Anda di halaman 1dari 17

SUMBER AJARAN ISLAM

Makalah

Dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam


Dosen Pengampu:

Disusun oleh kelompok 1 :

1. Nailatusy Syifa’ (2617003)


2. Awanda Widyastuti (2617015)
3. Qofifah Putri Salasatun (2617016)
4. Waroatunnisa (2617026)

Kelas C
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2019

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah swt.Atas izin-Nya makalah
yang berjudul “Sumber Ajaran Islam” ini dapat diselesaikan. Sholawat serta
salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Agung Muhammad saw.,
sahabatnya, keluarganya, serta umatnya hingga akhir zaman.

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas Struktur Aljabar. Makalah ini
menjelaskan tentang sumber-sumber ajaran islam, Al-Qur’an sebagai sumber
dasar nilai dan norma dalam Islam, Al-Sunnah sebagai sumber dasar nilai dan
norma dalam Islam, dan Ijtihad sebagai sumber dasar nilai dan norma dalam
Islam.

Akhirnya, makalah ini diharapkan bisa bermanfaat dan membantu bagi


yang membacanya. Amin yaa rabbal ‘alamin.

Selamat membaca.

Pekalongan, 11 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
4. Bagaimana Ijtihad sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam Islam ? ........... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................... 1
4. Dapat Mengetahui dan memahami tentang Ijtihad sebagai Sumber Dasar Nilai dan
Norma dalam Islam. ........................................................................................................ 1
BAB II................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
A. Sumber Ajaran Islam .............................................................................................. 2
B. Al-Qur’an sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam Islam ........................... 6
C. Al-Sunnah sebagai Dasar Operasional Nilai dan Norma dalam Islam ................... 9
D. Ijtihad sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam Islam ............................... 12
BAB III ............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
A. Simpulan ............................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan nama agama yang berasal dari Allah SWT.
Sumber ajaran Islam yang utama adalah Al-Qur’an, sedangkan As-Sunnah
sebagai sumber hukum kedua adalah pada tingkatan sumber hukum
dibawah Al-Qur’an. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam sebagai
wahyu yang berasal dari Allah SWT yang penjabarannya dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW., sedangkan ra’yu atau akal pikiran sebagai alat
untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sumber Ajaran Islam?
2. Bagaimana Al-Qur’an sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam
Islam ?
3. Bagaimana Al-Sunnah sebagai Dasar Operasional Nilai dan Norma
dalam Islam ?
4. Bagaimana Ijtihad sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam
Islam ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Dapat Mengetahui dan Memahami tentang Sumber Ajaran Islam.
2. Dapat Mengetahui dan Memahami tentang Al-Qur’an sebagai Sumber
Dasar Nilai dan Norma dalam Islam.
3. Dapat Mengetahui dan Memahami tentang Al-Sunnah sebagai Dasar
Operasional Nilai dan Norma dalam Islam.
4. Dapat Mengetahui dan memahami tentang Ijtihad sebagai Sumber
Dasar Nilai dan Norma dalam Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sumber Ajaran Islam
1. Pengertian Sumber Ajaran Islam
Sumber dapat diartikan sebagai tempat yang darinya dapat
diperoleh bahan-bahan yang diperlukkan untuk membuat sesuatu.
Dalam bahasa Indonesia, sumber diartikan mata air, perigi. Dalam
bahasa arab, sumber disebut mashdar yang jamaknya mashdir, yang
dapat diartikan starting point (titik tolak), point of origin (sumber asli),
origin (asli), infinitive (tidak terbatas), verbal nounce (kalimat kata
kerja), dan absolute or internal object (mutlak atau tujuan yang bersifat
internal).
Islam sebagai bangunan atau kontruksi yang didalamnya terdapat
nilai-nilai, ajaran, petunjuk hidup, dan sebagainya membutuhkan
sumber darinya diambil bahan-bahan yang diperlukkan guna
mengkontruksi ajaran islam.1
Dikalangan ulama terdapt kesepakatan bahwa sumber ajaran islam
yang utama adalah Al-Quran, dan As-Sunnah, sedangkan penalaran
atau akal pikiran sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan As-
Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama islam itu sendiri sebagai
wahyu yang berasal dari Allah SWT. Yang penjabarannya dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW. Didalam Al-Quran surah An-Nisa ayat
156 kita dianjurkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri.
Ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya ini mengandung konsekuensi
ketaatan kepada ketentuan-Nya yang terdapat di dalam Al-Quran, dan
ketentuan Nabi Muhammad SAW. Yang terdapat dalam haditsnya.
Selanjutnya ketaatan kepada ulil amri atau pemimpin sifatnya
kondisional atau tidak mutlak, karena betapapun hebatnya ulul amri

1
Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm.25.

2
itu, ia tetap manusia yang memiliki kekurangan dan tidak dapat
dikultuskan. Atas dasar inilah mentaati ulul amri bersifat kondisional.
Jika produk dari ulil amri sesuai dengan ketentuan Allah dan rasul-Nya
maka wajib diikuti. Sedangkan jika produk dari ulul amri tersebut
bertentangan dengan kehendak Tuhan, maka tidak wajib menaatinya.2

2. Macam-macam Sumber Ajaran Islam


Para ulama sepakat bahwa sumber ajaran islam yang utama adalah
Al-Quran dan Al-Sunah. Adapun sumber yang sekunder adalah
pemikiran para ulama, termasuk umara.
a. Al-Quran
Dari segi bahasa, Al-Quran berasan dari kata qara’a yang
berarti bacaan atau yang dibaca. Ada pula yang berpendapa, bahwa
al-quran berasal dari kata qarn yang berarti gabungan atau ikatan.
Pengertian kebahasaan ini telah menggambarkan bahwa al-quran
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, pendidikan, dan
pengajaran yang antara satu ayat dan ayat yang lainnya merupakan
satu kesatuan yang saling menjelaskan dan menafsirkan.
Adapun definisi Al-Quran oleh Abdul Wahhab Khalaf, Al-
Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati
Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalu Ruhul Amin (Jibril
a.s) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya
benar, agar ia menjadi hujah (dalil yang kuat) bagi Rasul, bahwa ia
memang benar-benar seorang Rasul, menjadi undang-undang bagi
manusia, mereka dapat mengambil petunjuk dengan petunjuknya,
dan menjadi saran pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan
membacanya. Al-Quran itu terhimpun dalam mushaf, yang dimulai
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas,
disampaikan kepada kita secar mutawatir dari generasi ke generasi

2
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014),
hlm.66-67.

3
secara tulisan maupunlisan. Ia terpelihara dari perubahan dan
pergantian.
Definisi tentang Al-Quran sebagaimana disebutkan
sebelumnya mengandung penjelasan tentang :
1) Isi Al-Quran, yaitu seluruhnya firman Allah SWT yang mutlak
dan pasti benar.
2) Cara diturunkannya, yaitu dari Allah kepada Nabi Muhammad
saw melalui Malaikat jibril.
3) Orang yang dipercaya untuk menjelaskan kandungan Al-Quran
kepada umat manusia, yaitu Nabi Muhammad yang keagungan
akhlaknya diakui oleh Allah swt.
4) Fungsinya, antara lain sebagai dalil, petunjuk, dan bukti yang
kuat atas kerasulan Nabi Muhammad saw.
5) Susunannya terdiri dari ayat dan surat-surat yang disusun
berdasarkan taufiqy ( ketetapan petunjuk Rasulullah), dimulai
dari surat Al-Fatihan dan diakhiri dengan surat an-Naas.
6) Penyampaiannya dilakukan secara mutawatir, yakni
disampaikan oleh sejumlah orang yang semuanya dapat
dipercayabdan sepakat bahwa ia benar-benar wahyu Allah,
terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian.3

b. Al-Sunah
Menurut bahasa, Al-Sunah berarti jalan hidup yang dilalui
atau dijalani, atau sesuatu yang sudah dibiasakan, baik jalan hidup
atau yang sudah dibiasakan itu hal-hal yang bersifat bauk atau
buruk.
Adapun pengertian Al-Sunah menurut istilah antara lain
dikemukakan oleh ahli hadis, ahli usul fiqih, dan ahli fiqih. Sunah
dalam pengertian para ahli Hadis ialah sesuatu yang didapatkan
dari Nabi Muhammad saw yang terdiri dari ucapan, perbuatan,

3
Abudin Nata, Op.Cit., hlm.26-29.

4
persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa
sebelum kenabian atau setelah kenabian. Pengertian sunah yang
demikian ini sama dengan hadis.
Sunnah menurut para ahli ushuliyyin, ialah sesuatu yang
diambil dari Nabi Muhammad sa, yang terdiri dari ucapan,
perbuatan, dan persetujuannya. Adapun ulama ushul fiqih
mengatakan bahwa sunah adalah segala sesuatu yang berasal dari
Nabi saw selain Al-Quran, baik dalam bentuk ucapan,perbuatan,
maupun taqrir yang layak dijadikan dalil bagi hukum syara’.
Selanjutnya, Sunah menurut para ahli fiqih adalah salah
satu bentuk hukum syara’ yang lima yaitu perbuatan yang apabila
dikerjakan mendapatkan pahala, sedangkan apabila ditinggalkan
tidak disiksa.
Dan dilihat dari segi bentuknya, sunah ada yang berbentuk
perkataan, perbuatan, dan persetujuan. Sunah dalam bentuk
perkataan ialah sabda Nabi yang diucapkan dalam berbagai
kesempatan, yang berkaitan dengan penetapan hukum. Adapun
sunah dalam bentuk perbuatan ialah tindakan-tindakan Nabi
Muhammad saw dalam berbagai urusan, baik yang berkaitan
dengan ibadah atau yang lainnya. Sunnah dalam bentuk taqrir ialah
sikap atau respon Rasulullah terhadap berbagai perbuatan yang
dilakukan sebagian sahabat dengan cara tidak melarang atau
memerintahkannya, disertai indikasi adanya kerelaan, atau
memperlihatkan pujian dan dukungan.4

c. Ijtihad
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini
beserta seluruh variasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan
lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak disenangi. Kata
ini pun berarti kesanggupan (al-wus’), kekuatan (al-thaqah), dan

4
Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif..........hlm.36-37..

5
berat (al-masyaqqah) (Ahmad bin Ahmad bin ‘Ali al-Muqri al-
Fayumi. Pengertian ijtihad secara istilah muncul belakangan, yaitu
pada masa tasyri’ dan masa sahabat. 5

B. Al-Qur’an sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam Islam

Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama bagi penerapan


hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu
kejadian, tindakan pertma yang harus dia lakukan adalah mencari
jawaban dari Al-Qur’an. Selama hukumnya dapat ditemukan dalam Al-
Qur’an maka dia tidak boleh mencari jawaban lain dai luar Al-Qur’an.
Selain itu sesuai dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama
hukum islam, itu berarti Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber
hukum. Karena itu jika akan menggunkan sumber hukum lain dari luar
Al-Qur’an maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak
boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai norma-norma belaka, bukan sistem hukum.


Norma-norma itulah yang menjadi ukuran untuk seluruh hukum yang
berlaku dalam masyarakat umat manusia, baik hukum positif, moral,
susila, ataupun adat kebiasaan. Hukum yang begitu luas jamgkauamnya
niscaya mempunyai feksibilitas sehingga ia sesuai untuk segala tempat
dan masa. Sifat fleksbilitas ini diberikan Al-Qur’an dengan menyatakan
bahwa segala sesuatu yang diperintahkan harus dierjakan dan segala
sesuatu yang dilarang harus ditinggalkan (QS 59:7).6

Dengan demikian hukum Al-Qur;an mengakui adanya seluruh


jenis hukum. Begitu pula segala jenis perkembangan itu tidak melanggar
larangan dan perintah norma-norma Al-Qur’an. Hal ini mengandung
pengertian bahwa hukum Al-Qur’an meletakkan dasar minimum yang
5
Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 1999), hlm.95-96.
6
Enjel Ragitha, gramela sari, dkk, “Al-Qur’an sebagai norma dan hukum islam yang pertama”,
(Universitas pendidikan IndonesiaKampus Biru Bandung , 2016) hlm.2.

6
umum dalam norma-normanya. Norma-norma itulah yang sekurang-
kurangnya harus menjadi hukum dalam masyarakat manusia.

Jadi bukan suatu dasar maksimum yang umum dalam arti tidak
boleh ada lagi hukum-hukum yang lain yang mengatur tata tertib
masyarakat umat manusia selain hukum Al-Qur’an. Hanya saja norma-
norma hukum Al-Qur’an harus menjadi ukuran tentang baik-buruknya
hukum yang lain itu.

Karena Al-Qur’an hanya memberikan norma-norma dasar yang


umum dengan demikian Al-Qur’an menyatakan bahwa hukuman untuk
suatu perbuatan jahat haruslah sebanding dengan perbuatan itu (QS
42;40).Dengan adanya dasar yang bersifat umum ini, tiap-tiap
masyarakat manusi , daam segala waktu dan tempat dapat berfikir akn
adanya jenis hukuman yang sesuai dengan keadaan masing-masing yang
disebut ta’zir.

Pokok-pokok kandungan dalam Al-Qur’an antara lain :


1. Tauhid , yaitu kepercayaan keesaan Allah SWT. dan semua
kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
2. Ibadah yaitu semua bentuk perbuatan sebagai mnifestasi dari
kepercayaan ajaran tauhid.
3. Janji dan ancaman , yaitu janji pahala bagi orng yang percya dan
mengamalkan isi Al-Qur’an dn ancaman siksa bagi orang yang
mengingkari.
4. Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam
menyiarkan syariat Allah SWT. dan kisah orang-orang saleh ataupun
kisah orang yang mengingkari kebenaran Al-Qur’an agar dijdikan
pembelajaran.
Al-Qur’an mengandung tiga komponen dasar hukum sebagi berikut :
1. Hukum i’tiqadiah, yaitu hukum yang mengatur hubungan rohaniah
manusia dengan Allah SWT. dan hal-hal yang berkaitan dengan

7
akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam rukun iman. Ilmu
yang mempelajarinya disebut ilmu tauhid, ilmu ushuluddin, atau
ilmu kalam.
2. Hukum amaliah yaitu hukum yang mengatur secara lahiriah hubungn
manusia dengan Allah SWT., manusia dengan sesama manusia, serta
manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin
dalam rukun islam dan disebut hukum syara’/syari’at. Ilmu yang
mempelajainya disebut ilmu fiqh.
3. Hukum khuluqiyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan perilaku
normal manusia dalam kehidupan, sebagai makhluk individual atau
makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep ihsan. Ilmu yang
mempelajarinya disebut ilmu akhlaq atau tasawuf.
Secara khusus hukum syara’ dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia


dengan Allah SWT., misalnya shlat, puasa, zakat, dan haji.
2. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan
sesama manusia dan alam sekitarnya. Hukum muamalt mencakup :
a) Hukum munakahat
b) Hukum faraid
c) Hukum jinayat
d) Hukum hudud
e) Hukum jual beli dan perjanjian
f) Hukum tata negara/kepemerintahan
g) Hukum makanan dan penyembelihan
h) Hukum aqdiyah
i) Hukum jihad
j) Hukum dauliyah7

7
Koko Abdul Qodir, Metodologi Studi Islam, (Bandung : pustaka setia Bandung), hlm.
50-52.

8
C. Al-Sunnah sebagai Dasar Operasional Nilai dan Norma dalam Islam

Ada istilah-istilah yang sering digunakan dalam pembahasan as-


sunnah yaitu as-Sunnah itu sendiri, al-Hadist, Khabar, dan Atsar. Karena
itu sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan as-Sunnah, ada
baiknya dipahami lebih lanjut dahulu istilah-istilah tersebut agar tidak
terjadi salah paham.

As-Sunnah menurut pengertian bahasa (etimologi) berarti tradisi


yang bias dilakukan, atau jalan yang dilalui (al-thariqah al=maslukah) baik
yang terpuji maupun yang tercela. Hal ini bias dipahami dari hadist Nabi
saw :

‫من سن في اإلسالم سنة حسنة كان له أجرها وأجرمن عمل بها من بعده من من‬
‫غيرأن ينتقص من أجورهم شيء ومن سن في اإلسالم سنة سيءة كان عليه وزرها‬
ּ‫ووزرمن عمل بها منبعده من غيرأن ينتقص من أوزارهم شيء‬

“Barang siapa mengadakan/memelopori suatu Sunnah (tradisi) atau jalan


yang dilalui baik, maka baginya pahala atas perbuatan itu dan pahala orang
yang mengerjakan sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barang
siapa memelopori suatu Sunnah yang buruk, maka baginya dosa atas
perbuatannya itu dan menanggung dosa orang yang mengerjakan
(mengikuti) sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad dari
Ilmu Jarir dari Ayahnya)

As-Sunnah juga berarti lawan dari bid’ah. Barang siapa


mengerjakan amalan agama tanpa didasari oleh tradisi atau tata cara
agama, maka ia mengada-ada (membuat bid’ah). Dan juga bias berarti
jalan hidup (sirah), oleh karena itu Sunnah Nabi bearti jalan hidupnya, dan
Sunnah Allah adalah jalan/hokum Allah yang telah ditetapkannya. (Baca
QS. Fathir: 43, dan al-Fath: 23).

9
Sedangkan al-Hadist berarti al-jadid (yang baru), lawan dari al-
qadim (yang dahulu). Atau bearti al-qarib (yang dekat) dan al-kahabar
(berita).

Al-Khabar beararti al-naba’ (pemberitaan), yaitu berita yang


disampaikan dari seseorang kepada orang yang lain. Dengan demikian al-
Khabar lebih luas dari as-Sunnah, karena tidak hanya bersumber dari Nabi
saw, Tetapi juga dari sahabat dan tabiin al-Thiby menyamakan arti al-
Khabar dengan al-Hadist, karena itu ada istilah Hadist marfu’, mauquf dan
hadist maqthu.

Sedangkan al-Atsar berarti bekas atau sisa sesuatu. Para fuqaha


memakai istilah atsar khusus diperuntukkan bagi perkataan sahabat tabiin
dan ulama salaf. Tetapi jumhur ulama menyamakan atsar dengan al-
Hadits/as-Sunnah. Al-Nawawi menyatakan bahwa ulama fikih menyebut
perkataan sahabat (Hadist mauquf) dengan atsar juga, namun sebagian
ulama lain memakai atsar untuk Hadist mauquf, dan dia membolehkan
penggunaan atsar untuk Hadits marfu, al-Thahawi menggunakan atsar
untuk segala yang dating dari Nabi dan sahabat. Dan al-Thabari
mengkhususkan atsar untuk yang dating dari Nabi.8

KEDUDUKAN AS-SUNNAH DALAM SYARIAT ISLAM

Umat Islam telah mengakui bahwa Hadist Nabi SAW. Itu dipakai
sebagai pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Ajaran-ajaran Islam
yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk
dalil yang masih utuh, tidak diterangkan cara pengalamannya dan atau
tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-
Qur’an, maka hendaknya dicarikan ayat yang masih mutlak dalam Al-
Quran, maka hendaknya dicarikan penyelesaiannyadalam as-
Sunnah/Hadits. Seandainya usaha ini mengalami kegagalan, disebabkan

8
Muhaimin, dkk, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), hlm 123-125.

10
karena ketentuan hokum dan cara pengalamannya itu benar-benar terjadi
di masa Nabi SAW., sehingga memerlukan ijtihad baru untuk menghindari
kekosongan (kevakuman) hokum dan kebekuan beramal, maka baru
dialihkan untuk mencari pedoman ynag lain yang dibenarkan oleh syariat,
baik berupa ijtihad peperangan maupun kelompok yang terwujud dalam
bentuk ijma’ ulama atau pedoman lainnya, sepanjang tidak bertentangan
dengn jiwa syariat.

Kenyataannya sejarah menunjukkan bahwa Nabi SAW.


Menyatakan kegembiraan dan syukur kepada Allah atas baiat Mu’adz bin
Jabal, seorang sahabat yang diangkat menjadi duta penuh untuk negeri
Yaman, bahwa ia akan berpedoman kepada Al-Quran kemudian al-
Hadits/as-Sunnah, dan akhirnya ijtihadnya sendiri, sebagaimana Hadits
Nabi SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.

Disamping itu, Allah telah memerintahkan kepada umat Islam agar


menaati Rasulnya sebagaimana menaati Allah sendiri, dan berpegang
teguh kepada apa yang disampaikan oleh Rasulnya sebagaimana firman
Allah yang artinya:

“apa-apa yang disampaikan Rasullullah kepadamu terimalah dan jagalah,


dan apa-apa yang dilarang Rasul, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Nabi SAW. Sendiri memberitahukan kepada umatnya bahwa


disamping Al-Quran juga masih terdapat suatu pedoman yang sejenis
dengan Al-Quran, untuk tempat berpijak dan berpandangan sebagaimana
sabda beliau yang artinya, “wahai umatku, sesungguhnya aku diberi Al-
Quran dan menyamainya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan al-Turmudzi).
Tidak diragukan lagi bahwa yang menyamai (semisal) Al-Quran itu adalah
as-Sunnah/al-Hadits, yang merupakan pedoman untuk mengamalkan dan
ditaati sejajar dengan Al-Quran. Dan sekaligus sebagai salah satu dasar
penetapan Hukum Islam setelah Al-Quran.

11
Mengapa tingkatan/kedudukan as-Sunah/Hadis berada dibawah Al-Quran?
Dalam hal ini Al-Syathihi memberikan argumentasinya, bahwa:

1. Al-Quran diterima secara qath’i (menyakinkan), sedangkan Hadis


diterima secara zhanni, kecuali hadis mutawatir. Keyakinan kita kepada
Hadis hanyalah secra global, bukan secara detail (tafshili), sedangkan
Al-Quran, baik secara global maupun detail, diterima secara
menyakinkan.
2. Hadis adakalanya menerangkan sesuatu yang bersifat globaldalam Al-
Quran, adakalanya memberi komentar terhadap Al-Quran dan
adakalanya membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan oleh Al-
Quran. Jika Hadis itu berfungsi menerangkan atau memberi komentar
terhadap Al-Quran, maka sudah barang tentu keadaanya (statusnya)
tidak sama dengan derajat pokok yang diberi penjelasan/komentar, yang
pokok (Al-Quran) pasti lebih utama daripada yang memberi komentar (
al-Hadis).
3. Didalam Hadis sendiri terdapat petunjuk mengenai hal tersebut, yakni
Hadis menduduki posisi kedua setelah Al-Quran, sebagaimana dialog
Nabi saw dengan Mu’adz bin Jabl.9

D. Ijtihad sebagai Sumber Dasar Nilai dan Norma dalam Islam

9
Ibid., hlm. 129-131.

12
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

B. Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abd dan Jaih Mubarok. 1999. Metodologi Studi Islam. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, dkk. 2014. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nata, Abudin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Nata, Abudin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Qodir, Koko Abdul. Metodologi Studi Islam. Bandung : Pustaka Setia Bandung.

14

Anda mungkin juga menyukai