Anda di halaman 1dari 19

Institusi Pendidikan Islam

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah “Islam dan Pendidikan”

Dosen Pengampu:

Drs. H. Khamid M.Pd

Disusun Oleh:

Dian Farhani : 2018220010

Nur Hidayah : 2018220028

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HAMIDIYAH JAKARTA

2020/1442
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang


senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Salawat serta salam
semoga tercurahkan dan terlimpahkan kepada baginda junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing perubahan akhlak
dari yang tidak terpuji menuju akhlak yang terpuji serta beliau sebagai
uswatun hasanah bagi kita.
Penulis berucap syukur kepada Allah atas limpahan rahmat dan
nikmat sehat, baik fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah, sebagai tugas dari mata kuliah Islam dan
Pendidikan.
Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran
dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Demikian, dan jika
terdapat kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Hanya kepada Allah SWT penulis memohon ampunan dan
rahmat-Nya semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami, dan
bagi pembaca umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Depok, 4 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Pengertian Institusi Pendidikan Islam.................................................2
B. Jenis-jenis Institusi Pendidikan Islam..................................................2
BAB III PENUTUP.............................................................................................12
Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator
dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini
tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya.
Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi
kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan
dengan konsep islam. Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah
dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya
demi tercapainya cita-cita umat islam.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-
lembaga pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara
umum atau disebuah kota secara khususnya, karena lembagalembaga itu ibarat
mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berhaga,
lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia
yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari institusi Pendidikan Islam?
2. Apa saja jenis-jenis institusi Pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Institusi Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Institusi Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Institusi Pendidikan Islam


Secara etimologi lembaga pendidikan adalah asal sesatu, acuan, sesuatu
yang memberi bentuk paada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan
mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dalam
bahasa inggris, lembaga disebut Institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana
atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengetian
non-fisik atau abstrak disenut Institution, yaitu suatu sistem norma untuk
memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan
bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.1
Lembaga pendidikan Islam secara terminology diartikan sebagai salah
satu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga
pendidikan mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan
juga pengertian abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturanperaturan
tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri. Muhaimin
menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sistem
pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan
niat untuk mengokohkan ajaran dan nilai-nilai islam.
B. Jenis-jenis Institusi Pendidikan Islam
Adapun jenis-jenis institusi (lembaga) Pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
1. Pendidikan Islam dalam Keluarga
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan
nasb. Keluaga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu),
perkawinan (suami, istri), dan persusuan. Pentingnya serta
keutamaan keluaga sebagai institusi (lembaga) pendidikan islam
disyariatkan dalam Al-quran:

‫ياَأَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ُكم نَارًا‬
1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2011, hlm. 277.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka”. (QS. At-Tahrim:6).
Sebagai pendidik orang tua (ayah/ibu) memiliki kewajiban yang
berbeda-beda. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi
kebutuhan keluarganya. Sedangkan ibu berkewajiban menjaga,
memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi
mendidik dan merawat anaknya.
Keluarga sebagai peranan yang pertama dan utama dalam
pendidikan., untuk mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang
baik dalam keluarga dapat mengombinasikan antara pendidikan yang
diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga, seperti sekolah,
pondok pesantren, masjid yang merupakan tempat peralihan dari
pendidikan keluarga.
Peranan orang tua sebagai pendidik:2
a. Korektor, yaitu mengoreksi dari perbuatan yang baik dan yang
buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik
bagi kehidupannya.
b. Inspirator, yaitu memberikan ide-ide positif bagi
pengembangan kreativitas anak
c. Informator, yaitu memberikan beragam informasi dan
kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu
pengetahuan anak semakin luas dan mendalam
d. Organisator, yaitu kemampuan mengelola kegiatan
pembelajaran anak yang baik dan benar
e. Motivator, yaitu memberikan dorongan agar anak semakin
aktif dan kreatif dalam belajar
f. Inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi
pengembangan dan kemajuan pendidikan anak
g. Fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan
pembelajaran bagi kegiatan belajar anak

2 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2008, hlm. 226.
h. pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak kearah
kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur
sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang
belaku di masyarakat.
2. Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Secara harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Namun,
dalam arti terminology, masjid diartikan sebagai tempat khusus
untuk melakukan aktivitas ibadah.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik
untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan
dalam masjid, akan terlihat hidupnya Sunnah-sunnah islam,
menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukumhukum
Tuhan, serta menghilangnya stratifikasi status sosialekonomi dalam
pendidikan. Karena itu, masjid merupakan lembaga kedua setelah
lembaga pendidikan keluarga.
Fungsi masjid agar lebih efektif apabila di dalamnya disediakan
fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar, seperti:3
a. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan
berbagai disiplin keilmuan.
b. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum dan
sesudah salat jamaah atau dikenal dengan istilah “I’tikaf ilmiah”.
c. Ruang kuiah, baik digunakan untuk training (tadrib) remaja
masjid, atau juga Madrasah Diniyah.
Menurut Abudin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh
masjid. Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan
informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga
pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai
tempat ibadah; salat lima waktu, salat Idul Fitri, Idul
Adha, berzikir, dan berdo’a. Semua kegiatan ibadah tersebut
terdapat nilai-nilai pendidikan spiritual yang amat dalam.

3 Ibid. hlm 232-233


Adapun peran masjid sebagai lembaga pendidikan nonformal
dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran
dalam bentuk halaqoh yang dipimpin oleh seorang ulama.
Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial
kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat dapat dipelajari di masjid
dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang
bersifat amaliah. Mereka yang banyak terlibat dan aktif dalam
berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan,
keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas
kemasyarakatan dan kepemimpinan.4
3. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Pada masa Bani Umayyah menjadikan pesatnya ilmu
pengetahuan, sehingga masyarkat islam tidak hanya belajar di masjid
tetapi juga pada lembaga yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok
pesantren). Kuttab, dengan karakteristik khasnya, merupakan wahana
dan lembaga pendidikan islam yang semula sebagai lembaga baca
tulis dengan sistem halaqah. Berikutnya kuttab mengalami
perkembangan pesat karena didukung oleh dana iuran masyarakat.
Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok
pesantren” yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang di dalamnya
terdapat seorang kiyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para
santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukunng dengan
adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah:5

4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2010. Hlm. 195
5 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakar, Op. Cit., hlm. 235.
a. Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian islam, dengan ilmu agamanya ia sanggup
menjadi mubaligh islam dalam masyarakat sekitar melalui
ilmu dan amalanya
b. Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh kiyai yang bersangkutan serta
dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam
masyarakat.
Pesantren memiliki ciri khusus yaitu; isi kurikulum yang
dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis
Arab, morfologi Arab, hukum islam, sistem yurisprudensi
islam, Hadis, tafsir Alquran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan
retorika, dan ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik
yang disebut dengan istilah
“kitab kuning”.
Seiring dengan perkembangan zaman pondok pesanteren
kini menapakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan
islam yang di dalamnya didirikan sekolah baik formal maupun
nonformal, serta mengalami transformasi kultur, sistem, dan
nilai. Pondok pesantren yang dulu dikenal dengan salafiyah
(kuno) kini telah berubah menjadi khalafiiyah (modern),
akibat dari berubahnya sistem dan kultur pesantren yang
drastis, misalnya:
a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau
serogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal
dengan istilah madrasah (sekolah)
b. Memberikan pengetahuan umum sekaligus
mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab
c. Memberikan ekstrakulikuler berdasar kemampuan dan
keterampilan masing-masing seperti;
kegiatan kepramukaan untuk melatih
kedisiplinan dan pendidikan agama, pmi,
olahraga, serta kesenian islami.

4. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan islam

Madrasah adalah isim masdar dari kata darsa yang berarti sekolah
atau tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya,
madrasah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang bersasis
keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai lembaga
pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan umum. Sebagian
ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga
pendidikan islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya
melalui Perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-
Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun
1065 M. Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri
madrasah terbesar setelah Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-
Ayyubi.

Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-


tidaknya mempunyai beberapa latar belakang, diantaranya:

a) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan system


pendidikan Islam.
b) Usaha penyempurnaan terhadap system pesantren kearah suatu
system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya
memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah-sekolah
umum, misalnya masalah kesamaan kesempatankerja dan
perolehan ijazah.
c) Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam,
khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai system
pendidikan mereka.
d) Sebagai upaya untuk menjembatani antara system pendidikan
tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan system
pendidikan modern dari hasil akulturasi.
5. Pendidikan Islam Terpadu Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Istilah “terpadu” dalam sistem pendidikan dimaksudkan sebagai


penguat (littaukid) bagi Islam itu sendiri. Maksudnya adalah Islam
yang utuh menyeluruh integral bukan parsial. Artinya pendidikan
tidak hanya berorientasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan
yang ada harus memadukan unsur pembentukan sistem pemdidikan
yang unggul.

Islam memandang pendidikan sebagai sesuatu yang identik dan


tidak terpisahkan dari asal mula penciptaan manusia (fitrah
insaniyah). Manusia itu sendiri yaitu jasad, ruh, intelektualitas.
Dengan demikian, pendidikan dalam pandangan Islam meliputi tiga
aspek yang tidak dapat dipilah-pilah yang meliputi pendidikan jasad
(tarbiyah jasadiyah), pendidikan ruh (tarbiyah ruhiyah), dan
pendidikan intelektualitas (tarbiyah aqliyah).

Ketiga bentuk pendidikan tersebut tidak mungkin dan tidak akan


dibenarkan pemilahannya dalam ajaran Islam. Sebagaimana telah
dijelaskan, pendidikan berhubungan langsung dengan komposisi
kehidupan manusia. Memilah-milah pendidikan manusia berarti
memilah-milah kehidupannya. Hakikat inilah yang menjadi salah
satu rahasia sehingga wahyu dimulai dengan
“iqra” (membaca), dikaitkan dengan “khalq” (ciptaan) dan “asma
Allah” (bismi rabbik). Maksudnya bahwa dalam menjalani
kehidupan dunianya manusia dituntut untuk mengembangkan daya
intelektubalitasnya dengan suatu catatan bahwa ia harus
mempergunakan sarana “khalq” (ciptaan) sebagai obyek dan asma
Allah (ikatan suci dengan nama Allah dan hukumnya) sebagai acuan.
Bila ketiganya terpisah, akan melahirkan sebagai mana yang telah
disinggung terdahulu, suatu ketidakharmonisan dalam kehidupan
manusia itu sendiri.
Dalam membentuk sistem pendidikan yang unggul minimal ada
tiga hal yang harus diperhatikan, pertama sinergi antara
sekolah,masyarakat dan keluarga. Pendidikan yang ada harus
memadukan seluruh unsur di atas menggambarkan kondisi faktual
obyektif pendidikan. Buruknya pendidikan anak di rumah
memberikan beban berat kepada sekolah dan menambah keruwetan
persoalan di tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar,
seks bebas, narkoba dan sebagainya. Pada saat yang sama situasi
masyarakat yang buruk jelas membuat nilainilai yang mungkin sudah
berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah atau kampus
menjadi kurang maksimal.

Kedua kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari


tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kurikulum
sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi
ketersambungan pendidikan setiap peserta didik berdasarkan jenjang
pendidikannya masing-masing. Ketiga berorientasi pada
pembentukan tsaqafah Islam dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan.
Secara fundamental, pendidikan Islam terpadu berupaya
menginternalisasikan nilai-nilai Islam (ruh Islami, jiwa Islam)
melalui proses pendidikan Islam ke dalam seluruh aspek pendidikan
di sekolah. Tujuan utamanya adalah memadukan nilainilai sains dan
teknologi dengan keyakinan, kesalehan dalam diri peserta didik.

6. Perguruan Tinggi Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Sebenarnya ide pendirian perguruan tinggi Islam sudah muncul


sebelum Indonesia merdeka. Namun di antara sekian banyak ide
untuk mendirikan perguruan tinggi Islam pada masa penjajahan bisa
dikatakan gagal karena perguruan tinggi yang didirikan tidak
bertahan lama, kecuali sekolah tinggi yang dibentuk oleh masyumi.
Setelah Indonesia merdeka, lahirlah Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN) yang kemudian berkembang menjadi Institut
Agama Islam Negeri (IAIN). Tinggi Islam dilakukan oleh
Departemen Pendidika Nasional. Sedangkan secara fungsional
dilakukan oleh Kementerian Agama. Saat ini PTAIN terdiri atas 3
jenis yakni: Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN), danUniversitas Islam Negeri (UIN).
Sampai saat sekarang ini konsentrasi kelimuan di IAIN adalah
pengembangan ilmu-ilmu agama. Menyikapi globalisasi dengan
tuntutan yang semakin berkembang serta cita-cita untuk
mengitegrasikan ilmu yang tergolong perennial knowledge dan ilmu
yang tergolong ecquired knowledge, maka muncullah ide untuk
mengembangkan lagi IAIN menjadi universitas. Ide ini akhirnya
melahirkan Universitas Islam Negeri (UIN).

Pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam sudah dirintis sejak


zaman pemerintahan Hindia Belanda, dimana Dr. Satiman
Wirjosandjoyo pernah mengemukakan pentingnya keberadaan
lembaga pendidikan tinggi Islam untuk mengangkat harga diri
kaum muslim di Hindia Belanda.

Gagasan tersebut akhirnya terwujud pada tanggal 8 Juli 1945


ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta di bawah
pimpinan Prof. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai realisasi kerja
yayasan Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam yang dipimpin
oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua dan M. Natsir sebagai
sekretaris. Ketika masa revolusi kemerdekaan, STI ikut
Pemerintah Pusat Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta dan
pada tanggal 10 April 1946 dapat dibuka kembali di kota itu.

Dalam sidang Panitia Perbaikan STI yang dibentuk pada bulan


November 1947 memutuskan pendirian Universitas Islam
Indonesia (UII) pada 10Maret 1948 dengan empat fakultas:
Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Tanggal 20 Februari
1951, Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) yang berdiri di
Surakarta pada 22 Januari 1950 bergabung dengan UII yang
berkedudukan di Yogyakarta Setelah pengakuan kedaulatan
Indonesia secara internasional, Pemerintah mendirikan
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang diambil
dari Fakultas Agama UII (Yogyakarta) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Penetapan PTAIN sebagai
perguruan tinggi negeri diresmikan pada tanggal 26 September
1951 dengan jurusan Da'wah (kelak menjadi Ushuluddin).

Dalam perkembangannya selanjutnya, berdirilah


cabangcabang IAIN yang terpisah dari pusat. Hal ini didukung
oleh Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 1963. Hingga akhir
abad ke20, telah ada 14 IAIN, dimana pendirian IAIN terakhir
di Sumatera Utara pada tahun 1973 oleh Menteri Agama waktu
itu, Prof. Dr. H. A. Mukti Ali. Seperti telah diketahui, dalam
perkembangannya telah berdiri cabangcabang IAIN untuk
memberikan pelayanan pendidikan tinggi yang lebih luas
terhadap masyarakat.Untuk mengatasi masalah manajerial IAIN,
dilakukan rasionalisasi organisasi. Pada tahun 1977 sebanyak 40
fakultas cabang IAIN dilepas menjadi 36 Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) yang berdiri sendiri, di luar 14
IAIN yang ada, berdasaran Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 1997. Dengan berkembangnya fakultas dan jurusan pada
IAIN di luar studi keislaman, status "institut" pun harus
berubah menjadi "universitas", sehingga menjadi "Universitas
Islam Negeri". IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan
IAIN pertama yang berubah menjadi UIN, yakni UIN Syarif
Hidayatullah. Dan dalam perkembangan selanjutnya IAIN
Alauddin juga berubah menjadi UIN Alauddin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas kami menyimpulkan bahwa:
1. Institusi (Lembaga) pendidikan islam adalah suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan
2. Adapun jenis-jenis lembaga pendidikan misalnya:
• Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama dan
yang menjadi pendidik dalam keluarga adalah orang tua.
• Masjid adalah tempat untuk melakukan ibadah, selain itu juga
masjid digunakan sebagai tempat belajar
• Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang
didalamnya terdapat kiyai sebagai pendidik, santri sebagai
peserta didik, masjid sebagai tempat untuk melaksanakan
• Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berbasis
keadamaan
• Pendidikan Islam terpadu
• Perguruan Tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Mudzakir, A. M. d. J., 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana .

Nata, A., 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Ramayulis, 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.


Pertanyaan Tanya Jawab Mengenai Makalah Diatas
1. Khoirunnisa Azzahra
Bagaimana kita menyikapi orang tua yg tidak mampu untuk mendidik
agama Islam dalam keluarganya?karena orang tuanya sibuk dengan urusan
dunia dan tidak memikirkan pendidikan agama Islam untuk keluarganya!
2. Nabilla Fasya
Dihalaman 2 bagian B yg ke 1 itu kan " Pendidikan Islam dan Keluarga
ya. Bagaimana pendapat para pemakalah mengenai orang tua yang tidak
atau bahkan kurang peduli akan pendidikan keagamaan si anak.
Dikarenakan pendidikan Agama Islam itu sangatlah penting untuk
ditanamkan didalam diri seorang anak. Terlebih lagi didalam diri kedua
orang tuanya tersebut.?

Jawaban: Nabila Fasya dan khoirunnisa

Menurut kami... itu merupakan cara yang salah dalam mendidik, artian salah
dalam mendidik itu si anak tidak dididik akan pengetahuan agama yang
jelasjelas agama itu sangat penting bagi kelangsungan hidupnya baik di dunia
maupun di akhirat. Untuk itu.. dari dalam diri orang tua harus berubah
mengenai akan kepedulian pendidikan agama agar memperoleh kebaikan
hidupnya di dunia maupun di akhirat. Dalam hal itu juga orang tua harus
banyak terlibat dalam majelis majelis ilmu agar memperoleh pengetahuan
agama Islam supaya menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya...

3. Bella Nurachamaudina
Bagaimana cara seorang pendidik untuk bersinergi terhadap sekolah,
masyarakat dan keluarga sehingga bisa membentuk sistem pendidikan
yang unggul?

Jawaban:

Beberapa cara yang bisa dilakukan agar terjadi sinergi antara ketiganya adalah
sebagai berikut.
1) Membangun hubungan kemitraan sejajar antara guru (sekolah) dan
orang tua. Guru dan orang tua siswa adalah mitra yang bersama-sama
berusaha membantu siswa untuk berkembang ke arah tujuan yang
diharapkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah sehingga
masing-masing bisa saling bertukar pikiran dan mengkritisi setiap
proses yang dilakukan pada anak tanpa merasa canggung atau malu.
2) Adanya keterbukaan dan ketersambungan program antara program
sekolah dan program di rumah. Keterbukaan sangat diperlukan.
Keterbukaan yang diiringi dengan niat baik untuk menerima
seandainya ada kritik yang sampai baik itu pada guru maupun pada
orang tua. Setiap pola pendidikan anak di rumah sebaiknya
tersampaikan ke sekolah dan sebaliknya juga begitu program sekolah
harus terealisasikan kepada orang tua siswa. Lembaga keluarga
memiliki peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak sehingga sudah seyogianyalah memiliki program-
program yang terencana.
3) Adanya komunikasi antara orang tua dan sekolah dalam pelaksanaan
proses pendidikan baik itu di rumah maupun di sekolah yang
dilakukan minimal sebulan sekali sebagai langkah evaluasi program di
sekolah dan di rumah.
4) Bersama-sama orang tua dan sekolah melakukan kontrol sosial
terhadap masyarakat, membuat dan menciptakan lingkungan yang
sehat bagi perkembangan anak-anak. Melakukan kontrol dan kritik
terhadap berbagai media yang menayangkan hal-hal yang tidak sehat
bagi anakanak.
5) Sekolah dan orang tua serta masyarakat menciptakan lingkungan yang
membangun motivasi anak untuk terus berkarya dengan mendukung
setiap kegiatan positif mereka atau mengadakan lomba-lomba yang
merangsang kreativitas anak.
4. Anisa
Apakah lembaga-lembaga pendidikan islam mampu memperbaiki dan
meningkatkan moral bangsa?

Jawaban:

Iya mampu, Untuk memperbaiki dan meningkatkan moral bangsa dapat


dilakukan melalui pembinaan budaya religius di lembaga-lembaga
pendidikan, misalnya:

1) Melakukan kegiatan rutin yaitu, pengembangan kebudayaan religius


yang berlangsung pada hari hari belajar biasa dilembaga lembaga
pendidikan.
2) Menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dan
menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan agama dengan
menumbuhkan budaya religius yang dapat membimbing peserta didik
agar mempunyai akhlak mulia, perilaku jujur, disiplin, dan semangat.
Sehingga akhirnya menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas dirinya.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik sekolah maupun
universitas untuk mengekspresikan diri menumbuhkan bakat minat dan
kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan seni membaca
Alquran, azan, tilawah, serta mendorong peserta didik untuk mencintai
Alquran dan kandungannya.

Anda mungkin juga menyukai