Anda di halaman 1dari 20

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA

DI PESANTREN, MADRASAH DAN SEKOLAH


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Pengembangan Kurikulum PAI”

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Nur Ahid, M.Ag

Kelas A

Disusun Oleh:

Ferdi Kurniawan (22501005)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA (IAIN)


KEDIRI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta taufiq-Nya sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah ini dalam mata kuliah Pengembangan
Kurikulum PAI yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di
Pesantren, Sekolah dan Madrasah ” dengan baik.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan atas bantuan dari
berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu kami
sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penulisan ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun dalam materi. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik yang membagun agar kami dapat menyusun
makalah lebih baik kedepannya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menginspirasi


untuk pembaca.

Kediri, 05 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Makalah ........................................................................................... 2

BAB II..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren, Sekolah


dan Madrasah ...................................................................................................... 3

1. Pengembangan Kurikulum Pendidika Agama di Pesantren ..................... 3

2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Madrasah ................... 6

3. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Sekolah.................... 11

B. Komponen Komponen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama .... 13

BAB III ................................................................................................................. 16

PENUTUP ............................................................................................................ 16

A. Kesimpulan ................................................................................................ 16

B. Saran ........................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu aspek yang berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan pendidikan nasional adalah aspek kurikulum. Keberadaan
kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran strategis
dalam sistem pendidikan.1
Menurut Oemar Hamalik,2 setidaknya terdapat tiga peranan
strategis yang diemban oleh kurikulum dalam dunia pendidikan; pertama,
peranan konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan
berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan dengan era
globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya
lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat
penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam
menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur
masyarakat, sehingga identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan
baik. Kedua, peranan kritis. Tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap
dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak
sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat; demikian juga ada
kalanya nilai dan budaya baru itu juga tidak sesuai dengan nilai-nilai lama
yang masih relevan dengan keadaan dan tuntutan zaman. Disini, kurikukum
berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang
dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik. Ketiga, peranan kreatif.
Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam
peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat
membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang
dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
Dalam proses pengembangan kurikulum, ketiga peran di atas harus
berjalan secara seimbang. Dengan demikian, pengembangan kurikulum
menjadi sebuah keharusan dan berlaku sepanjang hidup. Prinsip-prinsip
dalam pengembangan kurikulum harus mampu dievaluasi dan diterapkan
sebagai usaha pembenahan guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional
yang telah dicita-citakan bersama. Dalam makalah ini akan membahas lebih

1
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Rajawali Press, 2009), 1.
2
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
11–12.
1
dalam terkait bagaimana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di
Pesantren, Sekolah dan Madarasah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengembangan kurikulum Pendidikan agama di pesantren,
sekolah dan madrasah ?
2. Apa komponen-komponen pengembangan kurikulum Pendidikan
agama ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum Pendidikan
agama di Pesantren, Madrasah dan Sekolah
2. Untuk mengetahui komponen komponen pengembangan kurikulum
Pendidikan agama

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren, Sekolah dan


Madrasah
1. Pengembangan Kurikulum Pendidika Agama di Pesantren
Pesantren adalah satu lembaga pendidikan Islam yang dari awal
keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif lembaga
pendidikan Islam yang dipilih masyarakat Muslim. Pesantren terus
berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum
pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren
tetap menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin
mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran Islam.
Kurikulum pendidikan pesantren adalah bahan-bahan pendidikan
Agama Islam berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang
dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada santri untuk mencapai
tujuan Pendidikan Agama Islam. Sedangkan lingkup materi pendidikan
pesantren adalah Al-Qur’an dan Hadits, keimanan, akhlaq, fiqih atau
ibadah dan sejarah. Dengan kata lain cakupan pendidikan pesantren ada
keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan
Allah SWT. diri sendiri dengan sesama manusia, manusia dengan
makhluk lain maupun dengan lingkungnnya.3
Dalam beberapa penelitian terhadap pesantren, ditemukan bahwa
pesantren mempunyai kewenangan tersendiri dalam menyusun dan
mengembangkan kurikulumnya. Menurut penelitian Lukens-Bull
dalam bukunya Abdullah Aly, secara umum kurikulum pesantren dapat
dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan Agama,
pengalaman dan Pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum,
serta ketrampilan dan kursus.4
Pertama, Kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam
dunia pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim
disebut sebagai ngaji atau pengajian. Kegiatan ngaji di pesantren pada
praktiknya dibedakan menjadi dua tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji
sangatlah sederhana, yaitu para santri belajar membaca teks-teks Arab,
terutama sekali adalah belajar membaca Al-Qur’an. Tingkatan ini
dianggap sebagai dasar dari pendidikan agama yang harus dikuasai oleh
para santri. Tingkatan berikutnya adalah para santri dapat memilih

3
Rofi’ Addaroini, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah
dan Sekolah, Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020. 192.
4
A. Aly, Pendidikan Islam Multikulturalisme di Pesantren; Telaah Kurikulum Pondok
Pesantren Islam Assalam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. 184.
3
kitab-kitab islam klassik dan mempelajarinya dibawah bimbingan kyai.
Adapun kitab-kitab yang dijadikan bahan untuk ngaji meliputi berbagai
bidang ilmu antara lain: fiqih, aqidah atau tauhid, nahwu, sharaf,
balaghah, hadits, tasawuf, akhlak, ibadah-ibadah seperti sholat, do’a,
dan wirid.
Dalam penelitian Martin Van Bruinessen, ada 900 kitab kuning di
pesantren. Hampir 500 kitab-kitab tersebut ditulis oleh ulama Asia
Tenggara dengan bahasa yang beragam; bahasa Arab, Melayu, Jawa,
Sunda, Madura, Indonesia, dan Aceh5. Kitab kuning dalam dunia
pesantren mempunyai posisi yang signifikan selain dari kharisma kyai
itu sendiri. Dan kitab kuning itu sendiri dijadikan referensi dan buku
pegangan dalam tiap-tiap pesantren, dan kurikulum sebagai sistem
pendidikan dalam sebuah pesantren tersebut.
Kedua, Kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral.
Kegiatan keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah
kesalehan dan komitmen para santri terhadap lima rukun Islam.
Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu menumbuhkan
kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang di
ajarkan atau dicontohkan oleh para Kyai dan ustadznya pada saat ngaji
di pesantren, untuk diterapkan di masyarakat ketika sudah lulus dari
pesantren. Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan di pesantren
adalah persaudaraan Islam, keikhlasan, dan kesederhanaan.
Ketiga, Kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum.
Pesantren memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada
Pendidikan Nasional yang dikeluarkan Departemen Pendidikan
Nasional, sedangkan kurikulum Madrasah mengacu kepada Pendidikan
Agama yang diberlakukan oleh Departemen Agama.
Keempat, Kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren
memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus
secara terencana dan terprogram melalui kegiatan ekstrakulikuler.
Adapun kursus yang populer di pesantren adalah bahasa inggris,
computer, sablon, pertanian, peternakan, teknik dan lain sebagainya.
Kurikulum seperti ini diberlakukan di pesantren karena mempunyai dua
alasan, yaitu alasan politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren
yang memberikan pendidikan ketrampilan dan kursus kepada para
santrinya berarti merespon seruan pemerintah untuk peningkatan
kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti hubungan
antara pesantren dengan pemerintah cukup harmonis. Sementara itu
dari segi promosi terjadi peningkatan jumlah santri yang memiliki

5
M. V. Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat. Yogyakarta:
Gading Publishing, 2012. 184.

4
pesantren-pesantren modern dan terpadu, dengan alasan adanya
pendidikan ketrampilan dan kursus di dalamnya.
Sedangkan M. Ridwan Nasir memberikan gambaran mengenai
tingkat ke-anekaragaman pranata sesuai dengan spektrum komponen
serta pengembangan suatu pesantren. Yang diklasifikasikan menjadi
lima bagian, yaitu;
a) Pondok pesantren salaf/klasik; yaitu pondok pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton, sorogan,
bandongan) dan system klasikal (madrasah) salaf.
b) Pondok pesantren semi berkembang; yaitu pondok pesantren yang
didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton, sorogan,
bandongan) dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan kurikulum
90% agama dan 10% umum.
c) Pondok pesantren berkembang; yaitu pondok pesantren seperti semi
berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi dalam bidang
kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30% umum. Disamping itu juga
diselenggarakan madrasah SKB tiga menteri dengan penambahan
diniyah.
d) Pondok pesantren khalaf/modern; yaitu seperti pondok pesantren
berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap lembaga pendidikan
yang ada di dalamya, antara lain diselenggarakan sistem sekolah
umum dengan penambahan diniyah (praktek membaca kitab salaf),
perguruan tinggi (baik umum, maupun agama), bentuk koperasi dan
dilengkapi dengan takhassus (bahasa Arab dan bahasa Inggris).
e) Pondok pesantren Ideal; yaitu sebagaimana bentuk pondok pesantren
modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap,
terutama bidang ketrampilan yang meliputi pertanian, teknik,
perikanan, perbankankan, dan benar-benar memperhatikan
kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus kepesantrenannya
yang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan zaman. Dengan adanya bentuk tersebut diharapkan
alumni pondok pesantren benar-benar berpredikat khalifah fil
ardhi[9, pp. 87–88].6
Dalam perkembanganya pesantren tidak semata-mata tumbuh atas
pola lama yang bersifat tradisional dengan hanya menggunakan pola
sorogan dan bandongan. Binti Ma’unah menyatakan, dalam
perkembanganya ada tiga sistem pembelajaran yang dikembangkan di
pesantren, yaitu:

6
M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pen-didikan Ideal: Pondok
Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.87-88

5
a) Sistem klasikal
Pola penerapan sistem klasikal adalah dengan pembentukan
kelaskelas dan tingkatan, kluster pembelajaran yang disesuaikan
seperti pada sekolah dalam pendidikan formal. Dalam banyak
pesantren pola ini sudah banyak di gunakan, di madrasah diniyah atau
kegiatan dalam pesantren sebagai pengelompokan pembelajaran
yang didasarkan atas kemampuan dan pemahaman selama di
pesantren tersebut.
b) Sistem kursus (tahassus)
Pengajaran sistem kursus ini mengarah kepada terbentuknya
santrisantri yang mandiri dalam menopang ilmu-ilmu agama yang
mereka terima dari Kyai melalui pengajaran sorogan dan bandongan.
Sebab pada umumnya para santri diharapkan tidak tergantung kepada
pekerjaan di masa mendatang, melainkan harus mampu menciptakan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.
c) Sistem pelatihan
Pola pelatihan ini dikembangkan untuk menumbuh kembangkan
kemampuan praktis seperti pelatihan, pertukangan, perkebunan,
perikanan, manajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan yang
mendukung terciptanya kemandirian integratif. Dalam banyak
pesantren sudah banyak digodok (diusahakan dan di didik
pengalaman dan pembelajaranya secara intensif) agar para santrinya
mempunyai kemampuan entrepreneur. Hal ini erat kaitanya dengan
kemampuan yang lain yang cenderung melahirkan santri yang intelek
dan ulama yang mumpuni7.
2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Madrasah
Madrasah merupakan wahana untuk membina ruh dan praktik
hidup keislaman, terutama dalam mengantisipasi peradaban global
yang selalu aktual. Hanya saja masalah aktual atau tidaknya tergantung
pada penanggung jawab, pengelola dan pembina madrasah dalam
memahami, menjabarkan, dan mengaktualisasikan makna menjadikan
madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup
keislaman itu sendiri, yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi sampai
pada dimensi subtansinya. Melalui pemahaman semacam itu
diharapkan madrasah dapat melahirkan lulusan yang memahami dan
bahkan menguasai iptek, terampil dan sekaligus siap hidup dan bekerja
di masyarakat dalam pancaran dan kendali ajaran dan nilai-nilai Islam.8

7
B. Ma’unah, Tradisi Intelektual Santri. Yogyakarta: Teras, 2009. 185.

8
Muhammad Irsad, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Madrasah,”
Iqra‟, Vol. 2, No. 1, (November 2016), hal. 256-258
6
Salah satu bentuk upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah,
pengembangan kurikulum madrasah secara terpadu, dengan
menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber
konsultansi bagi pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang
operasionalnya dapat dikembangkan dengan cara mengimplisitkan
ajaran dan nilai-nilai Islam kedalam bidang studi IPS, IPA dan
sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak terjadi. Model
pembelajaran bisa dilaksanakan melalui team teaching, yakni
guru bidang IPS, IPA atau lainnya bekerja sama dengan guru
Pendidikan agama Islam untuk menyusun desain pembelajaran secara
konkret dan detail, untuk di implementasikan dalam kegiatan
pembelajaran.
Hal tersebut juga diamini oleh Majid, ia mengatakan dengan
melihat masa depan yang penuh dengan tantangan sudah barang tentu
tidak bisa menyesuaikan permasalahan jika pendidikan Islam tersebut
masih terkait dengan dikotomi. Berkenaan dengan itu perlu
diprogramkan upaya pencapaiannya, mobilisasi Pendidikan Islam
tersebut, dengan melakukan rancangan kurikulum, baik merancang
keterkaitan ilmu agama dan umum maupun merancang nilai-nilai
Islami pada setiap pelajaran; personifikasi pendidik di lembaga
pendidikan sekolah Islam, sangat dituntut memiliki jiwa keislaman
yang tinggi, dan lembaga Pendidikan Islam dapat merelisasikan konsep
kerikulum pendidikan Islam seutuhnya.9
Kurikulum PAI di madrasah bertujuan untuk mengantarkan
peserta didik menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa,
berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan
teknologi serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kurikulum madrasah secara garis besar dibagi ke dalam
beberapa sub mata pelajaran, yaitu Al-Qur’an-Hadist, Akidah Akhlak,
Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan ditambah dengan
pelajaran Bahasa Arab, mulai Madrasah Ibtida’iyyah (MI) hingga
Madrasah Aliyah (MA), sehingga porsi mata pelajaran pendidikan
Agama Islam lebih banyak. Sementara di sekolah yang notabene non-
madrasah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam hanya satu, dan
porsinya hanya dua sampai empat jam dalam seminggu. Namun
demikian di dalamnya pada dasarnya juga meliputi Al-Qur’an dan

9
A. Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012. 50.

7
Hadits, keimanan (akidah), akhlak, ibadah-syari’ahmu’amalah (fikih),
dan sejarah kebudayaan Islam .10
Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum PAI
dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) Kelompok komponen
komponen dasar, yaitu konsep dasar filosofis dalam mengembangkan
kurikulum PAI yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan
PAI tersebut, (2) Kelompok komponen-komponen pelaksana, yaitu
mencakup materi pendidikan, system pendidikan, proses pelaksanaan
dan pemanfaatan lingkungan, (3) Kelompokkelompok pelaksana dan
pendukung kurikulum, yaitu komponen pendidik, peserta didik dan
konseling, (4) Kelompok usaha-usaha pengembangan yang ditujukan
dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan
jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama
dengan lembaga-lembaga lain untuk pengembangan kurikulum
tersebut.
Dalam pengembangan kurikulum PAI di madrasah, terdapat
sembilan prinsip antara lain:
a) Prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur
dan nilainilai budaya.
b) Prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat
berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan
ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali,
dipahami dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari.
c) Prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan tanggung jawab.
d) Prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan
kinestetika. Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap
siswa agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan
pengalaman belajar yang meliput etika, logika, estetika dan
kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang
terhormat, cerdas, rasional dan unggul.
e) Prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan
untuk menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara
majemuk, tetapi keanekaragaman itu tidak boleh membuat

10
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012 200.

8
perpecahan, karena meskipun berbeda tetapi tetap satu jua,
sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika. Keenam adalah
prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum
mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan
secara tepat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa
memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar dengan baik.
f) Prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini
mengembangkan empat keterampilan yang harus dimiliki oleh
setiap peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di lingkungan
sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill), keterampilan
berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik
(academic skills) dan keterampilan vokasional (vocational
skills). Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus
sekolah, dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan
masingmasing individu.
g) Prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan
kurikulum di madrasah, yaitu learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together.
h) Prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus
disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-
aspek, materi dan bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh
karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan antar kelas, antar jenjang
pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
i) Prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education.
Kurikulum di madrasah diarahkan kepada pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan unsur-unsur pendidikan formal, in-formal dan
nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang.
Adapun landasan pengembangan kurikulum PAI di madrasah
pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak
mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga
pendidikan. Antara lain: Pertama adalah landasan Agama. Dalam
mengembangkan kurikulum, sebaiknya berlandaskan pada Pancasila
terutama sila pertama. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan
dan ketakwaan terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan,
9
dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan
damai.
Kedua adalah landasan filsafat. Filsafat pendidikan dipengaruhi
oleh dua hal pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta
didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada
kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak,
maka harus berpengetahuan, sedangkan pengetahuan tersebut
diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan
mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena
filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, yaitu meliputi
metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika dan logika.
Ketiga adalah landasan psikologi belajar. Kurikulum belajar
menyajikan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah
proses mental dan intelektual perbuatan belajar. Kurikulum yang
dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan
oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.
Keempat adalah landasan sosio-budaya. Nilai sosial-budaya
dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia,
sehingga dalam menerima, menyebar luaskan dan melestarikannya,
manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat
istiadat, aturan-aturan dan cita-cita yang ingin dicapai dan
dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah, diharapkan
pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.
Kelima adalah landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik
untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan pesat
dan terus berkembang. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,
setelah siswa lulus, diharapkan dapat menyesuaikan diri di
lingkungannya dengan baik
Menurut SKB 3 Menteri yang diterbitkan pada 24 Maret 1975,
yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar,
yang diberikan sekurangkurangnya 30% di samping mata pelajaran
umum. Sementara itu madrasah mencakup tiga tingkatan, yaitu
Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan SD, Madrasah Tsanawiyah
setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat SMA11.

11
Lilis Lutviyatu Ni’mah, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren,
Madrasah dan Sekolah, Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020.
156
10
Langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum
madrasah meliputi empat langkah, yaitu (1) perumusan tujuan-tujuan
institusional, (2) penentuan struktur program kurikulum, (3)
penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masing-masing dari
setiap bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksional dan
identifikasi pokok-pokok bahan yang dijadikan program pengajaran,
(4) penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran, program penilaian,
program bimbingan dan penyuluhan, program administrasi serta
supervisi.12
3. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Sekolah
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, terdiri atas
beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an-Hadits, keimanan atau aqidah,
akhlak, fiqih dan aspek tarikh (sejarah Islam). Meskipun masing-
masing aspek di atas dalam prakteknya saling mengaitkan atau terkait
serta saling mengisi dan melengkapi, tetapi jika dilihat secara teoritis,
masing masing memiliki karakteristik tersendiri.13
Aspek Al-Qur’an-Hadits menekankan kepada kemampuan baca
tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual serta
mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek
Aqidah menekankan kepada kemampuan memahami dan
mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar serta
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Asma’ul
Husna. Aspek Akhlak menekankan kepada pembiasaan untuk
melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam
kehidupan sehari-hari. Aspek Fiqih menekankan pada kemampuan cara
melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Sedangkan
aspek Tarikh menekankan pada mengambil ‘ibrah (hikmah) dari
peristiwa-peristiwa bersejarah dalam masyarakat Islam, meneladani
tokoh-tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan fenomena
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan lain-lain untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Dalam tataran di lapangan, menurut Hasbi Ashi-Shidiqi, aspek
kajian PAI meliputi, (1) Tarbiyah Jismiyah, yaitu segala rupa
pendidikan yang wujudnya menyuburkan dan menyehatkan tubuh serta
menegakkannya, supaya dapat merintangi kesukaran yang dihadapi
dalam pengalamannya, (2) Tarbiyah ‘Aqliyah, yaitu sebagaimana rupa
pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal dan
menajamkan akal, (3) Tarbiyah Adabiyah, yaitu segala rupa praktek

12
Z. Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 137-139
13
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009. 45

11
maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan
meningkatkan perangai.14
Aspek-aspek pendidikan dalam sejarah Indonesia telah mengalami
berbagai perubahan dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan
(policy) yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke
pemerintahan selanjutnya. Demikian juga pendidikan Islam mendapat
efek dari perubahan kebijakan tersebut. Sehingga dalam kurikulum
seperti yang telah dikemukakan di depan, mengalami berbagai
perubahan baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan
Orde Reformasi.
Berdasarkan berbagai fakta tersebut, dapat dilihat corak model
pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang seperti
berikut:
a) Model Dikotomi
Model ini memandang aspek kehidupan dengan sangat sederhana
dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu
hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, yaitu pendidikan
agama dan pendidikan non agama. Pandangan dikotomis tersebut
pada gilirannya dikembangkan dalam memandang kehidupan dunia
dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga kehidupan
agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja.
Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai
seksi kerohanian. Dengan demikian, pendidikan agama dihadapkan
dengan pendidikan non-agama, pendidikan keislaman dan
seterusnya..
b) Model Mekanisme
Model mekanisme ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan
pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing
bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Hal ini sebagaimana
sebuah fungsi yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-
elemen, yang masing-masing melaksanakan fungsinya sendiri-
sendiri dan antara satu dengan lainnya bias saling berkonsultasi.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa aspek-aspek
atau nilai-nilai itu sendiri terdiri atas nilai agama, nilai individu,
nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi dan lain sebagainya. Dengan
demikian, aspek atau nilai agama merupakan salah satu aspek atau
nilai kehidupan dari aspek-aspek kehidupan lainnya. Hubungan
antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai lainnya bersifat lateral

14
A. Majid and D. Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.138.

12
sekuensial, yang berarti di antara masingmasing mata pelajaran
tersebut memiliki relasi sederajat yang bisa saling berkonsultasi.
Model ini dapat dikembangkan pada sekolah umum sebagai
upaya pembentukan kepribadian religius. Dalam implikasinya di
lapangan sangat tergantung pada kemauan, kemampuan atau
political will dari para pemimpin sekolah, terutama dalam
membangun hubungan kerja sama dengan mata pelajaran lainnya.
Model ini dapat diaplikasikan melalui pengintregasian imtak
dengan mata materi pelajaran lainnya, yaitu dengan upaya
mengintregasikan konsep atau ajaran agama ke dalam materi yang
sedang dipelajari oleh peserta didik atau diajarkan oleh guru.
c) Model Organisme atau Sistematik
Meminjam istilah dalam ilmu biologi, bahwa organisme dapat
diartikan sebagai susunan yang bersistem dari berbagai jasad hidup
untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, model
organisme bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan
merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen
bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu,
yaitu perwujudan hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai agama Islam. Pandangan semacam itu menggaris bawahi
tentang urgensi kerangka pemikiran yang dibangun dari
fundamental doctrines value yang tertuang dan terkandung dalam
al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber pokok.

B. Komponen Komponen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama


Subandijah, mengatakan bahwa ada lima komponen pengembangan
kurikulum yaitu:15
1. Komponen Tujuan
Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah secara
keseluruhan yang mencakup tiga dimensi yaitu dimensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Secara hirarkis tujuan pendidikan tersebut
dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah yaitu dapat diurutkan
sebagai berikut: (1)Tingkat pendidikan nasional, (2) Tingkat
institusional, tujuan kelembagaan, (3) Tujuan kurikuler (tujuan mata
pelajaran atau bidang studi), (4) Tujuan instruksional (tujuan
pembelajaran) yang terdiri dari (a) Tujuan pembelajaran umum (TPU),
(b) Tujuan pembelajaran khusus (TPK).
Sedangkan dalam UU RI no. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang
sisdiknas tujuan pendidikan nasional adalah:

15
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo, 1993), 93
13
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warg Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Tujuan pendidikan di atas pada dasarnya ialah untuk membentuk
peserta didik untuk mecnjadi manusia seutuhnya (insan kamil) yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan
bertakwa atau dalam istilah orde baru yaitu pancasilais. Tujuan tesebut
mempunyai tujuan yang komprehensip. Hal ini mempunya kesamaan
pisik dengan tujuan pendidikan Islam. Insan kamil yang dimaksud
adalah manusia yang bercirikan: Pertama manusia yang seimbang,
memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian, Kedua, manusia
seimbang yang memiliki keseimbangan dalam kualitas fikir Zikir amal
sholeh.16
2. Komponen Isi Kurikulum
Fuaduddin mengemukakan beberapa criteria yang digunakan untuk
menyusun materi kurikulum, sebagai berikut: (1) Continuitas
(kesinambungan), (2) Sequences (urutan), (3) Intergration
(keterpaduan), (4) Flexibility (keluesan atau kelenturan). Yang
diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan dan disusun sedemikian rupa sesuai dengan Scope
dan Scuece-nya.17 Isi atau materi tersebut biasanya berupa materi mata
pelajaran, seperti pendidikan agama Islam, yang meliputi hadits, fiqh,
tarikh, bahasa arab dan lain sebagainya.
3. Komponen Media atau Sarana Prasarana
Media merupakan perantara untuk menjelaskan isi kurikulum apa
yang lebih muda dipahami oleh peserta didik baik media tersebut
didesain atau digunakan kesemuanya, diharapkan dapat mepermudah
proses belajar. Oleh karena itu pemamfaatan dan pemakaian media
dalam pembelajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang
disajikan kepada peserta didik untuk menanggapi, memahami isi sajian
guru dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain ketepatan
memilih media yang digunakan oleh guru akan membantu kelancaran
penyampaian maksud pengajaran.
4. Komponen Strategi

16
Moch.Sya’roni H, Pengambangan Kurikulum PAI Terpadu, Al-Ibrah|Vol. 2 No. 1 Juni
2017. 65.
17
Fuaduddin, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Proyek Pengembangan
Pendidikan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992), 92.
14
Strategi menuju pada pendekatan, metode serta peralatan mengajar
yang digunakan dalam pengajaran. Pada hakcekatnya strategi
pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi menyangkut
berbagai macam yang diusahakan oleh guru dalam membelajarakan
siswa tersebut. Dengan kata lain mengatur seluruh komponen, baik
pokok maupun pcenunjang dalam system pengajaran. Subandija
memasukkan komponen evaluasi kedalam komponen strategi. Hal ini
berbeda pula dengan pendapat para ahli lainnya yang mengatakan
bahwa komponen evaluasi adalah komponen yang bcerdiri sendiri.
5. Komponen Proses Belajar Mmengajar
Yang dimaksud dengan komponen proses belajar mengajar yaitu
sebagai bahan yang diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh murid.
Pertencanaan kurikulum ini biasanya menggunakan pertimbangan ahli.
Komponen ini sangat penting dalam sistim pengajaran, sebab
diharapkan melalui prosese belajar mengajar yang merupakan suatu
indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karma iyu dalam
proses beljar mengajar guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar
yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong peserta didik
untuk secara dewasa mengembangkan kreatifitas melalui bantuan guru.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perkembanganya pesantren tidak semata-mata tumbuh atas pola
lama yang bersifat tradisional dengan hanya menggunakan pola sorogan
dan bandongan. Binti Ma’unah menyatakan, dalam perkembanganya ada
tiga sistem pembelajaran yang dikembangkan di pesantren, yaitu Sistem
klasikal, Sistem kursus (tahassus) dan Sistem pelatihan.
Dalam pengembangan kurikulum PAI di madrasah, terdapat sembilan
prinsip antara lain:
1. Prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur
dan nilainilai budaya.
2. Prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat
3. Prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan
4. Prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika.
5. Prinsip penguatan integritas nasional.
6. Prinsip pengembangan keterampilan hidup.
7. Prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan
kurikulum di madrasah, yaitu learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together.
8. Prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan.
9. Prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education.
Subandijah, mengatakan bahwa ada lima komponen pengembangan
kurikulum yaitu komponen tujuan, komponen isi kurikulum, komponen
media atau sarana prasarana, komponen strategi, komponen proses belajar
mmengajar.
B. Saran
Dengan adanya makalh ini semoga banyak dari pembaca untuk
mempelajari atau mencari bahan pertimbangan lain. Kami menerima segala
kritik dan saran demi peningkatan mutu makalah kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Aly, Pendidikan Islam Multikulturalisme di Pesantren; Telaah Kurikulum


Pondok Pesantren Islam Assalam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011
A. Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012
B. Ma’unah, Tradisi Intelektual Santri. Yogyakarta: Teras, 2009
Lilis Lutviyatu Ni’mah, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Pesantren, Madrasah dan Sekolah, Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri
Volume 3, November 2020
M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pen-didikan Ideal: Pondok
Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
M. V. Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat. Yogyakarta: Gading
Publishing, 2012
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012
Muhammad Irsad, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di
Madrasah,”Iqra‟, Vol. 2, No. 1, (November 2016)
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008)
Rofi’ Addaroini, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren,
Madrasah dan Sekolah, Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3,
November 2020.
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Rajawali Press, 2009)
Z. Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009
A. Majid and D. Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo, 1993)
Moch.Sya’roni H, Pengambangan Kurikulum PAI Terpadu, Al-Ibrah|Vol. 2
No. 1 Juni 2017
Fuaduddin, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Proyek
Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992)

17

Anda mungkin juga menyukai