A. Pendahuluan
1]احمد [رواه.}يم
ٍ ق ع َِظ َ : قَ ْو َل هللاِ ع ََّز َو َج َّل، َ أ َ َما ت َ ْق َرأ ُ ا ْلقُ ْرآن، َكَانَ ُخلُقُهُ ا ْلقُ ْرآن
ٍ ُ{و ِإنَّكَ لَ َع َلى ُخل
Akhlak Rasulullah Saw adalah al-Qur`an, apakah kamu tidak membaca al-Qur`an,
firman Allah ’Azza wa Jalla: ”Dan sesungguhnya enkau (Muhammad) benar-benar
memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam [86]: 4) [HR. Ahmad]
Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Alquran
Payakumbuh tanggal 15 September 20018 M / 5 Muharram 1440 H
Penulis adalah Dosen Pengampu Mata Kuliah Ulumul Hadis/Hadis dan Ketua LPPM pada IAIN
Batusangkar. Mobile 0813 63 284628, 0831 80 020050
1
Abû ‘Abd Allâh Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal al-Syaybânî, Musnad al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal, (Cairo: Mu`assasat al-Qurthubah, [t.th.]), Juz 8, hal. 19, hadits 80956 [selanjutnya disebut Ahmad ibn
Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal]
2
Quran yang hidup”. Dalam konteks ini, seruan kembali ke al-Qur`an dan Sunnah2
yang sering didengungkan, bukanlah jargon belaka. Meskipun harus diakui, masih
banyak aspek al-Qur`an yang tidak hadir dalam aspek kehidupan keseharian umat
Islam karena perannya sering luput sebagai pembentuk dan pengarah hidup manusia.
Menyikapi kondisi demikian, cara paling efektif kembali kepada al-Qur`an agar
bisa berdaya dan memberdayakan para pembacanya adalah dengan memperhatikan
pola berinteraksi dengan al-Qur`an, yaitu dari sisi pengkajian, pemaknaan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalannya. Al-Qur`an mesti difungsikan
sebagai panduan hidup yang dekat, akrab, mengayomi, dan bersahabat. 3 Hal ini
dilakukan melalui tadabbur al-Qurân yaitu perenungan dan pencermatan ayat-ayat al-
Qur`an untuk tujuan dipahami, diketahui makna-maknanya, hikmah-hikmah dan
maksudnya. 4 Atas dasar itu, perlu adanya format kajian yang mampu menampilkan
pemahaman al-Qur`an yang utuh-menyeluruh dan mampu menjadikan al-Qur`an
sebagai Kitab Suci yang hidup, dinamis, akrab, membumi dan menyatu dengan
kehidupan nyata umat dengan berbagai persoalan yang dihadapinya.
2
Lihat misalnya: KH. Moenawar Khalil (1908-1961 M), Kembali Kepada al-Qur`an dan as-Sunnah,
(Solo: Ramadani, 1985) dan Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Berpegang Teguh Dengan al-Qur`an
dan as-Sunnah, terjemahan Abu Umamah Arif Hidayatullah, judul asli “al-I’tishâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah”
dalam IslamHouse.com, 2013 M – 1435 H
3
http://abualitya.wordpress.com/2010/07/13/living-quran-hidup-akrab-dengan-al-quran/
4
Khalid Abdul Karim al-Lahim, The Mystery of The Quran: Secret Power: Rahasia Memahami
Qur`an dan Sunnah Dalam Sudut Pandang yang Spektakuler, terjemahan Abu Hudzaifah, judul asli “Mafâtih
Tadabbur al-Qur`ân wa an-Najakh fî al-Hayah Mafâtih Taddabur al-Sunnah wa al-Quwwat fî al-Hayah”,
(Solo: an-Naba`, 2011), cet. ke-3, hal. 37
5
http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/07/mencintai-kitab-suci-melalui-living-al-quran1-
548538.html
3
yang lebih luas sebagai “The Living al-Qur`an” dimana al-Qur`an tidak hanya
dimaknai sekedar sebuah kitab suci, tetapi isinya juga terwujud atau berusaha
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.6 Dengan demikian, kajian tentang al-Qur`an
bukan hanya mencakup al-Qur`an sebagai kitab dengan berbagai macam tafsirnya,
tetapi juga berbagai upaya untuk merealisasikan tafsir-tafsir tersebut dalam kehidupan
nyata, dalam hubungan antara manusia dengan Allah, antar sesama manusia, maupun
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya.
Secara lughawi, ungkapan Living al-Qur`an adalah gabungan dari dua kata
yang berbeda, yaitu living, yang berarti ‘hidup’ dan al-Qur`an, yaitu kitab suci umat
Islam. Secara sederhana, istilah Living al-Qur`an dapat diartikan sebagai “al-Qur`an
yang hidup di masyarakat”. 7 Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra, di kalangan umat
Islam, ungkapan ini dapat dimaknai berbagai macam. Pertama, “Nabi Muhammad”
dalam arti yang sebenarnya adalah “al-Qur`an yang hidup” atau al-Qur`an yang
mewujud dalam sosok manusia. Kedua, mengacu pada suatu masyarakat yang
kehidupan sehari-harinya menggunakan al-Qur`an sebagai kitab acuannya. Ketiga,
dapat berarti bahwa al-Qur`an bukan hanya sebuah kitab, tetapi sebuah “kitab yang
hidup,” yaitu yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari begitu terasa dan
nyata, serta beranekaragam, tergantung pada bidang kehidupannya.8
6
Lihat M. Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH. Press,
2007).
Didi Junaedi, “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an (Studi Kasus di
7
Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, dalam Journal of
Qur`an and Hadith Studies, Volume 4, Nomor 2, (2015), hal. 172
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi” dalam Jurnal
8
kehidupan sehari-hari berupa pentradisian bacaan surat atau ayat tertentu pada acara
dan seremoni sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil
penafsiran mewujud dalam pelembagaan bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat,
baik dalam skala besar maupun kecil”.9
Penulis lain yaitu Muhammad Yusuf, menilai “respons sosial (realitas) terhadap
al-Qur`an” dapat dikatakan Living Qur`an, baik al-Qur`an itu dilihat masyarakat
sebagai ilmu (science) dalam wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi maupun
sebagai buku petunjuk (hudâ) yang bernilai sakral (sacred) di sisi yang lain”.13
Lanjutnya, studi mengenai Living Qur`an “adalah studi tentang al-Qur`an, tetapi tidak
bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan tentang fenomena sosial yang lahir
terkait dengan kehadiran al-Qur`an dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa
tertentu pula”.14
Sahiron Syamsudin, “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur`an dan Hadis” dalam M. Mansyur
9
dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. xiv
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an” dalam M. Mansyur dkk.,
10
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 5
11
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 4
12
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 7
Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an” dalam M. Mansyur
13
dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 36-37
14
Muhammad Yusuf, “Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an”,
hal. 39
5
Dalam riwayat Imam al-Bukhari yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri ra
disebutkan bahwa sahabat Nabi Saw pernah mengobati seseorang yang tersengat
15
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 8
16
Lihat: Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm ibn Bardizbat ibn al-Mughîrat ibn
Bardizbat al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (Cairo: Dar al-Sya’ab, 1407 H/1987 M), Bab 14: Fadhl al-
Mu’awwidzât, Juz 8, hal. 833, hadis 5016 dan 5017 [selanjutnya disebut al-Bukhârî]
سو َل هللاِ للى هللا عليه وسلم كَانَ ِإذَا ُ ع ْن َها أَنَّ َر َّ ب ع َْن ع ُْر َوةَ ع َْن عَائِشَةَ َر ِض َي
َ َُّللا ٍ شهَا ِ ف أ َ ْخبَ َر َنا َما ِلكٌ ع َِن اب ِْن َ سُ ع ْب ُد هللاِ ْبنُ يُو َ َح َّدثَنَا-6105
َسعِي ٍد َح َّدثَنا ُ َ ُ َ َ
َ ُ َح َّدثنا قت ْيبَة ْبن-6105 .س ُح بِيَ ِد ِه َرجَا َء بَ َر َكتِهَا َ َ
َ عل ْي ِه َوأ ْم ُ ْ َ ْ ُ
َ شت َّد َو َجعُه ُكنتُ أق َرأ َ َ َ ُ
ْ ت َويَنفث فل َّما ا ُ ْ َ ْ
ِ س ِه بِال ُم َع ِوذا ْ
ِ علَى نف
َ َ ُ شتَكَى يَ ْق َرأ ْ ا
ث َ َش ِه ُك َّل لَ ْي َل ٍة َج َم َع َكفَّ ْي ِه ث ُ َّم نَف ا
ِ َِر ف ى َ لإ ى و
ِ َ ِ َ أ اَ ذ إ ََانك وسلم عليه هللا للى ي
َّ ِ ب َّ ن ال َّنَ أ َ َةش ئ
ِ َا
ع ْ
َن ع َ ة و ُر
َ ْ ع َنْ ع بٍ ِ ِ ِ ٍ ْ ُ ض ُل ع َْن
َا هش ْن ب ا َنع لي َ ق ع َّ ا ْل ُم َف
س ِهِ ْعلَى َرأ َ س ِد ِه َي ْب َدأ ُ ِب ِه َما َ ع مِ ْن َجَ ست َ َطا ْ س ُح ِب ِه َما َما ا َ اس] ث ُ َّم َي ْم ِ َّب النِ ق] َو[قُ ْل أَعُوذُ ِب َر ِ َب ا ْلفَل ِ َّللاُ أ َ َح ٌد] َو[قُ ْل أَعُوذُ ِب َر َّ ِيه َما [قُ ْل ه َُو ِ ِيه َما فَقَ َرأ َ ف ِ ف
ٍ ث َم َّرا
.ت َ َو َوجْ ِه ِه َو َما أ َ ْقبَ َل مِ ْن َج
َ َس ِد ِه يَ ْفعَ ُل ذَ ِلكَ ثَال
6
Sejak masa awal Islam, saat Nabi Muhammad Saw masih hadir di tengah-
tengah umat, interaksi umat Islam dengan al-Qur`an tidak sebatas pada pemahaman
teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di luar teks. Jika
dicermati, praktek yang ditemukan dalam riwayat hadis di atas, jelas sudah di luar teks.
Secara semantik, tidak ada kaitan antara makna teks surat al-Mu’awwidzât dengan
penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw atau praktek yang dilakukan oleh
sahabat Nabi Saw dengan membacakan surat al-Fatihah sama sekali tidak ada
kaitannya dengan pengobatan orang yang terkena sengatan kalajengking.
Dari praktek interaksi umat Islam masa awal tersebut, dapat dipahami jika
kemudian berkembang pemahaman di masyarakat tentang fadhilah atau khasiat surat-
surat atau ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur`an sebagai obat dalam arti yang
sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Bahkan, selain beberapa
fungsi tersebut, al-Qur`an juga tidak jarang digunakan masyarakat untuk menjadi
solusi atas persoalan ekonomi, sebagai alat untuk memudahkan datangnya rezeki.19
17
Lihat: al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Bab 33: al-Ruqâ bi Fâtihat al-Kitâb, Juz 7, hal. 170, hadis
5736
ِ ب النَّبِي ِ لحَا ْ َ سا مِ ْن أ
ع ْنهُ أَنَّ نَا ا
َ َُّللاَّ سعِي ٍد ا ْل ُُد ِْر ِّ ِ َر ِض َي َ ش ْعبَةُ ع َْن أَبِي بِش ٍْر ع َْن أَبِي ا ْل ُمت ََو ِك ِل ع َْن أ َبِي ُ غ ْند ٌَر َح َّدثَنَا
ُ َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد ْبنُ بَش ٍَّار َح َّدثَنَا
ُ َ َ
اٍ فقالوا إِنَّ ُك ْم َ ُ َ َ
ٍ سيِ ُد أولِِكَ فقالوا َه ْل َمعَ ُك ْم مِ ْن َ ََواءٍ أ ْو َر َ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ
َ ب فل ْم يَق ُرو ُه ْم فبَ ْينَ َما ُه ْم َكذ ِلكَ إِذ ل ِدغ ْ َ
ِ علَى حَي ٍ مِ ْن أحْ يَاءِ العَ َر َ للى هللا عليه وسلم أَت َْوا
َآن َويَجْ َم ُع بُزَ ا َقهُ َويَتْ ِف ُل فَ َب َرأ َ فَأَت َْوا بِالشَّاءِ فَقَالُوا ال ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ُ َ
ِ لَ ْم ت َ ْق ُرونَا َوالَ نَ ْفعَ ُل َحت َّى تَجْ عَلوا لنا ُج ْعال ف َج َعلوا ل ُه ْم قطِ ي اعا مِ نَ الشَّاءِ ف َج َع َل يَق َرأ بِأ ِم الق ْر
ا َ َ ُ
.سه ٍْم َ ِ ب ِي ل وا ُ ِ َ ضحِ كَ َو َقا َل َو َما أََ َْراكَ أَنَّهَا ُر ْق َيةٌ ُخذُوهَا
ب ْر
ض ا و َ َسأَلُو ُه ف
َ َسأ َ َل النَّ ِب َّي للى هللا عليه وسلم ف ْ َنَأ ْ ُخذُ ُه َحت َّى ن
18
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 9
19
Didi Junaedi, “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an…, hal. 177
20
Animal symbolicum artinya hewan yang mampu menggunakan, menciptakan dan mengembangkan
simbol-simbol untuk menyampaikan pesan dari satu individu kepada individu lain. Simbol di sini diartikan
sebagai segala sesuatu yang dimaknai, sehingga pemaknaan merupakan proses yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Kemampuan memberikan makna inilah yang membedakan manusia dengan binatang, dan
7
perlakuan manusia terhadap al-Qur`an itu sendiri sebagai sebuah jaringan dan susunan
simbol. Dari sudut pandang ini, Living al-Qur`an merupakan sebuah jagad simbolis
(symbolic universe) dan sebuah teks yang dapat dimaknai. Al-Qur`an bukan hanya
sebagai objek penafsiran para ahli tafsir, tetapi juga ditafsirkan oleh setiap Muslim, dan
bahkan juga oleh non-Muslim. Karena dari perspektif antropologi, setiap individu
sebagai animal symbolicum adalah seorang penafsir dan memiliki kerangka
pemaknaannya sendiri.21
membuat manusia kemudian mampu berbahasa. Lihat: Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an:
Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 239-240
21
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 239 dan
241
22
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 258
Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an” dalam
23
M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 11
8
2. Pembacaan al-Qur`an
24
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 13-14
9
Qur`an tersebut. Akibatnya al-Qur`an terkesan kotor dan tidak semua orang setuju
dengan praktek demikian. Dalam hal ini, dapat digali pandangan pihak yang pro
dan kontra. Tentu lebih penting lagi, mengetahui maksud, tujuan pelaku dan
manfaat yang diperolehnya dari praktek demikian.
25
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 14-15
26
Hidayat Nur (Ed.), Dinamika Studi al-Qur`an dan Hadis: Antologi Resume Skripsi di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta: Jurusan TH Fakultas Ushuluddin, 2007), cet. Ke-1, hal. 189-190, 192-193
10
Kesan terhadap pesan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur`an dapat digali lebih
jauh. Misalnya, untuk mengetahui dan memaparkan ayat-ayat al-Qur`an apa saja
yang sangat berkesan bagi pembaca dan pengaruh apa yang muncul dalam
kehidupannya. Dengan cara ini, sekaligus dapat digali informasi tentang ayat-ayat
al-Qur`an yang tidak begitu akrab dengan mereka. Misalnya, dengan cara
membuat daftar sejumlah ayat tertentu yang sangat berpengaruh pada pembaca
tertentu, apakah ayat-ayat yang sama juga menyentuh kalbu pembaca lainnya atau
bagaimana kesan pembaca lainnya saat dibacakan ayat-ayat yang tidak jelas
maksudnya, lalu bagaimana respon mereka dan sebagainya.27
27
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 17-23
11
Contoh kajian Living al-Qur`an terkait kesan terhadap pesan ayat tertentu
dalam al-Qur`an, antara lain: “Pemaknaan Ayat al-Quran dalam Mujahadah: Studi
Living Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al- Kandiyas” oleh Moh.
Muhtador (Artikel dalam Jurnal Penelitian Vol. 8, No. 1, Februari 2014)
28
Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qur`an, terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, judul
asli “Kayfa Nata’ammalu Ma’a al-Qur`an al-‘Azhim”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, hal. 12
29
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1995), cet. Ke-10, hal. 138
12
eksistensi yang absolut. Artinya, al-Qur`an selalu terbuka, tak pernah tetap dan
tertutup dalam satu penafsiran makna.30
5. Menghafal al-Qur`an
Al-Qur`an telah dimudahkan Allah Swt untuk diingat dan dihafal sehingga
menjadi kitab suci yang banyak dibaca dan dihafal puluhan ribu orang. Banyak
lembaga pendidikan yang muncul untuk mendukung praktek penghafalan al-
Qur`an. Bahkan, sebagian perguruan tinggi mempersyaratkan hafalan al-Qur`an
bagi calon mahasiswa atau calon alumninya.
Dalam hal ini, pengalaman menghafal al-Qur`an dapat dikaji dari berbagai
sisi yaitu: (a) motivasi seseorang menghafal al-Qur`an dan persepsinya terhadap
keutamaan menghafal dan orang yang hafal al-Qur`an; (b) metode menghafal al-
Qur`an yang diterapkan pada lembaga tahfizh; (c) kebijakan yang diterapkan
ustadz kepada peserta program tahfizh al-Qur`an; (d) kebiasaan peserta program
tahfizh al-Qur`an dalam menghafal al-Qur`an, baik menyangkut waktu yang
efektif untuk menghafal, situasi yang mendukung penghafalan, cara mematangkan
hafalan, cara menjaga dan mengulang hafalan, serta hal-hal yang dilakukan dan
30
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, hal. 138
31
Abû‘Abd Allâh al-Hâkim Muhammad ibn ‘Abd Allâh bin Muhammad bin Hamdawayh bin
Nu’aym bin al-Hakam al-Dhabi al-Thahmani al-Naysâbûrî, al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn, naskah ditahqiq
Mushthafa ‘Abd al-Qadir ‘Atha`, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411 H/1990 M), Juz 9, hal. 149, hadits
8545 [selanjutnya disebut al-Hâkim al-Naysâbûrî, al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn]
13
dihindari agar mudah menghafal dan hafalan bertahan lama, misalnya terkait
pengendalian makanan, minuman, pandangan, tutur kata dan perbuatan; (e) suka
duka menghafal al-Qur`an; (f) jadwal setoran hafalan kepada ustadz; (g) cara
ustadz menyimak hafalan peserta didik; dan sebagainya.32
32
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 23-24
33
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1981), Juz 1, hal. 1
34
H.B. Jassin, al-Qur`an Bacaan Mulia, (Jakarta: Djambatan, 1991), hal. 1
14
35
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2000), Juz 1, hal. 47
36
Muhammad Thalib, Tarjamah Tafsiriyah: Memahami Makna al-Qur`an Lebih MudahCepat dan
Tepat, (Yogyakarta: Ma’had an-Nabawy, 2011), cet. Ke-1, hal. 2
37
Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Kementerian Agama RI, Syaamil al-
Qur`an Miracle The Reference: Mudah, Shahih, Lengkap dan Komprehensif, (Bandung: Sygma Publishing,
2010), cet. Ke-1, hal. 1
38
Ahmad bin ‘Abd al-Halim bin Majd al-Din Ibn Taimiyyah, Muaqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr,
(Kuwait: Dar al-Qur`an al-Karim, 1971), hal. 33
15
Dalam hal ini, penafsiran “miskin harta” beliau jabarkan solusinya dalam
wujud berbagai bentuk kepanitiaan sosial-keagamaan, seperti kepanitiaan kurban,
zakat fitrah, zakat mal, dan sebagainya. “Miskin kesehatan” beliau tafsirkan
terapinya dalam wujud pendidikan perawat, poliklinik, dan dalam perkembangan
selanjutnya dalam bentuk sekolah perawat, akademi kebidanan, fakultas farmasi,
fakultas kedokteran, rumah sakit umum, apotek, dan sebagainya. “Miskin ilmu
pengetahuan” ditafsirkan solusinya dalam wujud berbagai jenis dan jenjang
pendidikan, pesantren, kursus-kursus dan sebagainya. Penafsiran “miskin wawasan
politik” dijabarkan solusinya dalam wujud kursus-kursus pengetahuan politik,
praktek berorganisasi dan sebagainya. “Miskin kebudayaan” beliau tafsirkan jalan
keluarnya dalam wujud pendirian lembaga-lembaga seni, seperti seni bela diri.39
39
Achmad Jainuri, Idiologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah
Periode Awal, (Surabaya: LPAM, 2002) dan penuturan berbagai pihak.
40
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 12
16
E. Penutup
41
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 33-34
17
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Internet
http://abualitya.wordpress.com/2010/07/13/living-quran-hidup-akrab-dengan-al-quran/
http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/07/mencintai-kitab-suci-melalui-living-al-quran1-
548538.html
asy-Syaqawi, Syaikh Amin bin Abdullah, 2013 M – 1435 H, Berpegang Teguh Dengan al-
Qur`an dan as-Sunnah, terjemahan Abu Umamah Arif Hidayatullah, judul asli “al-
I’tishâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah” dalam IslamHouse.com.