Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH QIRA’AH SHADHDHAH

DALAM TAFSIR

Makalah Revisi
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
“Ilmu Qira’at”

Oleh:

Alif Hendra Hidayatullah

NIM: F05214067

Dosen Pengampu:

Dr. H.Iffah Muzammil, M.Ag

PASCASARJANA

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

1
SURABAYA

2015
A. Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan sumber ajaran islam yang pertama,


hal ini telah diakui oleh seluruh umat muslim. al-Qur'an berisi
berbagai petunjuk untuk kemaslahatan umat manusia. Akan
tetapi penerapan dalam penafsirannya para ulama berbeda
pendapat, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, di anataranya
qira>’ah. Dari berbedaan cara baca al-Qur'an (qira>’ah) menjadi
salah satu unsur yang menyebabkan perbedaan hasil
pemikirannya (tafsir).

Qira>’ah di dalam al-Qur'an ada beberapa macam, yang


didasarkan pada imamnya masing-masing. Dari keberagaman
imam itu membawa cara baca al-Qur'an yang bebeda. Menurut
para ulama, muncul sejumlah istilah popular yang menisbatkan
pada jumlah qira>’ah, misalnya qira>’ah sab’ah, qira>’ah
al-‘ashr dan qira>’ah al-‘arba’ ‘ashrah. Yang paling popular dan
paling mendapatkan perhatian secara luas adalah qira>’ah
sab’ah. Yaitu qira’ah yang dinisbatkan kepada tujuh imam
terkemuka, yakni Nafi’, Ashim, Hamzah, Ibn ‘Amir, Ibn Kasir, Abu
‘Amir, dan Kisa’i.

Adapun yang dimaksud qira>’ah ‘ashar adalah qira>’ah


yang dinisbatkan kepada imam tujuh dan ditambahkan dengan
tiga imam, yaitu Abu Ja’far, Ya’qub dan Khalaf. Sedangkan
qira>’ah arba’ ‘ashar dengan penisbatan kepada sepuluh imam
qira’ah yang tersebut dan ditambahkan dengan empat imam
qira’ah yang lain, di antaranya, Hasan al-Bashri, Ibn Muhaishin,
Yahya al-Yazidi dan Syanbudi.

2
Sebagaimana telah sedikit disinggung di atas bahwa, dari
macam-macam qira’ah, bisa menjadikan lahirnya keberagaman
hukum islam. Perbedaan qira’at al-quran yang berkaitan dengan
substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna
dari lafaz atau kalimat tersebut, dan adakalanya tidak.
Demikianlah perbedaan qira’at al-Quran dan pengaruhnya.1

B. Pengertian Qira’ah Shadhdhah


Secara etimologi shadhdhah (‫ )ش ذة‬memiliki arti lain dari
yang lain, menyediri, terpisah, menyimpang dari aturan dan
berserakan atau terpisah-pisah.2 Seseorang dikatakan
shadhdha>d al-na>s karena dia adalah orang asing. Atau
sesuatu yang berbeda dengan yang lain juga disebut
Shadhdhah.3 Ulama’ bahasa ketika menunjuk kepada suatu yang
tidak sesuai dengan kaedah yang berlaku umum juga
menggunakan istilah shadhdha>h. demikian halnya suatu
bacaan dikatakan shadh apabila tidak sesuai dengan qira’ah
mutawatir atau yang biasa dibaca mayoritas umat Islam atau
tidak sesuai dengan ketentuan kaedah yang muttafaq ‘alaih.4

Secara terminologi ulum al-Qur’an, Manna’ Khalil al-


Qat}t}an mendefinisikan qira>’ah shadhdhah ialah bacaan yang
tidak termasuk pada bagian yang disepakati oleh sebagian besar
ulama yakni bacaan yang mutawatir yang terdiri dari qira’ah
tujuh dan bacaan ahad ialah tiga qiraat yang menggenapkannya
menjadi sepuluh qira’at ditambah qiraah para sahabat.5

1
Hasanuddin, AF, Perbedaan Qira’ah dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam al-
Qur'an, (Jakarta : Raja Grafindo, 1995), h.201
2
Abu al-Hasan Ahmad ibn Fâris ibn Zakariya, Mu’jam Maqâyis al-Lughah, h.523, A.W.
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia, h.704
3
Ibnu Mandzửr, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, tth), Juz III,h. 2219
4
Ahmad al-Bily, Ikhtilâf Bain al-Qirâ’ât,, h.110
5
Manna>’ Khali>l al Qatta>n, Studi Ilmu-Ilmu al Qur’a>n , Dialihbahasakan
oleh Drs. Muzakkir As, ( Jakarta: Halim Jaya, 2002), 253

3
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa qira>’ah
shadhdhah adalah bacaan yang menyimpang dari ketentuan-
ketentuan bacaan yang telah ditetapkan oleh para ulama, ada
yang menambahkan yakni qira’ah yang tidak sesuai dengan
kaidah bahasa Arab atau tidak sesuai dengan tulisan mushaf
uthmani. Dilihat dari kriteria bacaan yang berkembang
nampaknya qira>’ah sab’ah dan qira>’ah ‘ashrah yang menjadi
tolok ukur keabsahan bacaan sehingga qira’ah yang datang
setelahnya (qira>’ah sab’ah ‘ashrah) yakni ditambah empat
macam qira’ah yang kemudian dinilai sebagai qira’ah shaddah
sedangkan qira’ah tujuh dan ‘ashrah dimasukkan dalam kategori
mutawa>tir
Dan dalam pembagiannya qira’at shadhdhah dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Qira’ah yang sesuai mushaf ‘uthmani dan tata bahasa
arab, tetapi tidak memiliki sanad yang s}ahih seperti
qira’at Ibn Samaifi’ pada firman Allah QS. Yu>nus/10:
926
2. Qira’at yang memiliki sanad yang s}ahih dan sesuai
dengan tata bahawa arab, tetapi tidak sesuai dengan
rasm Uthmani, misalnya qira’at ‘Umar Ibn Khattab dan
Ibn Mas’ud serta Ibn Abba>s pada firman Allah QS. Al-
Jumu’ah / 61: 97 demikian pula pada firman Allah QS.
Al-Nisa’/4: 14, Sa’ad Abi Waqqas} membaca ( ‫وله أخ أو أخت‬
‫)من أم‬, atau qira’at yang disisipkan sebagai penafsiran
oleh para s}ahabat (qira’at mudraj).8

6
Teks ayatnya: ‫ فاليوم ننجيك ببدنك لتكون لمن خلفك أية‬pada kata nunajji>ka dibaca dengan
Ha’ = nunahhi>ka dan pada kata khalfaka dibaca dengan fathah = khalafaka.
Lihat Ibnu hâlawaih, Mukhtashar fi Syawâdz Alqur`ân min Kitâb al-Badî’, h.58
7
Pada ayat ‫ فاسعوا إلى ذكر هللا‬dibaca ‫ فامضوا إلى ذكر هللا‬lihat Abu Hayyan, al-Bahr al-
Muhith, juz 10, h. 174
8
Teks Ayatnya: ‫وله أخ او أجت‬. Lihat Abu Hayyân, al-Bahr al-Muhîth, Juz III,h. 12

4
3. Qira’at yang sesuai dengan rasm ‘Uthmani dan tata
bahasa arab akan tetapi tidak memiliki sanad.9
Dari klasifikasi tersebut diketahui bahwa suatu qira’at
dianggap shadhdhah apabila tidak diriwayatkan secara
mutawatir, meskipun mempunyai sanad s}ahih dan sesuai
dengan tata bahasa arab. Misalnya pada QS. Al-Ma>idah/5 : 89,
‘Ubay Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas membaca ‫فمن‬
‫ لم يجد فصيام ثالثة أيام‬dengan menambah kata ‫ متتابعين‬.10 mungkin dari ini
akan banyak didapatkan bacaan s}ahabat yang tergolong
shadhdhah karena tidak sesuai rasm Mushaf ‘Uthmani, sekalipun
dari segi bahasa benar dan banyak dijadikan rujukan oleh para
mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an.
Terdapat banyak mufassir yang menggunakan qira>’ah
shaddhah untuk menafsirkan kandungan al-Qur’an. Hal demikian
juga pernah dilakukan oleh para s}ahabat ketika alqura’an masih
dalam proses turun, dengan menyisipkan kata atau kalimat
dalam rangka menjelaskan makna suatu kata atau kalimat dalam
sebuah ayat tertentu. Di antara para sahabat yang banyak
meriwayatkan qira’at shadhdhah antara lain Abdullah Ibn
Mas’ud, Ubay Ibn Ka’ab, Abdulullah Ibn “Abbas, Sa’ad Ibn Abi
Waqqas, dan Abdullah Ibn Zubair. Para s}ahabat tersebut adalah
s}ahabat-s}ahabat pilihan yang dipercaya untuk mengajarkan
alqur’an, sebagaimana dalam sebuah hadits dalam s}ahih
Muslim:

ِ ِ ِ َ َ‫ ق‬،ُ‫ َح َّد َثنَا ُش ْعبَة‬:‫ال‬


َ َ‫ َح َّد َثنَا أَبُو َد ُاو َد ق‬:‫ال‬
َ ‫ َع ْن إ ْب َراه‬،َ‫ أَ ْخَب َرني َع ْم ُرو بْ ُن ُم َّرة‬:‫ال‬
‫يم‬ ُ ُ‫َح َّد َثنَا يُون‬
َ َ‫س ق‬
‫اك َر ُج ٌل‬
َ َ‫ ذ‬:‫ال‬ َ ‫ود ِع ْن َد َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ٍرو َف َق‬
ٍ ‫ ذُكِر َعب ُد اللَّ ِه بن مسع‬:‫ال‬
ُْ َ ُْ ْ َ َ َ‫ ق‬،‫وق‬ ٍ ‫ َعن مسر‬،‫النَّ َخ ِع ِّي‬
ُْ َ ْ

9
Abd al-Hakim ibn Muhammad al-Hâdiy, al-Qirâ’ât Alqur’âniyyah Târikhuhậ
Tsubửtuhâ,Hujjiyyatuhâ wa Ahkậmuha, (Riyâdh: Dâr al-Gharb al-Islâmiy,t.th), h, 202-203
10
Lihat Muslim ibn Hajjâj al-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kitab Fadhâil al-Shahâbah, Bab min
Fadhâil Abdullah ibn Mas’ûd, Nomor hadis: 4506. CD. Al-Maktabah al-Shamilah, edisi ke-2

5
‫اس َت ْق ِرئُوا الْ ُق ْرآ َن ِم ْن‬ ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬
ْ " :‫ول‬
ِ َ ‫ت رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ ِ ُ ‫اَل أ ََز‬
ُ َ ُ ‫ال أُحبُّهُ َب ْع َد َما َس م ْع‬
ِ ‫ ومع‬،‫ب‬ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ
" ‫اذ بْ ِن َجبَ ٍل‬ َ ُ َ ٍ ‫ َوأُبَ ِّي بْ ِن َك ْع‬،َ‫ َو َسال ٍم َم ْولَى أَبِي ُح َذ ْي َفة‬،‫ م ْن َع ْبد اللَّه بْ ِن َم ْسعُود‬:‫أ َْرَب َعة‬

Dalam hadits di atas initinya ialah informasi terkait dengan


tokoh-tokoh yang direkomendasikan oleh Rasul sebagai ahli al-
Qur’an yakni dengan redaksi : Ambillah bacaan al-Qur’an dari
empat orang, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah,
Ubay Ibn Ka’ad dan Mu’adz Ibn Jabal.11
Dalam riwayat Qata>dah dijelaskan pula bahwa “al-Qur’an
dihimpun pada masa Rasulullah hidup atas tangan empat orang
sahabat ans}ar yaitu, Mu’adh Ibn Jabal, Ubay Ibn Ka’ab, Zaid Ibn
Thabit dan Abu Zaid.” Qatadah bertanya kepada Anas, siapa Abu
Zaid itu? Jawab Anas, “dia adalah salah satu paman saya.”12
Para sahabat diatas mendapat mandate langsung dari
Rasulullah untuk mengajarkan alqur’an pada generasi
selanjutnya (tabi’in). mereka mendapatkan mandat karena
kefasihan mereka dalam melantunkan bacaan alqur’an. Abdullah
Ibn Mas’ud mengatakan bahwa dirinya menerima langsung
bacaan dari Nabi sebanyak tujuh puluh surat, 13 itu adalah satu
bukti akan kepercayaan Nabi terhadap beliau untuk
menyampaikan wahyu. Dalam sebuah kesempatan Nabi memita
kepadanya agar membacakan alqur’an, ia membaca surat al-
Nisa’ dan ketika sampai pada ayat 41, Nabi menangis terseduh-
seduh.14
11
Lihat Muslim ibn Hajjâj al-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kitab Fadhâil al-Shahâbah, Bab Ubay
ibn Ka’ab, Nomor Hadis: 4507, . CD. Al-Maktabah al-Shamilah, edisi ke-2
12
Muslim ibn Hajjâj al-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kitab Fadhâil al-Shahâbah, Bab min Fadhâil
Abdullah ibn Mas’ûd, Nomor Hadis 1912. . CD. Al-Maktabah al-Shamilah, edisi ke-2
13
Lihat al-Suyuti, al-Durr al-Mantsûr, Juz III, h. 452
14
Al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâri, Kitab Fadhâ’il Alqur’ân Bab Qaul al-Muqri’ Hasbuka, Juz
6,h.113. Maktabah al-Syâmilah, Nomor:4662.Redaksi h adis sebagai berikut Artinya:”dari
Abdullah Ibn Mas’ûd, ia berkata:Bahwasanya Rasulullah saw berkata kepadaku “Bacakan
Alqur’an untukku, akupun menjawab: Bagaimana ya Rasulullah aku membaca Alqur’ân untukmu
padahal Alqur’ân diturunkan kepadamu, Nabi menjawab: memang betul itu, kemudian akupun

6
Qira’at shaddhah tidaknya hanya dijumpai di kalangan sahabat,
namun juga di kalangan tabiin. Misalnya empat qira’at dari qira’at
‘ashrah, yaitu:
1. Ibnu Muhaishin (w. 123/740) nama lengkapnya Muhammad
Ibn Abdurrahman al-Maliki, memiliki dua orang perawi, al-
Yazidi dan Ibn Syanabu>dh.
2. Al-Yazidi (w.202/817), nama lengkapnya Yahya Ibn Muba>rak,
dua perawinya adalah Sulaiman Ibn al-Hakim dan Ahmad Ibn
Farah.
3. Hasan al-Bashri (w.110/728) dua perawinya adalah Shuja’ Abi
Nashr al-Bulkhi dan al-Du>ri.
4. Al-A’masy (w.148/765), nama aslinya Sulaiman Ibn Mahran,
dua perawinya adalah Hasan Ibn Sa’id al_mathwa’I dan Abu
al-Faraj al-Sanbudhi.

C. Qira>’ah Shad dan Pengaruhnya dalam Tafsir


Sebagaimana diungkapkan beberapa ulama terkait
qira>’ah shadhdhah bahwa qira’ah yang tidak sesuai dengan
aturan yang telah berlaku atau menyimpang dari ketetapan rasm
uthmani sehingga perihal ini akan memberi pengaruh terhadap
hasil pemikiran atau penafsiran terhadap al-Qur’an terutama
dalam implikasi penerapan shari’at islam.
Berikut beberapa contoh penafsiran al-Qur’an berdasarkan
qira>’ah shaddhah :
1. Kelompok qir’ah shaddah yang tidak bertentangan
dengan rasm uthmani.
a. Bacaan ( ‫ك يوم الدين‬
ِ ‫ مال‬ )  Al Fatihah : 4 dibaca  (  ‫ك يوم‬
َ ‫مال‬
‫دين‬MM‫ال‬  ) oleh Imam al- Muthawwi'i perawi imam al-
A’masy, bacaan ini ada dua kemungkinan, pertama

membaca surah al-Nisâ’, ketika sampai ayat: “Bagaimanakah (keadaan orangorang kafir
nanti ),jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan
engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka”.Nabipun bersabda:”Cukup sampai disini saja”
kemudian ia (Abdullah) menengok Nabi ternyata beliau mencucurkan air mata ”.

7
berarti : Aku memuji Zat yang memiliki hari
kemudian (  ‫رح‬MM‫ ام‬ ‫دين‬MM‫وم ال‬MM‫ك ي‬
َ M‫)مال‬.   Kedua dengan arti  :
Wahai Pemilik hari kemudian  ( ‫ك يوم الدين يا‬
ِ ‫مال‬  ) Panggilan
terhadap  Allah ini sebagai persiapan menghadapi 
ayat berikutnya  yaitu : (‫اك نعبد‬MMّ‫) اي‬. Dengan demikian
maka arti lengkapnya adalah : Wahai Pemilik hari
kemudian, kepada-Mu lah aku mengabdi  dan
seterusnya.15
b. Bacaan ( ‫)لقد ج اءكم رس ول من أن ُفس كم‬  Yunus : 128  dibaca (‫من‬

‫)أن َفس كم‬  oleh Imam Ibnu Muhaishin. Dengan dibaca

fathah fa’nya, Bacaan  ini mempunyai  arti : bahwa 


Nabi  Muhammad  itu berasal  dari  orang yang
paling mulia diantara kamu      ‫من اشرفكم‬     terambil dari
kata yang artinya mulia, bagus,   indah dan
sebagainya.16
Dari qira'at  ini ada nuansa baru  dalam
mengartikan ayat tersebut, yaitu tentang jati  diri
Nabi Muhammad. yang berasal dari orang yang
termulia dan terbaik dari kaumnya.
2. Kelompok qira’ah yang bertentangan dengan rasm
uthmani
a. Bacaan  :   (  ‫ام‬MMّ‫يام ثالثت اي‬MM‫ ) فص‬Al Ma'idah : 86, Dalam
bacaan Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas'ud 17 ada  
tambahan kata  ‫متتابعات‬  sehingga di baca : ‫فصيام ثالثت ايّام‬
‫متتابعات‬, bacaan Ibnu Mas'ud ini  dipandang oleh  Abu
Hanifah sebagai "Qayyid" atau pengikat  dari

15
Lihat Al Banna. Al Ithaf, h. 122
16
Ibid. 246
17
Ibnu Mas’ud adalah salah satu dari sahabat yang paling baik bacaan al-Qur’annya sehingga dia
digolongkan oleh Nabi sebagai salah satu diantara ahlu al-Qur’an. Lihat hadits dalam Muslim ibn
Hajjâj al-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kitab Fadhâil al-Shahâbah, Bab min Fadhâil Abdullah ibn
Mas’ûd,

8
kemutlakan Iafadz  (  ‫ ) ثالثت ايّام‬Oleh  sebab  itu Imam
Abu Hanifah,Tsauri, salah  satu dari qaul Imam Syafi'i
yang juga dipilih oleh Imam Muzani, bahwa berpuasa
tiga hari sebagai denda atau kifarat, haruslah
berturut turut tanpa jeda. Sedangkan Imam Malik
dan Imam Syafi'i pada qaul yang lain, tidak melihat
keharusan berpuasa berturut turut, sebab "Qayyid"
bertutut-turut adalah satu keadaan yang jika ada
hukum wajib haruslah berdasarkan Nasnya, dikiaskan
kepada suatu yang sudah ada Nashnya,   padahal
keduanya tidak pernah ada, maka berturut-turut
dalam berpuasa tidaklah wajib. Qira’atnya Ibnu
Mas'ud bukanlah Qur'an, sehingga tidak bisa
dijadikan pijakan dalam hukum syara'.
Sementara   Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa 
wajibnya berturut-turut  dalam berpuasa sebagai
kifarat (denda) melanggar sumpah, dikiaskan
kepada  Kifarat Dzihar (‫)كفارة ظهار‬  yaitu berpuasa dua
bulan lamanya secara berturut turut,   sebagaimana
Sabda Allah :( ‫ فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين‬  )   Al Mujadilah :
418
Sedangkan mengenai qira'atnya Ibnu Mas'ud,
walaupun ia merupakan qira'at Syazdzah, tapi
minimal ia diriwayatkan oleh salah seorang sahabat
yang dipandang Tsiqah dan dapat dipercaya. maka
minimal ia bisa dimasukkan dalam hadis Ahad,   yang
bisa  dijadikan hujjah.19

18
Al Qur’an dan terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al-Ma>lik Fahad li Tiba>’at
al-Mus}h}}af, 1418 H),
19
Al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi li Ah}ka>m al-Qur’a>n, (Beirut: Da>r al Kutub al
‘Alamiyah, tt), Vol: 6, 283

9
b. Bacaan  ( ‫طى‬MM‫الت الوس‬MM‫لوات والص‬M‫ ) حافظوا على الص‬ Al Baqarah :
28320 dalam satu bacaan  (qira'at)   yang
diriwayatkan oleh  ditambahkan kata (‫الة العصر‬MMMM‫) وص‬
Bacaan  ini menunjukkan bahwa  yang dimaksud
dengan ‫طى‬MM‫الت الوس‬MM‫ الص‬ adalah Shalat Asar.   inilah qaul
yang dipilih oleh jumhur, disamping adanya bacaan
tersebut Jumhur juga  mendapatkan riwayat dari
hadis yang mendukung pendapat mereka.
D. Kesimpulan

Sebenarnya dalam pembahasan qira>’ah shadhdhah


seprtinya penjelasan sebelumnya yakni bacaan yang tidak sesuai
dengan kaedah dan aturan yang telah berlaku sehingga ulama
yang menekuni dibidangnya terkadang menganggap qira’ah ini
sebagai bacaan yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh
masyarakat pada umumnya berikut pernyataan Imam Nawawi
yakni menurut beliau qira>’at shadhdhah tidak boleh dibaca baik
di dalam maupun di luar sholat karena ia bukan al-Qur’an. Al-
qur’an hanya ditetapkan dengan sanad mutawa>tir, sedangkan
qira>’at shadhdhah tidak mutawatir. Orang yang berpendapat
selain ini adalah salah. Apabila seseorang menyalahi pendapat
ini dan membaca dengan qira’at yang shadh, maka tidak boleh
dibenarkan baik di dalam maupun diluar sholat. Para fuqaha
Baghdad sepakat bahwa orang yang membaca al-qur’an dengan
qira’at yang shadh harus disuruh bertaubat. Ibnu Abdil Barr
menukilkan ijma’ kaum muslimin tentang al-Qur’an yang tidak
boleh dibaca dengan qira’at yang shadh, tidak sah shalat
dibelakang orang yang membaca al-Qur’an dengan qira’at-
qira’at yang shadh itu.

20
Al Qur’an dan terjemahnya…...surat al-Baqarah 283

10
Namun secara kebahasaan qira>’ah shadh ini tidak
menyimpang dari makna sesungguhnya hanya saja pengalihan
bahasa serta derivasinya yang tidak sesuai dengan standar
mushaf uthmani yang menjadi acuan atau pedoman sebuah
bacaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bukhâri (Al), Shahîh al-Bukhâri, Kitab Fadhâ’il Alqur’ân Bab Qaul


al-Muqri’ Hasbuka, Juz 6,h.113. Maktabah al-Syâmilah,
Hakim (Al), Abdu ibn Muhammad al-Hâdiy. t.th. al-Qirâ’ât
Alqur’âniyyah Târikhuhậ Tsubửtuhâ,Hujjiyyatuhâ wa
Ahkậmuha. Riyâdh: Dâr al-Gharb al-Islâmiy.
Hasan (Al), Abu Ahmad ibn Fâris ibn Zakariya, Mu’jam Maqâyis
al-Lughah,

Hasanuddin, AF. 1995. Perbedaan Qira’ah dan Pengaruhnya


Terhadap Istinbath Hukum Dalam al-Qur'an. Jakarta : Raja
Grafindo.

Mandzửr, Ibnu. Tth. Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr al-Fikr.


Qur’an (Al) dan terjemahnya. 1418 H. Madinah: Mujamma’ al-
Ma>lik Fahad li Tiba>’at al-Mus}h}}af.

11
Qurt}ubi (Al)>. Tt. al-Ja>mi li Ah}ka>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r
al Kutub al ‘Alamiyah.
Qatta>n (Al), Manna>’ Khali>l. 2002. Studi Ilmu-Ilmu al Qur’a>n.
Dialihbahasakan oleh Drs. Muzakkir As. Jakarta: Halim
Jaya.

12

Anda mungkin juga menyukai