Anda di halaman 1dari 19

1

PARADIGMA DAN FENOMENA KAJIAN LIVING AL-QUR`AN


Oleh: Yusrizal Efendi, S.Ag., M.Ag.

A. Pendahuluan

Petunjuk Al-Qur`ân yang pada umumnya masih bersifat global menyebabkan


manusia mengalami kesulitan untuk memahami maksud firman Allâh itu secara tepat
dan jelas. Oleh karena itu, Allâh memberikan legalitas secara khusus kepada Nabi
Muhammad Saw untuk menyampaikan Al-Qur`ân dan sekaligus menjelaskan
maksudnya kepada umat manusia. (QS. Al-Nahl [16]: 44).

Dalam prakteknya, bahkan Nabi Muhammad Saw merupakan personifikasi


yang utuh dari al-Qur`an sendiri. Beliau tidak hanya berperan sebagai penyampai dan
penjelas maksud firman Allâh itu, tetapi juga merupakan panutan utama (uswah
hasanah) bagi umat Islam. Atas dasar itu, tidaklah mengherankan ketika ‘Aisyah
ditanya Sa’ad bin Hisyam bin ‘Âmir perihal akhlak Rasulullâh yang luhur, ‘Aisyah
menjawab singkat:

1]‫احمد‬ ‫ [رواه‬.}‫يم‬
ٍ ‫ق ع َِظ‬ َ : ‫ قَ ْو َل هللاِ ع ََّز َو َج َّل‬، َ‫ أ َ َما ت َ ْق َرأ ُ ا ْلقُ ْرآن‬، َ‫كَانَ ُخلُقُهُ ا ْلقُ ْرآن‬
ٍ ُ‫{و ِإنَّكَ لَ َع َلى ُخل‬

Akhlak Rasulullah Saw adalah al-Qur`an, apakah kamu tidak membaca al-Qur`an,
firman Allah ’Azza wa Jalla: ”Dan sesungguhnya enkau (Muhammad) benar-benar
memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam [86]: 4) [HR. Ahmad]

Rasulullah Saw adalah pribadi yang telah “membumikan al-Quran” dalam


kehidupan kesehariannya. Beliau adalah wujud dari “al-Qur`an berjalan” atau “al-


Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Alquran
Payakumbuh tanggal 15 September 20018 M / 5 Muharram 1440 H

Penulis adalah Dosen Pengampu Mata Kuliah Ulumul Hadis/Hadis dan Ketua LPPM pada IAIN
Batusangkar. Mobile 0813 63 284628, 0831 80 020050
1
Abû ‘Abd Allâh Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal al-Syaybânî, Musnad al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal, (Cairo: Mu`assasat al-Qurthubah, [t.th.]), Juz 8, hal. 19, hadits 80956 [selanjutnya disebut Ahmad ibn
Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal]
2

Quran yang hidup”. Dalam konteks ini, seruan kembali ke al-Qur`an dan Sunnah2
yang sering didengungkan, bukanlah jargon belaka. Meskipun harus diakui, masih
banyak aspek al-Qur`an yang tidak hadir dalam aspek kehidupan keseharian umat
Islam karena perannya sering luput sebagai pembentuk dan pengarah hidup manusia.

Menyikapi kondisi demikian, cara paling efektif kembali kepada al-Qur`an agar
bisa berdaya dan memberdayakan para pembacanya adalah dengan memperhatikan
pola berinteraksi dengan al-Qur`an, yaitu dari sisi pengkajian, pemaknaan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalannya. Al-Qur`an mesti difungsikan
sebagai panduan hidup yang dekat, akrab, mengayomi, dan bersahabat. 3 Hal ini
dilakukan melalui tadabbur al-Qurân yaitu perenungan dan pencermatan ayat-ayat al-
Qur`an untuk tujuan dipahami, diketahui makna-maknanya, hikmah-hikmah dan
maksudnya. 4 Atas dasar itu, perlu adanya format kajian yang mampu menampilkan
pemahaman al-Qur`an yang utuh-menyeluruh dan mampu menjadikan al-Qur`an
sebagai Kitab Suci yang hidup, dinamis, akrab, membumi dan menyatu dengan
kehidupan nyata umat dengan berbagai persoalan yang dihadapinya.

B. Apa Itu Living Al-Qur`an?

Al-Qur`an telah memberikan manfaatnya secara kongkrit kepada umat manusia.


Sejarah telah membuktikan bahwa al Qur`an mempunyai peranan penting dalam
membawa umat Islam menuju kehidupan yang berkeadaban dan berbudi pekerti luhur.
5
Dalam konteks ini, muncul wacana di kalangan dosen dan mahasiswa IAIN (sekarang
UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang perlunya kajian al-Qur`an dalam pengertian

2
Lihat misalnya: KH. Moenawar Khalil (1908-1961 M), Kembali Kepada al-Qur`an dan as-Sunnah,
(Solo: Ramadani, 1985) dan Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Berpegang Teguh Dengan al-Qur`an
dan as-Sunnah, terjemahan Abu Umamah Arif Hidayatullah, judul asli “al-I’tishâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah”
dalam IslamHouse.com, 2013 M – 1435 H
3
http://abualitya.wordpress.com/2010/07/13/living-quran-hidup-akrab-dengan-al-quran/
4
Khalid Abdul Karim al-Lahim, The Mystery of The Quran: Secret Power: Rahasia Memahami
Qur`an dan Sunnah Dalam Sudut Pandang yang Spektakuler, terjemahan Abu Hudzaifah, judul asli “Mafâtih
Tadabbur al-Qur`ân wa an-Najakh fî al-Hayah Mafâtih Taddabur al-Sunnah wa al-Quwwat fî al-Hayah”,
(Solo: an-Naba`, 2011), cet. ke-3, hal. 37
5
http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/07/mencintai-kitab-suci-melalui-living-al-quran1-
548538.html
3

yang lebih luas sebagai “The Living al-Qur`an” dimana al-Qur`an tidak hanya
dimaknai sekedar sebuah kitab suci, tetapi isinya juga terwujud atau berusaha
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.6 Dengan demikian, kajian tentang al-Qur`an
bukan hanya mencakup al-Qur`an sebagai kitab dengan berbagai macam tafsirnya,
tetapi juga berbagai upaya untuk merealisasikan tafsir-tafsir tersebut dalam kehidupan
nyata, dalam hubungan antara manusia dengan Allah, antar sesama manusia, maupun
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya.

Secara lughawi, ungkapan Living al-Qur`an adalah gabungan dari dua kata
yang berbeda, yaitu living, yang berarti ‘hidup’ dan al-Qur`an, yaitu kitab suci umat
Islam. Secara sederhana, istilah Living al-Qur`an dapat diartikan sebagai “al-Qur`an
yang hidup di masyarakat”. 7 Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra, di kalangan umat
Islam, ungkapan ini dapat dimaknai berbagai macam. Pertama, “Nabi Muhammad”
dalam arti yang sebenarnya adalah “al-Qur`an yang hidup” atau al-Qur`an yang
mewujud dalam sosok manusia. Kedua, mengacu pada suatu masyarakat yang
kehidupan sehari-harinya menggunakan al-Qur`an sebagai kitab acuannya. Ketiga,
dapat berarti bahwa al-Qur`an bukan hanya sebuah kitab, tetapi sebuah “kitab yang
hidup,” yaitu yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari begitu terasa dan
nyata, serta beranekaragam, tergantung pada bidang kehidupannya.8

Adapun secara terminologis, ungkapan Living al-Qur`an oleh Sahiron


Syamsuddin dimaknai sebagai “Teks al-Qur`an yang ‘hidup’ dalam masyarakat.
sementara pelembagaan hasil penafsiran tertentu dalam masyarakat disebut dengan The
Living Tafsir”. Maksud “Teks al-Qur`an yang hidup dalam masyarakat” itu adalah
“respons masyarakat berupa resepsi mereka terhadap teks al-Qur`an dan hasil
penafsiran tertentu. Lanjutnya, resepsi sosial terhadap al-Qur`an dapat ditemui dalam

6
Lihat M. Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH. Press,
2007).
Didi Junaedi, “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an (Studi Kasus di
7

Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, dalam Journal of
Qur`an and Hadith Studies, Volume 4, Nomor 2, (2015), hal. 172
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi” dalam Jurnal
8

Walisongo, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012, hal. 236-237


4

kehidupan sehari-hari berupa pentradisian bacaan surat atau ayat tertentu pada acara
dan seremoni sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil
penafsiran mewujud dalam pelembagaan bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat,
baik dalam skala besar maupun kecil”.9

Sementara itu, M. Mansur mencermati istilah The Living Qur’an sebenarnya


bermula dari fenomena Qur`an in Everyday Life, yakni “makna dan fungsi al-Qur`an
yang riil dipahami dan dialami masyarakat Muslim”,10 dalam kehidupan praksis, di
luar kondisi tekstualnya. Pemfungsian seperti itu muncul karena adanya “praktek
pemaknaan al-Qur`an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan tekstualnya,
tetapi berlandaskan anggapan adanya “fadhilah” dari unit-unit tertentu teks al-Qur`an
bagi kepentingan praksis kehidupan keseharian umat Islam”. 11 Lanjut M. Mansur,
Living al-Qur`an juga dapat diartikan sebagai “fenomena yang hidup di tengah
masyarakat Muslim terkait dengan al-Qur`an ini sebagai objek studinya”.12

Penulis lain yaitu Muhammad Yusuf, menilai “respons sosial (realitas) terhadap
al-Qur`an” dapat dikatakan Living Qur`an, baik al-Qur`an itu dilihat masyarakat
sebagai ilmu (science) dalam wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi maupun
sebagai buku petunjuk (hudâ) yang bernilai sakral (sacred) di sisi yang lain”.13
Lanjutnya, studi mengenai Living Qur`an “adalah studi tentang al-Qur`an, tetapi tidak
bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan tentang fenomena sosial yang lahir
terkait dengan kehadiran al-Qur`an dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa
tertentu pula”.14

Sahiron Syamsudin, “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur`an dan Hadis” dalam M. Mansyur
9

dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. xiv
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an” dalam M. Mansyur dkk.,
10

Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 5
11
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 4
12
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 7
Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an” dalam M. Mansyur
13

dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 36-37
14
Muhammad Yusuf, “Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an”,
hal. 39
5

C. Paradigma Kajian Living al-Qur`an

Living al-Qur`an merupakan sebuah objek kajian yang menawarkan fenomena


tafsir atau pemaknaan al-Qur`an dalam arti yang lebih luas daripada yang selama ini
dipahami untuk dikaji dengan menggunakan perspektif yang juga lebih luas dan lebih
bervariasi. Hal ini disebabkan kerangka berfikir Living al-Qur`an merupakan kajian
tentang “berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran atau keberadaan al-
Qur`pada sebuah komunitas Muslim tertentu”.15

Praktek memperlakukan al-Qur`an, surat-surat atau ayat-ayat tertentu di dalam


al-Qur`an untuk kehidupan praksis umat, pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa
awal Islam, yakni pada masa Rasulullah Saw. Sejarah mencatat, beliau dan para
sahabat pernah melakukan praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga
orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu dalam al-
Qur`an. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari‘Aisyah ra,
apabila Rasulullah Saw sedang sakit, beliau membaca surat al-Mu’awwidzât yaitu surat
al-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs, lalu beliau meniupkan kepada kedua telapak tangannya
dan kemudian mengusapkan kedua telapak tangannya itu ke tubuhnya, mulai dari
kepala dan wajah dan bagian depan tubuhnya. Hal itu beliau lakukan sebanyak tiga
kali. Bahkan kata Aisyah ra, saat sakit beliau parah, akulah yang membacakan surat al-
Mu’awwidzât itu untuknya dan mengusapkan dengan tangannya untuk mengharapkan
keberkahan bacaan tersebut.16

Dalam riwayat Imam al-Bukhari yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri ra
disebutkan bahwa sahabat Nabi Saw pernah mengobati seseorang yang tersengat

15
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 8
16
Lihat: Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm ibn Bardizbat ibn al-Mughîrat ibn
Bardizbat al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (Cairo: Dar al-Sya’ab, 1407 H/1987 M), Bab 14: Fadhl al-
Mu’awwidzât, Juz 8, hal. 833, hadis 5016 dan 5017 [selanjutnya disebut al-Bukhârî]
‫سو َل هللاِ للى هللا عليه وسلم كَانَ ِإذَا‬ ُ ‫ع ْن َها أَنَّ َر‬ َّ ‫ب ع َْن ع ُْر َوةَ ع َْن عَائِشَةَ َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬ ٍ ‫شهَا‬ ِ ‫ف أ َ ْخبَ َر َنا َما ِلكٌ ع َِن اب ِْن‬ َ ‫س‬ُ ‫ع ْب ُد هللاِ ْبنُ يُو‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬-6105
َ‫سعِي ٍد َح َّدثَنا‬ ُ َ ُ َ َ
َ ُ‫ َح َّدثنا قت ْيبَة ْبن‬-6105 .‫س ُح بِيَ ِد ِه َرجَا َء بَ َر َكتِهَا‬ َ َ
َ ‫عل ْي ِه َوأ ْم‬ ُ ْ َ ْ ُ
َ ‫شت َّد َو َجعُه ُكنتُ أق َرأ‬ َ َ َ ُ
ْ ‫ت َويَنفث فل َّما ا‬ ُ ْ َ ْ
ِ ‫س ِه بِال ُم َع ِوذا‬ ْ
ِ ‫علَى نف‬
َ َ ُ ‫شتَكَى يَ ْق َرأ‬ ْ ‫ا‬
‫ث‬ َ َ‫ش ِه ُك َّل لَ ْي َل ٍة َج َم َع َكفَّ ْي ِه ث ُ َّم نَف‬ ‫ا‬
ِ َ‫ِر‬ ‫ف‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫إ‬ ‫ى‬ ‫و‬
ِ َ ِ َ ‫أ‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ َ‫َان‬‫ك‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫للى‬ ‫ي‬
َّ ِ ‫ب‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ َّ‫ن‬َ ‫أ‬ َ ‫َة‬‫ش‬ ‫ئ‬
ِ ‫َا‬
‫ع‬ ْ
‫َن‬ ‫ع‬ َ ‫ة‬ ‫و‬ ‫ُر‬
َ ْ ‫ع‬ ‫َن‬ْ ‫ع‬ ‫ب‬ٍ ِ ِ ِ ٍ ْ ُ ‫ض ُل ع َْن‬
‫َا‬ ‫ه‬‫ش‬ ‫ْن‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫َن‬‫ع‬ ‫ل‬‫ي‬ َ ‫ق‬ ‫ع‬ َّ ‫ا ْل ُم َف‬
‫س ِه‬ِ ْ‫علَى َرأ‬ َ ‫س ِد ِه َي ْب َدأ ُ ِب ِه َما‬ َ ‫ع مِ ْن َج‬َ ‫ست َ َطا‬ ْ ‫س ُح ِب ِه َما َما ا‬ َ ‫اس] ث ُ َّم َي ْم‬ ِ َّ‫ب الن‬ِ ‫ق] َو[قُ ْل أَعُوذُ ِب َر‬ ِ َ‫ب ا ْلفَل‬ ِ ‫َّللاُ أ َ َح ٌد] َو[قُ ْل أَعُوذُ ِب َر‬ َّ ‫ِيه َما [قُ ْل ه َُو‬ ِ ‫ِيه َما فَقَ َرأ َ ف‬ ِ ‫ف‬
ٍ ‫ث َم َّرا‬
.‫ت‬ َ ‫َو َوجْ ِه ِه َو َما أ َ ْقبَ َل مِ ْن َج‬
َ َ‫س ِد ِه يَ ْفعَ ُل ذَ ِلكَ ثَال‬
6

hewan berbisa dengan membacakan al-Fâtihah.17 Beberapa keterangan riwayat hadis di


atas, menunjukkan bahwa praktek interaksi umat Islam dengan al-Qur`an sebagai
wujud Living al-Qur`an dalam bentuknya yang paling sederhana sama tuanya dengan
al-Qur`an itu sendiri”.18

Sejak masa awal Islam, saat Nabi Muhammad Saw masih hadir di tengah-
tengah umat, interaksi umat Islam dengan al-Qur`an tidak sebatas pada pemahaman
teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di luar teks. Jika
dicermati, praktek yang ditemukan dalam riwayat hadis di atas, jelas sudah di luar teks.
Secara semantik, tidak ada kaitan antara makna teks surat al-Mu’awwidzât dengan
penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw atau praktek yang dilakukan oleh
sahabat Nabi Saw dengan membacakan surat al-Fatihah sama sekali tidak ada
kaitannya dengan pengobatan orang yang terkena sengatan kalajengking.

Dari praktek interaksi umat Islam masa awal tersebut, dapat dipahami jika
kemudian berkembang pemahaman di masyarakat tentang fadhilah atau khasiat surat-
surat atau ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur`an sebagai obat dalam arti yang
sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Bahkan, selain beberapa
fungsi tersebut, al-Qur`an juga tidak jarang digunakan masyarakat untuk menjadi
solusi atas persoalan ekonomi, sebagai alat untuk memudahkan datangnya rezeki.19

Dalam konteks ini, di hadapan manusia yang notabene adalah animal


symbolicum, 20 Kitab al-Qur`an tidak lagi dapat hadir tanpa makna. Demikian juga

17
Lihat: al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Bab 33: al-Ruqâ bi Fâtihat al-Kitâb, Juz 7, hal. 170, hadis
5736
ِ ‫ب النَّبِي‬ ِ ‫لحَا‬ ْ َ ‫سا مِ ْن أ‬
‫ع ْنهُ أَنَّ نَا ا‬
َ ُ‫َّللا‬َّ ‫سعِي ٍد ا ْل ُُد ِْر ِّ ِ َر ِض َي‬ َ ‫ش ْعبَةُ ع َْن أَبِي بِش ٍْر ع َْن أَبِي ا ْل ُمت ََو ِك ِل ع َْن أ َبِي‬ ُ ‫غ ْند ٌَر َح َّدثَنَا‬
ُ ‫َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد ْبنُ بَش ٍَّار َح َّدثَنَا‬
ُ َ َ
‫اٍ فقالوا إِنَّ ُك ْم‬ َ ُ َ َ
ٍ ‫سيِ ُد أولِِكَ فقالوا َه ْل َمعَ ُك ْم مِ ْن َ ََواءٍ أ ْو َر‬ َ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ
َ ‫ب فل ْم يَق ُرو ُه ْم فبَ ْينَ َما ُه ْم َكذ ِلكَ إِذ ل ِدغ‬ ْ َ
ِ ‫علَى حَي ٍ مِ ْن أحْ يَاءِ العَ َر‬ َ ‫للى هللا عليه وسلم أَت َْوا‬
َ‫آن َويَجْ َم ُع بُزَ ا َقهُ َويَتْ ِف ُل فَ َب َرأ َ فَأَت َْوا بِالشَّاءِ فَقَالُوا ال‬ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ُ َ
ِ ‫لَ ْم ت َ ْق ُرونَا َوالَ نَ ْفعَ ُل َحت َّى تَجْ عَلوا لنا ُج ْعال ف َج َعلوا ل ُه ْم قطِ ي اعا مِ نَ الشَّاءِ ف َج َع َل يَق َرأ بِأ ِم الق ْر‬
‫ا‬ َ َ ُ
.‫سه ٍْم‬ َ ِ ‫ب‬ ‫ِي‬ ‫ل‬ ‫وا‬ ُ ِ َ ‫ضحِ كَ َو َقا َل َو َما أََ َْراكَ أَنَّهَا ُر ْق َيةٌ ُخذُوهَا‬
‫ب‬ ‫ْر‬
‫ض‬ ‫ا‬ ‫و‬ َ َ‫سأَلُو ُه ف‬
َ َ‫سأ َ َل النَّ ِب َّي للى هللا عليه وسلم ف‬ ْ َ‫نَأ ْ ُخذُ ُه َحت َّى ن‬
18
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal. 9
19
Didi Junaedi, “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an…, hal. 177
20
Animal symbolicum artinya hewan yang mampu menggunakan, menciptakan dan mengembangkan
simbol-simbol untuk menyampaikan pesan dari satu individu kepada individu lain. Simbol di sini diartikan
sebagai segala sesuatu yang dimaknai, sehingga pemaknaan merupakan proses yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Kemampuan memberikan makna inilah yang membedakan manusia dengan binatang, dan
7

perlakuan manusia terhadap al-Qur`an itu sendiri sebagai sebuah jaringan dan susunan
simbol. Dari sudut pandang ini, Living al-Qur`an merupakan sebuah jagad simbolis
(symbolic universe) dan sebuah teks yang dapat dimaknai. Al-Qur`an bukan hanya
sebagai objek penafsiran para ahli tafsir, tetapi juga ditafsirkan oleh setiap Muslim, dan
bahkan juga oleh non-Muslim. Karena dari perspektif antropologi, setiap individu
sebagai animal symbolicum adalah seorang penafsir dan memiliki kerangka
pemaknaannya sendiri.21

Adanya variasi penafsiran dan pemaknaan terhadap al-Qur`an kemudian


mendasari munculnya berbagai fenomena sosial-budaya kehidupan umat dengan
nuansa Qur`ani tertentu yang dikatakan sebagai fenomena “al-Qur`anisasi kehidupan”
atau “al-Qur`an yang hidup,” sebagai wujud lain dari al-Qur`an sebagai sebuah kitab
atau teks. Namun karena ciri-ciri gejala ini berbeda dengan kitab atau teks dalam arti
yang sebenarnya, maka upaya untuk mempelajari, menjelaskan atau memahaminya,
memerlukan metode-metode yang berbeda pula dan perlu memanfaatkan paradigma-
paradigma yang telah berkembang dalam ilmu-ilmu sosial-budaya, seperti antropologi
dan sosiologi.22

D. Fenomena, Ruang Lingkup dan Contoh Kajian Living al-Qur`an

Mengutip Muhammad Chirzin, berinterakasi dengan al-Qur`an adalah salah


satu pengalaman beragama yang berharga bagi seorang Muslim. Fenomena
pengalaman berinteraksi dengan al-Qur`an dapat terungkap atau diungkapkan melalui
lisan, tulisan, maupun perbuatan, baik berupa pemikiran, pengalaman emosional
maupun spiritual.23

membuat manusia kemudian mampu berbahasa. Lihat: Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an:
Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 239-240
21
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 239 dan
241
22
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi”, hal. 258
Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an” dalam
23

M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), hal. 11
8

Beberapa pengalaman dan pengamalan umat Islam dalam berinteraksi dengan


al-Qur`an (The Living al-Qur`an) dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut
terhadap al-Qur`an memiliki ruang lingkung sebagai berikut:

1. Belajar Membaca al-Qur`an

Belajar membaca al-Qur`an adalah interaksi awal Muslim dengan al-


Qur`an. Dahulu orang Islam belajar membaca al-Qur`an butuh waktu lama,
bertahun-tahun. Namun sekarang ditemukan berbagai terobosan metode cepat
belajar membaca al-Qur`an, seperti Metode Qira`ati, Iqra`, Yanbu’ al-Qur`an, al-
Barqi, Tartil, Ruba’iyat, dan 10 Jam Belajar Membaca al-Qur`an.

Setiap metode pembelajaran tersebut bukan hanya dapat diuji-cobakan,


tetapi dapat diuji kehandalannya karena menawarkan kemudahan dan kecepatan
tertentu dalam membaca al-Qur`an. Metode-metode tersebut dapat dijadikan solusi
alternatif dalam menanggulangi buta huruf al-Qur`an yang masih menjangkiti
banyak umat Islam, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia; dengan
syarat pihak yang belajar benar-benar ingin bisa membaca al-Qur`an.24

Contoh kajian Living al-Qur`an terkait belajar membaca al-Qur`an, antara


lain: Imam Sudarmoko (Tesis pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016),
dengan judul “The Living Qur`an: Studi Kasus Tradisi Sema’an al-Qur`an Sabtu
Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”.

2. Pembacaan al-Qur`an

Di tengah umat Islam, pembacaan al-Qur`an kadangkala dilakukan secara


sendiri-sendiri dan kadangkala secara berjamaah. Lazimnya pembacaan al-Qur`an
dilakukan secara runtut, ayat demi ayat dan surat demi surat dari awal hingga
akhir. Namun ada juga pembaca yang menandai bagian-bagian tertentu dari ayat
yang dianggap penting dengan alat tulis (stabilo, pensil atau pena), baik dengan
melingkari, menggarisbawahi, maupun memberikan catatan di pinggir tulisan al-

24
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 13-14
9

Qur`an tersebut. Akibatnya al-Qur`an terkesan kotor dan tidak semua orang setuju
dengan praktek demikian. Dalam hal ini, dapat digali pandangan pihak yang pro
dan kontra. Tentu lebih penting lagi, mengetahui maksud, tujuan pelaku dan
manfaat yang diperolehnya dari praktek demikian.

Ada orang tertentu yang mengkhususkan pembacaan al-Qur`an pada waktu


dan tempat tertentu, misalnya Jumat tengah malam di serambi masjid atau makam
tokoh ulama tertentu. Dalam konteks ini, patut digali informasi berkenaan dengan
latar belakang, motivasi, obsesi, harapan, tujuan, serta capaian yang mungkin
dialami oleh yang bersangkutan. Pada sisi lain, hal itu dilakukan secara berjamaah,
misalnya tradisi Yasinan pada malam Jumat. Orang-orang yang mengikuti tradisi
itu mungkin memiliki motivasi yang beragam, baik motivasi keagamaan untuk
mendapatkan fadhilah maupun motivasi sosial, sekedar media pergaulan dan
sebagainya.25

Beberapa kajian Living al-Qur`an terkait pembacaan al-Qur`an, misalnya:


a. M. Ali Wasik (Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), dengan
judul “Fenomena Pembacaan al-Qur`an dalam Masyarakat: Studi
Fenomenologis Atas Masyarakat Pedukuhan Srumbung Kelurahan Segoroyoso
Pleret Bantul”;
b. Abd Mubarak (Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006), dengan
judul “Tradisi Yasinan di Masyarakat Pambusuang Kecamatan Balanipa
Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat”;26
c. Uswatun Hasanah (Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008),
dengan judul “Studi terhadap Tujuan Membaca Al-Qur`an Masyarakat Dusun
Sukorejo Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang jawa
Tengah;

25
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 14-15
26
Hidayat Nur (Ed.), Dinamika Studi al-Qur`an dan Hadis: Antologi Resume Skripsi di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta: Jurusan TH Fakultas Ushuluddin, 2007), cet. Ke-1, hal. 189-190, 192-193
10

d. M. Zaenal Arifin, Diah Handayani, Sarawut Phantawi, dan Nattapon Nipapan


(Artikel di Jurnal Realita, Vo. 14, No. 1, Januari 2016), dengan judul “Studi
Living Qur`an: Pembacaan Ayat-ayat al-Qur`an Dalam Prosesi Isi Qubur di
Kota Bangkok Thailand”;
e. Didi Junaedi (Artikel dalam Journal of Qur`an and Hadith Studies, Volume 4,
Nomor 2015, dengan judul “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam
Kajian Al-Qur`an: Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa
Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon”;
f. Hamam Faizin (Artikel dalam Jurnal Suhuf, Vol. 4, No. 1, 2011), dengan judul
“Mencium dan Nyunggi Al-Qur`an Upaya Pengembangan Kajian Al-Qur`an
Melalui Living Qur`an”;
g. Isnawati (artikel dalam Jurnal Studia Insania, Vol. 3, No. 2, April 2015),
dengan judul “Studi Living Qur`an Terhadap Amalan Ibu Hamil di Kecamatan
Beruntung Baru Kabupaten Banjar”.
h. Rochmah Nur Azizah (Skripsi pada STAIN Ponorogo, 2016), dengan judul
“Tradisi Pembacaan Surat al-Fatihah dan al-Baqarah: Kajian Living Qur`an di
PPTQ Aisyiah Ponorogo”.

3. Kesan Terhadap Pesan Ayat Tertentu dalam al-Qur`an

Kesan terhadap pesan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur`an dapat digali lebih
jauh. Misalnya, untuk mengetahui dan memaparkan ayat-ayat al-Qur`an apa saja
yang sangat berkesan bagi pembaca dan pengaruh apa yang muncul dalam
kehidupannya. Dengan cara ini, sekaligus dapat digali informasi tentang ayat-ayat
al-Qur`an yang tidak begitu akrab dengan mereka. Misalnya, dengan cara
membuat daftar sejumlah ayat tertentu yang sangat berpengaruh pada pembaca
tertentu, apakah ayat-ayat yang sama juga menyentuh kalbu pembaca lainnya atau
bagaimana kesan pembaca lainnya saat dibacakan ayat-ayat yang tidak jelas
maksudnya, lalu bagaimana respon mereka dan sebagainya.27

27
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 17-23
11

Contoh kajian Living al-Qur`an terkait kesan terhadap pesan ayat tertentu
dalam al-Qur`an, antara lain: “Pemaknaan Ayat al-Quran dalam Mujahadah: Studi
Living Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al- Kandiyas” oleh Moh.
Muhtador (Artikel dalam Jurnal Penelitian Vol. 8, No. 1, Februari 2014)

4. Gambaran tentang al-Qur`an

Al-Qur`an adalah “cahaya” yang dianugerahkan Allah Swt kepada hamba-


Nya, di samping cahaya fitrah dan akal (QS. An-Nûr (24): 35). Bahkan dalam
banyak ayat, al-Qur`an mendeskripsikan dirinya sebagai cahaya, misalnya dalam
ayat berikut:28
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan
kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)” (QS. Al-Nisâ` [4]: 174).
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-
Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (QS. Al-Taghabun [64]: 8).
“… Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. al-A’raf [7]:
157)
Abdullah Darraz sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab
menggambarkan “Ayat-ayat al-Qur`an bagaikan intan; setiap sudutnya
memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut
lainnya. Tidak mustahil, bila Anda mempersilahkan orang lain memandangnya, ia
akan melihat lebih banyak cahaya ketimbang apa yang Anda lihat”.29

Mohammaed Arkoun, pemikir Aljazair kontemporer menulis bahwa al-


Qur`an mengandung kemungkinan makna yang tak terbatas. Al-Qur`an
menghadirkan berbagai pemikiran dan penjelasan pada tingkat yang dasariah,

28
Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qur`an, terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, judul
asli “Kayfa Nata’ammalu Ma’a al-Qur`an al-‘Azhim”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, hal. 12
29
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1995), cet. Ke-10, hal. 138
12

eksistensi yang absolut. Artinya, al-Qur`an selalu terbuka, tak pernah tetap dan
tertutup dalam satu penafsiran makna.30

Dalam hadisnya, Rasulullah Saw menggambarkan: “al-Qur`an itu adalah


jamuan Tuhan. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya; dan lebih rugi
lagi, orang yang hadir, namun tidak ikut menyantapnya...” (HR. al-Hâkim dari
‘Abd Allah bin Mas’ûd). 31 Dalam konteks ini, boleh jadi pembaca al-Qur`an
terinspirasi untuk mengungkapkan gambarannya sendiri tentang al-Qur`an
sehingga patut digali maknanya lebih jauh. Misalnya, dengan mewawancarai
sejumlah ulama guna mengetahui respon mereka atas gambaran al-Qur`an maupun
gambaran para pembacanya sebagai bagian dari kekayaan wawasan Muslim
tentang al-Qur`an.

5. Menghafal al-Qur`an

Al-Qur`an telah dimudahkan Allah Swt untuk diingat dan dihafal sehingga
menjadi kitab suci yang banyak dibaca dan dihafal puluhan ribu orang. Banyak
lembaga pendidikan yang muncul untuk mendukung praktek penghafalan al-
Qur`an. Bahkan, sebagian perguruan tinggi mempersyaratkan hafalan al-Qur`an
bagi calon mahasiswa atau calon alumninya.

Dalam hal ini, pengalaman menghafal al-Qur`an dapat dikaji dari berbagai
sisi yaitu: (a) motivasi seseorang menghafal al-Qur`an dan persepsinya terhadap
keutamaan menghafal dan orang yang hafal al-Qur`an; (b) metode menghafal al-
Qur`an yang diterapkan pada lembaga tahfizh; (c) kebijakan yang diterapkan
ustadz kepada peserta program tahfizh al-Qur`an; (d) kebiasaan peserta program
tahfizh al-Qur`an dalam menghafal al-Qur`an, baik menyangkut waktu yang
efektif untuk menghafal, situasi yang mendukung penghafalan, cara mematangkan
hafalan, cara menjaga dan mengulang hafalan, serta hal-hal yang dilakukan dan

30
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, hal. 138
31
Abû‘Abd Allâh al-Hâkim Muhammad ibn ‘Abd Allâh bin Muhammad bin Hamdawayh bin
Nu’aym bin al-Hakam al-Dhabi al-Thahmani al-Naysâbûrî, al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn, naskah ditahqiq
Mushthafa ‘Abd al-Qadir ‘Atha`, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411 H/1990 M), Juz 9, hal. 149, hadits
8545 [selanjutnya disebut al-Hâkim al-Naysâbûrî, al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn]
13

dihindari agar mudah menghafal dan hafalan bertahan lama, misalnya terkait
pengendalian makanan, minuman, pandangan, tutur kata dan perbuatan; (e) suka
duka menghafal al-Qur`an; (f) jadwal setoran hafalan kepada ustadz; (g) cara
ustadz menyimak hafalan peserta didik; dan sebagainya.32

Beberapa kajian Living al-Qur`an terkait penghafalan al-Qur`an antara


lain:
a. Badruddin (Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), dengan judul
“Respon Masyarakat Krandan Kudus Jawa Tengah Terhadap Tahfizh al-
Qur`an”;
b. Ahmad Atabik, Dosen STAIN Kudus (Artikel di Jurnal Ilmiah ADDIN Vol. 2
No. 2 Juli-Desember 2010), dengan judul “The Living Qur`an: Potret Budaya
Tahfidz Al-Qur`an di Nusantara”;

6. Menerjemahkan Ayat al-Qur`an

Banyak karya terjemah al-Qur`an yang hadir di tengah masyarakat, baik


dalam bahasa asing, bahasa Indonesia, bahkan dalam bahasa daerah. Tentunya
setiap penerjemah mempunyai motivasi dan tujuan masing-masing, di samping
pengalaman tersendiri saat menerjemahkan al-Qur`an ayat demi ayat yang
menyebabkan karya terjemahan mereka berbeda satu sama lain.

ْ َ‫إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيَّاكَ ن‬


Sebagai contoh, terjemahan ayat berikut: ]0 :‫ست َ ِعينُ [الفاتحة‬
terdapat beberapa variasi terjemahan, yaitu:
“Engkaulah yang kami sembah, dan Engkaulah tempat kami memohon
pertolongan”.33
“Kau hanya yang kami sembah,
Dan kepada-Mulah hanya
Kami memohon pertolongan”.34

32
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 23-24
33
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1981), Juz 1, hal. 1
34
H.B. Jassin, al-Qur`an Bacaan Mulia, (Jakarta: Djambatan, 1991), hal. 1
14

“Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami meminta


pertolongan”.35
“Hanya kepada-Mu kami taat dan tunduk, dan hanya kepada-Mu kami
memohon pertolongan untuk menaati-Mu”.36
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan”.37

7. Memahami dan Menafsirkan Ayat al-Qur`an Dengan Kata dan Perbuatan

Ibn Taimiyyah menulis, “Barangsiapa yang tidak membaca al-Qur`an,


maka ia telah meninggalkannya; siapa yang membaca al-Qur`an tanpa memahami
isinya, ia telah meninggalkannya; siapa yang membaca al-Qur`an dan memahami
isinya, tetapi tidak mengamalkannya, ia termasuk telah meninggalkan al-Qur`an.
‫ب ِإنَّ قَ ْو ِمي ات َّ َُذُوا َهذَا ا ْلقُ ْرآنَ َم ْه ُج ا‬
Allah Swt berfirman: “]01 :‫ورا [الفرقان‬ ِ ‫ار‬
َ َ‫سو ُل ي‬ َّ ‫” َوقَا َل‬,
ُ ‫الر‬
Lalu Rasul berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-
Qur`an ini sebagai sesuatu yang diabaikan, dilecehkan”. (QS. Al-Furqân [25]:
30).38

Untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, KH. Ahmad Dahlan


sebagaimana dikutip Achmad Jainuri, menafsirkan surat al-Mâ’ûn (107) secara
divergen. Ungkapan “al-miskîn” dalam surat tersebut, beliau tafsirkan bukan
hanya sebagai “miskin harta”, melainkan secara luas, termasuk “miskin kesehatan”
(sakit), “miskin ilmu pengetahuan” (masih bodoh), “miskin wawasan politik” (tak
tahu hak dan kewajiban politik sebagai warga negara), “miskin kebudayaan (tidak
terbina secara kreatif budayanya), dan sebagainya.

35
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2000), Juz 1, hal. 47
36
Muhammad Thalib, Tarjamah Tafsiriyah: Memahami Makna al-Qur`an Lebih MudahCepat dan
Tepat, (Yogyakarta: Ma’had an-Nabawy, 2011), cet. Ke-1, hal. 2
37
Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Kementerian Agama RI, Syaamil al-
Qur`an Miracle The Reference: Mudah, Shahih, Lengkap dan Komprehensif, (Bandung: Sygma Publishing,
2010), cet. Ke-1, hal. 1
38
Ahmad bin ‘Abd al-Halim bin Majd al-Din Ibn Taimiyyah, Muaqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr,
(Kuwait: Dar al-Qur`an al-Karim, 1971), hal. 33
15

Dalam hal ini, penafsiran “miskin harta” beliau jabarkan solusinya dalam
wujud berbagai bentuk kepanitiaan sosial-keagamaan, seperti kepanitiaan kurban,
zakat fitrah, zakat mal, dan sebagainya. “Miskin kesehatan” beliau tafsirkan
terapinya dalam wujud pendidikan perawat, poliklinik, dan dalam perkembangan
selanjutnya dalam bentuk sekolah perawat, akademi kebidanan, fakultas farmasi,
fakultas kedokteran, rumah sakit umum, apotek, dan sebagainya. “Miskin ilmu
pengetahuan” ditafsirkan solusinya dalam wujud berbagai jenis dan jenjang
pendidikan, pesantren, kursus-kursus dan sebagainya. Penafsiran “miskin wawasan
politik” dijabarkan solusinya dalam wujud kursus-kursus pengetahuan politik,
praktek berorganisasi dan sebagainya. “Miskin kebudayaan” beliau tafsirkan jalan
keluarnya dalam wujud pendirian lembaga-lembaga seni, seperti seni bela diri.39

Termasuk juga dalam konteks memahami dan menafsirkan ayat al-Qur`an


dengan kata dan perbuatan dalam bentuk: (a) berobat dengan al-Qur`an; (b)
memohon berbagai hal dengan al-Qur`an; (c) mengusir makhluk halus dengan al-
Qur`an, dan (d) menuliskan ayat al-Qur`an untuk menangkal gangguan jin dan
hiasan.40 Dalam konteks ini, terdapat beberapa kajian Living al-Qur`an, misalnya:
a. Didik Andriawan (Skripsi pada UIN Yogyakarta, 2013), dengan judul
“Penggunaan Ayat Al-Qur`an Sebagai Pengobatan: Studi Living Qur`an pada
Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga Desa
Pakuncen Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk”;
b. M. Assyafi’ Syaikhu Z (Skripsi pada IAIN Surakarta, 2017), dengan judul
“Karomahan: Studi tentang Pengamalan Ayat-ayat al-Qur`an Dalam Praktek
Karomahan di Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten
Nganjuk”;
c. Dewi Murni (Artikel dalam Jurnal Syahadah, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016),
dengan judul “Paradigma Umat Beragama tentang Living Qur`an: Menautkan
antara Teks dan Tradisi Masyarakat”.

39
Achmad Jainuri, Idiologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah
Periode Awal, (Surabaya: LPAM, 2002) dan penuturan berbagai pihak.
40
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 12
16

8. Ayat-ayat Favorit sebagai Semboyan Hidup

Menurut Muhammad Chirzin,41 ada orang Islam yang menjadikan ayat:

]5 ،6 :‫) [الشرح‬5( ‫س ارا‬ ْ ُ‫) إِنَّ َم َع ا ْلع‬6( ‫س ارا‬


ْ ُ‫س ِر ي‬ ْ ُ‫ ;فَ ِإنَّ َم َع ا ْلع‬sebagai ayat favorit karena
ْ ُ‫س ِر ي‬
selalu dapat memotivasinya menghadapi berbagai macam persoalan dan kesulitan
dalam hidup. Sementara itu, organisasi Nahdhatul Ulama menjadikan ayat:
]010 :‫ [آل عمران‬...‫َّللاِ ج َِمي اعا َو َال تَفَ َّرقُوا‬
َّ ‫ ; َوا ْعتَ ِص ُموا ِب َح ْب ِل‬sebagai mottonya, sedangkan
Muhammadiyah bersemboyan dengan ayat:

ُ ‫َو ْلتَك ُْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَ ْد‬


ِ ‫عونَ ِإلَى ا ْل َُي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ ِبا ْل َم ْع ُر‬
]011 :‫ [آل عمران‬...‫وف َويَ ْنه َْونَ ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر‬

Di samping itu, ada pesantren yang menekankan kepada santrinya untuk


‫سأَلُ ُك ْم أ َ ا‬
senantiasa memperhatikan ayat: ]10 :‫جْرا َو ُه ْم ُم ْهت َ ُدونَ [يس‬ ْ َ‫ات َّ ِبعُوا َم ْن َال ي‬. Ada pula
kebiasaan di lingkungan tertentu untuk menutup forum pertemuan dengan
membaca ayat:

ِ ‫ت َوت َ َوال َْوا ِبا ْلح‬


‫َق َوتَ َوال َْوا‬ َ ‫) ِإ َّال الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو‬1( ‫س ٍر‬
ِ ‫ع ِملُوا الصَّا ِلحَا‬ ْ ‫سانَ لَ ِفي ُخ‬ ِ ْ َّ‫) ِإن‬0( ‫َوا ْلعَص ِْر‬
َ ‫اْل ْن‬
]0 - 0 :‫) [العصر‬0( ‫صب ِْر‬ َّ ‫ِبال‬

E. Penutup

Interaksi umat Islam dengan al-Qur`an telah membuahkan bermacam ragam


pengalaman yang saling melengkapi satu sama lain. Pengalaman itu dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi diri sekaligus inspirasi lebih lanjut untuk melakukan upaya
internalisasi dan sosialisasi pesan-pesan al-Qur`an sehingga kajian seputar al-Qur`an
tidak hanya berupa konsep langit (arasy samawi), namun “membumi” dalam ruang
dialog di dunia empirik-sosiologis dan kesehariannya. Dalam hal ini, al-Qur`an yang
dipahami masyarakat Islam dalam pranata sosialnya adalah wujud fungsionalisasi al-
Qur`an yang kemudian membentuk pribadi dan dunia sosial mereka. Wa Allâhu a’lam
bi al-shawâb.

41
Lihat: Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur`an”
hal. 33-34
17

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Buku dan Jurnal


Ahimsa-Putra, Heddy Shri, Mei 2012, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif
Antropologi” dalam Jurnal Walisongo, Volume 20, Nomor 1.
Andriawan, Didik, 2013, “Penggunaan Ayat Al-Qur`an Sebagai Pengobatan: Studi Living
Qur`an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan
Kalijaga Desa Pakuncen Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk”, Skripsi pada
UIN Yogyakarta.
Arifin, M. Zaenal, Diah Handayani, Sarawut Phantawi, dan Nattapon Nipapan, Januari
2016, “Studi Living Qur`an: Pembacaan Ayat-ayat al-Qur`an Dalam Prosesi Isi
Qubur di Kota Bangkok Thailand” dalam Jurnal Realita, Vo. 14, No. 1.
Atabik, Ahmad, Juli-Desember 2010, “The Living Qur`an: Potret Budaya Tahfidz Al-
Qur`an di Nusantara” dalam Jurnal Ilmiah ADDIN, Vol. 2 No. 2.
Azizah, Rochmah Nur, 2016, “Tradisi Pembacaan Surat al-Fatihah dan al-Baqarah: Kajian
Living Qur`an di PPTQ Aisyiah Ponorogo” Skripsi pada STAIN Ponorogo.
al-Bukhârî, Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm ibn Bardizbat ibn al-
Mughîrat ibn Bardizbat, 1407 H/1987 M, Shahîh al-Bukhârî, Cairo: Dar al-Sya’ab.
Chirzin, Muhammad, 2007, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-
Qur`an” dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis,
Yogyakarta: TH. Press.
Faizin, Hamam, 2011, “Mencium dan Nyunggi Al-Qur`an Upaya Pengembangan Kajian
Al-Qur`an Melalui Living Qur`an” dalam Jurnal Suhuf, Vol. 4, No. 1.
Hamka, Tafsir al-Azhar, 1981, Surabaya: Yayasan Latimojong.
Hasanah, Uswatun, 2008, “Studi terhadap Tujuan Membaca Al-Qur`an Masyarakat Dusun
Sukorejo Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang jawa Tengah”,
Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ibn Hanbal al-Syaybânî, Abû ‘Abd Allâh Ahmad ibn Muhammad, [t.th.], Musnad al-Imâm
Ahmad ibn Hanbal, Cairo: Mu`assasat al-Qurthubah.
Ibn Taimiyyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim bin Majd al-Din, 1971, Muaqaddimah fî Ushûl
al-Tafsîr, Kuwait: Dar al-Qur`an al-Karim.
Isnawati, April 2015, “Studi Living Qur`an Terhadap Amalan Ibu Hamil di Kecamatan
Beruntung Baru Kabupaten Banjar” dalam Jurnal Studia Insania, Vol. 3, No. 2.
Jainuri, Achmad, 2002, Idiologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan
Muhammadiyah Periode Awal, Surabaya: LPAM.
18

Jassin, H.B. 1991, al-Qur`an Bacaan Mulia, Jakarta: Djambatan.


Junaedi, Didi, 2015, “Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an:
Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan
Kab. Cirebon”, dalam Journal of Qur`an and Hadith Studies, Volume 4, Nomor 2
Kementerian Agama RI, Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an,
2010, Syaamil al-Qur`an Miracle The Reference: Mudah, Shahih, Lengkap dan
Komprehensif, Bandung: Sygma Publishing, cet. Ke-1
Khalil KH. Moenawar, 1985, Kembali Kepada al-Qur`an dan as-Sunnah, Solo: Ramadani.
al-Lahim, Khalid Abdul Karim 2011, The Mystery of The Quran: Secret Power: Rahasia
Memahami Qur`an dan Sunnah Dalam Sudut Pandang yang Spektakuler,
terjemahan Abu Hudzaifah, judul asli “Mafâtih Tadabbur al-Qur`ân wa an-Najakh fî
al-Hayah Mafâtih Taddabur al-Sunnah wa al-Quwwat fî al-Hayah”, Solo: an-Naba`,
cet. ke-3
Mansur, M, 2007, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an” dalam M.
Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: TH.
Press.
Muhtador, Moh. Februari 2014, “Pemaknaan Ayat al-Quran dalam Mujahadah: Studi
Living Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al- Kandiyas” dalam Jurnal
Penelitian, Vol. 8, No. 1.
Murni, Dewi, Oktober 2016, “Paradigma Umat Beragama tentang Living Qur`an:
Menautkan antara Teks dan Tradisi Masyarakat” dalam Jurnal Syahadah, Vol. IV,
No. 2.
al-Naysâbûrî, Abû‘Abd Allâh al-Hâkim Muhammad ibn ‘Abd Allâh bin Muhammad bin
Hamdawayh bin Nu’aym bin al-Hakam al-Dhabi al-Thahmani, 1411 H/1990 M, al-
Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn, naskah ditahqiq Mushthafa ‘Abd al-Qadir ‘Atha`,
Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Nur Hidayat (Ed.), 2007, Dinamika Studi al-Qur`an dan Hadis: Antologi Resume Skripsi di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta: Jurusan TH Fakultas Ushuluddin,
cet. Ke-1
al-Qardhawi, Yusuf, 1999, Berinteraksi dengan al-Qur`an, terjemahan Abdul Hayyie al-
Kattani, judul asli “Kayfa Nata’ammalu Ma’a al-Qur`an al-‘Azhim”, Jakarta: Gema
Insani Press, cet. Ke-1
Shihab, Quraish, 1995, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, cet. Ke-10
-------, 2000, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an, Jakarta: Lentera
Hati.
Sudarmoko, Imam, 2016, “The Living Qur`an: Studi Kasus Tradisi Sema’an al-Qur`an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”, Tesis pada UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.
19

Syaikhu Z, M. Assyafi’, 2017, “Karomahan: Studi tentang Pengamalan Ayat-ayat al-


Qur`an Dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron
Kabupaten Nganjuk”, Skripsi pada IAIN Surakarta.
Syamsudin, Sahiron, 2007, “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Hadis”
dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
Yogyakarta: TH. Press.
Thalib, Muhammad, 2011, Tarjamah Tafsiriyah: Memahami Makna al-Qur`an Lebih
Mudah Cepat dan Tepat, Yogyakarta: Ma’had an-Nabawy, cet. Ke-1
Yusuf, Muhammad, 2007, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an” dalam
M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis, Yogyakarta:
TH. Press.

Internet
http://abualitya.wordpress.com/2010/07/13/living-quran-hidup-akrab-dengan-al-quran/
http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/07/mencintai-kitab-suci-melalui-living-al-quran1-
548538.html
asy-Syaqawi, Syaikh Amin bin Abdullah, 2013 M – 1435 H, Berpegang Teguh Dengan al-
Qur`an dan as-Sunnah, terjemahan Abu Umamah Arif Hidayatullah, judul asli “al-
I’tishâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah” dalam IslamHouse.com.

Anda mungkin juga menyukai