Anda di halaman 1dari 16

MADZHAB TAFSIR MU’TAZILAH

Makalah ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Madzahib al-Tafsir

Disusun oleh:

Kelompok 5 :

Naeli Rohmah (21211720)

Nur Hasanah Sa’diah (21211738)

Raisatun Nissa (21211846)

Dosen Pengampu:

Mayada Hanawi, M.Ag.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QU’RAN (IIQ)

JAKARTA

2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT sebab nikmat dan rahmat karuniaNya kami
“Kelompok 5 Materi Madzhab Tafsir Mu’tazilah”. Shalawat serta salam tak lupa kita
junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW karena membawa umatnya dari zaman jahiliyyah
menuju zaman keilmuan hingga masa kini.

Kami juga memohon banyak terimakasih kepada Ibu Mayadah Hannawi, MA selaku
Dosen Pengampu mata kuliah ini, yang telah membimbing dan memotivasi dalam kepenulisan
makalah ini. Dan juga terimakasih kepada pembaca yang menyempatkan waktunya , semoga
kata demi kata dalam makalah ini dapat menjadi amal jariyah dann ilmu berkah lagi bermanfaat
untuk semua.

Penutup, mohon maaf apabila terdapat banyak kekeliruan kata maun informasi yang
menyebabkan kesalahan dalam kepenulisan ini. Kami sangat terbuka lebar dalam segala kritik
dan sarannya.

Tangerang, 20 Februari 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI KATA

PENGANTAR ......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Tafsir Madzhab Muktazilah ............................................................................. 6
B. Latar Belakang dan Sejarah Tafsir Madzhab Muktazilah ............................................. 7
C. Karakteristik Tafsir Madzhab Muktazilah .................................................................... 8
D. Contoh Karya Mufassir “Tafsir Madzhab Muktazilah”............................................... 11
E. Kurangan dan Kelebihan Tafsir Muktazilah ............................................................... 12
F. Contoh Penafsiran Madzhab Muktazilah……………………………………………..12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................................. 15
B. Saran ............................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kalam Allah menyebut dirinya sebagai petunjuk bagi manusia dan
memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Dengan fungsinya petunjuk bagi manusia, maka
umat Islam dari generasi ke generasi berusaha untuk memahami isi kandungan alquran dan
menyampaikan kembali hasil-hasil pemahaman tersebut dalam berbagai karya tafsir bertujuan
agar dijadikan bahan referensi bagi umat Islam sekaligus dalam upaya menjadikan al-quran
sebagai petunjuk dalam kehidupannya.
Munculnya perbedaan tersebut tidak bisa dilepaskan dari perbedaan yang terjadi antara
realitas zaman Rasul dengan zaman sesudahnya. Kebutuhan untuk menafsirkan teks–teks suci
makin urgen. Hal itulah yang menjadi salah satu pendorong munculnya para penafsir sebagai
penyampai pesan Tuhan untuk memberikan kemaslahatan bagi umat.
Munculnya para penafsir tersebut pada satu sisi mampu memberikan petunjuk bagi
Umat, akan tetapi disisilain juga membawa keresahan umat. Tidak sedikit terjadi fitnah,
pengkafiran, penyiksaan dan sebagainya disebabkan perbedaan penafsiran. Fanatisme terhadap
kelompok dengan penafsiran tertentu yang diyakini benar makin merajalela. Sehingga
munculah madzhab-madzhab dalam berbagai bidang seperti madzhab Kalam dan madzhab
fiqih yang pada intinya semua madzhab tersebut sangat berkaitan erat dengan penafsiran.
Artinya, pada madzhab-madzhab tersebut terdapat akar perbedaan pada metode atau paradigma
penafsiran teks suci.
Salah satu madzhab yang dulu pernah Berjaya dizamannya adalah Mu’tazilah.
Mu’tazilah merupakan madzhab rasionalis yang terkesan unik ketika dikaitkan dengan metode
tafsirnya. Keunikan tersebut menurut hemat kami (penulis) terletak pada corak ra’yi yang pada
masanya dianggap controfersial. Meskipun menuai kontroversi mereka tetap mengembangkan
pemikirannya tersebut sehingga memunculkan karya-karya yang bercorak khas mereka.
Adapun mengenai penjelasan lebih lanjut tentang tafsir Mu’tazilah kami akan mencoba
memaparkannya pada makalah ini.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi tafsir mu’tazilah?
2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Tafsir Mu’tazilah?
3. Karakteristik seperti apa Tafsir Mu’tazilah itu ?

4
4. Apa contoh karya dalam penafsiran Mu’tazilah?
5. Apa kelebihan dan Kekurangan Tafsir Muktazilah?
6. Bagaimana contoh penafsiran Mu’tazilah ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui definisi tafsir mu’tazilah.
2. Untuk mengetahui sejarah lahirnya tafsir mu’tazilah.
3. Untuk mengetahui karakteristik tafsir Mu’tazilah.
4. Untuk mengetahui contoh karya penafsiran Mu’tazilah.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan Kekurangan penafsiran Mu’tazilah.
6. Mengetahui bentuk langsung Tafsir Mu’tazilah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir Mu’tazilah

Secara etimologi, Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan
kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri. Dalam al-quran, kata-kata ini
diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al
syai-i (menjauhi sesuatu) seperti dalam Q.S al-Nisa [4] :90

‫اّللُ لَ ُك ْم َعلَْي ِه ْم َسبِْي ًل‬ َّ ‫ف ََاِ ِن ْاعتَ َزلُْوُك ْم فَلَ ْم يُ َقاتِلُ ْوُك ْم َواَلْ َق ْوا اِلَْي ُك ُم‬
ٰ‫السلَ َم ۙ فَ َما َج َع َل ه‬

Artinya : Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta
mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk
melawan dan membunuh) mereka.”
Secara terminologi sebagian ulama mendefenisikan Mu’tazilah sebagai satu kelompok
dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan
hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Washil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman
Al Hasan Al-Bashri. Aliran ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun
105-110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah
Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-
Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal.1

Munculnya aliran Mu’tazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij
dan aliran Murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij,
orang mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah
menjadi kafir. Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa
besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontroversial ini,
Wasil bin Atha' yang ketika itu menjadi murid Hasan Al-Basri, seorang ulama terkenal di
Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar
menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga
dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya
lebih ringan dari siksaan orang kafir. Sebenarnya, kelompok Mu’tazilah ini telah muncul pada

1
Ahmad Zabidi. METODE, CORAK DAN PENDEKATAN MUKTAZILAH DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN, JURNAL
ILMIAH FALSAFAH Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan Humaniora Vol. 6 No. 1 Juni 2020

6
pertengahan abad pertama Hijrah yakni diistilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri
atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya Perang
Jamal dan Perang Siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat
dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Sedangkan pada abad kedua Hijrah, Mu’tazilah muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.
Dan secara teknis, istilah Mu’tazilah ini menunjukkan pada dua golongan.2

B. Latar belakang Dan Sejarah Lahirnya Tafsir Mu’tazilah

Mu’tazilah adalah aliran teologi rasionalis yang didirikan oleh wasil bin Ata’. Yaitu aliran
dalam islam yang mendahulukan akal daripada Nash (Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw).
Mu’tazilah lahir pada masa bani Umayyah berkuasa, yang aktivitasnya menonjol pada masa
pemerintahan Hisyam dan pengganti-penggantinya (723-748M). para khalifah Abbasiah
seperti almakmum dan al-mu’tashim yang telah menjadikan mu’tazilah sebagai mazhab resmi
Negara.

Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa Allah swt. tidak menentukan pekerjaan manusia,
melainkan manusia itu sendirilah yang menentukannya karena itulah mereka diberi pahala atau
siksa/dosa sebagai bukti atas keadilan Allah Swt. Mu’tazilah dikenal mempunyai aliran
pemikiran yang special, dimana argumentasinya lebih berlandaskan kepada akal.

Hal ini tampak ketika mereka menulis buku dalam bidang tafsir maupun tauhid. Salah satu
figure yang membuktikan demikian adalah Al-Qadhi abdul Jabbar beliau menulis buku dengan
pengaruh yang sangat besar terhadap aliran mu’tazilah, seperti dalam kitabnya yang besar
berjudul Al-Mugni. Kitab ini telah ditahqiq oleh para pemuka ulama mu’tazilah. Tokoh
mu’tazilah seperti al-Qadi Abdul Jabbar telah menemukan orang-orang yang sangat menarik
pemikirannya, lalu dia menulis lagi buku lain dengan judul Al-uhsul al-Kamsah dan kitab
Tanzihul Qur’an ‘anil Matha’in.

Pada dasarnya kaum Mu’tazilah menggunakan manhaj tafsir Bil ma’tsur dan manhaj tafsir
Bil Ra’yi. Hal ini dapat dilihat pada berbagai aspek yang dikaji berdasarkan ayat-ayat Al-
Qur’an yang menjadi sumber pijakan dalam berbagai permasalahan terutama yang menyangkut

2
Ahmad Zabidi. METODE, CORAK DAN PENDEKATAN MUKTAZILAH DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN, JURNAL
ILMIAH FALSAFAH Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan HumanioraVol. 6 No. 1 Juni 2020

7
masalah teologi. Hal ini dapat dilihat ketika kaum Mu’tazilah menafsirkan salah satu ayat
dalam Al-Qur’an kemudian ditafsirkan dengan menggunakan ayat Al-Qur’an. Muta’zilah
cenderung membuang hadits Nabi atau Qawl al-shahabah tentang pemahaman ayat-ayat Al-
Qur’an bila mereka menganggapnya tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Mereka
mengunggulkan rasionalitas sampai pada tingkat tidak memberikan toleransi sedikitpun
terhadap mu’jizat. Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an menyebutkan tentang kisah pembakaran
Nabi Ibrahim oleh orang-orang Kaldan, mu’tazilah menyatakan bahwa Ibrahim as tidak
terbakar karena beliau mengolesi sekujur tubuhnya dengan bahan kimia yang mampu menolak
api. Kemudian dalam pemikiran tafsirnya, Mu’tazilah sangat terpengaruh dengan ideologinya
(al-usul al-khamsah) yaitu, tauhid, keadilan Tuhan, janji dan ancaman, tempat diantara dua
tempat, dan amar bi-al ma’ruf wa nahi ‘an al-munkar.3

C. Karakteristik Tafsir Mu’tazilah

Tafsir Mu’tazilah adalah segala hal yang berkaitan dengan penafsiran Al-Qur’an yang
dilakukan oleh para pengikut aliran Mu’tazilah. Jadi term disini bukan berarti tafsir sebagai
produk penafsiran, akan tetapi lebih kepada segi metodologinya. Selanjutnya, hal mendasar
yang menjadi prinsip penafsiran Mu’tazilah adalah pandangan mereka terhadap wahyu. Harun
Nasution mengatakan bahwa, Mu’tazilah memandang turunnya wahyu dari Tuhan kepada
manusia memiliki dua fungsi, yaitu fungsi konfirmasi dan informasi.

Pertama fungsi konfirmasi. Fungsi ini mengandung pemahaman bahwa wahyu Al-
Qur’an turun berfungsi untuk memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal. Bagi Mu’tazilah,
akal manusia pada dasarnya mampu mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan jahat, dan
mengetahui kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang jahat. Pengetahuan-
pengetahuan tersebut juga bisa ditemukan pada Al-Qur’an. Dengan kata lain pengetahuan-
pengetahuan akal tersebut dikonfirmasi oleh Al-Qur’an.

Kedua fungsi informasi. Menurut Abd al-Jabar, sebagaimana telah di kutip oleh Harun
Nasution bahwa pada kenyatannya akal tidak dapat mengetahui semua yang baik. Begitu juga
akal hanya dapat mengetahui kewajiban-kewajiban garis besarnya saja, tetapi tidak sanggup

3
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah (2016) Vol 11, No 1

8
mengetahui perinciannya, baik mengenai hidup diakhirat nanti, maupun mengenai hidup
manusia didunia. Makadari itu dibutuhkan wahyu untuk menyempurnakan akal tersebut.

Dari penjelasa diatas dapat diambil bahwa pemahaman tafsir Mu’tazilah lebih cenderung
memilih epistemology burhani, akan tetapi tidak menafikan epistemology bayani.

Dalam membentuk visinya, Mu’tazilah merumuskan beberapa tesis yang dijadikan


Ideologi penafsiran. Ideologi tersebut disusun dengan bentuk theology yang berasaskan
rasionalisme yang kuat. Meskipun demikian Ideologi teologis ini juga tidak terlepas dari
penafsiran mereka terhadap Al-Qur’an itu sendiri.

Kemudian Mu’tazilah memiliki lima prinsip dasar (al-ushul al-Khamsah). Lima dasar
tersebutlah yang menjadi Ideologi pemikiran kaum Mu’tazilah. Tidak terkecuali dalam
menafsirkan Al-Qur’an mereka juga berpijak pada lima prinsip dasar itu. Terkait hal ini
Hambawang menjelaskan, “Mereka (Mu’tazilah) meletakkan kaidah-kaidah tersebut terlebih
dahulu, kemudian di atasnya mereka membangun madzhab i’tizal mereka itu, kemudian
setelah itu mereka berusaha untuk menundukkan ayat-ayat Al-Qur’an, dan merumuskan dali-
dalil yang mengutkan kelima prinsip mereka itu,”

Dari uraian tersebut jelaslah Mu’tazilah merupakan kelompok rasionalis yang liberal. Jika
dilihat dari argument-argumennya tentang lima prinsip tersebut, akan terlihat
kecenderungannya memenangkan akal daripada al-Qur’an secara tekstual. Adapun kelima
prinsip tersebut adalah :

1. Keesaan Tuhan (tauhid).


Bagi Mu’tazilah, keesaan Allah sudah final. Mereka berpandangan bahwa sifat-sifat
Allah adalah tidak lain dari hakikatnya sendiri. Orang yang percaya bahwa sifat-sifat
Allah itu terpisah dari hakikat-Nya dan berdiri sendiri, tentunya percaya akan
“kemajemukan” ajaran monoteisme. Makadari itu keesaan Allah berarti tidak ada yang
kekal dan qadim selain Allah. Konsep tauhid Mu’tazilah tersebut sangat berpengaruh
pada pandangannya terhadap Al-Qur’an. Menurutnya Al-Qur’an adalah makhluk Allah
bukan Kalam Allah. Hal itu dikarenakan jika Al-Qur’an merupakan Kalam Allah, maka
Al-Qur’an bersifat qadim. Mustahil bagi Mu’tazilah apabila dua keqadiman yaitu Allah
dan Kalamnya (Al-Qur’an). Jelas itu menyalahi konsep monoteismenya.

9
2. Keadilan Tuhan (al-adl).
Tafsiran Mu’tazilah mengenai pengertian keadilan adalah bahwa Allah swt. wajib
berbuat adil dan mustahil jika tidak adil. Allah harus mengganjar orang yang benar dan
menghukum orang yang salah. Mustahil di hari kiamat orang akan lolos dari hukuman
dan orang yang benar tidak memperoleh pahala. Allah swt. tidak adil jika berbuat
demikian.

3. Janji dan ancaman (al-waad wa al-Wa’id)

Janji dan ancaman ini merupakan salah satu konsekuensi dari pemahaman Keadilan
Tuhan di atas. Allah pasti menepati janji dengan memberikan surga kepada yang
berbuat baik dan pasti juga mewujudkan ancamannya dengan memberikan neraka
kepada pelaku dosa.

4. Tempat diantara dua tempat (manzilah baina manzilatain).

Posisi ini sering dikaitkan dengan orang yang fasiq (yaitu orang yang berbuat dosa besar
misalnya saja seperti minum-minuman keras, pezina, pedusta, dan sebagainya)
bukanlah orang beriman dan bukan pula orang kafir. Dengan demikian, fasiq
merupakan diantara iman dan kafir.

5. Menganjurkan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran (Amar ma’ruf


nahi munkar).

Pandangan Mu’tazilah mengenai kewajiban Islam ini, bahwa syari’at bukanlah satu-
satunya jalan untuk mengidentifikasi mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Akal
manusia, setidak-tidaknya sebagian dapat mengidentifikasikan sendiri berbagai jenis
kemakrufan dan kemungkaran.

Dari lima prinsip tersebut dua prinsip yang awal yang menjadi prinsip utama. Kemudian tiga
prinsip yang lain baru berarti karena memberi ciri Mu’tazilah, hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Khairuman, “paham keesaan dan keadilan (al-tauhid dan al-adl).

10
Kelima prinsip tersebutlah yang menjadi tolak ukur penafsiran Mu’tazilah. Sebelum
mengeluarkan produk penafsiran harus diyakini terlebih dahulu bahwa penafsirannya sesuai
dengan lima prinsip tersebut. Meskipun cuma satu saja maka sudah dianggap bukan kelompok
Mu’tazilah.4

D. Contoh Karya Tafsir Mu’tazilah

Sebagaimana telah terpaparkan pada sejarah di atas, bahwasannya Mu’tazilah merupakan


Salah satu sekte Islam yang gemar mengembangkan ilmu pengetahuan. Sekte ini juga gemar
diskusi ilmiyah dan juga berdebat theology. Dari itu tentu, pada zamannya, muncul banyak
pemikir tafsir al-Qur’an. diantara para mufassir Mu’tasilah adalah: Imam Abu Bakr al-
Ashamm, Imam Abu'Ali al-Jabany, Abul Qasim al-Balkhy, Imam Abu Muslim bin Bahr al-
Ashfahany, Imam al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad al-Hamzany, Imam asy-Syarif al-
Murtadha al-'Alim asy-Syi'iy al-'Alawy, Imam Abul Qasim Muhammad bin Umar az-
Zamakhsyari.

Diantara para mufassir Mu’tazilah tersebut banyak karya-karyanya yang tidak bisa kita jumpai
pada masa sekarang.

1. Adapun satu-satunya kitab Tafsr Mu’tazilah utuh satu al-Qu’an yang bisa kita
pegang adalah kitab al-Kasysyaf an Haqa’iq al-Tanzil Uyun al-Aqawi fi Wujuh
al-Ta’wil[19], karya Imam Abul Qasim Muhammad bin Umar az-Zamakhsyari
(w.538 H).
2. [20] Selain itu, Imam al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad al-Hamzany, (w.415 H).
Beliau telah menyusun kitab tafsirnya yang berjudul Tanzihul Qur'an' 'anil
Matha'in. Kitab ini beredar di kalangan ulama, tetapi kandungannya tidak meliputi
keseluruhan isi al-Qur'an.
3. Aḥkamu Al-Qur’an karya Ahmad bin ‘Ali ar-Razi al-Jashosh.

4
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), h, 98-99

11
Tafsir al-Kasysyaf disusun sesuai dengan urutan surah yakni dari al-Fatihah sampai ke an-Nas.
Setiap awal surah dimulai dengan basmallah kecuali surah at-Taubah. Dalam hal materi
tafsirnya, secara garis besar tafsir Mu’tazilah bernuansa akidah karna mereka merupakan salah
satu aliran terbesar dalam ilmu kalam pada masanya. Linguistic (ilmu tata bahasa) juga
menjadi pemandangan yang sering dijumpai di dalam tafsir Mu’tazilah, salah satunya tafsir al-
Kasysyaf ini, Karna imam Zamakhsyari terkenal dengann ilmu bahasa nya.5

E. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Muktazilah

Menurut Imam Ibnu Taimiyah penafsiran Mu’tazilah merupakan ayat Al-Qur’an yang
ditafsirkan oleh golongan yang sangat yakin akan kemampuan akalnya. Penafsiran seperti ini
belum pernah dilakukan oleh Ulama salaf al-sālih. Bahkan imam al-Asy’ari menganggap tafsir
Mu’tazilah adalah tafsir yang sesat dengan alasan dari sisi kesalahan pendapat mereka, dan dari
sisi kesalahan yang mereka lakukan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yakni lebih
cendrung menafsirkan ayat menggunakan akal. Maka dari itu, sebagian ulama’ berpendapat
tafsir mereka termasuk tafsir bi al-Ra’yi, meskipun ada beberapa ayat juga yang mereka
gunakan dengan tafsir bi al-Ma’tsur. Bahkan menurut Muhammad Husain az-Zahabi tafsir
mu’tazilah adalah tafsir yang tercela. Kelebihan tokoh-tokoh Mu’tazilah dalam menafsirkan
menggunakan pendekatan bahasa karena sebagian dari mereka ahli dalam bidang bahasa,
namun terkadang mereka merubah bacaan Al-Qur’an yang riwayatnya sudah mutawatir.6

F. Contoh Penafsiran Madzhab Mu’tazilah

Adapun manfaat paling besar yang diambil Mu’tazilah dari persyaratan mereka dalam
penafsiran al-quran yang sesuai dengan akal mengenai kebenaran-kebenaran agama adalah
perlawanan mereka terhadap konsep-konsep khurafat (mitos) yang bertentangan dengan akal
yang mana hal tersebut telah mapan pengaruhnya dalam agama (Berikut contoh penafsiran
Mu’tazilah diambil dari kitab al-Kasysyaf karya al-Zamaksari.

5
Muhammad Sugianto, Lukmanul Hakim, and Khairunnas jamal, “View of Metode Tafsir Mu’tazilah Terhadap
Ayat-Ayat Aqidah,” Al-Furqon 5, no. 2 (Desember 2022): 187–204.
6
Sugianto, Hakim, and jamal, “View of Metode Tafsir Mu’tazilah Terhadap Ayat-Ayat Aqidah.”

12
‫ك لِّتَ ْع َج َل بِّ ِّه (‪ )16‬إِّ َّن عَلَْي نَا ََجْ َعهح َوقح ْرآنَهح (‪ )17‬فَِّإذَا قَ َرأْ ََنهح فَاتَّبِّ ْع قح ْرآنَهح (‪ )18‬حُثَّ إِّ َّن عَلَْي نَا‬ ‫سانَ َ‬ ‫ِّ ِّ ِّ‬
‫ا حُتَ ِّر ْك به ل َ‬
‫ض َرةٌ (‪ )22‬إِّ ََل َرِّّبَا ََن ِّظ َرةٌ (‪)23‬‬ ‫اجلَةَ (‪ )20‬وتَ َذرو َن ْاْل ِّخرةَ (‪ )21‬وجوهٌ ي ومئِّ ٍذ ََن ِّ‬ ‫ب يانَهح (‪َ )19‬ك ََّّل بل حُِّتبُّو َن ال َْع ِّ‬
‫ح ح َْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ح‬ ‫َْ‬ ‫ََ‬
‫َوحو حجوهٌ يَ ْوَمئِّ ٍذ ََب ِّس َرةٌ (‪ )24‬تَظح ُّن أَ ْن يح ْف َع َل ِّّبَا فَاقِّ َرةٌ (‪)25‬‬

‫الضمري يف { بِِّّه } للقرآن ‪ .‬وكان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا لقن الوحي َنزع جربيل القراءة ‪ ،‬ومل‬
‫يصرب إَل أن يتمها ‪ ،‬مسارعة إَل احلفظ وخوفاً من أن يتفلت منه ‪ ،‬فأمر أبن يستنصت له ملقياً إليه بقلبه‬
‫ومسعه ‪ ،‬حىت يقضى إليه وحيه ‪ُ ،‬ث يقفيه َبلدراسة إَل أن يرسخ فيه ‪ .‬واملعىن ‪ :‬ال ُترك لسانك بقراءة الوحي‬
‫ما دام جربيل صلوات هللا عليه يقرأ { لِّتَ ْع َج َل بِّ ِّه } لتأخذه على عجلة ‪ ،‬ولئَّل يتفلت منك ‪ُ .‬ث علل النهي‬
‫عن العجلة بقوله { إِّ َّن َعلَْي نَا ََجْ َعهح } يف صدرك وإثبات قراءته يف لسانك { فَِّإ َذا قرأَنه } جعل قراءة جربيل‬
‫قراءته ‪ :‬والقرآن القراءة { فاتبع قح ْرءَانَهح } فكن مقفياً له فيه وال تراسله ‪ ،‬وطأمن نفسك أنه ال يبقى غري‬
‫حمفوظ ‪ ،‬فنحن يف ضمان ُتفيظه { حُثَّ إِّ َّن َعلَْي نَا بَيَانَهح } إذا أشكل عليك شيء من معانيه ‪ ،‬كأنه كان يعجل‬
‫يف احلفظ والسؤال عن املعىن َجيعاً ‪ ،‬كما ترى بعض احلراص على العلم؛ وحنوه { َوالَ تَ ْع َج ْل َبلقرءان ِّمن قَ ْب ِّل‬
‫ك َو ْحيحهح } [ طه ‪َ { ، ] 114 :‬كَّلَّ } ردع لرسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن عادة العجلة‬ ‫إَن يقضى إِّل َْي َ‬
‫وإنكار هلا عليه ‪ ،‬وحث على األَنة والتؤدة ‪ ،‬وقد َبلغ يف ذلك إبتباعه قوله ‪ { :‬بَ ْل حُِّتبُّو َن العاجلة } كأنه قال‬
‫‪ :‬بل أنتم اي بين آدم ألنكم خلقتم من عجل وطبعتم عليه تعجلون يف كل شيء ‪ ،‬ومن ُث ُتبون العاجلة {‬
‫ِّ ِّ ِّ‬
‫ك } إَل آخره ‪،‬‬ ‫سانَ َ‬‫َوتَ َذ حرو َن األخرة } وقرىء َبلياء وهو أبلغ فإن قلت ‪ :‬كيف اتصل قوله { ال حُتَ ِّر ْك به ل َ‬
‫بذكر القيامة؟ قلت ‪ :‬اتصاله به من جهة هذا للتخلص منه ‪ ،‬إَل التوبيخ حبب العاجلة ‪ ،‬وترك األهتمام َبْلخرة‬
‫‪ .‬الوجه ‪ :‬عبارة عن اجلملة والناضرة من نضرة النعيم { إَل َرِّّبَا ََن ِّظ َرةٌ } تنظر إَل رّبا خاصة ال تنظر إَل غريه‬
‫ك يَ ْوَمئِّ ٍذ املستقر ( ‪ [ } ) 12‬القيامة ‪{ ، ] 12 :‬‬ ‫‪ ،‬وهذا معىن تقدمي املفعول ‪ ،‬أال ترى إَل قوله ‪ { :‬إَل َربِّ َ‬
‫ك ي ومئِّ ٍذ املساق ( ‪ { ، } ) 30‬إِّ ََل هللا تَ ِّ‬
‫صريح االمور } [ الشورى ‪ { ، ] 53 :‬وإَل هللا املصري } [‬ ‫إَل َربِّ َ َ ْ َ‬
‫آل عمران ‪ { ، ] 28 :‬وإِّل َْي ِّه تحرجعحو َن } [ البقرة ‪َ { ، ] 245 :‬علَْي ِّه تَ وَّكل ح ِّ ِّ‬
‫يب } [ هود ‪] 88 :‬‬ ‫ْت َوإِّل َْيه أحن ح‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َ‬
‫‪ ،‬كيف دل فيها التقدمي على معىن االختصاص ‪ ،‬ومعلوم أهنم ينظرون إَل أشياء ال حييط ّبا احلصر وال تدخل‬
‫ُتت العدد يف حمشر جيتمع فيه اخلَّلئق كلهم ‪ ،‬فإن املؤمنني نظارة ذلك اليوم ألهنم اْلمنون الذين ال خوف‬
‫عليهم وال هم حيزنون ‪ ،‬فاختصاصه بنظرهم إليه لو كان منظوراً إليه ‪ :‬حمال ‪ ،‬فوجب محله على معىن يصح‬
‫معه االختصاص ‪ ،‬والذي يصح معه أن يكون من قول الناس ‪ :‬أَن إَل فَّلن َنظر ما يصنع يب ‪ ،‬تريد معىن‬
‫التوقع والرجاء ‪ .‬ومنه قول القائل‪:‬‬
‫ك ِّم ْن ملك ‪َ ...‬والْبَ ْح حر حدونَ َ‬
‫ك ِّز ْدتَين نِّ َع َما‬ ‫ت إل َْي َ‬
‫َوإذَا نَطَْر ح‬

‫‪13‬‬
‫ومسعت سروية مستجدية مبكة وقت الظهر حني يغلق الناس أبواّبم ‪ ،‬وأيوون إَل مقائلهم ‪ ،‬تقول ‪ :‬عيينيت‬
‫نويظرة إَل هللا وإليكم ‪ ،‬واملعىن ‪ :‬أهنم ال يتوقعون النعمة والكرامة إال من رّبم ‪ ،‬كما كانوا يف الدنيا ال خيشون‬
‫وال يرجون إال إايه ‪ ،‬والباسر ‪ :‬الشديد العبوس ‪ ،‬والباسل ‪ :‬أشد منه ‪ ،‬ولكنه غلب يف الشجاع إذا اشتد‬
‫كلوحه { تَظح ُّن } تتوقع أن يفعل ّبا فعل هو يف شدته وفظاعته { فَاقِّ َرةٌ } داهية تقصم فقار الظهر ‪ ،‬كما‬
‫‪7‬‬
‫توقعت الوجوه الناضرة أن يفعل ّبا كل خري‬

‫‪7‬‬
‫‪http://hasaniadib.blogspot.com/2015/02/tafsir-madzhab-mutazilah.html‬‬

‫‪14‬‬
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan:
1. Mu’tazilah adalah aliran teologi rasionalis yang didirikan oleh wasil bin Ata’. Alran ini muncul
semenjak Wasil memisahkan diri dari majelis Hasan al-Basri dan membentuk majelis sendiri.
Aliran ini sangat menyukai ilmu pengetahuan. Aliran ini terus berkembang sampaia khirnya
dijadikan madzhab resmi dinasti Abasiyah. Akan tetapi pada masa Khalifah al-Mutawakil
aliran ini diceraikan oleh Negara dan semain tersisihkan.
2. Dalam pemikiran tafsirnya, Mu’tazilah sangat terpengaruh dengan ideologinya (al-usul al-
khamsah) yaitu, tauhid, keadilan Tuhan, janji dan ancaman, tempat diantara dua tempat,
dan amar bi-al ma’ruf wa nahi ‘an al-munkar.
3. Diantara kitab-kitab tafsir mu’tazilah banyak yang sudah tidak dapat dideteksi lagi. Namun
yang masih bisa dibaca sampai sekarang yaitu kitab Tafsir Al-Kasysyaf karya al-Zamakhsari
dan Kitab Tanzihul Qur'an' 'anil Matha'in karya Imam al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad al-
Hamzany.

B. Saran
Dengan dituliskannya makalah ini kami berharap:
1. Pembaca memahami materi yang terpaparkan.
2. Pembaca mengoreksi baik tentang masalah isi ataupun masalah metode pemaparan makalah
3. Pembaca berkenan mengkritik terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang pada makalah ini.
4. Pembaca berkenan berdiskusi bersama, untuk mendalami tentang isi makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zabidi. Metode, Corak Dan Pendekatan Muktazilah Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Jurnal
Ilmiah Falsafah Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan HumanioraVol. 6 No. 1 Juni 2020

Ali, Muhammad. Al-Mufassirun Hayatuhum Wa Manhajuhum. 1st ed. Markaz Tahqiq Ulum
Islami, 1373.

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI


Press, 1986), h, 98-99

Sugianto, Muhammad, Lukmanul Hakim, and Khairunnas jamal. “View of Metode Tafsir
Mu’tazilah Terhadap Ayat-Ayat Aqidah.” Al-Furqon 5, no. 2 (Desember 2022): 187–204.

Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah (2016) Vol 11, No 1

http://hasaniadib.blogspot.com/2015/02/tafsir-madzhab-mutazilah.html diakses pada 16.36

16

Anda mungkin juga menyukai