Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Ilmu dan strategi Insani

Dosen pengampu:

Bapak Ahmad Sisi Pratomo, SH., MA

Disusun Oleh :

1. M. Hafifatul Bagus S (220202110084)


2. Monica Dewingga Putri Anggelina (220202110085)
3. Galuh Kusuma Dewi (220202110099)
4. Anis Nur Laili (220202110101)
5. Joe Satria Bimantara (220202110112)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 5
C. Tujuan Berdasarkan ............................................................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................................... 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 6
A. Ilmu dan Moral .................................................................................................................... 6
1. Ilmu .................................................................................................................................. 6
2. Moral ................................................................................................................................ 6
3. Hubungan antara ilmu dan moral ................................................................................... 7
B. Ilmu dan Etika ..................................................................................................................... 7
C. Implikasi Filsafat Ilmu dan Etika Keilmuan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Modern....................................................................................................................................... 10
D. Tanggung Jawab Ilmuwan ................................................................................................ 11
E. Etika dan Moral Ilmuwan ................................................................................................. 13
BAB III .......................................................................................................................................... 16
PENUTUP...................................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu
semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan
merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal
memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang
sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya
seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya.
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
Etika menuntut ilmu menurut kitab Ta’lim al-Muta’alim karangan Syekh al-
Zarnuzi yang lazim diajarkan di dunia pesantren. Hal ini menjadi penting untuk
diungkapkan, mengingat dewasa ini, banyak diantara para peserta didik yang kurang
memilki etika atau moral dalam menuntut ilmu. Sehingga terjadi degradasi moral yang
kian masif apalagi hal ini dipengaruhi oleh era globalisasi yang terkadang
menomorduakan etika serta memiliki kecenderungan untuk bersifat pragmatis,
liberalis, materialis, hedonis, dan lain sebagainya.
Namun demikian, luhurnya niat para pendidik untuk mentransfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik, terkadang melupakan sumber-sumber atau kitab-
kitab klasik di pesantren dan cenderung mengarah kepada buku-buku etika moral
pragmatis dan ateis barat yang tidak relevan dengan kondisi bangsa Indonesia. Padahal,
kitab-kitab klasik ini memiliki muatan etika yang dalam di samping memiliki substansi
yang dalam pula, karena pada umumya kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren
atau sekolah-sekolah Islam, selain memiliki substansi keilmuan biasanya juga diikuti
dengan penekanan pada moral, etika atau akhlak, sekaligus menjadi pembeda dengan
sumber-sumber pengetahuan lain diluar Islam.
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan lainnya adalah penekanannya
terhadap ilmu. Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. mengajak kaum muslimin untuk
mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Dalam perspektif Islam, ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia unggul dari makhluk-makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahan. Dan berkali-kali pula al-Qur’an dan Hadits
Rasulullah SAW. menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang mukmin yang
berilmu pengetahuan.1
Menurut al-Ghazali menuntut ilmu merupakan kewajiban manusia, laki-laki
dan perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-anak menurut cara-cara yang
sesuai dengan keadaan, bakat dan kemampuan. Bahwa menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah (tanpa membedakan jenis kelamin)
dasarnya terdapat di dalam al-Qur’an maupun di dalam al-Hadits.2 Al-Qur’an sebagai
sumber utama ajaran agama Islam mengandung perintah untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. adalah yang berkaitan menuntut ilmu seperti firman Allah dalam
Surah al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajar dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang ia tidak tau.”
Islam juga mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu berlaku prinsip tak mengenal
batas dimensi , ruang dan waktu Artinya di manapun di negara manapun dan kapanpun
(tak mengenal batas waktu) untuk bisa belajar. Prinsip bahwa menuntut ilmu itu tidak
mengenal batas dimensi ruang dan waktu.
Dalam menuntut ilmu terdapat sesuatu yang amat penting yang perlu
diketengahkan, yaitu adab/etika yang mewujud menjadi karakter dalam menuntut
ilmu.7 Etika membantu manusia untuk merumuskan dan menentukan sikap yang tepat
dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa dipertanggungjawabkan, baik dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Etika berlaku bagi manusia
yang sedang menjalankan peran di dunia pendidikan atau ilmu pengetahuan. Manusia
yang tidak menggunakan etika dalam menjalani kehidupan sehari-harinya berarti
tergolong manusia yang tidak bisa menjadi pelaku sosial, politik, budaya, pendidikan,
dan lainnya, yang patut diperhitungkan.3
Selain itu, kaitannya dengan orang yang menuntut ilmu etika/adab murid
terhadap gurunya sangatlah penting, karena tanpa etika ilmu yang diperoleh kurang

1
Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2007), hlm 27
2
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 401
3
8 Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer (Bandung: PT. Refika Aditama),
hlm 20-21
bermanfaat. Sehubungan dengan pentingnya etika menuntut ilmu tersebut, dimana etika
seorang murid terhadap gurunya yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa
perlu untuk membahas dan mendalami lebih jauh tentang hal itu dengan
membandingkan kitab Ta’lim.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan ketertarikan penulis, maka penulis dapat
merumuskan permasalahan pokok yang akan dibahas dalam suatu karya tulis ilmiah,
sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dari ilmu dan moral
2. Bagaimana ruang lingkup ilmu dan strategi insani
C. Tujuan Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapainya
dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi Ilmu dan Moral
2. Untuk mengetahui macam-macam Ruang Lingkup strategi insani
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pemahaman ilmu dan moral
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu dan sttategi insani
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu dan Moral


1. Ilmu
Ihsan mengemukakan kata ilmu berasal dari bahasa Arab (alima) dan
berarti pengetahuan. Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia kita
ekuivalenkan dengan istilah science. Science berasal dari bahasa latin scio,
scire, yang juga berarti pengetahuan. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara
sistematis, konsisten, dan kebenarannya telah diuji secara empiris.
Kasmadi mengemukakan sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan,
apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah sebagai berikut.
i. Ilmu harus mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak
diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan
objeknya
ii. Ilmu harus mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang
objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi
iii. Ilmu harus sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman, objeknya
dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur
iv. Ilmu bersifat universal, berarti kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu
tidak bersifat khusus melainkan berlaku umum
2. Moral
moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau
cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Sementara itu Ihsan menyebutkan Kata moral dalam bahasa Yunani
sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka
kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut
serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan
moral itu. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian dari
moral adalah Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
3. Hubungan antara ilmu dan moral
Hubungan antara ilmu dan moral merupakan kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan
teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan
manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping
penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan,
pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi.
Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan
dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan
atau ada keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu
berkembang, sehingga penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai
alam melainkan untuk tujuan perang, memerangi semua manusia dan untuk
menguasai mereka. Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan ilmu sering
melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk
kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan
manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya
harus menyesuaikan diri dengan ilmu, dikemukakan oleh Jujun S.
Suriasumantri
Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan
sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan
sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga
menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
B. Ilmu dan Etika

Etika” berasal dari bahasa Yunani kunoethos. Kata ethos dalam bentutunggal
mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; pada rumput, kandang; kebiasaan,
adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adalah: adat kebiasaan. “Etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan. 4 Secara etimologis, ethic berarti system of moral
principles5 atau system of moral standard values. 6 Secara terminologi etika
didefinisikan sebagai: the normatif science of the conduct of human being living
societies. A science which judge this conduct to be right or wrong, to be good or bad. 7

Secara singkat etika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan


(moral).8 Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”. Kata terakhir ini
berasal dari bahasa Latin mos(jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat. Dalam
bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama kali dimuat
dalam Kamus BesarBahasa Indonesia, 1988), kata mores masih dipakai dalam arti yang
sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda;
yang pertama berasal dari bahasa Yunani, sedang yang kedua dari bahasa Latin.

Moral adalah ajaran-ajaran wejangan-wejangan atau khutbah-khutbah patokan-


patokan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia
yang baik. Sumber langsung ajaran moral dapat berupa ajaran agama, nasihat para bijak,
orang tua, guru dan sebagainya. Pendek kata sumber ajaran moral meliputi agama,
tradisi, adat-istiadat dan ideologi-ideologi tertentu.9 Sebagai sistem nilai, etika berarti
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok dalammengatur tingkah lakunya belakang bagi terbentuknya istilah “etika”
yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral.

Etika sebagai filsafatmempelajari pandangan-pandangan, persoalan-persoalan


yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. Etika pada kajian filsafat ini sangat
menarik perhatian para filosof dalam menanggapi makna etika secara lebih serius dan
mendalam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles. Aristoteles dalam
bukunya Etika Nikomacheia,menjelaskan tentang pembahasan etika kedalam dua hal
penting,yaitu pertama,etika sebagai terminus techius. Pengertian etika dalam hal ini

4
K.Bertens, Ertika Jakarta: Gramedia. 2007.hlm 4
5
A.P Cowie [ed.], Oxford Learner's Pocked Dictionary, Oxford: Oxford University Press, 1987, hlm 127
6
Victoria Neufeld [ed.], Webster's New World Dictionary, Third Edition, New York: Simon &
Schuster Macmillan Company, 1999, hlm 400
7
10.William Lillie, an Introduction to Ethics, New York: Barnes Nable, 1957, hlm 1
8
H.De Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987,hlm 1
9
Fransz Magnis Suseno, Etika Dasar, hlm 14
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Kedua,etika dimaknai sebagai manner dan custom,dimana etika dipahami sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam
kodrat manusia ( Inherent in human nature) yang terikat dengan pengertian “ baik dan
buruk ” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang
menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

a. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
b. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru
menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-
nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat –seringkali tanpa disadari– menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini
sama dengan filsafat moral.10

Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat dihampiri
berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif, Etika Normatif, dan
Metaetika.

a. Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas
seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang
diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu
etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apa pun, ia hanya
memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya:
Penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitif.

b. Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat


mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara
lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika
normatif berarti sistemsistem yang dimaksudkan untuk memberikan

10
.Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001,hlm 29
petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik
atau buruk. Etika normatif ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1)Etika umum, yang menekankan pada tema-tema umumseperti: Apa yang
dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana
hubungan antara tanggungjawab dengan kebebasan?
2)Etika khusus, upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke
dalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika
terapan.

c. Metaetika, yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapanungkapan


etis.Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji
secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan
“baik” atau “buruk”. Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini adalah
Filsafat

C. Implikasi Filsafat Ilmu dan Etika Keilmuan dalam Pengembangan Ilmu


Pengetahuan Modern

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu menjadi aspek utama dalam seluruh
perkembangan peradaban di dunia yang kemudian memengaruhi perkembangan
berbagai aspek, diantaranya pendidikan, teknologi, dan budaya (Wahyudi, 2016).
Pedoman etika keilmuan harus jelas terpegang mengingat kondisi saat ini sudah
berbeda dengan masa lampau. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi menguasai
kehidupan
Apabila kejadian tersebut tersu berlarut maka masa depan generasi penerus dan
peradaban manusia semakin terancam. Sebab tidak ada lagi manusia yang berpikir
secara arif dan bijaksana dalam meneglola kehidupan dengan mempertimbangkan etika
diskriptif dan etika normatif yang ada. Oleh karena itu, filsafat ilmu bertugas dalam
memberikan landasan filosofis agar manusia mampu memahami berbagai konsep teori
dan kemampuan dasar pada suatu disiplin ilmu. Secara subtantif filsafat memiliki
fungsi pengembangan agar setiap disiplin ilmu memiliki pembekalan dan menampilkan
teori subtantif. secara teknis diorganisir melalui metodologi sehingga diperoleh
pengembangan ilmu yang dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan
teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing (Rahayu, 2015).
Ilmu berperan dalam pengembangan ilmu itu sendiri, lingkungan alam dan
kehidupan manusia serta hal-hal yang berkaitan dengan rohaniah khususnya rasa
imaniah manusia dengan Tuhan. Ilmu menjadi acuan dalam menyusun kerangka
berpikir penemuan ilmu baru. Fungsi ilmu adalah sebagai perangkat pengurai rahasia
alam beserta hukumnya. Ilmu membedakan hal-hal yang baenar dan salah secara jelas,
sehingga manusia mampu menilai kebenaran dalam suatu hal yang dikaji.
Ilmu juga memungkinkan manusia memperediksikan suatu kejadian sekaligus
membuat perencanaan sikap atas suatu persoalan. Manusia yang dibekali ilmu
pengetahuan yang baik tentunya memungkinkan untuk dapat mengendalikan segala
kejadian yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan maka sejatinya ilmu dipergunakan
oleh manusia sebagai sarana pendukung pemenuhan kebutuhan hidup manusia di segala
bidang termasuk juga mengatasi segala permasalahan dan persoalan hidup.
Pengembangan ilmu haruslah berlandaskan pada anjuran moral dalam berkarya
dan berinovasi sekaligus berdasar pada nilai-nilai keimanan dan berorientasi pada
kemaslahatan manusia. Pemanfaatan ilmu haruslah menekankan aspek etika pengguna
dan pengembang ilmu. Sebab sejatinya ilmu bersifat netral dan ketidaknetralan ilmu
bergantung pada manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan secara
ontologis dan aksiologis bahwa sejatinya manusialah yang menentukan dan
memberikan penilaian tentang baik dan buruknya suatu kebenaran atau pengetahuan
(Abadi, 2016).

D. Tanggung Jawab Ilmuwan


Suriasumantri (2000:237) mengemukakan Ilmu merupakan hasil karya
perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.
Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah
bersifat sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang
bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan secara efektif.
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun
yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan
hidup bermasyarakat.
Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara
individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Jika dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas
perubahan sosial, maka hal itu berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan
juga ilmu bertanggung jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab
tersebut bersangkut paut dengan masa lampau dan juga masa depan.
Ilmuwan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang akan terjadi dengan
ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses pendidikan keilmuan
sekarang. Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan juga harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka
sadari (Suriasumantri, 2000:241).
Tanggung jawab ilmu atas masa depan pertama-tama menyangkut usaha agar
segala sesuatu yang terganggu oleh campur tangan ilmu bakal dipulihkan kembali.
Campur tangan ilmu terhadap masa depan bersifat berat sebelah, karena sekaligus
tertuju kepada keseimbangan dalam alam dan terhadap keteraturan sosial. Gangguan
terhadap keseimbangan alam misalnya pembasmian kimiawi terhadap hama tanaman,
sistem pengairan, dan sebagainya. Perlu diingat bahwa keberatsebelahan itu sebenarnya
bukan hanya karena tanggung jawab ilmu saja, melainkan juga oleh manusia sendiri
(Ihsan, 2010: 282).
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan
informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan.
Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya
keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang sedang membangun maka dia harus
bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan suri teladan (Suriasumantri,
2000: 244).

Jadi bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara
intelektual maupun secara moral , maka salah satu penyangga masyarakat modern akan
berdiri dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga keilmuan itu merupakan tanggung
jawab sosial seorang ilmuwan. Tanggung jawab juga menyangkut penerapan nilai-nilai
etis setepat-tepatnya bagi ilmu di dalam kegiatan praktis dan upaya penemuan sikap
etis yang tepat, sesuai dengan ajaran tentang manusia dalam perkembangan ilmu.
E. Etika dan Moral Ilmuwan
ilmuwan merupakan seorang yang ahli dalam suatu bidang ilmu tertentu dan
berkewajiban mengembangkan suatu bidang ilmu yang menjadi keahliannya dengan
mengadakan penelitian. demi menemukan hal-hal baru yang akan menjadi kontribusi
ilmiah, khususnya bagi bidang ilmu tertentu yang, menjadi spesialisasi keahliannya.
Umumnya, bagi bidang-bidang ilmu lain karena tidak dapat dipungkiri bahwa
hakikatnya antara satu bidang ilmu dan bidang ilmu lainnya memiliki keterkaitan, satu
sama lainnya saling melengkapi.
Namun,tugas ilmuwan bukan hanya sekadar untuk mencari permasalahan yang
bertujuan mencari kebenaran, tetapi seorang ilmuwan juga mengemban suatu tanggung
jawab memecahkan permasalahan keilmuan seta mempertanggungjawabkan hasil
temuannya dan mempublikasikan ke seluruh dunia.Untuk bisa mewujudkan hal
tersebut, seorang ilmuwan juga dapat bekerja dengan mengembangkan beberapa sikap
ilmiahnya diantaranya yaitu sebagai berikut:
A. Kejujuran
Sikap jujur juga sangat penting dimiliki seorang ilmuwan. Jujur di sini adalah selalu
menerima kenyataan dari hasil penelitiannya dan tidak mengada-ngada. Selain itu
tidak boleh mengubah data hasil penelitiannya. Contohnya daging ayam. Ketika ada
ilmuwan yang memalsukan manfaat yang terkandung pada daging ayam, maka bisa
dibayangkan seperti apa dampaknya.

B. Rasa ingin tahu yang besar


Rasa ingin tahu adalah dasar untuk melakukan penelitian demi mendapatkan
sesuatu yang baru. Hal tersebut harus ada di dalam diri sikap seorang ilmuawan.
Contohnya jika melihat penyakit yang belum diketahui penyebabnya, maka seorang
ilmuwan akan sangat terangsang untuk ingin tahu lebih lanjut, apa yang yang
menyebabkan penyakit itu muncul, seperti apa gejalanya, bagaimana cara
penyembuhannya, dan sebagainya. Ketika pertanyaan-pertanyaan semacam itu
muncul, seorang ilmuwan tidak akan diam dan merenung saja. Dia malah akan
berusaha mencari informasi melalui berbagai sumber dan berusaha memecahkan
masalah tersebut.
C. Rajin
ajin merupakan elemen penting untuk seorang ilmuwan. Selain itu, ilmuwan juga
tidak boleh ada kata menyerah dan putus asa. Maka dari itu, ketika ada seseorang
yang mudah putus asa dan menyerah lebih baik untuk tidak memaksakan diri
menjadi seorang ilmuwan. Sebab ilmuwan itu akan mengulang-ulang penelitiannya
untuk mendapatkan data yang akurat. Dengan data yang akurat maka kesimpulan
yang didapat juga lebih akurat.

D. Teliti
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat, maka seorang ilmuwan harus
memiliki sikap yang teliti. Dengan tindakan yang teliti, hati-hati, dan tidak ceroboh,
maka akan mengurangi kesalahan-kesalahan dalam proses penelitian. Jika
penelitian tersebut dalam meminimalisisr setiap kesalahan, maka data yang akurat
akan didapatkan.

E. Peduli pada lingkungan


Seorang imuwan perlu memiliki sikap peduli terhadap lingkungan. Tidak hanya
dari sikap saja, seorang ilmuwan juga harus menanamkan sikap ini dalam jiwanya
karena hasil penelitian ini tidak boleh merugikan makhluk hidup manapun. Tuhan
sudah menanamkan akal kepada setiap manusia agar dia dapat menggunakan
akalnya demi kepentingan semua ciptan-Nya bukan malah merusaknya.

F. Dapat Bekerja sama


Tanpa kerja sama, sebuah penelitian tidak akan pernah berjalan dengan baik. Sebab,
Seorang ilmuwan sekalipun membutuhkan orang lain atau peneliti lainnya untuk
dapat menyelesaikan penelitiannya. Dengan begitu, kerapian penelitian dapat
menunjang keberhasilan dan ketepatan hasilnya.

G. Berpendapat dengan ilmiah dan juga kritis


Setiap pendapat yang dikemukakan seorang ilmuwan harus berdasarkan fakta yang
telah diuji kebenarannya. Dia tidak boleh mengada-ada, atau tanpa bukti yang bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan demikian, hasil penelitian memiliki
dasar pijakan yang kuat dan juga akurat.
H. Harus Terbuka
Seorang ilmuwan harus dapat menunjukkan sikap yang terbuka. Sikap tersebut bisa
ditunjukkan dalam sikap mau menerima kritik dan juga saran dari orang lain. Selain
itu, seorang ilmuwan harus terbuka dalam menyampaikan hasil penelitiannya.
Dengan begitu, kelemahan dan kelebihan hasil penelitiannya dapat diketahui.
Kelemahan dapat diperbaiki dan kelebihannya dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan orang lain.

I. Selalu Optimis
Seorang ilmuwan harus selalu berpikiran positif. Bagi dia, penelitian yang
dilakukannya pasti akan bermanfaat untuk makhluk hidup sehingga tidak ada yang
sia-sia. Rasa optimis ini harus selalu melekat di dalam diri seorang ilmuwan.
Dengan begitu, dia dapat meneliti sesuatu tanpa rasa khawatir kalau nantinya apa
yang sedang dikerjakan akan menjadi tidak berguna.

J. Dapat bertanggung jawab


Hasil penelitian yang diperoleh dari ilmuwan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu keselamatan tim peneliti dan pengaruh terhadap lingkungannya juga
menjadi tanggung jawab seorang ilmuwan. Jangan sampai ketika hasil penelitannya
ternyata palsu, dia malah lari dari tanggung jawab dan lepas tangan begitu saja,
apalagi kalau sampai menyalahkan peneliti lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ilmu harus mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang

objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang tertata. Sebagai cabang filsafat,

etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga,

angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut

serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu.

Hubungan antara ilmu dan moral Hubungan antara ilmu dan moral merupakan

kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang

kepada ilmu dan teknologi.

Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang

menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu

manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu, dikemukakan oleh

Jujun S. Suriasumantri Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun

bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan.

Campur tangan ilmu terhadap masa depan bersifat berat sebelah, karena

sekaligus tertuju kepada keseimbangan dalam alam dan terhadap keteraturan sosial.

ilmuwan semdiri merupakan seorang yang ahli dalam suatu bidang ilmu tertentu dan

berkewajiban mengembangkan suatu bidang ilmu yang menjadi keahliannya dengan

mengadakan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Al Amin. Vol. 3, No. 1, 2020 Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam. Diakses
pada hari minggu, 06 November 2022 pada jam 20.54 WIB
AKSIOLOGI (unud.ac.id). Diakses pada hari mingGu, 06 November 2022 pada
jam 20.41 WIB
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press Printing.

Irfhan M Muktapa. ol. 3., No. 2, Juli 2021. Jurnal Belaindika :Pembelajaran
dan Inovasi Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai