Anda di halaman 1dari 19

HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu :
Dr. Andewi Suhartini, M.Ag

Kelompok 9 :

MARCHDARYTA SATITI (1182020137)

MIFTAH FARID (1182020144)

MUHAMAD ZIKRULLOH (1182020161)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa kami lantunkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat terutama bagi penulis dan bagi
pembaca pada umumnya. Akhirnya kepada Allah SWT. juga semuanya kita
kembalikan.

Penulis

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN............................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN...............................................................................................................2

A. Pengertian Kurikulum............................................................................................2

B. Prinsip-Prinsip Kurikulum......................................................................................3

C. Ciri-Ciri Khusus Kurikulum Pendidikan Islam......................................................6

D. Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia.............................................................7

BAB III...........................................................................................................................13

PENUTUP......................................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................................13

B. Saran.....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di bumi nusantara pada pra-kemerdekaan benar-benar berada dalam


kondisi yang sangat memprihatinkan. Dimana pemerintah Belanda tidak membiarkan
sedikitpun anak-anak bangsa mendapat pendidikan yang layak dan seharusnya.
Kalaupun toh ada proses pendidikan yang terjadi, bisa dipastikan bahwa hal tersebut
berada di bawah tekanan serta pengaruh tangan besi yang membabi buta dari penjajah
kolonial. Hasilnya, bangsa ini dididik untuk mengabdi sekaligus menjadi budak mereka.
Karena yang terpenting bagi mereka adalah meraup keuntungan dan kekayaan sebanyak
yang mereka bisa dari tanah air kita tercinta.

Setelah kemerdekaan, masalah pendidikan menjadi semakin kompleks. Dan tidak


hanya bagi Negara Indonesia, bagi Negara diseluruh duniapun untuk menjadi Negara
yang maju, harus ditopang dengan pendidikan yang maju pula. Nah, pendidikan yang
maju ini baru bisa dicapai jika system (kurikulum) pendidikannya baik.

Sebagaimana dalam Islam kita diajarkan bahwa iman merupakan dasar. Begitupun
dalam kurikulum dimana ada beberapa hal yang cukup mendasar, dan beberapa hal
tersebut akan kami bahas beserta kurikulum pendidikan Islam, khususnya di Indonesia
pada makalah kami kali ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kurikulum?
2. Bagaimana Prinsip-Prinsip Kurikulum?
3. Apa Saja Ciri-Ciri Khusus Kurikulum Pendidikan Islam?
4. Seperti Apakah Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Supaya Mengetahui Pengertian Kurikulum
2. Supaya Mengetahui Prinsip-Prinsip Kurikulum

1
3. Supaya Mengetahui Ciri-Ciri Khusus Kurikulum Pendidikan Islam
4. Supaya Mengetahui Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti
pelari, atau curere yang berarti tempat berpacu atau jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga yang disebut juga “a
little race course” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga,
biasanya berbentuk melingkar). jika pengertian ini kita kaitkan dengan dunia
pendidikan, maka dinamakan “circle of instruction”, yaitu lingkaran pengajaran dimana
guru dan murid terlibat didalamnya.1

Dalam bahasa Arab, kurikulum dikenal dengan kata “manhaj” yang berarti jalan
yang terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam berbagai bidang
kehidupannya. Sedangkan dalam pendidikan, manhaj atau kurikulum adalah jalan
terang yang dilalui pendidik (guru) dan orang yang di didik (murid), demi
berkembangnya pengetahuan, keterampilan, serta sikap murid tersebut. Jadi, manhaj
dalam pendidikan Islam bisa dikatakan sebagai seperangkat media dan perencanaan
yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan, dalam mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan.

Sedangkan makna kurikulum secara luas dapat dikelompokkan menjadi tiga,


yaitu; tradisional, modern, dan masa kini.2

1. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional

Traditionally, the curriculum has mean the subject taught in school, or the course
of study (kurikulum adalah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang
studi. Jadi, berdasarkan pada pengertian ini, yang dimaksud dengan kurikulum
adalah semua bidang studi yang diberikan dalam lembaga pendidikan).

1
Arifuddin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kultura, 2008). Hlm.79
2
Novan Ardy Wiyana & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam: Rancang Bangun Konsep
Pendidikan Monokomotik-Holistik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012). Hlm.167-168

3
2. Pengertian Kurikulum Secara Modern

The curriculum is looked as being composed of all the actual experience pupils
have under school direction, writing a course of study become but small part of
curriculum (kurikulum adalah semua pengalaman actual yang dimiliki peserta didik
di bawah pengaruh sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari
program kurikulum secara keseluruhan). Dalam hal ini kurikulum diartikan sebagai
semua pengalaman peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah.

3. Pengertian Kurikulum di Masa Kini

Curriculum is the strategy with we us in adapting this cultural geritage to


purpose of the school (kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk
mengadaptasikan kultur dalam mencapai tujuan sekolah).

Para pakar pendidikan mendefinisikan kurikulum sebagai berikut :3

1. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the
school situations, artinya bahwa kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang
dilakukan oleh lembaga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2. Smith mengartikan kurikulum sebagai a sequence of potential experiences of
disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. Dengan
definisi ini, kurikulum dipakai sebagai seperangkat usaha atau upaya pendidikan
yang bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan hidup bermasyarakat.
3. Harold Rugg mengartikan kuriklum sebagai the entire program of the shool, it is
the essential means of education. It is everything the students and their teacher
do. Artinya kurikulum adalah program sekolah yang di dalamnya terdapat semua
anak didik dan pekerjaan guru-guru mereka.

B. Prinsip-Prinsip Kurikulum

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bapak Syafikurrahman (dosen


pengantar kurikulum di INSTIKA), tentang prinsip dan landasan kurikulum beberapa
3
Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010).
Hlm.176-177

4
pekan yang lalu. Disebutkan bahwa dalam kurikulum terdapat dua prinsip yakni prinsip
umum dan prinsip khusus. Namun, pada kali ini kami hanya akan memfokuskan pada
prinsip umum kurikulum.

Prinsip umum kurikulum itu ada lima yakni:

1. Prinsip Relevansi (kesesuaian)

Kurikulum harus relevan, dalam hal ini terdapat dua relevansi. Relevansi
keluar (eksternal) dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri (internal).
Relevansi keluar artinya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum hendaknya relevan atau sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, dan
perkembangan masyarakat. Relevansi ke dalam artinya ada kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum (yakni antara tujuan, isi,
proses dan evaluasi). Relevansi ke dalam ini menunjukkan suatu keterpaduan
kurikulum.

2. Prinsip Fleksibelitas (lentur)

Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Artinya dalam hal
ini kurikulum hendaknya berisi hal-hal yang solid, tapi dalam pelaksanaanya
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah,
waktu maupun kemampuan dan latar belakang anak.

3. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)

Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung scara berkesinambungan.


Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga
hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dan kelas lainnya, antara
satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya. Juga antara jenjang
pendidikan dan pekerjaan

4. Prinsip Praktis atau Efisien

Kurikulum hendaknya mudah dilakasanakan menggunakan alat yang


sederhana, dan biayanya juga murah. Betapapun bagus dan idealnya suatu

5
kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus
dan mahal harganya, kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan,
baik keterbatasan waktu, biaya, alat maupun personalia. Kurikulum bukan hanya
harus ideal, tetapi juga praktis.

5. Prinsip Efektifitas (pencapaian tujuan)

Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana, keberhasilannya


tetap harus diperhatikan. Artinya, kurikulum harus mencapai tujuan yang
diinginkan. Baik seara kuantitas maupun kualitas. Tidak cuma itu, kurikulum
harus bisa efektif tidak hanya pada peserta didik, tetapi juga hrus bisa efektif
terhadap pendidik.

Jika pada penjelasan di atas merupakan prinsip kurikulum secara umum, maka
dalam kurikulum pendidikan Islam setidaknya ada tujuh prinsip yang harus dianut :

1. Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilainya.


Artinya; segala yang berkaitan dengan kurikulum termasuk falsafah, tujuan,
kandungan metode mengajar dan cara-cara perlakuan serta hubungan yang
berlaku dalam lembaga pendidikan harus berdasarkan agama Islam.
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandungan kurikulum.
Misalkan dalam kurikulum tujuannya harus meliputi semua aspek pribadi
pelajar, maka kandungannya pun haurs meliputi semua yang berguna untuk
membina pribadi anak didik yang berpadu dengan pembinaan akidah, akal,
dan jasmaninya.4
3. Keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum. Misal,
kalau perhatian pada aspek spiritual dan ilmu syariat lebih besar, maka aspek
spiritual tidak boleh melebihi aspek penting yang lain dalam kehidupan, dan
juga tidak boleh melampaui ilmu, seni, dan kegiatan yang harus diadakan
untuk individu masyarakat.
4. Berkaitan dengan bakat dan minat, kemampuan, kebutuhan pelajar, begitu
pula dengan alam sekitar fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup dan

4
Ibid,Hlm. 178-179

6
berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran, pengalaman yang
merubah sikapnya. Mengingat, dengan memelihara prinsip ini, kurikulum
akan lebih sesuai dengan semua anak didik. Juga lebih memenuhi
kebutuhannya serta lebih sejalan dengan suasana alam sekitar dan kebutuhan
masyarakat.
5. Prinsip perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber
pengambilan falsafah, prinsip, dan dasar kurikulum. Dimana metode
mengejar pendidkan islam mencela sifat membeo (taqlid) secara membabi
buta ataupun bertahan serta mengikuti ajaran yang diwariskan tampa
melakukan reserve. Islam mengalahkan perkembangan dan perubahan yang
berlaku dalam kehidupan.
6. Pertautan antara mata pelajaran dan aktiva (pengalaman aktivitas) yang
terkandung dalam kurikulum. Begitu juga dengan pertautan antara
kandungan kurikulum dan kebutuhan murid, kebutuhan masyarakat, tuntutan
zaman tempat pelajar berada, serta perkembangan yang logis yang sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat murid.
7. Pada dasarnya prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam diarahkan
sepenuhnya terhadap tujuan ajaran islam. Oleh karena itu, semua komponen
kurikulum harus berbasis kepada sumber ajaran islam, yakni al-Quran dan
as-Sunnah, baik secara lansung maupun tidak langsung.

C. Ciri-Ciri Khusus Kurikulum Pendidikan Islam

Dari refrensi yang kami dapat, setidaknya ada enam ciri-ciri khusus dalam
kurikulum pendidikan Islam:

1. Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak


didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari
ajaran Islam;
2. Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, yakni sebagai makhluk
yang memiliki keyakinan pada Tuhan (makhluk yang beriman);
3. Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi yang berlandaskan
kepada al-Quran dan as-Sunnah.

7
4. Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan ‘aqliyah anak
didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkrit.
5. Pembinaan akhlak anak didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan
islam.
6. Tidak ada kedaluarsa dalam kurikulum karena ciri has kurikulum pendidikan
islam senantiasa relevan dengan pengembangan zaman bahkan menjadi filter
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam
kehidupan masyarakat.5

Menurut al-Syaibaniy, diantara ciri-ciri kurikulum pendidikan islam itu adalah:

1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan
kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian,
pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek peribadi pelajar dari segi
intelektual, psikologi, social, dan spiritual. Begitu juga cakupan kandungannya
termasuk bidang ilmu, tugas dan kegiatan yang bermacam-macam.
3. Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada teoritis, baik yang
bersifat aqli maupun naqli, tetapi juga meliputi seni, aktifitas pendidkan jasmani,
teknik, keterampilan, kemampuan, keperluan dan perbedaan individu antara
siswa. Disamping itu, juga keterkaitannya dengan alam sekitar budaya dan social
dimana kurikulum itu dilaksanakan.

D. Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia

Jika kita membahas tentang kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, maka hal
pertama yang harus kita tahu bahwa ada bebarapa macam pendidikan Islam di
Indonesia, salah satunya yang akan kami bahas berikut ini :

1. Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan ‘bapak’ pendidikan Islam yang ada di Indonesia.


Hal ini dapat terlihat dari perjalanan sejarah, dimana sejak kurun waktu kerajaan
Islam pertama di Aceh pada abad-abad awal Hijriyah, kemudian di zaman Wali

5
Ibid,Hlm.182

8
Songo sampai permulaan abad 20. Banyak para wali dan ulama yang menjadi cikal-
bakal munculnya desa baru, termasuk pesantren.6

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”,


sedangkan pondok berarti “rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari
bambu”. Di samping itu, “pondok” bisa juga dikatakan berasal dari bahasa Arab
“fanduk” yang berarti “hotel atau asrama”.7

Lembaga pendidikan pesantren telah berkembang khususnya di tanah Jawa


selama berabad-abad. Dimana Syekh Maulana Malik Ibrahim (meninggal 1419 M/
882 H di Gresik, Jawa Timur) biasa dikenal juga sebagai Sunan Gresik yang
merupakan spiritual father Walisongo. Dalam masyarakat santri Jawa beliau
dipandang sebagai gurunya guru tradisi pesantren di tanah Jawa.8 Dan hal ini sesuai
dengan pernyataan Alwi Syihab yang menegaskan bahwa Syaikh Maulana Malik
Ibrahim merupakan orang pertama yang membangun pesantren sebagai tempat
mendidik dan menggembleng santri. Tujuannya agar para santri menjadi juru
dakwah yang mahir, sebelum mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas.9

a. Komponen-Komponen Pesantren

Secara umum pesantren memiliki komponen-komponen, diantaranya; kiai,


santri, masjid atau surau, pondok dan kitab kuning. Berikut adalah pengertian dari
masing-masing komponen tersebut:

1) Kiai

Adanya kiai dalam pesantren merupakan hal yang mutlak bagi sebuah
pesantren, sebab dia adalah tokoh sentral yang memberikan pengajaran, karena
kiai menjadi salah satu unsur yang paling dominan dalam kehidupan suatu
pesantren. Kemasyhuran, perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu
6
Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti,
1982). Hlm.7
7
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan
KIS, 1999). Hlm.138
8
K.H. Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: al-
Ma’arif Bandung, 1979). Hlm.263.
9
Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren : Dalam Tantangan Modernitas Dan
Tantangan Kompleksitas Global. (Jakarta: IRD Press, 2004). Hlm.6-7

9
pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, kharismatik,
wibawa dan ketrampilan kiai yang bersangkutan dalam mengelola pesantrennya.
Gelar kiai biasanya diberikan oleh masyarakat kepada orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin
pondok pesantren, serta mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para santri.

2) Santri

Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, tentang santri ini
biasanya terdiri dari dua kelompok :

a) Santri mukim; ialah santri yang berasal dari daerah jauh atau daerah
yang dekat dan menetap dalam pondok pesantren.
b) Santri kalong; ialah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar
pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka
pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran
di pesantren.
3) Masjid atau surau

Dalam konteks ini, masjid atau surau adalah sebagai pusat kegiatan ibadah
dan belajar mengajar. Masjid atau surau yang merupakan unsur pokok kedua
dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat melakukan shalat berjamaah
setiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar. Biasanya
waktu belajar mengajar berkaitan dengan waktu shalat berjamaah, baik sebelum
maupun sesudahnya.

Dalam perkembangannya, sesuai dengan perkembangan jumlah santri dan


tingkatan pelajaran, dibangun tempat atau ruangan-ruangan khusus untuk
halaqah-halaqah. Perkembangan terakhir menunjukkan adanya ruangan-ruangan
yang berupa kelas-kelas sebagaimana yang terdapat pada madrasah-madrasah.
Namun demikian, masjid atau surau masih tetap digunakan sebagai tempat
belajar mengajar. Pada sebagian pesantren masjid atau surau juga berfungsi
sebagai tempat i’tikaf dan melaksanakan latihan-latihan serta dzikir, maupun
amalan-amalan lainnya dalam kehidupan tarekat dan sufi.10
10
Zamkhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Cet. II; Jakarta Mizan, 2002). Hlm.136

10
4) Pondok

Merupakan tempat tinggal kiai bersama para santrinya. Adanya pondok


sebagai tempat tinggal bersama antara kiai dengan para santrinya dan bekerja
sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, merupakan pembeda
dengan lembaga pendidikan lainnya. Pesantren juga menampung santri-santri
yang berasal dari daerah yang jauh untuk bermukim. Pada awalnya pondok
tersebut bukan semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama
para santri, atau untuk mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kiai,
tetapi juga sebagai tempat latihan bagi santri yang bersangkutan agar mampu
hidup mandiri dalam masyarakat.

Para santri dibawah bimbingan kiai bekerja untuk memenuhi kebutuhan


hidup sehari-hari dalam situasi kekeluargaan dan bergotong royong sesama
warga pesantren. Perkembangan selanjutnya, pada masa sekarang pondok
tampaknya lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama,
dimana tempat tinggal kiai tidak satu atap lagi dengan santri. Rumah kiai sudah
dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi. Dan setiap santri wajib membayar sewa
atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut dan lain-lain.

5) Kitab-kitab Islam klasik

Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga


lainnya adalah bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab Islam klasik atau
yang dikenal dengan sebutan kitab kuning, yang dikarang oleh para ulama
terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa
Arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian
dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan
suatu pesantren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis-jenis kitab-
kitab yang diajarkan.11

b. Tipologi Pondok Pesantren

11
Hasbullah,Op.Cit, Hlm.142-145

11
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, maka pendidikan pesantren
baik tempat, bentuk hingga substansi telah jauh mengalami perubahan. Pesantren
tidak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang. Akan tetapi
pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan zaman. Menurut Mas’ud dkk,12 ada beberapa tipologi atau model
pondok pesantren yaitu:

1) Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat


mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-al-din) bagi para santrinya.
Semua materi yang diajarkan di pesantren ini sepenuhnya bersifat
keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning)
yang ditulis oleh para ulama abad pertengahan. Pesantren model ini masih
banyak dijumpai hingga sekarang seperti pesantren khusus yang masih
dalam tahap penyempurnaan yan didirikan oleh almarhum K. Basyir AS
(semoga Allah merahmati beliau) di sebelah timur gedung SMA. Atau
seperti di pondok pesantren al-Muqri (dhelem tengnga), atau pondok
pesantren bata-bata dan lain-lain.
2) Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran,
namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan
tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional,
sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapatkan pengakuan dari
pemerintah sebagai ijazah formal.
3) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik
berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan
DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam
berbagai jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tidak
hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan melainkan juga fakultas-
fakultas umum. Contohnya seperti Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa
Timur.
4) Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar
di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi di luarnya. Pendidikan

12
Rahmat, Pondok Pesantren Sebagai lembaga Pendidikan Islam, (online:
blog.re.or.id).Hlm. 27

12
agama di pesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah, sehingga
bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah
yang terbanyak jumlahnya.13
c. Sistem Pendidikan dan Pengajaran (Kurikulum) Pesantren

Berikut merupakan beberapa metode pembelajaran yang bersifat tradisional:

1) Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan,
sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan Kiai atau pembantunya
asisten Kiai. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana
seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling
mengenal di antara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif
sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang
alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan
membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai
bahasa Arab.
2) Weton/bandongan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs. Jawa) yang
berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu,
yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardlu. Metode weton ini
merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan
duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri
menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah weton
ini, di Jawa Barat disebut dengan bandungan, merupakan adalah cara
penyampaian kitab kuning di mana seorang guru, kiai, atau ustadz
membacakan dan menjelaskan isi kitab kuning, sementara santri, murid, atau
siswa mendengarkan, memberi makna, dan menerima. Dalam metode ini, guru
berperan aktif sementara murid bersifat pasif. Metode bandongan atau wetonan
dapat bermanfaat ketika jumlah murid cukup besar dan waktu yang tersedia
relatif sedikit, sementara materi yang harus disampaikan cukup banyak.

13
Ibid,Hlm.28

13
3) Halaqah, sistem ini merupakan kelompok kelas dari sistem bandongan.
Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang
belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu
tempat. Halaqah ini juga merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan
untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan
oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab. Bila
dipandang dari sudut pengembangan intelektual, menurut Mahmud Yunus
sistem ini hanya bermanfaat bagi santri yang cerdas, rajin dan mampu serta
bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk studi ini, sistem ini juga
hanya dapat menghasilkan 1 persen murid yang pandai dan yang lainnya hanya
sebatas partisipan.
4) Metode Hafalan (Tahfidz). Sebagai sebuah metodologi pengajaran, maka
hafalan pada umumnya diterapkan pada mata pelajaran yang bersifat nadham
(syair), dan itupun pada umumnya terbatas pada ilmu kaidah bahasa arab,
seperti Nadhmal Al-Imrithi, Afiyyah Ibn Malik, Nadhm Al-Maqsud, Nadhm
Jawahir Al-Maknun, dan lain sebagainya. Dalam metodologi ini, biasanya
santri diberi tugas untuk menghafal beberapa bait atau baris kalimat dari
sebuah kitab, untuk kemudian membacakannya di depan sang Kiai/ Ustadz.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Kurikulum secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang berarti pelari, atau curere yang berarti tempat berpacu atau jarak yang
harus ditempuh oleh pelari. Sedangkan dalam bahasa Arab, kurikulum dikenal
dengan kata “manhaj” yang berarti jalan yang terang.
2. Prinsip-prinsip kurikulum. Di dalam kurikulum dikenal yang namanya prinsip
kurikulum secara umum, diantaranya: (1) Prinsip Relevansi atau kesesuaian.
(2) Prinsip Fleksibelitas (lentur). (3) Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan).
(4) Prinsip Praktis atau Efisien. (5) Prinsip Efektifitas (pencapaian tujuan).
3. Ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan islam kurang lebih ada enam: (1) tujuan
utamanya adalah pembinaan anak didik untuk bertauhid. (2) Kurikulum harus
disesuaikan dengan fitrah manusia, beriman. (3) Kurikulum yang disajikan
merupakan hasil pengujian materi yang berlandaskan kepada al-Quran dan as-
Sunnah. (4) Mengarahkan minat dan bakat peserta didik. (5) Pembinaan akhlak
secara intensif kepada anak didik. (6) Tidak ada kedaluarsa dalam kurikulum
karena ciri has kurikulum pendidikan islam senantiasa relevan
4. System pendidikan (kurikulum) pesantren diantaranya; sorogan, watonan,
halaqah dan metode hafalan.
B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih apabila ada
kritik dan saran membangun untuk perbaikan dan kemaslahatan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Beni.Hasan Basri, Ahmad Saebani, ilmu Pendidikan Islam., (Jilid II), 2010
(Bandung: CV Pustaka Setia)

Haedari.Amin, dkk. Masa Depan Pesantren : Dalam Tantangan Modernitas Dan


Tantangan Kompleksitas Global. 2004 (Jakarta: IRD Press)

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 1999 (Jakarta: Lembaga Studi


Islam dan Kemasyarakatan LKIS)

Dhofier.Zamkhasyari, Tradisi Pesantren, 2002 (Cet. II; Jakarta Mizan)

Rahmat, Pondok Pesantren Sebagai lembaga Pendidikan


Islam, (online : blog.re.or.id)

Saridjo.Marwan, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, 1982 (Jakarta: Dharma


Bhakti)

Wiyana.Novan ArdY.,Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam: Rancang Bangun Konsep


Pendidikan Monokomotik-Holistik, 2012 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media)

Zuhri.Saifuddin, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia,


1979 (Bandung: al-Ma’arif Bandung)

Arif.Arifuddin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, 2008 (Jakarta: Kultura)

https://www.binaaku.web.id/2013/12/makalah-hakikat-kurikulum-dalam-
pendidikan-islam.html. Diakses pada tanggal 05 Mei 2021

https://www.academia.edu/search?makalah/Hakikat/kurikulum/pendidikan/Islam
Diakses pada tanggal 05 Mei 2021

16

Anda mungkin juga menyukai