Anda di halaman 1dari 6

Dakhil Pendapat Sahabat

Oleh :

Nur Azmi bin Relenship, Puga Sakti Wibowo

E43216049, E93217130

Definisi Sahabat

Secara etimologis, kata sahabat adalah bentuk plural dari kata shahib yang
berarti teman atau kawan. Ia berasal dari kata kerja shahiba. Dalam al-Mu’jam al-
Wasith disebutkan “shahibahu bermakna rafaqahu
(menemaninya/mendampinginya). Istashhaba syai’an artinya lazamahu
(senantiasa menyertainya atau memintanya agar berkenan menjadi sahabatnya).
Ash-Shahib bermakna al-murafiq (teman/pendamping), pemilik atau yang bertugas
mengawasi sesuatu. Dipakai juga untuk orang yang menganut sebuah madzhab atau
pendapat tertentu.

Sedangkan secara terminologis, Ibnu Taimiyyah mengatakan ash-shuhbah


adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang yang menyertai Rasulullah ‫ﷺ‬
dalam jangka waktu yang lama maupun singkat. Akan tetapi, kedudukan setiap
sahabat ditentukan oleh jangka waktu itu menyertai Rasulullah ‫ﷺ‬. Imam Ahmad
rahimahullah berkata “siapa saja yang menyertai Rasulullah setahun, sebulan,
sehari, atau sesaat, atau melihat beliau, maka ia termasuk sahabat Nabi.

Sahabat adalah seseorang yang beriman pada masa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan
pernah bertemu dengan beliau ‫ﷺ‬. Sahabat menjadi rujukan utama umat Islam
setelah wafatnya Rasulullah ‫ﷺ‬, termasuk menjadi rujukan dalam hal menafsirkan
al-Quran. 1

1
Ibrahim Bafadhol, Karakteristik Para Sahabat dalam Perspektif Al-Quran, Jurnal: Al-Tadabbur:
Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol. 2, No. 2, Januari-Juli 2015, 320.
Sahabat dan Penafsiran al-Quran

Sahabat menjadi rujukan sepeninggal Rasulullah ‫ ﷺ‬karena mereka adalah


generasi yang paling tahu mengenai hal-hal terkait al-Quran. Mulai dari proses
turunnya hingga pemahaman serta penerapan dalam kehidup2an.

Mereka menafsirkan al-Quran berdasarkan dengan al-Quran itu sendiri, al-


Quran dengan al-hadis, apabila tidak ditemukan dari kedua sumber utama tersebut,
mereka menafsirkan dengan ijtihad yang didasarkan pada kedua sumber tersebut,
dan sangat sedikit yang menafsirkan al-Quran dengan merujuk kepada kisah-kisah
israiliyat.

Pada era kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, perbedaan
pendapat di antara sahabat sudah terjadi, namun masih sedikit. Dan perbedaan
tersebut mulai banyak pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib. Namun, perbedaan pada era itu masih bersifat variatif, belum menjadi
kontradiktif.

Sahabat Rasulullah ‫ ﷺ‬memiliki kemampuan yang berbeda dalam


menafsirkan al-Quran. Ada yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam, ada
yang tidak; ada yang memiliki banyak kesempatan untuk memperoleh informasi
dari Rasulullah dan ada yang tidak; ada yang berpolitik, bekerja, menggeluti dunia
akademik; ada yang mampu menghafal al-Quran dan ada yang tidak. Banyaknya
variasi tersebut menjadi salah satu faktor perbedaan kemampuan sahabat dalam
bidang penafsiran al-Quran.

Ada beberapa tokoh sahabat yang sering menjadi rujukan dalam


menafsirkan al-Quran. Misalnya seperti yang dicatat oleh As-Suyuti dalam kitab
al-Itqan fi Ulum al-Quran, yakni: Abu Bakar; Umar bin Khattab; Usman bin Affan;
Ali bin Abi Thalib; Ibn Mas’ud; Zaid bin Tsabit; Ubay bin Ka’ab; Abu Musa al-
Asy’ari; Abdullah bin Zubair; dan Abdullah bin Abbas.3

2
Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik ad-Dakhil fit-Tafsir: Caara Mendeteksi Adanya Infiltrasi
dan Kontaminasi dalam Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: Penerbit QAF, 2019), 99.
3
Ibid., 100-101.
Namun, Ulinnuha dalam buku ad-dakhil fit tafsir mengutip fayed bahwa di
antara sahabat-sahabat tersebut hanya tiga nama yang sering menjadi rujukan dalam
penafsiran al-Quran. Yaitu: Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas dan Ibnu
Mas’ud.

Spesifikasi Riwayat Shahabat Terkait Tafsir

Terkait masalah periwayatan, spesifikasinya terbagi menjadi tiga.4

1. Riwayat tentang sesuatu yang tidak dapat diintervensi akal. Misalnya riwayat
tentang asbabun nuzul, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih. Dalam hal ini
maka dalam memilahnya bisa menggunakan kaidah dalam ilmu hadis. Yakni
apabila shahih, maka riwayat tersebut bisa dijadikan data penafsiran dan
seterusnya.
2. Riwayat tentang sesuatu yang dapat diintervensi akal. Biasanya yang termasuk
dalam kategori ini adalah pendapat-pendapat sahabat terkait hukum dan
muamalat. Dalam konteks ini pendapat sahabat yang dapat dijadikan sumber
rujukan adalah pendapat yang telah disepakati, apabila pendapat tersebut
terdapat perbedaan maka tidak bisa dijadikan sumber rujukan tafsir.
3. Riwayat tentang cerita-cerita israilyat. Riwayat israiliyat harus dicek ulang ke-
sahih-annya. Jika sanadnya bersambung dan terpercaya, maka boleh jadi
riwayat itu benar.

Terdapat dua pendapat terkait validitas dari penafsiran yang bersumber dari
sahabat. Tafsir seperti ini dihukumi sebagaimana riwayat yang mauquf. Kelompok
pertama menyatakan bahwa tafsir sahabat yang hukumnya mauquf tidak wajib
untuk digunakan. Mereka berasalan bahwa itu adalah hasil ijtihad, ada peluang
untuk benar atau salah. Kelompok kedua menyatakan bahwa wajib untuk digunakan
sebagaimana riwayat marfu’. Mereka beralasan bahwa walaupun mereka
menafsirkan dengan akal, akan tetapi penalaran sahabat lebih berpotensi benar
karena mereka lebih tahu tentang al-Quran.

4
Ibid., 104-105.
Faktor Munculnya Pendapat Sahabat yang Dipalsukan

Faktor munculnya pendapat-pendapat sahabat atau sering juga disebut


sebagai atsar atau juga hadis yang tingkatan sanadnya mauquf tidak berbeda dengan
faktor munculnya hadis-hadis palsu. Faktor-faktor tersebut antara lain:5

a. Faktor Politik

Yakni untuk meneguhkan kekuasaannya, penguasa atau dari pihak oposisi


membuat hadis-hadis palsu untuk memperkuat kekuasaannya

b. Faktor kebencian dan Permusuhan

Agama Islam sudah meluas ke berbagai wilayah, sehingga pemeluknya pun


juga semakin bertambah. Namun, tidak sedikit dari mereka yang masih menyimpan
kebencian terhadap Islam. Oleh karenanya, mereka memunculkan hadis-hadis palsu
untuk merusak agama Islam dan menghilangkan kemurnian dan ketinggian
ilmunya.

c. Faktor kebodohan

Ada golongan dari umat Islam yang suka beramal dan ibadah namun kurang
memahami agama, mereka membuat hadis-hadis palsu untuk mengajak orang-
orang melakukan suatu amalan tertentu. Biasanya hadis ini berisi tentang fadhilah-
fadhilah surat atau keutamaan-keutamaan ibadah

d. Fanatisme yang keliru

Tidak jarang sebagian orang atau kelompok karena dia terlalu fanatik
terhadap golongannya, mereka membuat hadis-hadis palsu untuk melegitimasi
pemikiran-pemikiran mereka, atau untuk mendukung ajaran mereka, atau agar
orang lain tertarik untuk masuk ke dalam kelompok mereka

e. Faktor popularitas dan ekonomi

Sebagian tukang cerita yang ingin di dengar apa yang disampaikannya


membuat hadis-hadis palsu agar ceritanya terdengar lebih menarik. Begitu juga

5
Rabiatul Aslamiah, Hadis Maudhu dan Akibatnya, Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, Vol.
4, No. 7, Januari-Juni 2016, 25-27.
mereka para pedagang yang membuat hadis-hadis palsu agar dagangan mereka laku
terjual.

Contoh Dakhil Pendapat Sahabat

Salah satu contoh penafsiran yang didasarkan pada pemahaman para


sahabat adalah at-Tabari dan Ibnu Katsir dalam menafsirkan al-Quran surah as-
Shaffat ayat 107.

َ ٍ‫َوفَدَ ۡي َٰنَهُ ِبذ ِۡبح‬


١٠٧ ‫ع ِظ ٖيم‬
Artinya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

At-Tabari mengutip pendapat dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ka’ab al-
Akhbar yang mengatakan bahwa putra Ibrahim yang disembelih adalah Ishak.
Berbeda dengan Ibnu Katsir yang menyatakan bahwa putra Ibrahim yang
disembelih adalah Ismail. Sedangkan menurut ibnu katsir riwayat yang menyatakan
bahwa yang disembelih adalah ishak adalah dusta dan disandarkan pada kitab
terdahulu.

Contoh lain hadis mauquf dari Ibnu Abbas terkait Quran Surat al-Baqarah
ayat 14

َ ‫َوإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ قَالُ ٓواْ َءا َمنَّا َوإِذَا َخلَ ۡواْ إِلَ َٰى‬
‫ش َٰيَ ِطينِ ِه ۡم قَالُ ٓواْ إِنَّا َم َع ُك ۡم إِنَّ َما ن َۡح ُن‬
١٤ َ‫ُم ۡستَهۡ ِز ُءون‬
Artinya: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-
syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan
kamu, kami hanyalah berolok-olok".

Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini turun karena Abdullah bin Ubay dan
teman-temannya. Pada suatu hari, mereka bertemu dengan sekelompok sahabat
Nabi ‫ﷺ‬. Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya, ‘lihatlah bagaimana
aku membela kamu dari orang-orang bodoh ini.’ Ia memegang tangan Abu Bakar
dan berkata. ‘selamat datang wahai al-Shidddiq, penghulu Bani Tamim, tokoh
Islam, satu-satunya teman Allah di gua, dan yang mengorbankan diri dan hartanya
(untuk agama).’ Kemudian, dia memegang tangan Umar dan berkata, ‘Selamat
datang wahai bani Adi bin Ka’ab, pemilah yang kuat dalam membela agama, yang
mengorbankan diri dan hartanya untuk Rasulullah ‫ﷺ‬.’ Kemudian ia memegang Ali
dan berkata, ‘Selamat datang wahai anak paman dan menantu Rasulullah, penghulu
Bani Hasyim setelah Rasulullah.’ Kemudian mereka berpisah. Abdullah berkata
kepada teman-temannya, ‘bagaimana pendapatmu? Bila kamu bertemu dengan
mereka perbuatlah seperti yang aku perbuat.’ Mereka memujinya. Kaum muslimin
pulang menemui Rasulullah ‫ ﷺ‬dan menyampaikan peristiwa tersebut, kemudian
turunlah ayat itu.

Menurut Ibnu Hajar, hadis dengan mata rantai ini palsu. Bukti kepalsuannya
ialah surat al-Baqarah turun pada masa awal hijrah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib
menikah dengan Fatimah pada tahun kedua Hijrah.6

Daftar Rujukan

Aslamiah, Rabiatul. Hadis Maudhu dan Akibatnya. Alhiwar Jurnal Ilmu dan
Teknik Dakwah, Vol. 4, No. 7, Januari-Juni 2016.

Bafadhol, Ibrahim. Karakteristik Para Sahabat dalam Perspektif Al-Quran Jurnal:


Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol. 2, No. 2, Januari-Juli
2015.

Ghozali, Moh. Alwy Amru. Menyoal Legalitas Tafsir (Telaah Kritis Konsep Al-
Ashil wa Al-Dakhil). Jurnal: Tafsere, Vol. 6, No. 2, 2018.

Ulinnuha, Muhammad. 2019. Metode Kritik ad-Dakhil fit-Tafsir: Caara


Mendeteksi Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi dalam Penafsiran Al-
Quran. Jakarta: Penerbit QAF.

6
Moh. Alwy Amru Ghozali, Menyoal Legalitas Tafsir (Telaah Kritis Konsep Al-Ashil wa Al-
Dakhil), Jurnal: Tafsere, Vol. 6, No. 2, 2018, 78.

Anda mungkin juga menyukai