Oleh:
Muhammad Abdul Fattah Zakiy
Muhammad Ali Asyari
Muhammad Iqbal Fauji
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Esa karena berkat
pertolongan-Nya makalah ini dapat disusun yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Balaghah al-Qur’an.
Shalawat salam sudah sepantasnya kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen Pengampu Abah Dr. KH.
A. Husnul Hakim IMZI, SQ, MA. yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun
makalah ini kepada kami. Dan kami ucapkan terimakasih kepada para sahabat yang
telah membantu dalam tahapan penyusunan makalah ini hingga selesai pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap kami khususnya dan kepada
teman sekalian umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
ِِ ِ ِ
ُص ْو ُل َو ْاْلنْت َهاء ُ الْبَ ََل َغةُ في اللُّغَة
ُ الو
“Al-Balaghah, dipandang dari segi bahasa yakni: sampai dan terhenti (selesai)”2
1
Ali bin Muhammad al-Jurjaniy, al-Ta’riifat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah 1983 M),
Hal. 155,.
2
Ahmad bin Ibrahim al-Haasyimiy, Jawahir al-Balaaghah Fii al-Ma’aaniy wal al-Bayaan
wa al-Badii’, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah 2017 M), Hal. 25,.
2
Dalam pengertian secara bahasa ini, tentuya sulit sekali memasukkan kepada
pengertian ilmu balaghah ini. Sebab, jika digabungkan secara spontan maka yang
difahami adalah ilmu tentang pemberhentian. Oleh karena itu, dalam pengertian bahasa
Indonesia, frasa atau dalam bahasa Arab dikenal dengan idhofah adalah gabungan dua
kalimat yang mana membentuk sebuah pengertian baru.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mendefinisikan pengertian dari Ilmu
Balaghah sesuai dengan maksud yang difahami dari ilmu ini.
Secara garis besar, pengertian Ilmu Balaghah ini terbagi ke dalam dua kelompok
besar, yakni kelompok ulama terdahulu dan kelompok ulama generasi setelahnya.
Sebagaimana dikutip di dalam kitab ‘Uluum al-Balaaghah karangan Ahmad bin
Mushthafa al-Maraghi.
1. Menurut ulama mutaqaddim
َ ُاض الَّت ْي ي
صاغُ لَ َها ِ َّح ِو فِْيما بَْين الْ َكلِِم بِ َحس
ِ ِ ب ْاْلَ ْغر ِ
َ ْ َ َ ْ َم َعان َي الن
“Bahwa Fashahah, Balagah, Bayan, dan Bara’ah, merupakan lafaz-lafaz yang
searti. Tidaklah kosa kata menyifati kepadanya (lafaz-lafaz) tersebut. Akan tetapi
sesungguhnya kalam yang disifati dengannya. Setelah mengerahkan makna-makna
yang semisal terhadap apa yang diantara kalimat dengan mempertimbangkan objek-
objek yang dibentuk untuknya”3
2. Menurut ulama muta’akhir
ِ ِ ِِ ِ
الس َم ِاع ِِ ِ ِ ْ و:ص ِط ََل ِح ِ ِ
ِّ َوالْ ُمتَ َكلِّم فَ َق ْط ُد ْو َن الْ َكل َمة ل َع َدم،ص ًفا للْ َك ََلم َ ْ َوتَ َق ُع الْبَ ََل َغةُ في ْاَل
“Dan adanya balagah itu secara istilah adalah: sifat yang ditujukan untuk kalam
(pembicaraan) dan mutakallim (orang yang berbicara) saja bukan pada kalimat untuk
yang mana karena kehilangan apa yang didengar.”4
Melalui kedua pengertian di atas, balaghah merupakan sebuah sifat yang mana
adanya balaghah ini pada kalam (pembicaraan). Sehingga yang dikaji darinya adalah
bagaimana cara berbicara dengan baik, sesudah susunan kalimatnya benar sesuai
3
Ahmad bin Mushthafa al-Maraghi, ‘Uluum al-Balagha, (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ulumiyyah 1993 M), Hal. 13,.
4
Jawahir al-Balaaghah, Hal. 25,.
3
kaidah nahwu dan sharaf. Oleh karenanya balaghah tidak akan terlepas pada fashahah
al-kalam serta kajian yang dikajinya ada ma’aniy, bayan, dan badii’.
Secara garis besar, ada dua pembagian balaghah tersebut sesuai objek yang
dikajinya. Yakni balaaghah al-kalaam dan balaaghah al-mutakallim. Keduanya
mempunyai ciri khasnya masing-masing. Sehingga tidak bisa disamakan. Oleh
karenanya, tentunya untuk mengetahui cirinya, maka perlu diungkapkan ciri tersebut
agar dapat dibedakan.
1. Balaaghah al-Kalaam
Secara pengertiannya, menurut ‘Abdurrahaman bin Hasan Habankah al-Maidani,
di dalam kitab beliau yang berjudul al-Balaaghah al-‘Arabiyyah, beliau memberikan
pengertian tentang balaaghah al-kalam ini. Berikut kutipannya:
وج َملِِه ِِ
ُ احة ُم ْفَرَداته
َ َ ََ ُ َُ َْ َ
ِ َِهي مطَابَِقةُ الْ َك ََلِم لِم ْقت
ِ ضى ح ٍال من يخاطَب بِِه مع فَص
ُ َُ
“Yakni adalah kesusuaian ucapan sesuai dengan keadaan orang yang hendak
dituju sebagai objek pembicaraan bersamaan dengan sempurnanya kosa kata dan
susunan kalimatnya”5
Melihat dari pengertian di atas, tentunya dapat difahami bahwa ada dua hal yang
menjadi syarat bahwa balaaghah al-kalaam itu sempurna. Yakni yang pertama adalah
sempurnanya kosa kata dan susunan kata tersebut. Seperti kosa katanya tidak rancu,
kemudian susunan kalimatnya, seperti fi’il dan fa’il-nya, mubtada dan khabar-nya dan
lainnya. Kemudian yang kedua adalah keselarasan antara objek yang dituju dengan
keadannya. Artinya seorang yang hendak ber-kalam kepada seseorang, maka kalam
tersebut harus sesuai dengan keadaannya.
2. Balaaghah al-Mutakallim
Di dalam kitab al-Iidhah fii ‘Uluum al-Balaaghah karangan Jalaluddin
Muhammad bin ‘Abduurrahaman, beliau memberikan pengertian tentang balaaghah
al-mutakallim. Berikut kutipannya:
ف َك ََلٍم بَلِْي ٍغ
ِ ملَ َكةٌ ي ْقتَ َدر بِها َعلَى تَأْلِي
ْ َ ُ ُ َ
“Penguasaan yang mana dikuasai dengannya atas penyusun kalam yang fasih”6
5
‘Abdurrahaman bin Hasan Habankah al-Maidani, al-Balaaghah al-‘Arabiyyah, (Beirut:
al-Daar al-Syaamiyyah 1996 M), jilid. 1, hal. 129,.
6
‘Jalaluddin Muhammad bin ‘Abduurrahaman, al-Iidhah fii ‘Uluum al-Balaaghah,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah 2003 M), hal. 22,.
4
Melihat pengertian di atas, balaaghah al-mutakallim memang berfokus pada
penguasaan tentang kalam tersebut oleh pembicara (mutakallim). Seperti penguasaan
penyunan kalimat, penguasaan pengucapan setiap huruf, dan lainnya. Sehingga
balaaghah al-kalaam akan sempurna, jika balaaghah al-mutakallim itu sudah mantap.
7
Jawaahir al-Balaaghah, hal. 9,.
5
Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa fashaahah al-kalimah adalah sebuah
kejelasan makna dari suatu setiap ungkapan (kalam). Sehingga dampak dari kejelasan
tersebut adalah, mudahnya untuk difahami. Oleh karenanya, para penulis, para pengkaji
karya sastra seperti pengarang kitab, penyair, dan lainnya harus tahu penggunaan setiap
ungkapan dengan baik. Sehingga para penikmatnya akan merasa mudah sekali untuk
memahami ungkapan yang dimaksudnya.
Suatu kalam, ia bisa dikatakan sempurna ungkapannya (fashiih al-kalimah) tiu jika
ia selamat dari empat hal. Yang pertama adalah tanafur al-huruuf (ketidaksesuaian
huruf), gharaabah al-isti’mal (kejanggalan/keganjilan dalam penggunaanya),
mukhaalifah al-qiyaas (qiyas yang bertentangan), karaahah al-sam’i (terdengar aneh).
Yang pertama adalah Tanaafur al-Huruf, maksud di sini adalah kalimat yang mana
memang sukar untuk diucapkan. Seperti ada bebera huruf yang mana memang jika
berdekatan pengucapannya cukup sulit. Seperti lafaz ( تركتها ترعى الهعجعaku
meninggalkan/membiarkannya memakan), kalimat ini sukar untuk diucapkan karena
huruf-huruf yang sukar jika bertemu seperti Ha, ‘Ain, Jim, dan ‘Ain.
Selanjutnya Gharaabah al-Isti’mal, adalah bentuk kalimat yang mana tidak jelas,
serta tidak umum dipakai oleh kalangan Arab yang fasih. Artinya penggunaannya tidak
relefan dengan isti’mal arab. Sehingga terdengar asing. Adapun selanjutnya
Mukhalifatul Qiyas, maksudnya adalah menyalahi kaidah ilmu sharaf. Yang terakhir
adalah Karaahah al-Simaa’, yakni kalimat tersebut bentuknya memang liar, dan sukar
didengar.
Posisi Ilmu Balaghah dalam tatanan kelompok ilmu-ilmu Arab persis seperti posisi
ruh dari jasad. Keberadaan Ilmu Balaghah dan kaidah-kaidah yang tertuang di
dalamnya sangat urgent. Urgensitas tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
adalah:
6
memahami kandungan isi al-Qur’an dan pesan-pesan yang tertuang di dalamnya.
Hal ini diperjelas oleh pernyataan al-Zakakhsyari dalam al-Kasysyaf.
إن أمأل العلوم بما يغمر القرائع وأنهضها بما يبهر اْللباب القوارح من غرائب نكت يلطف مسلكها
ِّ . . .
“Sesungguhnya ilmu yang paling sarat dengan noktah-noktah rahasia yang rumit
di tempuh, paling padat dengan kandungan rahasia yang pelik, yang membuat watak
dan otak manusia kewalahan untuk memahaminya adalah ilmu tafsir, yakni ilmu yang
sangat sulit untuk dijangkau dan diselidiki oleh orang yang berstatus alim sekalipun.
Dan tidak akan mampu untuk menyelam kekedalaman hakikat pemahaman tersebut
kecuali seseorang yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam dua spesifik ilmu
yang berkaitan dengan al-Qur’an, yaitu ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan.”
Dari pernyataan al-Zamakhsyari tersebut, dapat ditangkap pesan utama bahwa ilmu
tafsir merupakan ilmu yang sangat sulit dan pelik, sehingga membutuhkan pelbagai
perangkat keilmuan yang mendukung dalam upaya pengkajian dan penafsiran al-
Qur’an. Salah satu perangkat utama yang mendukung hal tersebut adalah adanya
kompetensi dan penguasaan yang matang tentang dua ilmu utama yang berkaitan
dengan al-Qur’an, yaitu ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan. Penguasaan kedua ilmu ini
merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja yang ingin menggali isi al-Qur’an.
Hal tersebut dipertegas oleh al-Zahabi yang mengutip pernyataan para ulama yang
mempersyaratkan beberapa syarat mutlak bagi seorang mufassir dalam upaya
menafsirkan al-Qur’an terutama tafsir bi al-ra’yi. Setidaknya mereka harus qualified
dan menguasai lima belas jenis ilmu yang merupakan ilmu bantu mutlak dalam upaya
tersebut. Di antara kelima belas ilmu yang mesti dikuasai tersebut adalah ilmu Balaghah
yang mencakup ketiga komponennya (ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’). Berikut
pernyataan adz-Zahabi :
يعرف به خواص تراكيب, علوم البَلغة الثَِّلثة (المعاني والبيان والبديع) فعلم المعاني: السابع
ِّ السادس و
ِّ الخامس و
الدَللة
ِّ يعرف به خواص التِّراكيب من حيث إختَلفها بحسب وضوح, وعلم البيان.الكَلم من جهة إفادتها المعنى
7
بد له من
ِّ ْلنِّه َل,المفسر
ِّ وهذه العلوم الثَِّلثة من أعظم أركان. يعرف به وجوه تحسين الكَلم, وعلم البديع,وخفائها
Artinya: “Yang kelima, keenam, dan ketujuh adalah Ilmu Balaghah yang
mencakup tiga komponen ilmu (Ma’ani, Bayan, dan Badi’). Ilmu Bayan berfungsi
sebagai instrument untuk mengetahui karakteristik struktur kalimat dari sisi pemberian
makna. Ilmu Bayan berfungsi sebagai instrument untuk mengetahui karakteristik suatu
struktur kalimat dalam hal perbedaan bentuk sisi kejelasan atau ketidak jelasan atau
ketidak jelasan tunjukannya. Sedangkan Ilmu Badi’ berfungsi sebagai instrument untuk
mengenal bentuk-bentuk keindahan suatu ungkapan. Ketiga komponen ilmu ini
termasuk bagian yang paling basic yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, karena
keberadaan seorang mufassir yang dituntut untuk memperhatikan sisi ke-i’jaz-an al-
Qur’an. Hal itu tidak akan terwujud kecuali dia menguasai ketiga komponen ilmu ini.”8
8
al-Dzahabi, Al-Tafsir wal Mufassirun, (Maktabah Mash’ab bin Umair al-Islamiyah, 2004), h. 190-191.
9
Dr. Ibrahim al-Ghanim As-Sama’il, Ahammiyah Al-Balaghah Bi An-Nisbati Li ‘Ulumi Al-Qur’an.
10
Dr. Ibrahim al-Ghanim As-Sama’il, Ahammiyah Al-Balaghah Bi An-Nisbati Li ‘Ulumi Al-Qur’an.
8
Telah diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dari al-Hasan al-Bashri
bahwasannya ia pernah ditanya: “Bagaimana menurutmu seseorang yang belajar
bahasa Arab, apakah dituntut untuk fasih dalam berucap dan berlatih untuk
membenarkan bacaannya?”. Al-Hasan menjawab: “Tentu, maka pelajarilah yang
demikian tu olehmu wahai saudaraku, karena seseorang yang membaca al-Qur’an lalu
ia mengartikan menurut pandangannya sendiri, pastilah keliru pandangannya.”11
Tidak diragukan lagi bahwa menguatkan Ilmu Balaghah adalah salah satu syarat
yang mesti dan tidak cukup untuk memahami tafsir al-Qur’an al-Karim. Oleh karena
itu para ulama terdahulu mempelajari ilmu-ilmu nahwu, sharaf, kemudian balaghah,
tafsir, dan ushul fiqh. Maka Ilmu Balaghah memiliki peran khusus dalam memahami
al-Qur’an. Karena dengan Ilmu Balaghah dapat diketahui keistimewaan-keistimewaan
dan keindahan-keindahan uslub dalam al-Qur’an, menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an,
juga menjaganya dari kekeliruan dan ketersesatan dalam memahami ayat al-Qur’an.12
Ilmu Balaghah merupakan sarana bukan merupakan tujuan, ilmu ini adalah sarana
yang sangat penting mengingat pemahaman balaghah memiliki pengaruh dalam per-
ijtihadan para Fuqaha, dan per-ikhtilafan para mufassir. Dalam mempelajarinya mesti
disertai dengan keimanan, karena Ilmu Balaghah adalah Ilmu Qur’ani dan jalan untuk
memahami ilmu-ilmu syari’at. Ilmu Balaghah bukan sebatas ilmu bahasa yang
berfungsi untuk memahami sya’ir-sya’ir saja. Oleh karena itu, Balaghah secara praktis
telas mengukuhkan posisinya dalam tafsir-tafsir al-Qur’an al-Karim.13
Para ulama telah memberikan perhatian atas persoalan ini. Mereka menjadikan
balaghat al-Qur’an sebagai keunggulan bahasa al-Qur’an itu sendiri (إعجاز القرأن
14
)البَلغي
Imam al-Rummani telah membagi al-balaghah kepada tiga bagian. Bagian yang
paling tinggi nilainya disebut dengan al-mu’jiz, dan yang dimaksud dengan al-mu’jiz
11
Dr. Ibrahim al-Ghanim As-Sama’il, Ahammiyah Al-Balaghah Bi An-Nisbati Li ‘Ulumi Al-Qur’an.
12
Saffet Kose, Al-‘Alaqah baina ‘Ilm Al-Balaghah wa Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Arastirma
Makalesi/Research Article-Gelis Tarihi/ Received: 05.10.2015 Kabul Tarihi/Accepted: 17.06.2016-
FSMIAD, 2016, (7): 197-224.
13
Saffet Kose, Al-‘Alaqah baina ‘Ilm Al-Balaghah wa Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Arastirma
Makalesi/Research Article-Gelis Tarihi/ Received: 05.10.2015 Kabul Tarihi/Accepted: 17.06.2016-
FSMIAD, 2016, (7): 197-224.
14
Abu Sulaiman al-Khattabi, Al-Qaul fi Bayan I’jaz Al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tth.), h. 24.
9
adalah balaghat al-Qur’an. 15 Sementara al-Khattabi menyebutkan pembagian al-
balaghah hampir sama dengan pembagian tersebut.16
17
.الغاية الِّتي يعجز عنها البشر فى مطابقة الخطاب لمقتضى الحال والمقام
15
Ali Ibn Isa al-Rummani, Al-Nukat fi I’jaz Al-Qur’an, Cet.3 (Mesir: Dar al-Ma’arif, tth.), h. 75.
16
Abu Sulaiman al-Khattabi, Al-Qaul fi Bayan I’jaz Al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tth.), h. 24.
17
Mahmud Ibn Ali Ahmad al-Bu’dani, I’jaz Al-Qur’an Al-Karim ‘Inda Al-Imam Ibn Asyur, (al-Madinah
al-Munawwarah: Jami’at al-Malik Su’ud, tth.), h. 215.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Balaghah merupakan sebuah sifat yang mana adanya balaghah ini pada kalam
(pembicaraan). Sehingga yang dikaji darinya adalah bagaimana cara berbicara dengan
baik, sesudah susunan kalimatnya benar sesuai kaidah nahwu dan sharaf. Oleh
karenanya balaghah tidak akan terlepas pada fashahah al-kalam serta kajian yang
dikajinya ada ma’aniy, bayan, dan badii’.
Secara garis besar, ada dua pembagian balaghah tersebut sesuai objek yang
dikajinya. Yakni balaaghah al-kalaam dan balaaghah al-mutakallim. Keduanya
mempunyai ciri khasnya masing-masing. Sehingga tidak bisa disamakan. Tujuan
penyusunan ‘ilmu balaghah sebagai upaya ulama untuk menjelaskan keunggulan
bahasa Al-Qur‟an dibandingkan dengan bahasa Arab biasa. Tanpa ilmu ini rasanya sulit
mendeteksi kadar dan rahasia makna di balik ungkapan sebuah bahasa.
Urgensi Ilmu Balaghah dalam memahami al-Qur’an yaitu mengukuhkan dan
menegaskan bahwa tujuan Ilmu Balaghah adalah untuk mengetahui kemukjizatan al-
Qur’an. Dengan Ilmu Balaghah dapat diketahui struktur al-Qur’an yang sangat indah
disertai dengan keluhuran makna. Hal ini tidak heran karena al-Qur’an ini merupakan
Kalamullah Rabb semesta alam.
Ilmu Balaghah adalah salah satu syarat yang mesti dan tidak cukup untuk
memahami tafsir al-Qur’an al-Karim. Oleh karena itu para ulama terdahulu
mempelajari ilmu-ilmu nahwu, sharaf, kemudian balaghah, tafsir, dan ushul fiqh. Maka
Ilmu Balaghah memiliki peran khusus dalam memahami al-Qur’an. Karena dengan
Ilmu Balaghah dapat diketahui keistimewaan-keistimewaan dan keindahan-keindahan
uslub dalam al-Qur’an, menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an, juga menjaganya dari
kekeliruan dan ketersesatan dalam memahami ayat al-Qur’an.
11
DAFTAR PUSTAKA
al-Jurjaniy, Ali bin Muhammad. 1983. al-Ta’riifat, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah.
al-Haasyimiy, Ahmad bin Ibrahim. 2017. Jawahir al-Balaaghah Fii al-Ma’aaniy wal
al-Bayaan wa al-Badii’, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah.
al-Maraghi, Ahmad bin Mushthafa. 1993. ‘Uluum al-Balagha, Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ulumiyyah.
al-Dzahabi, Muhammad Husein. 2004. Al-Tafsir wal Mufassirun. Maktabah Mash’ab
bin Umair al-Islamiyah.
Abu Sulaiman al-Khattabi, Al-Qaul fi Bayan I’jaz Al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif,
tth.)
Abu Sulaiman al-Khattabi, Al-Qaul fi Bayan I’jaz Al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif,
tth.).
Mahmud Ibn Ali Ahmad al-Bu’dani, I’jaz Al-Qur’an Al-Karim ‘Inda Al-Imam Ibn
Asyur, (al-Madinah al-Munawwarah: Jami’at al-Malik Su’ud, tth.).
12