Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

JABARIYAH dan QADARIYAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

ILMU KALAM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

ARDIANA 2119270

NADYA MUKARRAMAH 2119267

AZIZ ABDURAFIF 2119277

DOSEN PEMBIMBING :

IMAN TAUFIQ

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

2020/2021

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad.Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran
Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada
periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat
dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun
selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan
Ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrim (berlebihan)
dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era para sahabat.
Diantara kelompok tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah. Pemikiran qadariyah ini
bercorak liberal, sedangkan jabariyah mempunyai corak pemikiran tradisional.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam
makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran
Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya
sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum
A. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan Sejarah Jabariyah dan Qadariyah
2. Menjelaskan Perkembangan Jabariyah dan Qadariyah
3. Menjelaskan saja Tokoh-tokoh Jabariyah dan Qadariyah
4. Menjelaskan Ajaran pokok Jabariyah dan Qadariyah
5. Menjelaskan saja Metode kalam Jabariyah dan Qadariyah
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Sejarah Jabariyah dan Qadariyah
2. Untuk mengetahui Perkembangan Jabariyah dan Qadariyah
3. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Jabariyah dan Qadariyah
4. Untuk mengetahui Ajaran pokok Jabariyah dan Qadariyah
5. Untuk mengetahui Metode kalam Jabariyah dan Qadariyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Jabariyah dan Qadariyah


1. SejarahAliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang artinya memaksa atau
mengharuskan mengerjakan sesuatu. Imam Al-Syahrastani memaknai al-jabr
dengan ―nafy al-fil haqiqatan an al-abdi wa idhafatihi ila al-Rabb‖ yaitu
(Menolak adanya perbuatan manusia dan menyandarkan semua perbuatannya
kepada Allah SWT).1
Paham Jabariyah dalam sejarah teologi Islam pertama kali dikemukakan oleh al-
Ja‘d bin Dirham. Tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm bin Safwan. Jahm bin
Safwan adalah tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor atau pendiri paham
Jabariyah. Paham ini juga identik dengan paham Jahmiyah dalam kalangan
Murji‘ah sesuai dengan namanya. Jahm bin Safwan terkenal pandai berbicara dan
berpidato menyeru manusia ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya sehingga
banyak sekali orang yang tertarik kepadanya.2
Adapun corak pemikiran paham Jabariyah menganggap bahwa perbuatan
manusia dilakukan oleh Tuhan dan manusia hanya menerima. Hal ini juga dikenal
dengan istilah kasb yang secara literal berarti usaha. Tetapi kasb di sini
mengandung pengertian bahwa pelaku perbuatan manusia adalah Tuhan sendiri
dan usaha manusia tidaklah efektif. Manusia hanya menerima perbuatan bagaikan
gerak tak sadar yang dialaminya.Menurut paham ini bahwa perbuatan manusia
mesti ada pelakunya secara hakikat, zahirnya manusia namun sesungguhnya
adalah perbuatan Tuhan.
Jabariyah menempatkan akal pada porsi yang rendah karena semua tindakan dan
ketentuan alam di bawah kekuasaan atau kehendak Tuhan. Sehingga membuat
pemikiran dalam segala aspek kehidupan tidak berkembang, bahkan terhenti.
Pemikiran diikat oleh dogma, tidak berkembang dan mempersempit wawasan
yang mengakibatkan tidak adanya pemikiran yang mendalam seperti yang
dikehendaki oleh filsafat.
2. Sejarah Qadariyah
1
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Ilmu Kalam Tematik, Klasik dan Kontemporer
(Jakarta: Prenadamedia, 2016), h.81.
2
Ahmad Amin, Fajr al-Islam (Kairo: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah, 1996), h.454.
3
Qadariyah adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang muncul pada
pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki
keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di
luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak
bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang
menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah SWT.
Ideologi Qadariyah murni adalah mengingkari takdir. Yakni tidak ada takdir,
semua perkara yang ada merupakan sesuatu yang baru (terjadi seketika), di luar
takdir dan ilmu Allah SWT. Allah baru mengetahuinya setelah perkara itu terjadi.
Namun paham Qadariyah yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi
masih bisa dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini
bahwa perbuatan makhluk adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu sendiri,
meskipun kini menetapkan bahwa Allah sudah mengetahui segala perbuatan
hamba tersebut sebelum terjadinya. Imam al-Qurthubi berkata, ―Ideologi ini
telah sirna, dan kami tidak mengetahui salah seorang dari muta‘akhirin (orang
sekarang) yang berpaham dengannya. Adapun Al-Qadariyyah pada hari ini,
mereka semua sepakat bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba
sebelum terjadi, namun mereka menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan
menyata-kan bahwa perbuatan hamba adalah hasil kemampuan dan ciptaan hamba
itu sendiri
Tidak di ketahui secara pasti kapan munculnya paham Qadariah ini, namun
munculnya sebagai persoalan teologi didasari oleh faktor internal dan eksternal.
Secara internal, Paham Qadariah lahir sebagai reaksi dari paham Jabariah yang
telah berkembang pada masa dinasti Umayyah. Paham ini cenderung melegtimasi
perbuatan maksiat, perbuatan sewenang, perbuatan aniaya dan sebagainya.
Bahkan paham ini telah dianut oleh peguasa Bani Umayyah yang cenderung
dalam kezaliman untuk membenarkan tindakan-tindakan mereka, seperti yang di
saksikan Ghailan al-Dimasyqy (tokoh paham Qadariah) ketika menjabat sebagai
sekertaris Negara dalam pemerintahan Umayyah di Damaskus
Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan munculnya paham Qadariah,
yakni pada waktu yang sama (masa Bani Umayyah), kaum muslimin atau
orangorang Arab bercampur dan berinteraksi dengan berbagai macam pemikiran
dan pendapat asing, sehingga tidak aneh jika hal itu mengarahkan mereka pada

4
persoalanpersoalan yang sebelumnya tidak pernah terbetik dalam dalam hati
mereka. Kemudian kaum muslimin mulai memecahkan persoalan mereka dengan
metode yang di sesuaikan dengan keyakinan hati mereka. Dialog itu dapat
disimpulkan bahwa semua manusia tidak dapat melakukan sesuatu kecuali dengan
pertolongan Allah SWT. Kalau begitu di mana posisi kebebasan kehendak dalam
diri manusia3

B. Perkembangan Jabariyah dan Qadariyah


1. Perkembangan aliran jabariyah
Dalam perkembangannya, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua golongan yang
yang sangat memiliki perbedaan pemahaman yang cukup signifikan. Satu
golongan yang sangat terkesan sanga keras dan fanatik sehingga banyak
menumpahkan darah orang lain yang tidak sepaham dengannya. Satu golongan
lagi lebih luwes atau tidak kaku dan mudah menerima pendapat golongan lain
bahkan terkesan mengkombinasikan paham-paham yang ada saat itu.
2. Perkembangan Qadariyah
Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-
ajaran qadariyah itu bukan Ma’bad al-Juhni. Ada seorang penduduk negeri irak,
yang mulanya beragama kristen kemudian masuk islam. Namun akhirnya kembali
ke kristen lagi. Dari orang inilah, ma’bad al-juhni dan ghailan ad damasqi
mengambil pemikirannya.
Mereka sulit di ketahui aliran-alirannya. Karena mereka dalam segi tertentu
mempunyai kesamaan ajaran dengan mu’tazilah dan dalam segi yang lain
mempunyai kesamaan ajaran dengan murji’ah, sehingga disebut murji’atul
qadariyah. Tokoh-tokohnya adalah abi syamr, ibnu syahib, gailan ad damasqi, dan
saleh qubbah. Mereka ini mempunyai pengertian yang berbeda tentang imam.
Paham takdir yang dikembangkan oleh kaum qadariyah sangat bertolak belakang
dengan konsep takdir yang umum dipahami oleh bangsa arab pada waktu itu yaitu
nasib setiap orang telah ditentukan sebelumnya, dalam perbuatan-perbuatannya
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan oleh Allah
sebelumnya kepada dirinya.4

3
Sidik, “Refleksi Paham Jabariyah dan Qadariyah” Rausyan Fikr, 12No.2, IAIN Palu (2016), h. 281-282.
4
Sahilun Nasir. kalam (teologi islam): sejarah, ajaran, dan perkembangannya.
5
Sedangkan menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah
bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an
disebut dengan istilah sunnatullah, misalnya manusia telah ditakdirkan tidak
memiliki sirip seperti ikan yang mampu berenang dengan baik di air, tapi
meskipun manusia tidak memiliki sirip, manusia tetap bisa berenang dengan baik
seperti ikan dengan kemampuan dan usahanya sendiri.

C. Tokoh-tokoh Jabariyah dan Qadariyah


1. Tokoh- tokoh Jabariah
Di antara pemuka Jabariyah ekstrem sebagai berikut:
 Ja’d bin Dirham Ja’d adalah seorang Maulana bani Hakim, tinggal di
damaskus. Dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang
membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan
pemerintah bani Umayah, tetapi setelah pikiran-pikirannya yang
kontrovesial terlihat, bani Umayah menolaknya sehingga ia harus lari ke
kufah dan bertemu dengan Jahm, yang akhirnya berhasil mentransfer
pikirannya kepada Jahm dan disebarluaskan
 Jahm bin Shafwan Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin
Shafwan. Berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di kuffah. Ia
seorang dai yang fasih dan lincah (orator). Sebagai seorang penganut dan
penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm, diantara
lain menyebarkan faham, doktrin dan pendapatnya ke berbagai tempat,
seperti ke Tirmidz dan Balk.
Di antara pemuka Jabariyah moderat
 Husain ibnu Muhammad An-Najjar Pengikutnya disebut Najjariyah. An-
Najjar hidup pada masa khalifah Al-makmun sekitar tahun 198H sampai
218H. pada mulanya ia adalah murid dari seorang Mu`tazillah bernama
Basyar al-Marisi. Tapi beliau keluar, mengikuti mazhab Ahlus Sunnah wal
Jama`ah dan akhirnya membuat mazhab sendiri yaitu Najariyyah. Beliau
ini berusaha mempersatukan di antara faham-faham yang ada. Kadang-
kadang fatwanya sama dengan Mu`tazilah, lain kali mirip dengan
Jabariyah, lain waktu persis dengan Murji`ah atau Syi`ah bahkan Ahlus

6
Sunnah wal Jama`ah. Tapi sekarang aliran ini sudah tidak ada lagi.karena
tidak adanya pengikut. Hilang bersama waktu.
 Dhirar bin Amir
2. Tokoh-tokoh Qadariyah
 Ma‘bad al-Jauhani.
Ma‘bad al-Jauhani adalah orang pertama yang menyerukan paham
Qadariah. Ia lahir di Basrah kemudian berkunjung ke Damaskus dan Madinah.
Di dua kota inilah ia menantang kejahatan dan kezaliman yang dilakukan oleh
sebagian Khalifah Bani Umayyah. Akhirnya ia terbunuh oleh al-
Hajjaj.5Adapun pendapatnya yaitu ia mengatakan bahwa semua perbuatan
manusia di tentukan oleh dirinya sendiri. Kalau Tuhan adil maka Tuhan akan
menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala orang yang berbuat
baik, karena itu manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya dengan
memilih perbuatan yang baik atau buruk (free will). Seiring perjalanan
penyebaran paham ini, Ma‘bad al-Juhani terlibat dalam gerakan politik
menentang pemerintahan Umayyah. Beliau memihak kepada ‗Abdurrahman
ibn al-Asy‘as, Gubernur Sajistan wilayah kekuasann Bani Umayyah. Pada satu
pertempuran, Ma‘bad al-Juhani terbunuh pada tahun 80 H. Ghailan
adDimasyqi menjadi penerus aliran Qadariyah pasca terbunuhnya Ma‘bad al-
Juhani. Paham ini menyebar luas ke wilayah Damaskus, namun mendapat
larangan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah Umar bin Abdul Aziz
wafat, penyebaran paham ini dapat berlangsung lama, tapi Ghailan dihukum
mati oleh Khalifah Hisyam bin Malik (724-743 M). Ada dialog singkat
sebelum dia dibunuh: ―Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya,
manusia sendirilah yang melakukan perbuatanperbuatan baik atas kehendak
dan kekuasaannya Ghailan al-Dimasyaqy
 Ghailan al-Dimasyaqy
Ghailan ini seorang orator yang handal, juru debat yang mahir. Ia hidup di
Damaskus dekat dangan Bani Umayyah, tetapi hal ini tidak menghalanginya
untuk menentang pemerintahan Umayyah. Paham ini segera mendapat

5
Ibrahim Madkour, Aliran Teori Filsafat Islam, h.154.
7
pengikut, sehingga terpaksa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mengambil
tindakan kekerasan dengan membunuhnya6

D. Ajaran pokok Jabariyah dan Qadariyah


1. Ajaran pokok Jabariyah
 Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
 Kalam Tuhan adalah makhluk
 Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
 Surga Neraka tidak kekal7
2. Ajaran pokok Qadariyah
 Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya sendiri
 Dalam memahami takdir aliran Qadariyah terlalu Liberal
 Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer keadilan
Manusia.
 Paham ini tidak percaya jika ada takdir dari Allah.8

E. Metode kalam Jabariyah dan Qadariyah


1. Metode Kalam Jabariyah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Jabariyah adalah paham yang menganggap
bahwa segala perbuatan manusia tunduk pada kehendak Tuhan semata. Dengan
de- mikian jika dikaitkan dengan pendidikan Islam maka pendidikan sama sekali
tidak mempunyai daya atau kekuatan untuk mempengaruhi anak. Pendidikan
hanya dapat memberi polesan luar dari tingkah laku sosial anak, sedangkan bagian
internal dari kepribadian anak didik tidak dapat ditentukan, sehingga akan
melahirkan sikap pesi- misme karena tidak adanya kepercayaan akan nilai-nilai
dari pendidikan sehingga anak itu diterima apa adanya.
Di samping itu, dalam Islam juga dikenal dengan teori fitrah yang salah satunya
dapat diartikan sebagai potensi dasar dimiliki oleh manusia. Dalam salah satu
hadis, Nabi saw. bersabda: ْ Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah
mengabarkan kepada ka- mi Syu'aib berkata, Ibnu Syihab: "Setiap anak yang

6
Taufiq Abdullah, Ensklopedi Tematis Dunia Islam,Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), Jilid.IV, h. 351-352.
7
Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)
8
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim…, hlm. 141
8
wafat wajib dishalatkan seka- lipun anak hasil zina karena dia dilahirkan dalam
keadaan fithrah Islam, jika ke- dua orangnya mengaku beragama Islam atau hanya
bapaknya yang mengaku beragama Islam meskipun ibunya tidak beragama Islam
selama anak itu ketika dilahirkan mengeluarkan suara (menangis) dan tidak
dishalatkan bila ketika dila- hirkan anak itu tidak sempat mengeluarkan suara
(menangis) karena dianggap keguguran sebelum sempurna, berdasarkan perkataan
Abu Hurairah radliallahu 'anhu yang menceritakan bahwa Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Ti- dak ada seorang anak pun yang terlahir
kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fit- rah. Maka kemudian kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang mela- hirkan binatang ternak dengan sempurna.
Apakah kalian melihat ada cacat pada- nya?". Kemudian Abu Hurairah radliallahu
'anhu berkata, (mengutip firman Al- lah QS Ar-Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu
Bila diinterpretasikan lebih lanjut dari istilah fitrah sebagaimana yang telah di-
sebutkan di atas, dapat mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi
kepa- da paham nativisme. Oleh karena itu, fitrah mengandung makna “kejadian”
yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus, yaitu Islam.
Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh apa pun karena fitrah itu merupakan
ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan, baik isi maupun bentuknya
dalam tiap pri- badi manusia.
2. Metode kalam qadariyah
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Qadariyah adalah paham yang lebih con-
dong kepada penggunaan akal pikiran yang sangat dominan, sehingga
menganggap bahwa perbuatan yang dihasilkan manusia itu atas dasar
kehendaknya sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Sejalan dengan hal tersebut mengenai pendidikan Islam, seorang tokoh filosof
muslim bernama Ibnu Sina mengatakan bahwa seorang anak telah mempunyai ke-
mampuan-kemampuan alamiah, akan tetapi mengandalkan kemampuan tersebut
ti- dak cukup untuk mendidik seseorang, harus ada faktor-faktor lain yang turut
mem- pengaruhinya. Ini berarti bahwa manusia diberikan kebebasan dengan
menggunakan akal pikirannya dalam menentukan jalan hidupnya.

9
Jadi, paham Qadariyah memberikan peran yang sangat besar kepada manusia
dalam memilih, berpikir, menentukan atau memutuskan perbuatannnya.
Kebebasan yang dimaksud bukan berarti kebebasan tak terbatas, melainkan
kebebasan dalam determinisme. Di sinilah peran pendidikan Islam dalam
mengajarkan berbagai hal agar menjadi suatu kebiasaan yang tentunya dalam hal
ini faktor lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh pada kebebasan diri atau
pikiran manusia dalam me- milih atau memperbuat sesuatu.9
Faktor lingkungan pendidikan Islam berfungsi menunjang terjadinya kegiatan
proses pembelajaran secara aman, tertib, dan berkelanjutan. Salah satu lingkungan
yang berperan adalah lingkungan masyarakat. Manusia adalah makhluk yang
diciptakan Allah swt yang keberadaan hidupnya tidak dapat menyendiri. Manusia
mem- butuhkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Kebutuhan
manusia yang diperlukan dari lingkungan masyarakatnya tidak hanya yang
menyangkut bi- dang material melainkan juga bidang spiritual, termasuk ilmu
pengetahuan, peng- alaman, keterampilan dan sebagainya. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa da- lam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan manusia
membutuhkan adanya ling- kungan sosial masyarakat. Masyarakat yang dimaksud
adalah masyarakat yang ter- buka dan dapat menerima yang baik dari manapun
datangnya, tanpa terlepas dari ruh Ilahiyah. Masyarakat muslim juga adalah
masyarakat yang kuat fisik dan men- talnya.
Dengan demikian, pendidikan Islam sangat membuka peluang kepada manusia
agar senantiasa berusaha mananamkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupannya
de- ngan mengerahkan seluruh kemampuan akalnya dan pemahamannya terhadap
wah- yu (ruh ilahiyah), karena dua hal tersebut selalu berdampingan satu sama
lain dan sa- ling melengkapi.

9
Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an, Cet. I; Jakarta: Bulan Bin-
tang, 1992, h. 91.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang artinya memaksa atau
mengharuskan mengerjakan sesuatu. Imam Al-Syahrastani memaknai al-jabr
dengan ―nafy al-fil haqiqatan an al-abdi wa idhafatihi ila al-Rabb‖ yaitu
(Menolak adanya perbuatan manusia dan menyandarkan semua perbuatannya
kepada Allah SWT).
Paham Jabariyah dalam sejarah teologi Islam pertama kali dikemukakan oleh al-
Ja‘d bin Dirham. Tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm bin Safwan. Jahm bin
Safwan adalah tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor atau pendiri paham
Jabariyah.

11
Paham ini juga identik dengan paham Jahmiyah dalam kalangan Murji‘ah sesuai
dengan namanya. Jahm bin Safwan terkenal pandai berbicara dan berpidato
menyeru manusia ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya sehingga banyak sekali
orang yang tertarik kepadanya.
2. Qadariyah
Qadariyah adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang muncul pada
pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki
keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di
luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak
bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang
menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah SWT.
B. SARAN
Penyusun menyadari asih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan yang terdapat
dalam penyusunan makalah Ini, baik dari segi penulisan ataupun pembatasannya.
Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritikannya yang bersifat membangun
sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Nunu Burhanuddin, 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Ilmu Kalam Tematik,
Klasik dan Kontemporer Jakarta: Prenadamedia.
Ahmad Amin, 1996. Fajr al-Islam Kairo: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah
Sidik, 2016 “Refleksi Paham Jabariyah dan Qadariyah” Rausyan Fikr, 12No.2, IAIN Palu
Sahilun Nasir. kalam (teologi islam): sejarah, ajaran, dan perkembangannya.
Ibrahim Madkour, Aliran Teori Filsafat Islam
Taufiq Abdullah, Ensklopedi Tematis Dunia Islam,Pemikiran dan Peradaban,Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002, Jilid.IV.
Achmad Surya, 1945.Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama.

12
Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an, Cet. I; Jakarta: Bulan Bin-
Tang

13

Anda mungkin juga menyukai