Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MAKNA INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Philosophy of Islamic Education
Dosen Pengampu : Saiful Bahri, S. Ag.

Disusun Oleh :
1. Adelia Wahyuningtyas (1860203223206)
2. Dhany Susilo Ibrahim (1860203223208)
3. Nourma Yunita (1860203221070)
4. Riki Priatama (1860203222106)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Philosophy of Islamic Education dengan judul
“Makna Intitusi Pendidikan Islam” dapat terselesaikan dengan lancar.
Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Saiful Bahri, S.Ag. selaku
dosen Philosophy of Islamic Education yang telah membimbing dalam
menyelesaikan makalah dan teman-teman yang telah mendukung untuk
menyelesaikan makalah tepat waktu.

Dalam penulisan makalah, kami menyadari bahwa sesuai dengan


kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah.Kami berharap dari makalah yang kami susun
ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca.
Aamiin.

Tulungagung, 30 Maret 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
A. Latar Belakang .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 5
A. Pengertian Institusi Pendidikan Islam ........................................................ 5
B. Filosofi Pengembangan Institusi Pendidikan Islam .................................... 6
C. Hirarki Institusi Pendidikan Islam ............................................................. 8
D. Konsep Al – Attas (Abdullah dan Suprayog) tentang Institusi Pendidikan
Islam .............................................................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eksistensi Pendidikan dan Ilmu pengetahuan tak dapat diragukan
kehadirannya. Karena sangat berpengaruh dalam membentuk tatanan
kehidupan manusia. Eksistensinya juga merupakan sebuah kebutuhan bagi
manusia dalam melangsungkan kehidupan yang terarah dan menuntun
manusia mencapai tujuan hidup. Oleh karenanya, Islam memberikan
kewajiban bagi setiap umat islam untuk menimba ilmu dimanapun dan
kapanpun, karena dengan. Ini dapat menempuh proses pendidikan sesuai
jalur yang diambil masing-masing tiap individu. Hal ini berhubungan
langsung dengan usaha manusia dalam menggapai ridho Allah dengan
mengagungkan ilmu, dan juga sebagai bentuk usaha manusia melengkapi
keimanan mereka dengan ilmu, karena iman tanpa ilmu dapat membawa
manusia ke jalan kesesatan dan begitupun sebaliknya.
Dengan keagungan ilmu dan kebutuhan manusia terhadap Ilmu
melalui proses pendidikan, agaknya Islam telah menemukan secercah
harapan terhadapnya dengan munculnya institusi pendidikan Islam sebagai
bentuk majunya peradaban Islam. Institusi pendidikan Islam juga sangat
berperan penting dalam membangun peradaban Islam dalam bidang
Keilmuan yang pengaruhnya bisa dirasakan sampai sekarang. Berkaitan
dengan hal tersebut, institusi pendidikan Islam hadir sebagai sarana proses
transmisi Ilmu pengetahuan sejak dulu dan sangat terbantu dalam
menjalankan misi penyebaran ilmu secara maksimal.
Perlu dipahami juga fungsi adanya institusi Pendidikan Islam dari
berbagai aspek terutama filosofi dan hirarkinya. Selain itu, konsep beberapa
ahli tentang institusi Pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosofi pengembangan institusi Pendidikan Islam?
2. Bagaimana hirarki pengembangan institusi Pendidikan Islam?
3. Bagaimana konsep pemikiran Al – Attas menurut Abdullah dan
Suprayog?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami filosofi pengembangan institusi
Pendidikan Islam.
2. Mengetahui dan memahami hirarki pengembangan institusi
Pendidikan Islam.
3. Mengetahui dan memahami pemikiran Al – Attas menurut
Abdullah dan Suprayog.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Institusi Pendidikan Islam


Pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang dalam
berbagai bentuk lembaga yang bervariasi, seperti pesantren, madrasah,
surau, dan meunasah. Dalam perkembangannya, pendidikan Islam di
Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan
secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-
tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Lembaga pendidikan Islam
telah memainkan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
zamannya.
Menurut KBBI sendiri, Institusi adalah lembaga; pranata atau
sesuatu yang dilembagakan oleh undang-undang, adat atau kebiasaan.
Institusi juga dapat berarti gedung tempat diselenggarakannya kegiatan
perkumpulan atau organisasi.
Sedangkan menurut para ahli Institusi Pendidikan Islam adalah
sebagai berikut :
1) Abuddin Nata, mengungkapkan bahwa kajian Lembaga
Pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya terintegrasi
secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-
macam Lembaga Pendidikan. Namun demikian, dapat di
pahami bahwa Lembaga Pendidikan Islam adalah salah satu
lingkungan yang di dalam nya terdapat ciri-ciri keislaman
yang memungkinkan terselenggaranya Pendidikan islam
dengan baik.
2) Menurut H.M. Arifin, Pendidikan Islam sendiri diartikan
sebagai proses pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai
agama Islam yang memiliki tujuan menanamkan dan
membentuk sikap hidup, mengembangkan kemampuan
berilmu pengetahuan yang sejalan dengan nilai Islam yang
melandasi agar mengembangkan kehidupan anak didik ke
arah kedewasaan yang menguntungkan dirinya dimana
dalam pelaksanaannya dilakukan dengan langkah langkah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pedagogis.
Pengertian lain tentang lembaga pendidikan Islam adalah tempat
berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengubah tingkah laku individu kearah yang lebih baik melalui interaksi
dengan lingkungan sekitarnya. Dan perubahan yang dimaksud tentu
dilandasi dengan nilai-nilai Islami.

5
B. Filosofi Pengembangan Institusi Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam tentu sangat diperlukan sebagai aplikasi
filsafat dalam pendidikan. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pendirian
Lembaga pendidikan senantiasa berhubungan dengan individu dan
masyarakat yang menyelenggarakan dan mengkonsumsi Pendidikan. Oleh
karena itu, pengelola pendidikan harus memahami filsafat pendidikan
sebagai basis penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan, termasuk di
dalamnya metode dalam pendidikan.
Metode merupakan langkah atau cara menyelenggarakan
pendidikan. Karenanya, metode merupakan salah satu hal krusial yang
perlu dirumuskan. Herman H. Horne memberikan pembatas arti metode
dalam pendidikan sebagai suatu prosedur dalam mengajar. Suatu metode
atau kombinasi metode yang dipergunakan dapat diidentifikasi, walaupun
seorang pengajar tidak menyadari sama sekali permasalahan metode. Suatu
prinsip metode yang sering diikuti adalah “ajarlah orang lain seperti orang
lain pernah mengajarmu”. Dalam serangkaian aktifitas belajar-mengajar,
metode seringkali menjadi satu hal yang inheren, sehingga pengajar
maupun pelajar kerap mengabaikannya. Karenanya, sekalipun tidak
dipikirkan, metode tetap includ di dalam proses kependidikan.
Menurut H.M. Arifin metode dalam pandangan filosofis Pendidikan
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat itu mempunyai fungsi yang bersifat polipragmatis yakni bilamana
metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda di satu sisi
memberikan manfaat dan positif namun di sisi lain bisa menjadi sesuatu
yang membahayakan dan berdampak negatif sebagaimana media yang
berbasis IT (informsi teknologi) dan monopragmatis atau alat yang hanya
dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja seperti
laboratorium.
Dalam sejarah pendidikan Islam, para pendidikan muslim
menerapkan berbagai metode mendidik dalam situasi dan kondisi yang
berbeda. Al-Ghazali mengatakan, seorang pendidik harus menggunakan
pengaruhnya serta cara yang tepat guna sukses dalam tugas.27 Penggunaan
pengaruh cenderung menjadi suatu alat kontrol terhadap peserta didik
untuk tetap berada dalam naungan pengawasan pengarahan pendidik.
Wibawa seorang guru, misalnya, menjadi salah satu alat kontrol. Wawasan
keilmuan yang luas juga dapat menjadi alat kontrol. Di bawah pengaruh
wibawa dan wawasan keilmuan seorang guru maka peserta didik dapat
dikontrol, diarahkan, dan dicetak sesuai visi pendidikan.
Dalam hal mendidik, al-Ghazali mengambil sistem yang berasaskan
keseimbangan antara kemampuan rasional dan kekuasaan Tuhan, antara
kemapuan penalaran dan pengalaman mistik yang memberikan ruang kerja
bagi akal, serta keseimbangan antara berpikir deduktif logis dan
pengalaman empiris manusia. Karenanya, al-Ghazali tidak layak disebut
salah satu intelektual muslim yang mendikotomi ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, ia ingin mengintegrasikan seluruh disiplin ilmu pengetahuan
dan menanamkannya dalam pribadi anak didik secara seimbang.
Atas dasar pandangan al-Ghazali yang bercorak empiris, maka
tergambarlah metode pendidikan yang diinginkannya. Di antaranya lebih

6
menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam
mendidik, seperti guru harus mencintai muridnya bagai anaknya sendiri,
memberi nasihat kepada anak didik agar menuntut ilmu tidak sekadar
untuk kepentingan pribadi malainkan untuk mendapat ridho Allah,
mendorong murid mencari ilmu yang bermanfaat, contoh yang baik,
mengajarkan hal-hal sesuai kemampuan akal anak.
Seorang guru atau tenaga pendidik bukan semata berkewajiban
mentransformasi keilmuan melainkan juga membimbing perkembangan
akhlak dan spiritualitas anak didik. Metode pendidikan Islam tidak berhenti
membicarakan langkah-langkah yang sebatas menularkan teori-teori
pengetahuan melainkan juga anak dapat menerapkannya dalam kehidupan,
disertai dengan perilaku sehari-hari yang sejalan dengan tuntunan agama.
Alhasil, metode pendidikan Islam harus memperhatikan semua aspek
kepribadian anak didik.
Jika al-Ghazali lebih fokus pada metode integrasi dan moralitas
maka Ibnu Khaldun memberikan prinsip-prinsip metodologis yang
cenderung psikologis dalam mengajar, seperti :
a) Hendaknya tidak memberikan pelajaran tentang hal-hal sulit
kepada anak didik yang baru mulai belajar. Anak didik harus
diberi persiapan secara bertahap yang menuju kesempurnaan.
b) Anak didik diajar tentang masalah-masalah yang sederhana dan
dilanjutkan ke permasalahan yang lebih tinggi secara bertahap
dengan mempergunakan contoh yang baik, alat peraga, dan alat
bantu lainnya.
c) jangan memberikan ilmu yang melebihi kemampuan akal pikiran
anak didik. Sebab, ia akan diserang rasa malas.
Ibnu Khaldun melihat sosok anak adalah pribadi yang belum dewasa
dan belum matang sepenuhnya. Anak masih berada pada usia dini, yang
lebih banyak memiliki kelemahan dibanding orang dewasa. Karenanya,
Pendidikan yang diberikan kepada anak harus dijenjang dan diberikan
secara bertahap, guna menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan.
Guru atau tenaga pendidik harus memperhatikan aspek-aspek kepribadian
masing-masing peserta didik, memetakan tingkat kecerdasan dan
kemampuan individual mereka, serta memberikan ilmu pengetahuan
dengan porsi yang tak harus sama.
Tentu saja, metode pendidikan dari al-Ghazali dan Ibnu Khaldun
bersifat saling melengkapi. Dari al-Ghazali, seorang pendidik dapat belajar
tentang apa saja yang harus dikerjakan, dan dari Ibnu Khaldun dapat belajar
tentang bagaimana cara mengerjakan. Semua metode atau cara mendidik
yang diajarkan oleh al-Ghazali dan Ibnu Khaldun dapat bermanfaat bagi
peserta didik dalam rangka mencapai tujuan akhir pendidikan, yakni
menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Berikutnya adalah metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu
Sina. Menurut pendapatnya, anak-anak harus diperhatikan pendidikan
akhlaknya. Pertama, anak harus dijauhkan dari kemarahan, takut, perasaan
sedih, serta kurang tidur. Kedua, Keinginan-keinginan dan kesenangan
anak-anak harus diperhatikan. Menurut pandangan ibnu Sina, ada dua
manfaat yang diperoleh dari kedua hal tersebut, yaitu manfaat jasmani dan

7
rohani. Dengan cara-cara di atas, budi pekerti yang luhur dapat
dikembangkan dalam diri semenjak masa kanak-kanak sejalan dengan
kecenderungan yang baik. Budi pekerti yang luhur lahir dari kecenderungan
yang luhur pula. Begitupula budi pekerti yang buruk lahir dari
kecenderungan yang buruk pula. Metode mengajar yang disampaikan oleh
Ibnu Sina ini tak lain adalah melengkapi dua teoretikus sebelumnya.

C. Hirarki Institusi Pendidikan Islam


Tujuan Pendidikan Islam yang Jelas Institusi pendidikan Islam harus
memiliki tujuan yang jelas untuk menghasilkan manusia yang berakhlak
mulia, memiliki pemahaman yang baik tentang Islam, dan mampu
mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan Intelektualitas dan Moralitas Institusi pendidikan
Islam harus mengembangkan intelektualitas dan moralitas siswa, sehingga
mereka tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga
memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Pendidikan Tinggi (Universitas atau Institut) Jenjang pendidikan
tinggi untuk pendidikan Islam di Indonesia adalah universitas
atau institut Islam. Pendidikan tinggi bertujuan untuk membekali
mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk memasuki dunia kerja atau untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta untuk memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat dan umat Islam secara umum.
2. Pendidikan Menengah Atas (Madrasah Aliyah) Jenjang
pendidikan menengah atas untuk pendidikan Islam di Indonesia
adalah madrasah aliyah (MA) yang berdurasi 3 tahun.
Pendidikan menengah atas bertujuan untuk mempersiapkan
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan
tinggi, serta membekali siswa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk hidup mandiri dan
bermasyarakat.
3. Pendidikan Menengah Pertama (Madrasah Tsanawiyah) Jenjang
pendidikan menengah pertama untuk pendidikan Islam di
Indonesia adalah madrasah tsanawiyah (MTs) yang berdurasi 3
tahun. Pendidikan menengah pertama bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan dan keterampilan siswa, termasuk
pembelajaran tentang aqidah, syariah, dan akhlak Islam.
Fokus pada Pembelajaran Islam Institusi pendidikan Islam harus
fokus pada pembelajaran Islam, yaitu pengetahuan tentang aqidah, syariah,
dan akhlak Islam. Oleh karena itu, kurikulum dan metode pembelajaran
harus dirancang agar siswa dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-
nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

8
Konsistensi dengan Prinsip-prinsip Islam Institusi pendidikan Islam
harus konsisten dengan prinsip-prinsip Islam, termasuk dalam hal
kepemimpinan, pengelolaan, kurikulum, dan metode pembelajaran.
Peran Guru yang Penting Al-Attas menganggap guru sebagai figur
penting dalam institusi pendidikan Islam, karena guru adalah sumber
pengetahuan dan inspirasi bagi siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus
menjadi contoh teladan dalam berakhlak dan memahami agama secara baik.
Pembelajaran Seumur Hidup Institusi pendidikan Islam harus
membuka peluang untuk pendidikan seumur hidup, sehingga siswa dapat
terus belajar dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka
selama hidup mereka.
Hierarki dan Ranah Tujuan Pendidikan Islam secara garis besar
hierarki-dapat juga disebut dengan tahapan - tahapan pendidikan Islam,
dapat dikemukakan sebagai tujuan tertinggi. Tujuan tertinggi kadang kala
disebut juga dengan tujuan akhir. Orientasi tujuan ini bersifat mutlak dan
tidak mengalami perubahan serta berlaku secara umum bagi seluruh
umat Islam, tanpa terbatasi oleh teritorial-geografis dan ideologi yang
dianut oleh negaranya. Oleh karena itu, cakupan tujuan ini merupakan
tujuan final dari hakikat eksistensi manusia sebagai ciptaan Allah SWT di
muka bumi, yaitu sebagai ‘Abd dan khalifah fi al-ardh.

Secara eksplisit, tujuan tertinggi yang harus dicapai oleh pendidikan


Islam meliputi :
1. Menjadi hamba Allah yang paling bertaqwa dan senantiasa
taqarrub kepada-Nya. Pencapaian tujuan ini sejalan dengan
tujuan hidup penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk
beribadah kepada Allah SWT.
2. Mengantarkan dan mengaktualkan seluruh potensi peserta
didik sesuai dengan nilai Islami sehingga dengan kemampuan
tersebut, ia mampu menjadi wakil Allah SWT di muka bumi
(khalifah fi al-ardh).
3. Mengantarkan peserta didik untuk memperoleh
kesejahteraan, kebahagian dan kemenangan hidup, baik
kehidupan di dunia maupun di akhirat, serta serasi dan
seimbang.

Ketiga tujuan tersebut merupakan satu kesatuan yang padu


dari tujuan tertinggi yang harus dicapai oleh pendidikan Islam, yaitu
dalam upaya membentuk kepribadian peserta didik (manusia) sebagai
khalifah Allah yang beriman, tunduk dan patuh secara totalitas kepada
ajaran-ajaran-Nya.

9
D. Konsep Al – Attas (Abdullah dan Suprayog) tentang Institusi
Pendidikan Islam
Walupun pendidikan islam sebagai suatu disiplin ilmu telah diakui
menjadi salah satu bidang studi dan telah menarik minat kalangan
pembelajar untuk mengkajinya lebih serius, tetapi sebagai sebuah bidang
studi yang masih baru tampaknya disiplin ilmu ini belumlah pesat
perkembangannya dibandingkan dengan sejumlah bidang studi islam
lainnya. 1Islam memberikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dapat
menjadi landasan bagi institusi pendidikan untuk menjalankan tugasnya.
Pendidikan dalam islam dianggap sebagai dari ibadah dan tugas manusia
untuk mengembangkan potensi diri dan memperoleh pengetahuan yang
bermanfaat. Oleh karena itu institusi pendidikan dalam islam diharapkan
dapat mengajarkan pengetahuan yang bermanfaat, mengembangkan akhlak
yang baik, serta mempersiapkan generasi yang berkualitas.dan bermanfaat
bagi masyarakat.
Muhammad Naquib Al-Attas merupakan salah seorang pemikir
islam yang cukup kesohor dewasa ini, selain dikenal sebagai pengkaji
sejarah, teologi, filsafat dan tasawwuf sosok Naquib Al-Attas juga dikenal
sebagi pemikir pendidikan islam yang cemerlang. Nama lengkapnya adalah
Syed Muhammad Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas, yang
lebih populer dipanggil dengan nama Naquib Al-Attas. Beliau dilahirkan
pada tanggal 5 september 1931 di Bogor, Jawa barat. 2Menurut Al-Attas,
intitusi pendidikan harus diarahkan untuk membentuk manusia secara
holistic, yang mencakup dimensi spiritual, intelektual, moral dan social.
Institusi pendidikan yang ideal harus berusaha untuk memperkaya dan
memperkuat keterkaitan antara manusia dan Tuhan, manusia dana lam, serta
manusia dengan manusia.
Selain itu, Al-Attas berpendapat bahwa institusi pendidikan juga
harus memberikan perhatian yang cukup terhadap keterampilan praktis dan
keahlian teknisyang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
pelatihan keterampilan teknis harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang lebih luas dan tidak hanya untuk memperoleh keuntungan
finansial semata.
Dalam pandangan Al-Attas, pendidikan harus diarahkan untuk
membangun manusia yang sadar akan tujuan hidupnya, yaitu untuk
mencapai kebahagian yang abadi di dunia dan di akhirat. Al-Attas juga
menekankan pada pengembangan akhlak dan pemahaman tauhid.
Menurutnya, pendidikan harus melahirkan manusia yang berakhlak mulia
dan memiliki pemahaman yang benar tentang tauhid sebagai landasan
keimanan.

1
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2005), vi.
2
Wan Mohd. Nor Wan Daud, “ The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad
Naquib Al-Attas”, terj. Hamid Fahmy, Filsafat dan Praktik Pendidikan Syed Muhammad Naquib Al-
Attas, Cet. I ( Bandung : Mizan, 2005), 45.

10
Selain itu, pendidikan juga harus melatih keterampilan dan keahlian
untuk mampu memperbaiki kehidupan manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu, institusi pendidikan harus diarahkan untuk membentuk manusia
yang memiliki nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang dan
kesederhanaan.
Secara keseluruhan, konsep Al-Attas tentang institusi pendidikan
menekankan tentang pentingnya pendidikan yang holistic dan terintegrasi,
yang mencakup dimensi spiritual, intelektual, moral dan social, serta
keterampilan praktis dan keahlian teknis yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini harus dilakukan untuk membangun manusia yang sadar
akan tujuan hidupnya dan mampu berkontribusi secara positif terhadap
masyarakat dan alam sekitar.
Abdullah dan Suprayog adalah dua tokoh yang memberikan
pandangan islam. berikut penjelasan singkat mengenai pandangan mereka.
1) Abdullah
Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama indonesia
yang terkenal, sastrawan Arab, pendidik, dan pejuang
kemerdekaan. 3Kontribusinya terhadap pemikiran islam
adalah mengembangkan pandangan bahwa pendidikan islam
harus mencakup seluruh aspek kehidupan, baik spiritual
maupun materi, dan bukan hanya sebatas pada pemahaman
agama saja. Menurutnya institusi pendidikan harus
memenuhi tiga kriteria utama, yaitu :
a) Memiliki sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi dan kompeten di bidang
keilmuan islam dan keilmuan umum.
b) Memiliki kurikulum yang terintegrasi dan
menyeluruh, yang meliputi bidang agama dan
bidang umum.
c) Memiliki metode pengajaran yang efektif dan
inovatif, yang memungkinkan siswa untuk
memahami dan menerapkan ilmu
pengetahuan dengan baik.
Abdullah juga mengemukakan bahwa institusi
pendidikan islam harus memperhatikan konteks sosial dan
budaya dimana lembaga tersebut berada, serta
mempromosikan nilai-nilai islam yang toleran dan inklusif.
2) Suprayog
Suprayog merupakan seorang tokoh pendidikan
islam di Indonesia yang memperkenalkan gagasan tentang
pendidikan integral, yaitu pendidikan yang
mengintegrasikan aspek spiritual dan materi dalam satu

3
Dudi Supiandi. Pemikiran Kh Raden Abdullah Bim Nuh (UIKA Bogor : Tesis 2003), 15.

11
sistem pendidikan. Menurutnya, institusi pendidikan islam
harus memiliki tiga prinsip dasar, yaitu :
a) Mengajarkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT.
b) Memberikan pendidikan yang
mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan nilai-nilai islam.
c) Mendorong siswa untuk menjadi pemimpin
yang berkualitas dan bertanggung jawab
dalam masyarakat.
Suprayog juga mengemukakan bahwa institusi
pendidikan islam harus mengembangkan kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman, serta
memperhatikan perbedaan individual antara siswa. Selain
itu, institusi pendidikan islam ju ga harus mampu
menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan cepat
dan menghadapi berbagai perubahan dalam kehidupan.
Konsep Al-Attas tentang intitusi pendidikan islam bisa dilihat dari
perspektif Abdullah dan suprayog dapat dihubungkan dengan beberapa
aspek menjadi fokus perhatiannya. Beberapa aspek tersebut antara lain :
a) Pendidikan sebagai proses pengembangan manusia secara
menyeluruh
Al-Attas berpendapat bahwa pendidikan islam harus
mampu mengembangkan mausia secar menyeluruh, baik
secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Menurut
Abdullah dan Suprayog, konsep Al-Attas ini dapat
dihubungkan dengan pandangan mereka tentang pendidikan
yang tidak hanya menekankan pada penguasaan kognitif
atau akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan
spiritualitas.
b) Pentingnya akar-akar keilmuan Islam
Al-Attas menekankan pentingnya akar-akar
keilmuan islam sebagai dasar proses pendidikan. Abdullah
dan Suprayog juga setuju dengan pandangan ini dan
menambahkan bahwa institusi pendidikan islam harus
mampu mengembangkan keilmuan islam yang berkualitas
dan relevan dengan perkembangan zaman.
c) Pesan guru dalam proses Pendidikan
Al-Attas berpendapat bahwa guru memiliki peran
yang sangat penting dalam proses pendidikan islam.
Menurut Abdullah dan Suprayog, hal ini juga relevan dengan
pandangan mereka tentang pentingnya kualitas guru dalam
proses pendidikan. guru harus memiliki kompetensi yang
cukup dan mampu menjadi teladan bagi siswa dalam hal
akhlak dan spiritualitas.
d) Pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan
masyarakat yang berkeadilan

12
Al-Attas berpendapat bahwa pendidikan islam harus
mampu mengembangkan masyarakat yang berkeadilan.
Menurut Abdullah dan Suprayog, pendidikan islam juga
harus mampu membentuk manusia yang bertanggung jawab
secara sosial dan mampu berkontribusi dalam membangun
masyarakat yang lebih baik.
Dalam konsep Al-Attas, Abdullah dan Suprayog memliki beberapa
persamaan dan perbedaan.
Abdullah lebih menekankan pada pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di dalam pendidikan islam. Menurutnya, institusi pendidikan
islam harus mampu menghasilkan ilmuwan dan teknologi yang mampu
bersaing di tingkat internasional. Selain itu Abdullah juga mengemukakan
bahwa intitusi pendidikan islam harus memperhatikan konteks sosial dan
budaya dimana lemabaga tersebut berada, serta mempromosikan nilai-nilai
islam yang toleran dan inklusif.
Di sisi lain, Suprayog lebih menekankan pada pengembangan
pendidikan islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Menurutnya, institusi pendidikan islam harus
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dalam hal
pengembangan ekonomi dan sosial. Suprayog juga mengemukakan bahwa
institusi pendidikn islam harus mengembangkan kurikulum yang sesuai
denga kebutuhan dan tantangan zaman, serta memperhatikan perbedaan
individual antara siswa. Selain itu, institusi pendidikan islam juga mampu
beradaptasi dengan cepat dan menghadapi berbagai perubahan dalam
kehidupan.

13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Mengetahui proses transmisi ilmu dan juga peran institusi pendidikan


sangatlah penting, agar sebagai generasi Islam bisa menjaga kelestarian ilmu dan
menjadi semangat beroproses dalam bidang keilmuan. Beberapa literatur telah
membahas terkait institusi pendidikan Islam dan proses transmisi didalamnya,
namun hanya terfokus ke dalam satu institut saja. Serta peran Institusi pendidikan
Islam dalam membangun peradaban Islam di bidang keilmuan yang berkembang
pesat dan maju hingga sekarang.
Penulis menyarankan institusi pendidikan islam di Indonesia lebih di
optimalkan karena selain untuk memberikan bimbingan yang layak juga untuk
membentuk akhlak dan menanamkan budi pekerti yang baik. Selain itu, institusi
pendidikan Islam harus memberikan perhatian yang lebih besar pada pembentukan
akhlak dan moralitas siswa, karena ini adalah aspek penting dalam agama Islam.
Institusi pendidikan Islam harus fokus pada pengembangan spiritual, moral,
intelektual, dan sosial siswa. Ini dapat dilakukan dengan menawarkan pelajaran
tentang Islam dan moralitas Islam, serta kurikulum yang mencakup ilmu
pengetahuan, matematika, dan lainnya. Institusi pendidikan Islam harus
menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif untuk siswa dari latar belakang
yang berbeda. Ini dapat dilakukan dengan menghargai dan memahami perbedaan
siswa dan menawarkan dukungan yang diperlukan. Institusi pendidikan Islam harus
memperhatikan kualitas guru dan stafnya. Guru dan staf harus terlatih,
berkompeten, dan dapat memberikan lingkungan belajar yang baik untuk siswa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nizar. Samsul, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media


Pratama, 2001.
Supiandi. Dudi, Pemikiran Kh Raden Abdullah Bim Nuh (UIKA Bogor :
Tesis 2003), 15.
Nata. Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), vi.
Wan Mohd. Nor Wan Daud, “ The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib Al-Attas”, terj. Hamid Fahmy, Filsafat dan Praktik
Pendidikan Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Cet. I ( Bandung : Mizan, 2005), 45.
Rohinah, Filsafat Pendidikan Islam Studi Filosofis atas Tujuan dan Metode
Pendidikan Islam, FTIK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
Bafadhol. Ibrahim, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, 2017

15

Anda mungkin juga menyukai