Dosen:Noormawanti,M.Pd.I
Disusun Oleh:
Alhamdulilah, segala puja dan puji serta rasa syukur yang sedalam-dalamnya
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul:
“pemanfaatan model-model evaluasi pembelajaran” ini disusun dalam rangka
tugas presentasi kelompok mata kuliah evaluasi pembelajaran. Penulis
menyampaikan dan mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis,
mahasiswa dan para pembaca semuanya. Namun makalah ini tidak lepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih
baik di masa yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. rumusan masalah ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Model Tyler ............................................................................................... 3
D. Model Countenance................................................................................... 7
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
(Darodjat D, Wahyudhiana W, 2019)
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut
1. Model evaluasi tyler
2. Model evaluasi sumatif normatif
3. Model evaluasi acuan normatif dan acuan patokan
4. Model evaluasi countenence
5. Model evaluasi bebas tujuan
6. Model evaluasi CIPP
7. Model evaluasi connoisseurship
C. Tujuan penulisan
Makalah ini di buat agar pembaca mengetahui model-model evaluasi
pembelajaran, yakni; model evaluasi tyler, model evaluasi sumatif
normatif, model evaluasi acuan normatif dan acuan patokan, model
evaluasi countenence, model evaluasi bebas tujuan, nmodel evaluasi CIPP,
dan model evaluasi connoisseurship.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
(Ahmad, 2012)
3
langsung (measurementdirectedapproach). Pendekatan tyler memiliki model
yang berbeda. Pendekatan tyler pada perinsipnya menekankan perlunya suatu
tujuan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan ini merupakan pendekatan
sistematis, elegan, akurat, dan secara internal memiliki rasional yang logis.
Dibanding dengan model evalusi lainnya kesederhanaan model tyler juga
merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan kekuatan konstruk yang elegan
serta mencakup evaluasi kontingensi. Dalam implementasinya, model tyler
juga menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel,
dengan inquiri ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat
pemahaman tentang evaluasi. Pada model tyler sangat membedakan antara
konsep pengukuran dan evaluasi. Menurut tyler pengetahuan pengukuran dan
pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses dimana pengukuran
hanya satu dari beberapa kemungkinan salah satu cara dalam tercapainya
evaluasi.
4
Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal
maupun pendidikan dan latihan (diklat) yang dibiayai oleh pihak sponsor.
Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai laporan pertanggung jawaban
pelaksanaan proses pembelajaran, disamping juga untuk menentukan
pencapaian hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa. Dikarenakan
merupakan evaluasi tahap akhir maka fokus perhatian agar tidak bias,
diarahkan pada variabel-variabel yang dianggap penting dalam satu proses
pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari evaluasi sumatif ini,oleh para
guru, kemudian secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa dalam
penguasaan materi pembelajarannya. Siswa yang memiliki dengan hasil
baik dapat dikatakan berhasil dan direkomendasikan dapat melanjutkan ke
jenjang kelas yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang gagal dalam
pencapaian hasil belajar, diberi remidi lagi atau tetap mengulang dikelas
yang sama.
2. Evaluasi Formatif
Selain evaluasi sumatif yang bertujuan menentukan derajat penguasaan
materi siswa pada satu proses pembelajaran, juga ada evaluasi lain yang
dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk
memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang
siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit
proses belajar mengajar. Evaluasi formatif dilakukan secara periodik
melalui blok atau unit-unit dalam proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi
formatif merupakan evaluasi yang dilakukan guru untuk memperbaiki
proses pembelajaran maupu strategi pengajaran yang telah diterapkan.
Pelaksanaan evaluasi ini dapat dilakukan secara kontinu atau periodik
tertentu dalam satu proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik disini
yaitu termasuk pada awal,tengah, atau akhir dari proses pembelajaran.
Fokus evaluasi berkisar pada penacapaian hasil belajar mengajar pada
setiap unit atau blok material yang telah direncanakan untuk dievaluasi.
Informasi yang diperoleh dari evalusai formatif ini secepatnya dianalisis
guna memberikan gambaran kepada guru atau administrator, tentang perlu
5
tidaknya dilakukan program-program perbaikan bagi para siswa yang
memerlukan.
C. Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Sesudah evaluasi sumtif dibuat, guru biasanya menetapkan nilai, skor, atau
grade hasil kerja siswa. Guru sering merasa puas dalam menetapkan skor para
siswa yang diajarnya, tetapi juga tidak jarang, tiap menggerutu atau kecewa
karena hasil belajar para siswanya ternyata banyak yang jeblok atau dibawah
rerata skor yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam memutuskan skor atau
grade hasil belajar, para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar
penilaian yaitu a) prosedur acuan patokan dan b) prosedur acuan normatif.
1. Penilaian Acuan Normatif
Penilaian acuan normatif atau PAN merupakan pendekatan klasik, karena
tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan
dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran
ini digunakan sebagai metode pengkuran yang menggunakan prinsip
belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku
pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk
kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan
siswa dalamm tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau
hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti
asa yang sama mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa dengan
tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti
dalam evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran. Administrasi,
menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang
terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan
variannya.
2. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (PAP) juga sering di sebut kriterionevaluation
merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam
pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteri yang
telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan intruksional, bukan dengan
penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan
6
tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan
dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan intruksional.
Walaupun benar bahwa dari kedua model penilaian, guru dapat
menggunakan acuan yang berbeda, dan dengan sifat-sifat yang berbeda,
penilaian atas dasar acuan normatif lebih mudah dikomunikasikan dengan
stakeholder yang relevan termasuk pmpinan sekolah, siswa, orang tua dan
masyarakat pengguna. Kemudian bagaimana untuk kondisi tertentu
misalnya pemilihan suatu jabatan dilembaga pemdidikan.
D. Model Countenance
Walaupun sudah banyak kritik terhadap evaluasi yang berorientasi pada
tujuan, ternyata beberapa pendidik secara konsisten masih tetap
menggunakannya sebagai acuan model yang muncul pada waktu berikutnya.
Sebagai contoh, acuan evaluasi yang masih menggunakan tujuan sebagai
acuan diantaranya, yaitu model stake atau jugadisebut model countenance.
Model ini secara garis besar memiliki dua kelengkapan utama yang tercakup
dalam “data matrik” yaitu matrik deskripsi dan matrik keputusan. Setiap
matrik dibagi menjadi dua kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.
Tugas evaluator dalam kaitannya dengan data matrikcountenance adalah
menentukan masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan baris anteceden
merupakan informasi tentang kondisi yang hidup sebelum proses belajar
mengajar yang mungkin menentukan atau berkaitan dengan outcomes; baris
transacition di isi dengan suatu fenomena yang ditemui yang turut menetukan
hasil proses belajar mengajar: resultan pengajaran atau juga disebut
terminologi faktor-faktor output merupakan tujuan kondisi konstektual untuk
perilaku guru. Ketika ketiga tingkatan tujuan diatas telah dijabarkan dan
dijastifikasi dalam rasionalisasi yang jelas, maka tugas seorang evaluator untuk
menspesifikasi tujuan dapat dikatakan selesai.
Pada model countenance ini yang dimaksud standart adalah patokan duga
penampilan yang menjadi nilai dasar acuan. Ada dua macam standar dapat
digunakan pada model countenance yaitu standar absolut dan standar relatif.
Standar absolut merupakan standar yang menggambarkan satu kesatuan ide
spesifik yang diatur oleh kelompok berwenagn tertentu, sebagai contoh adalah
7
para stakeholder yang terdiri atas para pelanggan dan para pemimpin dan para
pimpinan lembaga yang menggunakan hasil evaluasi. Standar relatif
merupakan standar perbandingan yang melibatkan para pesaing misalnya
kurikulum lain yang diarahkan dengan objektif yang sama.
E. Model Evaluasi Bebas Tujuan
Model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation Model) dikemukakan oleh
Michael Scriven (1973). Evaluasi ini merupakan evaluasi ini merupakan
evaluasi mengenai pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin dicapai
oleh program. Ia mengemukakan bahwa evaluasi seharusnya tidak mengetahui
tujuan program sebelum melakukan evaluasi. Evaluator melakukan evaluasi
untuk mengetahui pengaruh yang sesungguhnya dari operasi program.
Pengaruh program yang sesungguhnya mungkin berbeda atau lebih banyak
atau lebih luas dari tujuan yang dinyatakan dalam program. Seorang evaluator
yang mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi terkooptasi oleh
tujuan dan akan tidak memerhatikan pengaruh program di luar tujuan tersebut.
Suatu program dapat mempunyai tiga jenis pengaruh;
1. Pengaruh sampingan yang negatif. Yaitu pengaruh sampingan yang tidak
dikehendaki oleh program. Ini seperti jika orang meminum obat yang
sering mempunyai efek sampingan yang tidak dikehendaki. Misalnya,
program-program untuk orang miskin di samping membantu kehidupan
orang miskin juga dapat membuat malas penerima layanan program
menjadi malas bekerja
2. Pengaruh positif yang ditetapkan oleh tujuan program
3. Pengaruh sampingan positif. Yaitu pengaruh positif program di luar
pengaruh positif yang ditentukan boleh tujuan program.
8
Model evaluasi Context, Input, Prosess dan Product (CIPP) diperkenalkan oleh
Daniel Stufflebeam. Tokoh evaluasi pendidikan ini dilahirkan di Waverly,
Iowa pada tanggal 19 September 1936. Mendapatkan gelar Master of Science
dalam bidang Konseling dan Psikologi dari Purdue University dan Gelar
Philosophical Doctor (Ph.D) dalam bidang Pengukuran dan Statistik dan Post
Doctoral dalam bidang Work Experimental Design and Statistic di University
of Wiscounsin3. Konsep yang ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan
bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk
memperbaiki.CIPP sendiri adalah akronim yang terdiri atas Context (evaluasi
tentang konteks), Input (evaluasi tentang input), Process (evaluasi tentang
proses), dan Product (evaluasi tentang produk atau hasil)4.
Model CIPP ini termasuk model yang tidak terlalu menekankan pada tujuan
dari suatu program. Model ini pada prinsipnya konsisten dengan definisi
evaluasi program pendidikan yang diajukan oleh komite Phi Delta Kappa USA
yang diketuai Stufflebeam tentang “Tingkatan untuk menggambarkan
pencapaian dan penyediaan informasi guna pengambilan keputusan alternatif.”
Model ini sendiri disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar pembuatan
keputusan dalam evaluasi sistem dengan analisis yang berorientasi pada
perubahan terencana5.
Dengan demikian, model CIPP ini adalah model yang berorientasi pada suatu
keputusan (a decision oriented evaluation approach) yang tujuannya adalah
membantu administrator (kepala sekolah dan guru) di dalam membuat
keputusan terkait dengan program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah
atau di dalam kelas. Titik tekannya adalah pada bagaimana memperbaiki suatu
program pembelajaran, dan bukannya membuktikan sesuatu terkait dengan
program pembelajaran tersebut. Evaluasi model CIPP ini dapat diterapkan
dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan, dan
3
Wirawan, evaluasi: teori, model, standar, dan profesi (jakarta: rajagrafindo persada, 2011), h.93
4
Suharsimi arikunto, penilian program pendidikan, h.26
5
Sukardi, evaluasi pendidikan,h.62-63
9
sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program, maupun
institusi6.
G. Model Evaluasi Connoisseurship
Model evaluasi kurikulum ini dikembangkan oleh Elliot W.Eisner dan
kemudian dinamakan model evaluasi connoisseurship. Elliot W. Eisner
dilahirkan pada 1933 dan dibesarkan di Chicago. Ia mendapatkan gelar
Magister of Science bidang Art Education dari Illinois Institut Technology dan
Master of Arts bidang pendidikan seni dari University of Chicago dan Ph.D
dalam bidang pendidikan pada universitas yang sama.
Ciri khas dari model ini, sebagai model penelitian dengan pendekatan
humanistik-naturalistik, evaluan berpartisipasi langsung sebagai pengamat
pada proses penelitiannya. Evaluan secara seksama dan teliti menganalisa pola
kerja siswa dan guru. Ciri lainnya pada model ini adalah penggunaan teknologi
sebagai media di dalam penelitiannya seperti penggunaan film, videotape,
kamera dan audiotape.
Walaupun model ini belum memiliki struktur penelitian yang baku, akan tetapi
model penelitian ini memiliki tiga tahap: Tahap pertama disebut tahap
deskriptif yaitu mendeskripsikan seluruh pola pembelajaran dan aktivitas di
dalam kelas, tahap kedua yaitu interpretasi di mana evaluan mulai
menginterpretasi dan mengkritisi pada yang terjadi pada tahap pertama.
Penjelasan pada tahapan ini akan menimbulkan aksi, reaksi dan interaksi pada
apa yang diamati dan tahap ketiga adalah tahap evaluasi di mana pada tahap ini
evaluan akan memberikan pertimbangan dan keputusan dari program tersebut.
Pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh evaluan didasarkan kepada
kritik yang dibuat oleh evaluan sendiri berdasarkan data yang diperoleh pada
tahap pertama dan kedua7.
6
S. Eko Putro Widoyoko. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan
Calon Pendidik, H.181
7
Fajri ismail, model-model evaluasi kurikulum, h.11
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model evaluasi yang pertama dan termasuk populer dibidang pendidikan yaitu
model tyler. Proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para pendukung
model tyler, apabila para siswa yang mengalami proses pembelajaran dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
Model Evaluasi Sumatif dan Formatif Model evaluasi ini, berpijak pada perinsip
evaluasi model tyler. Dua model yang sangat populer dalam kaitanya dengan
evaluasi pembelajaran ini adalah evaluasi sumatif dan formatif.
Model Countenance Model ini secara garis besar memiliki dua kelengkapan
utama yang tercakup dalam “data matrik” yaitu matrik deskripsi dan matrik
keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi dua kolom, yaitu kolom tujuan dan
kolom pengamatan.
Model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation Model) dikemukakan oleh
Michael Scriven (1973). Evaluasi ini merupakan evaluasi ini merupakan evaluasi
mengenai pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin dicapai oleh
program.
11
Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisannya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar
isi makalah ini semakin lebih baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
13