Anda di halaman 1dari 11

DAKHIL RA’YI MU’TAZILAH

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah


TAFSIR DAKHIL

Disusun oleh :
KHOFIFAH PUTRI HANDAYANI
NIM. 2020190340008
Dosen Pengampu :
PROF.M. ROEM ROWI,M.A

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AKBAR
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga pemakalah
dapat menyelesaikan makalah tentang “Tafsir Dakhil Ra’yi Mu’tazilah” dengan baik meskipun masih
banyak kekirangan didalamnya dan pemakalah ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. M. Roem
Rowi, MA. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.

Pemakalah sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat dalam memberikan
pelajaran tentang upaya pelestarian lingkungan hidup. Namun dalam pembuatan makalah ini tentu
saja masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Demikian yang dapat pemakalah sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Pemakalah yakin dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Saran dan kritik
dari pembaca sangat pemakalah butuhkan untuk memperbaiki makalah ini nantinya.

Sidoarjo,20 Desember 2022


Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………


Error: Reference source not found

DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….Error:
Reference source not found

BAB I

……………………………………………………………………………………………………………………………..Error:
Reference source not found

A. Latar Belakang
……………………………………………………………………………………………………….Error: Reference
source not found

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………………………………….1

C. Tujuan Masalah …………………………………………………………………………………………………………1

BAB II ……………………………………………………………………………………...2

TAFSIR DAKHIL RA’YI MU’TAZILAH……………………………………………….2

A. Latar Belakang Tafsir Mu’tazilah …………………………………………………………………………………


Error: Reference source not found

B. Metode Penafsiran Tafsir Mu’tazilah…………………………………………………...4

C. Contoh contoh penafsiran dakhil mu’tazilah dalam al qur an…………………………….4

BAB III ………………………………………………………………………………………………………………….6

PENUTUP …………………………………………………………………………………………………………………………….7

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam sejarah aliran mu'tazilah lahir pada tahun 120 H, pada abad permulaan kedua
hijriyah di kota Basrah dan mampu bertahan sampai sekarang, aliran ini telah muncul pada
pertengahan abad pertama hijriyah yakni di istilahkan pada para sahabat yang memisahkan
diri atau bersikap netral dalam peristiwa politik yakni peristiwa meletusnya perang jamal dan
perang sifik,yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam
konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah,
Munculnya aliran mu’tazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran khawarij dan
aliran murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar karena pendiriannya wasihil
bin atha' tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, hasan al-basihiri. Dalam
perkembangan selanjutnya ,nama ini kemudian disetujui oleh pengikut mu'tazilah dan
digunakan sebagai nama dari aliran teologi mereka. Ada beberapa pandangan mereka itu
membaginya dengan beberapa kelompok ada orang yang mengasingkan dan memisahkan
diri. Ada dua pendapat: Pendapat  pertama pemisahan mereka itu lebih di sebabkan karena
masalah politik atau iktizal dimana golongan mereka menamakan diri dengan mu'tazilah
ketika Hasan bin Ali membaiat muawiyah dan menyerahkan jabatan kholifah kepadanya.
Mereka mengasingkan diri dari hasan,muawiyah dan semua orang. Mereka menetap dirumah-
rumah dan masjid-masjid mereka berkata "kami bergelut dengan ilmu dan ibadah". Pendapat
kedua pemisahan mereka lebih disebabkan karena perdebatan (i'tizal kalami) mengenai
hukum pelaku dosa besar antara imam hasan al-basri dengan washil bin atha' yang bidup
pada masa pemerintahan hisyam bin abdil malik al-whomawy.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang munculnya tafsir mu’tazilah?
2. Bagaimana metode penafsiran tafsir mu’tazilah?
3. Bagaimana contoh penafsiran dakhil mu’tazilah dalam al qur an?

C. TUJUAN
1. Mengetahui latar belakang munculnya tafsir mu’tazilah
2. Mengetahui metode penafsiran tafsir mu’tazilah
3. Mengetahui contoh penafsiran dakhil mu’tazilah dalam al qur an

1
BAB II
TAFSIR DAKHIL RA’YI MU’TAZILAH

A. Latar Belakang Munculnya Mu’tazilah


Secara bahasa kata muktazilah berasal dari kata azala- ya’tazilu ‘azlan yang artinya
menyingkir atau memisahkan. Dan dalam istilah, Muktazilah berarti sebuah sekte sempalan
yang mempunyai lima pokok keyakinan (Al-Ushul Al-Khamsah) meyakini dirinya merupakan
kelompok moderat di antara dua kelompok ekstrim yaitu murji’ah yang menganggap pelaku
dosa besar tetap sempurna imannya, dan khawarij menganggap pelaku dosa besar telah kafir.
Aliran ini berkembang pada masa Umayyah sampai kepada pemerintahan Abasiah,
pelopor firqah ini adalah Wasil bin Atha’ dengan julukan Al-Ghazali yang di lahirkan pada
tahun 80 hijriah, dan meninggal pada tahun 131 hijriah, pada masa khilafah Hisyam bin
Abdul Malik. Imam  Hasan al-Bashri memiliki majelis pengajian di masjid Basrah. Pada
suatu hari seorang laki-laki masuk ke dalam pengajian Imam Hasan Al-Basri dan bertanya
“wahai imam di zaman kita ini telah timbul kelompok yang mengkafirkan para pelaku dosa
besar yaitu kelompok wahidiah Khawarij. Dan juga timbul kelompok lain yang mengatakan
maksiat tidak membahayakan iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat sama sekali bila
bersama kekafiran,yaitu kelompok murji’ah. Bagaimana sikap kita? Imam Hasan Al-Basri
terdiam memikirkan jawabannya,saat itulah murid beliau yang bernama Wasil bin Atha
menyela “saya tidak mengatakan pelaku dosa besar itu mu’min secara mutlaq dan tidak pula
kafir,namun dia berada di satu posisi di
antara dua posisi tidak mu’min dan tidak kafir” jawaban ini tidak sesuai dengan Al-Qur’an
dan As-Sunah yang menyatakan pelaku dosa besar tetap mu’min namun imanya
berkurang.Tentu saja Hasan Al-Basri membantah pendapat Atha’ yang tanpa dalil itu.
Kemudian Wasil pergi menyendiri di sudut masjid , maka Imam Hasan Al-Basri berkata “ia
telah memisahkan diri dari kita “sejak saat itu dia dan orang-orang yang mengkutinya disebut
Mu’tazilah.1
Kaum Mu'tazilah juga dijuluki kaum Qadariyah, karena mereka menyandarkan semua
perbuatan manusia kepada kemampuannya sendiri dan mengingkari peranan qadar di
dalamnya. Juga mereka dijuluki sebagai kaum Mu'aththilah, penganut paham yang
mengingkari adanya sifat-sifat Allah, karena mereka berkata: "Kami menghendaki sifat-sifat
ma'any". Mereka mengatakan bahwa Allah mengetahui dengan dzat-Nya sendiri (yakni tanpa
perantaraan sifat-sifat-Nya). Benih pertama kaum Mu'tazilah tumbuh di Bashrah, di masa
pemerintahan Dinasti Umayyah, dan menyebar dengan cepat di Irak, dan mencapai puncak
kejayaannya di masa kekhalifahan Abbasiyah. Mereka memiliki dua sekolah, satu di Bashrah,
yang dipimpin sendiri oleh Washil bin Atha, yang lain di Baghdad dipimpin oleh Imam
Bisyir bin Mu'tamir. Aliran Mu'tazilah mempunyai lima prinsip yaitu:

1. Tauhid. Kata tauhid (‫)التوحيد‬berarti mengesakan, maksudnya disini adalah mengesakan


Allah. Pada intinya, tauhid yang diketengahkan oleh Mu’tazilah membicarakan
tentang kemaha esaan Allah, yakni bahwa Allah adalah Esa dan Tunggal, tidak ada
Tuhan selain Dia, dan tidak ada sekutu bagiNya. Akan tetapi, disamping itu mereka
tambahkan dengan mengemukakan penolakan hal-hal yang dapat membawa kepada

1
Prof. Shalih Gharamullah al-Ghamidi, al-Masail al-I’tizaliyah fi at-Tafsir al-Kasyaf li az-Zamakhsyari,
(Riyadh, Daar al-Andalus, 1422 H), cet II, hal. 19

2
3

paham adanya sesuatu selain Allah yang serupa denganNya. Bagi mereka, satu-
satunya yang qadim adalah Tuhan, maka mereka menafikan adanya sifat bagi Tuhan,
karena pengakuan terhadap adanya zat bagi Tuhan menyebabkan berbilangnya yang
qadim (‫)تعدد القدماء‬. Ini adalah inti akidah madzhab mereka, yang berdasarkan inti ini
mereka membangun keyakinan tentang mustahilnya melihat Allah di akhirat nanti,
dan bahwa al-Qur'an adalah makhluk (diciptakan oleh-Nya).

2. Keadilan ‫العدل‬. Maksudnya disini ialah keadilan Tuhan. Menurut kaum Mu’tazilah
yang dimaksud Tuhan itu adil adalah bahwa perbuatan Tuhan semuanya baik dan
Tuhan tidak melakukan yang jelek, serta tidak melupakan apa yang menjadi
kewajibanNya. Berdasarkan prinsip ini mereka membina keyakinan bahwa Allah
bukanlah yang menciptakan semua makhluk yang ada di alam ini. Dia juga tidak
berkuasa atas seluruh makhluk itu. Bahkan menurut pendapat mereka, semua
perbuatan manusia tidaklah diciptakan oleh Allah SWT, dan bahwa Allah SWT itu
tidak menghendaki apa pun juga kecuali apa yang telah diperintahkanNya secara
syari'at

3. Al-wa'd wal-wa'id (‫د و الوعيد‬TT‫)الوع‬. Berarti janji dan ancaman. Artinya, menurut
keyakinan mereka, Allah SWT akan memberikan balasan kepada orang yang
melakukan kebaikan dan hukuman bagi orang yang melakukan perbuatan yang buruk,
bahwa Allah SWT berkewajiban memberi pahala kepada orang yang taat dan
menyiksa orang yang melakukan dosa besar. Dia tidak boleh mengampuni pelaku
dosa-dosa besar, jika dia mati sebelum bertaubat. Pemberian balasan pahala dan siksa
bersifat wajib bagi Allah SWT.

4. Posisi di antara dua posisi (‫تين‬TT‫ة بين المنزل‬TT‫)المنزل‬. Arti ungkapan ini telah kami
terangkan ketika membicarakan perbedaan antara Washil bin Atha dengan Imam
Hasan al-Bashri.

5. Amar ma'ruf nahyi munkar(‫المعروف و النهي عن المنكر‬TT‫ر ب‬TT‫)األم‬. Dalam memastikan


terlaksananya prinsip ini, mereka bertindak berlebih-lebihan dan berselisih pandangan
dengan mayoritas (jumhur) umat. Mereka mengatakan bahwa amar ma'ruf dan nahyi
munkar itu dilakukan dengan hati saja bila itu cukup; jika tidak cukup, maka dengan
lisan; dan jika dengan lisan saja juga tidak cukup (yakni, tidak memberikan hasil)
maka dengan tangan. Dan jika dengan tangan juga tidak cukup, maka prinsip tersebut
haruslah dilaksanakan dengan senjata. Dan dalam hal ini mereka tidak pandang bulu
antara penguasa dengan rakyat biasa.
Inilah lima prinsip yang telah disepakati oleh para ulama Mu'tazilah dan para pendukung
madzhabnya. Maka barangsiapa yang tidak berpegang pada lima prinsip tersebut, dia
bukanlah seorang Mu'tazilah.
4

B. METODE PENAFSIRAN TAFSIR MU’TAZILAH


Penafsiran atas al-Qur’an dan metode yang mereka tempuh serta kitab-kitab tafsir mereka
yang terpenting. Dalam membangun madzhabnya, kaum Mu'tazilah telah menegakkan
prinsip mereka yang lima, yaitu: tauhid, keadilan Ilahi, al-wa'd wal-wa'id, al-manzilah baynal
manzilatayn, dan amar ma'ruf nahi munkar. Mereka meletakkan kaidah-kaidah tersebut
terlebih dahulu, kemudian di atasnya mereka membangun madzhab i'tizal mereka itu,
kemudian setelah itu mereka berusaha untuk menundukkan ayat-ayat al-Qur'an, dan
merumuskan daripadanya dalil-dalil yang menguatkan kelima prinsip mereka itu. Metode
yang mereka tempuh ini jelas bertentangan dengan metode madzhab Ahlus Sunnah wal-
Jamaah. Mereka berusaha sekuat tenaga menggunakan akal pikiran mereka untuk
menyelaraskan al-Qur'an dengan dasar-dasar pemikiran madzhab mereka. Sedangkan para
ulama Ahlus Sunnah wal-Jamaah dalam penafsirannya hanya mencakupkan diri dengan
kutipan-kutipan dan para sahabat dan tabi'in. Mereka hanya menggunakan ijtihad dalam
perkara-perkara yang tidak ada nash mengenainya, tanpa mengikuti dorongan hawa nafsu
ataupun pengadaadaan.
C. CONTOH PENAFSIRAN MU’TAZILAH
Contoh dari penafsiran Imam az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf. Sebagai tokoh
Mu’tazilah yang benar-benar menguasai Bahasa Arab dan balaghah, beliau sering
mengggunakan keahliannya itu untuk membela alirannya. Jika menemukan dalam al-Qur’an
suatu lafaz yang lahirnya tidak sesuai dengan pendapat Mu’tazilah, ia berusaha dengan
segenap kemampuannya untuk membatalkan makna lahir dan menetapkan makna lainnya
yang terdapat dalam bahasa. Misalnya ketika ia menafsirkan QS al-Qiyamah:22-23 sebagai
berikut:
‫وجوه يومئذ ناضرة إيل رهبا ناظرة‬

Artinya:Wajah-wajah orang mu’min pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya lah mereka
melihat. Az-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir kata ‫( ناظرة‬melihat), sebab menurut
Mu’tazilah Allah SWT tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, kata ‫ ناظرة‬diartikan dengan ‫الرجاء‬
(menunggu, mengharapkan). Az-Zamakhsyari juga memperlihatkan keberpihakannya pada
Mu’tazilah dan membelanya secara gigih, dengan menarik ayat mutasyabihat pada
muhkamat. Oleh karena itu, ketika ia menemukan suatu ayat yang pada lahirnya bertentangan
dengan prinsip Mu’tazilah, ia akan mencari jalan keluar dengan cara mengumpulkan
beberapa ayat, kemudian mengklasifikasikannya pada ayat muhkamat dan mutasyabihat.
Ayat-ayat yang sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan ke dalam ayat muhkamat,
sedangkan ayat-ayat yang tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah, dikelompokkan ke dalam
ayat mutasyabihat, kemudian ditakwilkan agar sesuai dengan prinsip-prinsip Mu’tazilah.
Misalnya ketika menafsirkan surah al-An’am: 103

‫ال تدركه األبصار و هو يدرك األبصار‬


5

Artinya:Dia tidak dapat dicapai dengan penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala yangkelihatan.

Demikian pula surah al-Qiyamah: 22-23

‫وجوه يومئذ ناضرة إيل رهبا ناظرة‬

Wajah-wajah orang mu’min pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya lah mereka melihat.

Ayat 103 surah al-An’am dikelompokkan dalam ayat muhkamat, karena maknanya sesuai
dengan paham Mu’tazilah, sedangkan surah al-Qiyamah: 22-23 dikelompokkan ke dalam
ayat mutasyabihat, karena makna ayat tersebut tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah.

CONTOH QS.Al-An’am: 158

“Pada hari datangnya beberapa ayat dari Tuhan tidaklah bermanfaat lagi imam seseorang
seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum)
mengusahakan kebaikan dalam masa imannya”
Zamakhsyari berpendapat bahwa orang kafir dan orang yang melakukan maksiat sama
saja mereka itu kekal di dalam neraka. Bersinggungan erat dengan janji dan ancaman. Maka
Mu’tazilah menolak adanya ayat-ayat yang berbicara tentang Syafa’at (pengampunan pada
hari kiamat). Argumen yang dibawanya adalah bahwa syafa’at merupkan hal yang
berlawanan dengan prinsip al-Wa’ad wa al-Wa’id.2

2
Prof. Shalih Gharamullah al-Ghamidi, al-Masail al-I’tizaliyah fi at-Tafsir al-Kasyaf li az-Zamakhsyari,
(Riyadh, Daar al-Andalus, 1422 H), cet II, hal 44 dan Al-Kasysyaaf ‘An Haqaa’iq at-Tanziil Wa ‘Uyuun al-
Aqaawiil Fii Wujuuh at-Ta’wiil, juz. IV, hal. 825
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
1. Muktazilah berarti sebuah sekte sempalan yang mempunyai lima pokok keyakinan (Al-Ushul
Al-Khamsah) meyakini dirinya merupakan kelompok moderat di antara dua kelompok
ekstrim yaitu murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sempurna imannya, dan
khawarij menganggap pelaku dosa besar telah kafir
2. Metode yang digunakan kaum Mu'tazilah yaitu menegakkan prinsip (Al-Ushul Al-
Khamsah),yaitu: tauhid, keadilan Ilahi, al-wa'd wal-wa'id, al-manzilah baynal
manzilatayn, dan amar ma'ruf nahi munkar. Mereka meletakkan kaidah-kaidah
tersebut terlebih dahulu, kemudian di atasnya mereka membangun madzhab i'tizal
mereka itu, kemudian mereka berusaha untuk menundukkan ayat-ayat al-Qur'an, dan
merumuskan dalil-dalil yang menguatkan kelima prinsip tersebut.
3. Contoh dakhil penafsiran mu’tazilah dalam al qur an

6
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzahabi , Dr. Muhammad Husein, at-Tafsir wal Mufassirun, Beirut: Darul
Fikri,1976.
Al-Razi, Muhammad ibn Umar ibn al-Husain al-Fakhru, Mafatihul Ghaib Mina
Qur'anil Karim, Beirut: Daru Ihya at-Turats al-Islami, Juz 6,
Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf 'an Haqaiq at-Tanzil wa 'Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta'wil,
tkt, Intisyarat Aftab,
Faudah, Dr. Mahmud Basuni, Tafsir-Tafsir al-Qur'an, Perkenalan Dengan Metodologi
Tafsir, terj. Mochtar Zoerni dan Abdul Qadir Hamid, Bandung: Pustaka, 1987

Hadariansyah, Dr. Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam,


Banjarmasin: Antasari Press, 2008.
http://hambawang.blogspot.com/2009/06/metode-tafsir-mutazilah.html
Prof. Shalih Gharamullah al-Ghamidi, al-Masail al-I’tizaliyah fi at-Tafsir al-Kasyaf li
az-Zamakhsyari, (Riyadh, Daar al-Andalus, 1422 H), cet II, hal 44 dan Al-Kasysyaaf ‘An
Haqaa’iq at-Tanziil Wa ‘Uyuun al-Asqaawiil Fii Wujuuh at-Ta’wiil, juz. IV, hal. 825

Anda mungkin juga menyukai