Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

URGENSI, MANFAAT DAN ORIENTASI


ILMU RIJALUL HADITS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah “ILMU RIJALUL HADITS”
Dosen Pengampu: Ratna Mainingsih, M.Pd.

Disusun Oleh :
INDRA ARI IRVAN

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


TEBING SULUH KEC. LEMPUING KAB. OKI
SEMATERA SELATAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.


Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat, serta karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah sederhana ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Rijalul
Hadist yang berjudul “Urgensi, Manfaat dan Orientasi Ilmu Rijalul Hadist”. Saya
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
dapat dijadikan acuan untuk membuat makalah lebih baik lagi kedepannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Tebing Suluh, 24 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian Ilmu Rijal Al Hadist ................................................................. 3
B. Urgensi Ilmu Rijal Al Hadist ..................................................................... 4
C. Manfaat Ilmu Rijal Al Hadist..................................................................... 7
D. Orientasi Ilmu Rijal Al Hadist ................................................................... 9
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10
A. Kesimpulan ................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rentan waktu yang cukup panjang telah terjadi pemalsuan hadis
yang dilakukan oleh orang-orang dan golongan tertentu dengan berbagai
tujuan.1 Maka tidak mengherankan jika umat islam sangat memberikan
perhatian yang khusus terhadap hadis terutama dalam usaha pemeliharaan agar
tidak punah atau hilang bersama dengan hilangnya generasi sahabat,
mengingat pada sejarah awal islam, hadis dilarang penulisannya dengan
pertimbangan kekhawatiran percampuran antara al-qur’an dan hadis sehingga
yang datang kemudian sulit untuk membedakan antara hadis dan al-qur’an.2
Dalam berbagai riwayat menyebutkan bahwa kalangan sahabat pada
masa itu cukup banyak yang menulis hadis secara pribadi, tetapi kegiatan
penulisan tersebut selain dimaksudkan untuk kepentingan pribadi juga belum
bersifat massal.3
Atas kenyataan ini maka ulama hadis berusaha membukukan hadis
nabi. Dalam proses pembukuan selain harus melaukan perjalanan untuk
menghubungi para periwayat yang terbesar diberbagai daerah yang jauh, juga
harus mengadakan penelitian dan penyeleksian terhadap suatu hadis yang akan
mereka bukukan. Karena itu proses pembukuan hadis secara menyeluruh
mengalami waktu yang sangat panjang.
Pada proses pengklasifikasian, dimunculan sikap kritis kaitannya
dengan sanad, matan dan rijal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kekeliruan dalam penetapan keabsahannya yang dianggap bisa berimplikasi
fatal dalam prilaku umat khususnya umat islam itu sendiri, dilain sisi upaya ini
diapresiasi guna menjaga holistisitas hadis tersebut. Sedangkan pada tataran
kajian kritis rijal, orientasi pemikiran diarahkan pada telah lebih dalam
kaitannya dengan para periwayat hadis. Hal ini dianggap substansial,

1 Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (cet.I; Jakarta :Insang
Cemerlang,tth),h,63.
2 Lihat Mustofa Assiba’iy, As-Sunnah Wa Makanatuh Fi Altasyriy’ Al Islami, Diterjemahan
Oleh Nur Kholis Majid dengan judul Sunah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam
:sebuah Pembelaan Kaum Suni(cet,I; Jakarta :Pustaka Firdaus,1992),h.32.
3 Subhi As Shalih, Ulumul Hadis Wa Mustalahuhu, (Dar Al-Ilm Al-Malayani,1988),h,24.

1
mengingat bahwa sampai atau tidaknya , ideal atau tidaknya sebuah hadis
pada generasi-generasi muslim sangat begantung pada eksistensi perawi itu
sendiri dan karenanya pula, kajian tentang rijal hadis merupakan kajian yang
sangat sangat menarik untuk dicermati dan diapresiasi lebih jauh dengan sikap
terbuka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ilmu Rijal Al Hadis
2. Apa Urgensi Ilmu Rijal Al Hadis
3. Apa Manfaat Mempelajari Ilmu Rijal Al Hadis
4. Apa Orientasi Ilmu Rijal Al Hadis
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Ilmu Rijal Al Hadis
2. Mengetahui Urgensi Ilmu Rijal Al Hadis
3. Mengetahui Manfaat Mempelajari Ilmu Rijal Al Hadis
4. Mengetahui Orientasi Ilmu Rijal Al Hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Rijal Al Hadis


Menurut bahasa, kata rijal berarti para kaum pria. Sedangkan Rijal al-
Hadis berarti orang-orang disekitar hadis atau orang-orang yang meriwayatkan
hadis serta berkecimpung dengan hadis Nabi. Secara terminologi ilmu ini
didefinisikan dengan: “ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat
hadis baik dari kalangan sahabat, sahih, maupun generasi-
generasi berikutnya”. Kaitannya dengan ilmu hadis, maka rijal dimaksudkan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Muh. Zuhri sebagai ilmu yang
membicarakan tentang tokoh atau orang yang membawa hadis, semenjak dari
Nabi sampai dengan periwayat terakir.4
Dengan kata lain dapat dikatakan:

‫ص َحابَ ِة َوالتَّا ِب ِعيْنَ َو َم ْن َب ْعدَ ُه ْم‬


َّ ‫ث ِمنَ ال‬ ُ ‫ ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬.
ِ ‫ث فِ ْي ِه ِع ْن ُر َواةِ اْل َح ِد ْي‬
“Ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik dari
kalangan sahabat, sahih, maupun generasi-generasi berikutnya”.5
Shubhi al-Shalih mendefinisikan ilmu Rijal al-Hadis| ini dengan:

ِ ‫ْث اَنَ ُه ْم ُر َواة ٌ ِل ْل َح ِد ْي‬


‫ث‬ ُ ‫ث ِم ْن ِحي‬ ُ ‫ ِع ْل ٌم يُ ْع َر‬.
ِ ‫ف ِب ِه ُر َواة ُ ال َح ِد ْي‬
“Ilmu untuk mengetahui para periwayat hadis dalam kapasitasnya sebagai
periwayat hadis”.6
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu rijal al-
hadis ialah ilmu yang memposisikan atau menjadikan para perawi hadis
sebagai objek kajian, khususnya yang berkaitan dengan biografinya.
Yaitu ilmu yang mempelajari tentang tokoh atau orang yang membawa
hadis, semenjak dari Nabi sampai dengan periwayat terakhir ( penulis kitab
hadis ). Hal yang terpenting didalam Ilmu Rijal al-hadis adalah sejarah
kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka,

4 Al-Thahhan, Mahmud, Taysir Mustalah al-Hadits, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979 M.
5 Fayyad, Mahmud Ali, Manhaj al-Muhadditsin fi Dabt al-Sunnah, terj. A. Zarkasyi
Chumaidy, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis, Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998.
6 Ismail, M. Syuhudi, Kaidah kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995.

3
negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam
jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada
siapa saja mereka menyampaikan hadis.

Ilmu rijal al-hadis membahas keadaan para periwayat hadis semenjak


para sahabat, tabi’in tabi’ al-tabi’in, dan generasi-generasi berikutnya yang
terlibat dalam periwayatan hadis. Didalamnya diterangkan sejarah ringkas
tentang riwayat hidup para periwayat, guru-guru dan murid-murid mereka,
tahun lahir dan wafat, dan keadaan-keadaan serta sifat-sifat mereka. Jelasnya,
ilmu ini membahas tentang biografi para periwayat, nama-nama, kunyah,
laqab dan sebagainya. Di dalamnya juga dicantumkan para periwayat yang
dicantumkan laqab-nya saja tetapi tidak dikenal nama aslinya dan para
periwayat yang memiliki dua laqab.

B. Urgensi Ilmu Rijal Al Hadis


Mengetahui data-data para perawi secara detail yang meliputi biografi,
kualitas kepribadian, dan tingkat religiusitasnya. Dengan demikian akan
diketahui pula ittishalus sanad (ketersambungan sanad, antara satu perawi
dengan perawi yang ada pada tingkat selanjutnya dalam mata rantai sanad).
Mengetahui sikap atau kriteria para ulama dalam menilai perawi. apakah
ulama yang melakukan jarh wa ta’dil termasuk mutasyaddid ataukah
mutasahhil.
Contoh, Al-Hakim adalah ulama yang termasuk mutasahhil sedangkan
al-Bukhari termasuk ulama yang mutasyaddid dalam menilai perawi hadis.
Misalnya, al-Bukhari mensyaratkan pertemuan secara langsung antara perawi
dengan perawi sebelum maupun sesudahnya. Dalam hal ini Al-Bukhari
memakai istilah liqa’ (pertemuan), bukan hanya mu’asharah
(semasa/sezaman).
Secara eksplisit, penelitian atau kritik hadis selalu diarahkan pada
kritik sanad/kritik eksternal/naqd al-khariji dan kritik matan/kritik
internal/naqd al-dakhili. Pada naqd al-khariji, kajian difokuskan pada kualitas

4
para perawi dan metode periwayatan yang digunakan.7 Apakah kredibilitas
para perawi dalam hadis tersebut diakui dan apakah adat tahammul dan
ada’nya menunjukkan bahwa itu otentik hadis Nabi.
Berangkat realitas focus kajian kritik sanad pada penelitian kualitas
para rawi, maka keberadaan ilmu rijalil hadis tidak bias dipandang sebelah
mata. Pertama, karena dengan ilmu ini terkuak data-data rijalil hadis yang
terlibat dalam civitas periwayatan hadis dari masa ke masa semenjak zaman
Rasulullah, baik dari segi biografi maupun dari segi kualitas rijalnya. Kedua,
dengan ilmu ini diketahui pula sikap dan pandangan para ahli hadis yang
menjadi kritikus (jarihun dan mu’addilun) terhadap para rawi yang menjadi
transmitter hadis dan sikap mereka dalam menjaga otentisitas hadis-hadis
Nabi. Ketiga, ini yang paling urgen, dengan ilmu ini-meski tidak secara
langsung-dapat diketahui kualitas dan otentisitas suatu hadis.
Terorientasinya ilmu Rijalul Hadis yang memiliki anak cabang Ilmu
Tarikh al-Ruwah (sejarah hidup Rawi) dan Ilmu Jarh wa al-Ta’dil (justifikasi
kualitas pribadi dan intelektualitas rawi), menjadikan kajian historis
merupakan sesuatu yamg teramat penting untuk ilmu ini.
Sebagai produk historisitas yang terikat spatio-temporal tertentu, Ilmu
Rijalil Hadis-yang menjadikan manusia sebagai subyek dan sekaligus
obyeknya-harus dapat memaparkan bahasan dan temuannya dalam skala
intersubyektif. Kajian Ilmu Rijalul Hadis yang mengarahkan para figure rawi
dalam dataran teoritis seharusnya menginformasikan jawaban terhadap
pertanyaan what, who, where dan why.
Idealitas yang demikian tentu perlu diupayakan semaksimal mungkin,
karena dataran realitas berbicara lain. Dalam dataran realitas, bagaimanapun
juga harus diakui aktivitas Ilmu Rijalul Hadis yang melibatkan tokoh dan
pakar yang hidup beberapa abad sebelumnya sampai pada masanya terpaku
pada kajian terhadap kitab-kitab yang berkompeten tentang itu. Dus, kajian
terhadap rawi yang memiliki rentang waktu yang panjang dari masa sekarang
pada akhirnya merupakan kajian terhadap produk-produk tertulis yang mereka
wariskan kepada kita.

7 Usul al-Gabah fi Ma’rifah al-Ashab, karangan Izzuddin Abdul Hasan Ali Ibn Muhammad
Ibn al-Asir (555-630 H). Kitab ini terdiri dari lima jilid.

5
Dengan menjadikan kitab-kitab Rijalul Hadis sebagai acuan,
memunculkan banyak persoalan. Bagaimana sebenarnya kedudukan kitab-
kitab tersebut dengan mempertimbangkan data-data yang umumnya diberikan.
Ini sangat penting, karena realitas kajian yang dilakukan seorang peneliti
biografi dan kualitas pribadi maupun intelektualitas rawi pada umumnya tidak
berhenti pada kajian terhadap beberapa orang, tetapi terhadap ribuan bahkan
puluhan ribu rawi yang semasa maupun yang hidup beberapa abad
sebelumnya, yang seringkali memiliki kesamaan nama sampai beberapa
tingkat. Mungkinkah ahli hadis/kritikus dapat memahami secara menyeluruh
terhadap berpuluh ribu rawi.
Persoalan semakin bertambah dengan adanya realitas perbedaan
metode yang digunakan para peneliti rawi dalam menuliskan karyanya yang
nantinya dijadikan acuan bagi orang-orang yang hidup sesudahnya. Ada yang
disusun berdasarkan abjad, ada yang berdasar tabaqah dan ada yang
didasarkan pada criteria-kriteria tertentu. Kondisi inilah yang menyulitkan
bagi pengkaji Ulum al-Hadis, karena adanya keharusan merujuk sebanyak
mungkin kitab-kitab dengan berbagai metodenya untuk mendapatkan data
yang selengkap mungkin.
Diskurusus yang muncul dalam penilaian ahli hadis terhadap rawi
sebagai final step ialah adanya perbedaan kaedah yang dipegangi ahli hadis
dalam memberikan penilaian seringnya terjadi perbedaan pandangan di
kalangan mereka. Sebagaian menilai seorang rawi dengan predikat “cacat”,
sementara yang lain menilai sebaliknya. Kenyataan inilah yang membawa
pada perbedaan sikap dalam menghadapi fenomena penilaian yang tidak
seragam terhadap rawi yang sama. Ada ahli hadis yang menentukan penilaian
rawi berdasarkan pandangan mayoritas, ada pula yang menentukan didasarkan
pada penilaian yang diikuti argumentasi yang jelas, dan sebagainya. 8
Namun sebenarnya, diskursus yang lebih penting bukan sekedar pada
ketidak seragaman penilaian ulama’ hadis terhadap rawi yang dikritiknya
ataupun ketidak seragaman kaedah jarh dan ta’dil yang dipeganginya. Tetapi
lebih pada realitas keberadaan kritikus-bagaimana kondisi sosio-kulturalnya,

8 Tajirid Asma’ al-sahabah, karangan al-Hafidz Syamal-Din Abu Abdillah Muhammad Ibn
Ahmad al-Zahabi (673-748 H). Kitab ini terdiri dari dua juz.

6
ada tidaknya persoalan pribadi antara penilai dengan rawi yang dinilai, apa
spesialisasi kritikus, atas dasar parameter apa kritukus melakukan aktivitas
penilaian, metode/pendekatan apa yang dipergunakan kritikus dalam
mengumpulkan data dan menilai para rawi serta dapat tidaknya penilaian
kritikus diterima secara akademis-terhadap rawi yang dikritiknya.
Dengan demikian pada dasarnya persoalan yang ada dalam aktivitas
kritikus sanad melalui wadah Ilmu Rijalil Hadis adalah bagaimana metodologi
yang diberlakukan ulama’ hadis dalam melakukan penilaian dan bagaimana
pula metodologi yang seharusnya berlaku dalam Ilmu Rijalil Hadis.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Rijal Al Hadis
Mempelajari hadits adalah perantara memahami Islam dan pribadi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam hadits dikenal aspek matan dan
sanad. Oleh sebab itu, mempelajari hadits tidak semata mempelajari
kandungan sabda Nabi dalam matan, melainkan juga perawi yang
menyampaikannya dalam sanad.
Pribadi perawi hadits dalam sanad menjadi salah satu syarat penentu
kualitas hadits, apakah ia shahih, hasan, dla’if, atau malah palsu. Apa saja
manfaat mengenal dan mempelajari perawi hadits? Tidak hanya untuk para
pengkaji hadits, berikut beberapa keutamaan mempelajari perawi hadits:
1. Sebab turunnya keberkahan dan rahmat Allah.
Seorang bernama Sufyan bin Uyaynah, menuturkan:

... ُ‫الرحْ َمة‬


َ ‫ت‬ َ ‫ ِع ْندَ ذ ُ ِك َر ال‬...
ْ َ‫ نَزَ ل‬، َ‫صا ِل ِح ْين‬
“Jika disebut nama orang saleh, maka Allah akan menurunkan rahmat.”
Pribadi saleh itu bisa banyak kita temukan dan berulang-ulang disebut saat
membaca sanad hadits. Dengan belajar hadits diikuti kecintaan pada
Rasulullah menjadikan kita senantiasa percaya bahwa menyebut nama
perawi yang saleh, bisa menjadi wasilah keberkahan.
2. Membaca kisah beragam pribadi manusia.
Kisah sahabat, tabiin, serta kalangan setelahnya dalam kitab-
kitab tarjamah (biografi) perawi bisa menjadi ibrah. Ketika Anda mengkaji
atau mendengar kisah Syu’bah bin Al Hajjaj, salah satu ulama hadits

7
paling populer, mulanya adalah seorang yang berpenampilan tidak
menarik, namun terpandang karena kejujuran dan semangat mencari ilmu.
Selain inspirasi, ada juga ragam anekdot perawi seperti kisah Abu
Lahi’ah, penghimpun hadits dalam bentuk catatan, namun gegara
rumahnya terbakar kumpulan catatan hadits itu juga ikut dilalap api.
Imbasnya, banyak hadits yang terlupa oleh beliau.
Selain itu, banyak juga kisah-kisah perawi yang dituduh pendusta,
memalsukan hadits, atau yang cari muka di hadapan penguasa. Kisah-
kisah perawi ini akan menjadi selingan atau inspirasi tersendiri saat belajar
hadits.
3. Mengetahui sejarah masa hidup perawi.
Pelajar hadits penting untuk mengetahui sejarah hidup perawi,
bahkan tahun lahir dan kematiannya. Hal ini salah satunya untuk
menentukan sanad hadits yang ittishal (tersambung), salah satu prasyarat
hadits shahih.
Mengenali profil perawi juga untuk mempelajari sejarah masa
seorang perawi hidup. Anda tahu konflik mihnah? Selain Imam Ahmad
bin Hanbal yang berkonflik dengan pemerintah dinasti Abbasiyah kala itu
akibat perbedaan sikap tentang kemakhlukan Al Quran, banyak juga ulama
dan perawi yang terseret masalah tersebut. Dari membaca sejarah, kita
akan tahu bahwa perawi hadits tidak tunggal dalam sikap.
4. Sumber keteladanan hidup.
Penilaian ulama pada perawi begitu beragam, dari segi kelebihan
dan kekurangan perawi dalam aspek dan perilaku. Jika pribadinya baik,
riwayatnya dipertimbangkan untuk diterima; begitu pula jika ada cacat
perilaku, riwayatnya bisa dinilai lemah.
Kesalehan dan kesungguhan mereka dalam belajar banyak bisa
kita teladani, dan keburukannya bisa kita jauhi. Tentu tidak kudu
sesempurna mungkin, semampunya saja. Banyak perawi adalah orang-
orang biasa, seperti pedagang, petugas pemerintah, dan banyak lainnya,
namun mereka istimewa karena riwayat hadits dan kepribadian mereka.

8
Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang
menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits
dari sahabat dan seterusnya. Dan dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas
serta tingkatan suatu hadits dalam permasalahan sanad hadits.
Jadi dapat diketahui bahwa ilmu rijal hadits berguna untuk
mengetahui tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadits.
Dengan mengatahui para perawi itu akan dapat mencegah terjadinya
pemalsuan hadits, penambahan matan hadits, juga dapat mengetahui
tingkatan keshahihan tiap-tiap hadits yang ditemui.
Demikian beberapa manfaat belajar perawi hadits. Bagi masyarakat
umum yang tidak akrab dengan kajian hadits, tentu ini bisa menjadi poin
menarik untuk bisa menyimak dan mempelajari sabda Nabi ini. Manfaat dari
membaca dan mengenali perawi hadits, kiranya bisa membangun pemahaman
Islam yang lebih baik. (Muhammad Iqbal Syauqi)

D. Orientasi Ilmu Rijal Al Hadis


Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa rijal al hadis
sebagai salah satu disiplin ilmu hadis, tentu tidak lepas dari sorotan
muhadditsin, ini dibuktikan oleh pernyataan Muh. Zuhri dalam hal yang
terpenting dalam ilmu rijal al hadis adalah sejarah kehidupan para tokoh
perawi yang meliputi masa kelahiran dan wafatnya, negri/daerah asal,
negri/daerah pengembaraan dan dalam waktu jangka berapa lama, kepada
siapa ia memperoleh hadits dan kepada siapa pula mereka menyampaikannya.
Arifuddin Ahmad memberikan stresing kaitannya dengan objek kajian
rijal al hadis, salah satunya adalah pemeriksaan sanad yang meliputi ke-saqih-
an serta metode yang digunakan dalam periwayatanya.
Labih terfokus M. Suhudi Ismail menyatakan, para ulama hadist
sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat
hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat
diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak, dan berikut adalah dua hal yang
dimaksudkan :
1. Kualitas pribadi periwayat,

9
Yang dimaksudkan dengan kualitas disini ialah sifat adilnya
perawi. Dan kriteria sifat adil dibagi menjadi empat bagian yaitu :
beragama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama dan
memelihara muru’ah (kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan
dari manusia pada tegaknya kebijakan moral dan kebiasaan-kebiasaan).
2. Kapasitas intelektual periwayat
Periwayat yang kapasitas intelektualnya memenuhi syarat
keshahihan sanad hadis disebut periwayat yang dabit. Arti dabit dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Periwayatan yang bersifat dabit adalah periwayat yang : hafal dengan
sempurna hadis yang diterimanya, mamapu menyampaikan dengan
baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
2. Periwayat yang bersifat dabit adalah periwayat yang selain disebutkan
diatas, juga mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya.
Setelah mengamati pendapat tersebut, maka tidak aneh jika ulama
hadis memberikan perhatian khusus pada persoalan ini. Lagi pula, kajian
tentang tokoh periwayat ini jelas akan membantu dalam melihat tingkatan
suatu hadis berdasarkan sanadnya.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu rijal al-hadis membahas keadaan para periwayat hadis semenjak
para sahabat, tabi’in tabi’ al-tabi’in, dan generasi-generasi berikutnya yang
terlibat dalam periwayatan hadis. Didalamnya diterangkan sejarah ringkas
tentang riwayat hidup para periwayat, guru-guru dan murid-murid mereka,
tahun lahir dan wafat, dan keadaan-keadaan serta sifat-sifat mereka. Jelasnya,
ilmu ini membahas tentang biografi para periwayat, nama-nama, kunyah l
agab, dan sebagainya. Di dalamnya juga dicantumkan para periwayat yang
dicantumkan laqab-nya saja tetapi tidak dikenal nama aslinya dan para
periwayat yang memiliki dua laqab.
Dapat diketahui bahwa ilmu rijal hadits berguna untuk mengetahui
tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadits. Dengan
mengatahui para perawi itu akan dapat mencegah terjadinya pemalsuan hadits,
penambahan matan hadits, juga dapat mengetahui tingkatan keshahihan tiap-
tiap hadits yang ditemui.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (


Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009)
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/110147/beberapa-manfaat-mempelajari-
perawi-hadits
http://kumpulanmakalahalfia.blogspot.com/2013/03/hadits-manfaat-pengenalan-
terhadap-para.html

https://www.academia.edu/38675251/Rijal_hadis
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/makalah-penelitian-rijalul-hadis/
http://auritsniyalfirdaus.blogspot.com/2014/05/ilmu-rijal-al-hadits.html

http://ushuluddin.iainsalatiga.ac.id/ilmu-rijalul-hadis-oleh-m-gufron-2/

12

Anda mungkin juga menyukai