MUNASABAH AL-QUR’AN
OLEH :
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Munasabah Al-Qur’an.
Shalawat dan Salam kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, berkat petunjuk dari beliau
manusia menjadi tercerahkan.
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, seluruh tenaga telah penyusun kerahkan dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan rapi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan
inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3. Metodelogi ................................................................................................................ 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup umat islam memegang peran yang sangat besar
terhadap perkembangan keilmuan teologi islam karena Al-Qur’an ialah sumber terbesar dan
terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka, kajian
terhadap Al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak ada habismya.
Salah satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin
terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung di dunia
ulum Al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa besarnya peran
munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an.
Selama ini, kebanyakan orang lebih mengenal “asbabun nuzul” daripada “munasabah”.
Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli tafsir) masih
mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai suatu ayat atau surah dalam
Al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam Al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah
mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun surah dalam Al-Qur’an.
Hubungan antara ayat ataupun surah dalam Al-Qur’an tentulah tidak disususn secara
sembarangan karena setiap penyusunan dalam Al-Qur’an memiliki makna yang saling berkaitan
dan sangat membantu dalam penafsiran Al-Qur’an. Maka, diharapkan bahwa para akademisi
akan lebih mengenal dan memahami arti munasabah dalam Al-Qur’an sehingga dapat
menganalisa keterkaitan antar ayat, surah, maupun juz dalam Al-Qur’an sehingga akan
mempermudah mempelajari Al-Qur’an dan mengkaji lebih dalam apa-apa yang terkandung
dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
Kami akan menjelaskan “munasabah” lebih rinci dalam makalah ini dengan berpatokan
pada tiga pokok pembahasan yang sesuai dengan rumusan masalah dalam makalah ini.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Metodelogi
Metode yang akan digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif, yakni metode
pengumpulan data secara langsung dari kajian terhadap literatur-literatur terkait. Setiap
keterangan yang telah didapatkan akan ditelaah kembali dan dipelajari lebih lanjut.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Munasabah secara bahasa berasal dari kata َس َبة ََ نا َ َسyang berarti dekat, serupa,
َ ُمنَا-َُ ُينَا ِسب-ب
َ ْال ُمنَاsama artinya dengan اربَة
mirip, dan rapat1. سبَة َ َ ال ُمقyakni mendekatkannya dan
menyesuaikannya. Annasib juga berarti ar-rabith, yakni ikatan pertalian2.
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-
ayat Al-Qur’an3. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Sayuti, mendefinisikan
munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang
lain sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang sistematis.
Sementara itu para ulama memiliki pendapat masing-masing mengenai ilmu munasabah.
Berikut penjabarannya.
Menurut az-Zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan
pada akal, pasti akal itu akan menerimannya.
Menurut Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan
dalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat, antar surah di dalam Al-Qur’an.
Menurut al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di
balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau surah dengan
surah
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas
tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antara satu dengan yang lain.
1
Rahmat syafe’i. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Pustaka Setia: Bandung. Hlm.37
2
Nashiruddin, Baidan. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hlm. 185
3
Quraish Shihab, dkk. 1999. Sejarah dan Ulum Al-Qur’an. Pustaka Firdaus: Jakarta. Hlm. 75
6
2.2. Sejarah Perkembangan Ilmu Munasabah
Perkembangan ilmu munasabah pertama kali dicetuskan oleh seorang ulama bernama
Abu Bakar an-Naisaburi yang wafat pada tahun 342 H. Perhatiannya terhadap munasabah
tampak ketika ia mempertanyakan alasan dan rahasia penempatan surah-surah dan ayat-ayat.
Langkah An-Naisaburi yang memiliki perhatian besar pada munasabah ini merupakan upaya
yang bernilai langka di masa itu bahkan dikatakan sebuah kejutan bagi kalangan ulama tafsir.
Atas usaha dalam bidang ini maka ia dinobatkan sebagai bapak ilmu munasabah. Dalam
perkembangan selanjutnya ilmu munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ulumul
qur’an.
Dalam pembahasannya ilmu munasabah ini masih dijelaskan secara parsial pada ulama-
ulama sebelumnya namun pada ulama-ulama sesudahnya dijelaskan secara spesifik. Kitab Al-
Burhan fi Munasabah Tartib Qur’an yang dikarang oleh Ahmad Ibnu Ibrahim al-Andalusi (wafat
pada tahun 807 H) dipandang sebagai kitab yang secara khusus membahas munasabah. Selain
kedua tokoh di atas, terdapat beberapa ulama lain yang juga membahas tentang ilmu munasabah,
antara lain:
Selain mereka, para ulama seperti az-Zamakhsyari, ar-Razi, al-Baidhawi, Abu Hayyan,
al-Alusi, Rasyid Ridha, Sayyid Qutb, Dr. Muhammad Abdullah Darraz dan lain-lain turut
menyentuh tentang ilmu ini dan mempraktikkannya dalam penulisan kitab-kitab tafsir mereka.
7
2.3. Macam-Macam Ilmu Munasabah
Secara materi, ilmu munasabah terbagi menjadi dua pokok pembahasan, yaitu hubungan
ayat dengan ayat dan hubungan surah dengan surah. Dua pokok hubungan itu dirincikan sebagai
berikut.
Sedang munasabah yang tidak memakai huruf athaf sandarannya adalah qarinah ma’nawiyah yaitu
qarinah yang menunjukkan bahwa makna kalam itu bukan hakiki dengan tersirat. Aspek ini dapat
mengambil bentuk :
At-Tanzir
Membandingkan dua hal yang sebanding, menurut kebiasaan orang yang berakal, misalnya :
8
Artinya :
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruh pergi dari rumahmu dengan kebenaran (berangkat perang),
padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.”
Artinya:
“Itu adalah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka itu akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan mendapat keampunan serta rezeki yang mulia.”
Al Mudhadat,
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu sama saja, diberi peringatan atau tidak diberi peringatan
tetap mereka tidak beriman.”
Sifat orang kafir ini berlawanan dengan sifat orang mukmin yang membawa keberuntungan
yang dijelaskan pada ayat sebelumnya 4.
4
Yuslem, Quran, h.41.
9
Artinya :
“Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-
kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat .
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung.”
Munasabah antar ayat dalam satu surah dapat dilihat dalam surah Al-Baqarah ayat 1 sampai 20.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an
bagi orang-orang yang bertaqwa, dan kemudian dalam ayat berikutnya dibicarakan tiga kelompok
manusia dan sifat-sifat mereka yang berbeda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.5.
Artinya :
“Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan Allahlah maha kuat lagi
maha perkasa.”
-Ighal (penjelasan tambahan untuk mempertajam makna) Misalnya Surah An-Naml ayat 80 :
Artinya :
5
Ibid, h.42
10
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang itu mendengar dan (tidak pula)
menjadikan orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.”6
Munasabah ini dapat dijumpai dalam Surah Al-Qashash, permulaan surah ini (ayat 1-32)
menjelaskan perjuangan Nabi Musa A.S., sementara di akhir surah (ayat 83-88) memberikan kabar
gembira kepada Nabi Muhammad SAW. yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan akan
mengembalikannya ke Makkah (di awal surah tidak menolong orang yang berdosa. Di akhir surah,
Rasulullah dilarang menolong orang-orang kafir). Munasabah terletak pada kesamaan situasi yang
dihadapi dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah.7
6
Anwar, Pengantar, h.74
7
Ibid, h.75
8
Yuslem, Quran, h.38-39.
11
Hubungan surah dengan surah sebelumnya
Surah-surah yang ada dalam Al-Qur’an mempunyai munasabah, sebab surah yang datang
kemudian menjelaskan beberapa hal yang disebutkan secara global pada surah sebelumnya.
Misalnya surah Al-Baqarah memberikan perincian serta penjelasan terhadap surah Al-Fatihah.
Sedangkan surah Ali Imran yang merupakan urutan surah berikutnya memberikan
penjelasan lebih lanjut terhadap kandungan surah Al Baqarah, yaitu ancaman Allah terhadap orang-
orang kafir karena pengaruh harta dunia. Ayat dari surah-surah tersebut berbunyi :
Artinya :
“Segala puji untuk Allah Tuhan semesta alam (QS. Al Fatihah;2)
Artinya :
“Ingatlah kepadaku, niscaya Aku ingat pula kepadamu”. (QS.Al Baqarah : 152)
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang kafir, harta benda, dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat
menolak siksaan mereka yang disediakan Allah. Dan mereka adalah bahan bakar api neraka (QS.
Ali Imran : 10)9
9
Abu Anwar, Ulumul Quran Sebuah Pengantar (Jakarta : Amzah, 2009), h. 65
12
Hubungan penutup surah terdahulu dengan awal surah berikutnya.
Artinya:
“Semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat tersebut bermunasabah dengan akhir surah sebelumnya, al-Waqi’ah yang memerintahkan
bertasbih.
Artinya :
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Agung.
Artinya :
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”
(QS.Al Baqarah:2).
10
Yuslem, Quran, h.44
11
Anwar, Al-Qur’an, h.95
12
Ibid, h.95
13
Artinya :
“Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat “ (QS. Alfatihah : 7)
Sedangkan yang ditinjau secara sifatnya, munasabah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Munasabah ini terjadi karena bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya
tampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang
lainya. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang yang
satu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian atau pembatas
dengan ayat yang lain, sehingga semua ayat itu tampak sebagai satu kesatuan yang
utuh. Misalnya, kelanjutan ayat 1 dari surah Al-Isra’ yang menjelaskan tentang
perjalanan malam Nabi saw. (isra’), yaitu ayat 2 yang menjelaskan diturunkannya
kitab Taurat kepada Nabi Musa A.S., memiliki hubungan yang Erat,yaitu keduanya
sama-sama utusan Allah SWT.
14
kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya akan tetapi kebajikan itu adalah
kebajikan bagi orang yang bertakwa. Dan masuklah kerumah itu dari pintu-pintunya;
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
(190) Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas.
Ayat 189 menjelaskan tentang bulan sabit (hilal), tanggal untuk tanda waktu dan
jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 menjelaskan perintah menyerang kepada
orang-orang yang menyerang umat islam. Sepintas, kedua ayatitu tidak ada
relevansinya. Padahal kalau dicermati dapat diketahui munasabahnya, yaitu pada
waktu haji umat islam dilarang berperang kecuali jika diserang musuh, mereka perlu
membalasnya.
Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi kedalam dua golongan. Golongan
pertama adalah golongan yang tertarik dengan munasabah dan golongan kedua adalah golongan
yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu dikaji. Golongan pertama diwakili
oleh Abu Bakar an-Naisabury, Fakhrudin ar-Razi, Fakhrudin al-Razi seorang ulama yang
sangat peduli terhadap munasabah, baik munasabah antar ayat maupun antar surah.
Ia pernah memberikan apresiasi terhadap surah al-Baqarah dengan mengatakan bahwa
“Barangsiapa yang menghayati dan merenungkan bagian-bagian dari susunan dan keindahan
urutan surah ini, maka pastilah ia akan mengetahui bahwa Al-Qur’an itu merupakan mukjizat
lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya”.
Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam Al-Qur’an diwakili oleh
Ma’ruf Dualibi. Ia paling keras menentang menggunakan munasabah untuk menafsirkan ayat-
ayat dan surah-surah dalam Al-Qur’an. Ia mengatakan, maka termasuk usaha yang tidak perlu
dilakukan adalah mencari-cari hubungan di antara ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an karena
menurutnya, “Al-Qur’an dalam berbagai ayat yang ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-
hal yang bersifat prinsip (mabda’) dan norma umum (kaidah) saja. Dengan demikian tidaklah
pada tempatnya bila orang bersikeras dan memaksakan diri mencari korelasi (tanasub) antara
15
ayat-ayat dan surah-surah yang bersifat tafshil lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian
mutu makna-maknanya.
Mahmud Syaltut seorang ulama kontemporer, kurang setuju dengan analisis munasabah
dan menolak menjadikan munasabah sebagai bagian dari ilmu-ilmu Al-Qur’an. Ia tidak setuju
dengan mufasir yang menggunakan munasabah untuk menafsirkan Al-Qur’an.
Memahami ilmu munasabah tentunya dapat membawa berbagai manfaat terhadap diri
kita, di antaranya:
Sementara itu, memahami ilmu munasabah menjadi hal yang urgen sebab dengan
dikuasainya ilmu ini, maka akan dapat merasakan secara mendalam bahwa Al-Qur’an
merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang
kokoh, tepat, dan akurat, sehingga sedikitpun tak ada cacat. Selain itu, dengan munsabah dapat
memberikan gambaran yang semakin terangbahwa Al-Qur’an itu betul-betul kalam Allah, tidak
16
hanya teksnya, melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan surah-surahnya pun atas
petunjuknya13.
13
Nashiruddin Baidan, OP. CIT. Hlm. 199-200.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu munasabah adalah ilmu tentang keterkaitan
antara ayat dan surah dalam Al-Qur’an yang terbagi dua berdasarkan materi dan sifatnya. Berdasarkan materi,
ilmu munasabah terbagi menjadi dua, yaitu hubungan ayat dengan ayat dan hubungan surat dengan surat.
Berdasarkan sifatnya, ilmu munasabah terbagi menjadi dua pula, yaitu secara dhahir (nyata) dan khafi.(tidak
nyata).
Ilmu munasabah yang merupakan hal baru dalam cabang ulumul Qur’an telah mendapatkan perhatian
khusus dikalangan para ulama. Sebab dengan ilmu ini akita dapat menemukan korelasi dan hubungan antar ayat,
maupun surah dalam Al-Qur’an. Hal ini bertujuan agar lebih bisa memahami Al-Qur’an secara utuh dan
menyeluruh terutama dalam penafsirannya.
3.2 Saran
Hal yang perlu diperhatikan dalam mencari munasabah Al-Qur’an adalah dengan memperhatikan tujuan
yang dibahas dalam surah, memperhatikan uraian-uraian dari ayat-ayat sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam
surah, menentukan tingkat uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak ada, dan ketika menarik
kesimpulan dari uraian-uraian tersebut harus memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak
berlebih-lebihan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS., Bogor :
Pustaka Litera Antar Nusa, 2001.
Shihab, M. Qraish, Mukjizat Al-Qur’an, cet.XIV, Bandung : Mizan, 2004.
Al-Zarkasyi, Badr al-Din. al Burhany fii ulum Al-Qur’an, (beirut:Dar al-Ma’rifah li al-
Tiba’ah wa al_Nasyir, 1972).
Ash Shiddiqy, Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmui Tafsir, (Jakarta:Bulan Bintang, 1965).
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an. Bandung:Pustaka Setia, 2010.
As Suyuti , Imam Jalaluddin,Samudra Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi ulumil qur’an). alih
bahasa : Farikh Marzuki Ammar, Imam Fauzi Jai’z jilid I. Surabaya:PT.Bina Ilmu, 2003.
Yuslem, Nawir, Ulumul Qur’an. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010.
Sumber online:
http://najmadanzahra.blogspot.com/2013/12/makalah-munasabah-ayat-dalam-Al-Qur’an.html
http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/09/munasabah-Al-Qur’an.html
http://coretanbinderhijau.blogspot.co.id/2013/02/makalah-ilmu-munasabah-dalam-Al-Qur’an.html
http://azarasidi.blogspot.co.id/2010/12/ilmu-munasabah_20.html
http://al-badar.net/pengertian-macam-dan-cara-mengetahui-munasabah-Al-Qur’an/
http://kembara-insani.blogspot.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Arabi
https://pemikiranislam.wordpress.com
19