitas pribadi perawi tertentu.
3. Perawi Bersifat Dhabit.

Arti dhabit secara literal ada beberapa macam,yakni dapat berarti yang kokoh ,yang kuat
yang .Dan yang hafal dengan sempurna (Luwis Ma’luf,1973:445).Sedangkan pengeertian dabit
menurut istilah,para ulama berbeda pendapat dalam menyatakannya.Adapun cara penetapan
kedhabitan seorang perawi,menurut berbagai pendapat ulama,dapat dinyatakan sebagai berikut :
a.Kedabitan perawi dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama.
b.Dapat diketahui berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh
perawi lain yang telah dikenal keadabitannya
c.Apabila seorang perawi sesekali mengalami kekeliruan,maka dia masih dapat dinyatakan
sebagai perawi yang dabit .
4. Terhindar dari syudzudz (kejanggalan)

Terdapat tiga pendapat yang menonjol,yaitu bahwa yang dimaksud dengan hadits syadz
adalah

a.Hadith diriwayatkan oleh orang yang siqah tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat
tsiqah juga.Pendamat ini dikemukakan oleh Al-Imam as-Syafi’i
b.Pendapat Al-Hakim an-Naisaburi.Hadist yang dikemukakan oleh orang yang tsiqah lainnya
tidak meriwayatkan hadith itu
c.Pendapat Abu Ya’la al-Khalily.Hadith yang sanadnya hanya satu buah raja,baik perawinya
bersifat siqah maupun tidak siqah.
Dari ketiga pendapat iyu, maka pendapat as-Syafi’I merupakan semua sanad yang dapat dan yang
banyak diikuti oleh para ulama ahli hadts sampai saat ini. Berdasarkan pendapat as-Syafi’I
tersebut,maka kemungkinan suatu sanad mengandung syudzuz bila sanad yang diteliti lebih dari
satu buah. Hadits yang hanya memiliki satu sanad bukan syudxux. Oleh karena itu
membandingkan-membandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang mempunyai topic
pembahasan sama merupakan satu langkah yang penting untuk mengetahui kemungkinan adanya
syuzuz dalam satu hadits.

5. Terhindar dari’Illah (cacat)

Pengertian illah menurut istilah ilmu hadits sebagaimana yang dikemukakan oleh ibn
shalah dan an-nawawiy adalah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadits.
Keberadaanya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak berkualitas sahih menjadi tidak
sahih (Syuhudi Isma’il 1993:130).

Karena penelitiian illah itu sulit dilakukan maka ibn al-Madiniy dan Al-Khatib al-
Bagdadiy memberi petunjuk,antar lain :

a. Seluruh sanad hadits untuk matan yang semakna dihimpun dan diteliti, bila hadits yang
bersangkutan memiliki mutabi’ ataupun syahid.
b. Seluruh perawi dalam berbagai sanad diteliti berdasarkan kritik yang telah dikemuksksn oleh
para ahli kritik hadits. (syuhudi Ismail, 1992: 88).

Menurut penjelasan para ahli politik hadist illah hadist umumnya di temukan pada:

a. Sanad yang tampak bersambung dan bersandar pada nabi tetapi kenyataan mauquf.
b. Sanad yang tampak muttashil dan marfu tetapi kenyataannya mursal
c. Dalam hadith itu telah terjadi kerancuan karena bercampur dengan hadith lain.
d. Dalam sanad hadith itu terjadi kekeliruan penyebutan nama perawi yang memiliki kemiripan
dengan perawi lain yang kualitasnya berbeda

B. Kaedah kesahilan matan hadith

Sebagaimana diketahui bahwa menurut pendapat umum ulama hadith, yang sanad nya
sahih belum tentu juga sahih matannya, demikian pun sebaliknya. Apabila di nyatakan bahwa
kaedah kesahihan sanad hadit mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadith yang
sanadnya sahih seharusnya matannyan juga sahih. Pada kenyataannya tidak demikian, ada hadith
yang sanadnya sahih tetapi matannya dha’if (lemah). Hal ini bukanlah sesungguhnya di
sebabkan oleh kaedah kesahihan sanad hadith yang akurat, melainkan karna ada faktor lain,
yaitu:

a. Karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matan,,misalnya karena


kesalahan dalam menggunakan pendekatan.
b. Karena telah terjadi kesalahan dalam penelitian sanad
c. Karena matan hadith yang bersangkutan telah mengalami periwayatan secara makna yang
ternyata mengalami kesalahan pemahaman.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa unsur-unsur uang harus dipenuhi oleh suatu matan
yang berkualitas sahih ada dua macam,yakni terhindar dari syudzuz (kejanggalan ) dan
‘illah(cacat).Itu berarti bahwa unruk meneliti matan,maka unsur tersebut harus menjadi acuan
utama.

Ulama menerangkan tanda-tanda yang berfungsi sebagai tolok ukur bagi matan yang shahih dan
juga sebagai tolok ukur untuk meneliti apakah suatu hadith berstatus palsu ataukah tidak
palsu.Jadi penggunaan butir-butir tolok ukur sebagai pendekatan penelitian matan disesuaikan
dengan masalah yang terdapat pada matan yang bersangkutan.

Menurut Al-Khatib al-Bagdadiy,suatu matan hadith barulah dinyatakan sebagai maqbu


(diterima karena berkualitas sahih) apabila :
a. Tidak bertentangan dengan akal sehat
b. Tidak bertentanagn dengan hukum Al-Quran yang telah muhkam(ketentuan hukum yang
telah tetap)
c. Tidak bertentangan dengan hadith mutawatir
d. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu(salaf)
e. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
f. Tidak bertentangan dengan hadith dengan hadith ahad yang berkualitas kesahihannya lebih
kuat (al-Aslabi,1983:236)

Menurut jumhur ulama tanda –tanda matan hadith yang palsu itu adalah :

a. Susunan bahasanya rancu Rasuluklah SAW yang fasih berbahsa Aarab mustahil
menyadabkan pertanyaan yang rancu tersebut.
b. Kandungan pernyataan bertentangan dengan akal sehat dan sulit diinterprestasikan secara
rasional.
c. Kandungan pernyataan sunnatullah hukum alam.
d. Kandungan pernyataan bertentangan dengan tujuan pokok ajaran islam.
e. Kandungan peenyataan bertentangan dengan fakta sejarah.
f. Kandungan pernyataan bertentangan dengan petunjuk Al-Quran ataupun hadith mutawatir
yang telah mengandung petunjuk pasti .
g. Kandungan pernyataan berada diluar kewajaran diukur dari petunjukan umum ajaran
islam;misalnya amalan tertentu yang menurut petunjuk umum ajaran islam dinyatakan
sebagai amalah yang tidak seberapa,tetapi diiming-iming dengan pahala yang sangat luar
biasa

Salahudin al-Adlabiy menyimpulkan bahwa tolok ukur untuk meneliti matan ada empat macam:

a. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran


b. Tidat bertentangan dengan hadith dengan hadith yang lebih kuat
c. Tidak bertentangan dengan akal sehat,indra dan sejarah
d. Susunan pernyataan tidak menunjukan ciri-ciri sabda kenabian.

C. Pembagian Hadith Nabi SAW dari Sisi Jumlah Perawinya

Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadith yang ditinjau dari sisi kuantitas
atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita. Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadith
masyhur berdiri sendiri dan tidak termasuk bagian dari hadith ahad dianut oleh sebagian ulama
ushul, di antaranya adalah Abu Bakar al-Jashah (305-370 H).

1. Hadith Mutawatir
a. Ta’arif Hadith Mutawatir
Kata mutawatir merupakan bahasa ialah mutatabi yang berarti beriring-iring aantara satu dengan
yang lain. Tanpa ada jarak (al-Fayyumi, 1978: 321)
AYAT
“Suatu hasil hadith tanggapan pancaindera,yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi ,yang
menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.”
AYAT
“Hadith mutawatir ialah suatu (hadith) yang diriwayatkan sejumlah rewi yang menurut adat
mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga
akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan”
Tidak dapat dikategorikan dalam hadith mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan
tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang
terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi
mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita dusta.

Anda mungkin juga menyukai