Anda di halaman 1dari 15

STUDI ISLAM PENDEKATAN NAHDLATUL ULAMA

Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam

Pemakalah :
Ridwan Kurnia Sandi (221420063)
Senno Young Lazuardi
Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Qurtubi, M.A.

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena nikamat dan karunia-Nya
pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu untuk melengkapi
nilai tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam.
Tidak lupa kami sebagai pemakalah mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H.
Ahmad Qurtubi, M.A. Sebagai dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang
telah membantu memberikan arahan dalam menyusun makalah ini sehingga kami bisa
menyelesaikannya.
Kami sebagai pemakalah menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan
makalah karena keterbatasan kami. Maka dari itu saran dan kritik sangat dibutuhkan,
sehingga pemakalah dapat menyempurnakan makalah ini.

Hormat kami

i
Daftar Isi

BAB I....................................................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................3

BAB II..................................................................................................................................................4

A. Sejarah Berdirinya Nadhlatul Ulama....................................................................................4

B. Hakikat Bermazhab.................................................................................................................9

C. Metode Qauli, Ilhaqi dan Manhaji.........................................................................................9

BAB III...............................................................................................................................................11

A. Kesimpulan............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isu radikalisme menjadi isu yang sangat krusial. Terlebih di Indonesia sebagai negara
Islam terbesar di dunia dan Negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia, memiliki peran
penting dalam perpolitikan global. Persoalan radikalisme menjadi perhatian pemerintah,
akademisi, masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi karena radikalisme berujung pada
sikap intoleransi dan berakhir pada aksi teror yang terjadi di Indonesia akan menjadi
perhatian dunia.
Kelompok radikal sering kali menyisir dengan menyuarakan pemurnian ajaran Islam,
penolakan terhadap sistem demokrasi, dan berujung pada aksi teror.1 Tiga hal tersebut akhir-
akhir ini muncul kembali sebagai isu yang membuat banyak pihak prihatin dan terusik atas
berbagai statemen dan peristiwa tersebut. Pertama, isu tentang pemurnian ajaran Islam
menyisir penggunaan nama. Ceramah ustad Basalamah meresahkan banyak orang atau
keluarga dengan kepemilikan nama seperti: Wisnu, Sri, dan Dewi. Ia mengatakan “Ada satu
bahasa yang sering diungkapkan oleh beberapa manusia, beberapa istilah, yang sebenarnya
tidak boleh, yaitu dewi pertiwi atau bumi pertiwi. Pertiwi itu dewi penguasa Bumi. Kalau
bicara bumi pertiwi, berarti kita meyakini ada Tuhan selain Allah.”2 Kedua, pengibaran
bendera Hisbu Tahrir Indonesia (HTI) pada pelantikan Rohis SMKN 2 Seragen. HTI adalah
organisasi terlarang di Indonesia. Ia getol mengkampanyekan pergantian sistem demokrasi
dengan sistem khilafah. Ketiga, kasus penusukan Menkopolhukam Wiranto dengan pisau
kunai membawa dampak besar.
Pada situasi keamanan Negara. Kejadian tersebut, menunjukkan rentannya pengamanan
di Indonesia dan menjadi sorotan banyak pihak termasuk pihak internasional. Radikalisasi
akan terus terjadi, jika tidak diantisipasi dengan baik. Radikalisme sekarang tidak hanya
sekedar melekat pada para mantan teroris, tetapi sudah masuk pada masyarakat secara luas.
Kelompok radikal dapat masuk pada intitusi Kepolisian. Penyebaran paham radikal tidak
melulu menyasar masyarakat biasa, pegawai lembaga negara, kementerian, bahkan aparat
keamanan pun tidak luput dari pengaruh paham radikal. 3 Bahkan Ryamizard menuturkan ada
sekitar 3% anggota TNI yang sudah terpapar paham radikal. Sebanyak 23,4% mahasiswa
universitas dan ada 23,3% pelajar SMA setuju dengan negara Islam/ khilafah; ada 18,1%
pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila; ada 19,4% PNS

1
A. Jauhar Fuad, Penetrasi Neo-Salafisme Dalam Lembar Kerja Siswa Di Madrasah (Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2015); A. Jauhar Fuad, “Infiltrasi Salafi Wahabi pada Buku Teks di Madrasah dan Respons Warga
Nahdliyin,” Marâji`: Jurnal Ilmu Keislaman 1, no. 2 (March 2, 2015): 361–92.
2
Prima Sulistya, “Ribetnya Jadi Orang Islam yang Dinamai Pakai Nama Sanskerta Menyerupai Dewa-Dewi
Hindu - Mojok.co,” Mojok (blog), October 7, 2019, https://mojok.co/prm/ulasan/pojokan/ribetnya-jadi-orang-
islam-yang-dinamai-pakai-nama-sanskertamenyerupai-dewa-dewi-hindu/.
3
Nashih Nashrullah, “BNPT: TNI Dan Polri Bisa Terpapar Radikalisme Terorisme,” Republika Online,
September 24, 2019, https://republika.co.id/share/pybqpt320.

1
menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila; dan 19,1% pegawai BUMN tidak setuju
dengan Pancasila.4
Ideologi pancasila sedang terancam. Ideologi adalah sistem ide dan berbagai representasi
yang mendominasi pikiran manusia atau kelompok sosial. 9 Ideologi dimaksudkan sebagai
artikulasi nyata dan asosiasi kepentingan sehingga tidak ada kelompok yang berlawanan atau
menyebabkan kelompok yang bertentangan muncul. 10 Maka disini perlu ada penguatan
dalam hal ideologi. Pendidikan memiliki peran dalam melakukan trasformasi ideologi bangsa
dan ideologi keagamaan.
Ideologi sebuah lembaga pendidikan menjadi penting dalam menentukan arah tujuan
pendidikan. Setidaknya pendidikan ditentukan oleh kebijakan pendidikan, tujuan pendidikan
dan kurikulum. Ketiga aspek ini sangat mempengaruhi bentuk dan format sebuah lembaga
pendidikan. Ideologi adalah sistem ide dan berbagai representasi yang mendominasi pikiran
manusia atau kelompok sosial.5 Pemilihan terhadap ideologi yang salah dapat berdampak
panjang bagi kelangsungan kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.
Maka Islam sebagai agama mesti hadir dalam menawarkan ideologi keagamaan yang
moderat. Di sinilah, perlu hadir moderasi beragama dalam mengatasi persoalan radikalisme.
Untuk itu moderasi Islam pentuk diposisikan menjadi arus utama pendidikan Islam di
Indonesia. Arus utama ini perlu dikembangkan menjadi model pendidikan moderasi Islam
dunia. “Kementerian Agama menjadikan moderasi Islam dan pembelajaran Islam rahmatan
lil Alamin sebagai arus utama pendidikan Islam, baik di tingkat dasar, menengah, hingga
perguruan tinggi”. Prinsip moderasi yang merupakan perspektif dan ideologi adalah alat
pemersatu dalam keberagaman, sehingga keberadaannya mutlak di negara multikultural. 6
Islam di Indonesia masih dianggap sebagai Islam moderat. Nahdlatul Ulama dapat dilihat
sebagai penjaga moderatisme Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama sejauh ini dalam
landscape Islam Indonesia, dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk membangun
formulasi Islam Indonesia yang lebih bertanggung jawab di masa depan. Tulisan ini untuk
menghadirkan tentang akar sejarah moderasi yang ada pada tubuh Nahdlatul Ulama.
Setidaknya menjelaskan latar belakang kelahiran NU dan sikarnya dalam perekembangan
kekinian ketika berhadapan dengan kelompok radikal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Nadhlatul Ulama?
2. Bagaimana hakikat bermazhab menurut pandangan NU?
3. Apa metode qauli, ilhaqi dan manhaji dalam kajian agama?

4
Ryamizard Ryacudu, “Menhan Sebut 3 Persen Anggota TNI Terpapar Radikalisme,” nasional, 2019,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190619113157-20-404549/menhan-sebut-3-persenanggota-tni-
terpapar-radikalisme.
5
Louis Althusser, Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies (Yogyakarta:
Jalasutra, 2008).
6
Jasminto Jasminto, “Urgensi Teori Andragogi Dalam Memperkuat Visi Moderat Islam Di Indonesia,” in
Proceedings: Annual Conference for Muslim Scholars, 2018, 643–51,
http://proceedings.kopertais4.or.id/index.php/ancoms/article/view/166.

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Nadhlatul Ulama
2. Untuk mengetahui bagaimana hakikat bermazhab menurut pandangan NU
3. Untuk mengetahui metode qauli, ilhaqi dan manhaji dalam kajian agama

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sejarah Berdirinya Nadhlatul Ulama


Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai reprensentatif dari ulama
tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah tokoh-tokoh yang ikut
berperan diantaranya K.H. Hasyim Asy’ari. K.H. Wahab Hasbullah dan para ulama pada
masa itu pada saat kegiatan reformasi mulai berkembang luas, ulama belum begitu
terorganisasi namun mereka sudah saling mempunyai hubungan yang sangat kuat. Perayaan
pesta seperti haul, ulang tahun wafatnya seorang kiai, secara berkala mengumpulkan para
kiai, masyarakat sekitar ataupun para bekas murid pesantren mereka yang kini tersebar luas
diseluruh nusantara.7
Berdirinya Nahdlatul Ulama tak bisa dilepaskan dengan upaya mempertahankan ajaran
ahlus sunnah wal jamaah (aswaja). Ajaran ini bersumber dari Al-qur’an, Sunnah,
Ijma’(keputusan-keputusan para ulama’sebelumnya). Dan Qiyas (kasus-kasus yang ada
dalam cerita alQur’an dan Hadits) seperti yang dikutip oleh Marijan dari K.H. Mustofa Bisri
ada tiga substansi, yaitu :
a. Dalam bidang-bidang hukum-hukum. Islam menganut salah satu ajaran dari empat
madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali), yang dalam praktiknya para Kyai NU
menganut kuat madzhab Syafi’I.
b. Dalam soal tauhid (ketuhanan), menganut ajaran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan
Imam Abu Mansur Al-Maturidzi.
c. Dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qosim Al Junaidi.8
Proses konsulidasi faham Sunni berjalan secara evolutif. Pemikiran Sunni dalam
bidang teologi bersikap elektik, yaitu memilih salah satu pendapat yang benar.
Hasan Al-Bashri (w. 110 H/728) seorang tokoh Sunni yang terkemuka dalam masalh
Qada dan Qadar yang menyangkut soal manusia, memilih pendapat Qodariyah, sedangkan
dalam masalah pelaku dosa besar memilih pendapat Murji’ah yang menyatakan bahwa sang
pelaku menjadi kufur, hanya imannya yang masih (fasiq). Pemikiran yang dikembangkan
oleh Hasan AL-Basri inilah yang sebenarnya kemudian direduksi sebagai pemikiran Ahlus
sunnah waljama’ah.9
Menurut Muhammad Abu Zahra, perbedaan pendapat dikalangan kaum muslim pada
hakikatnya menampak dalam dua bentu, yaitu Praktis dan Teoritis. Perbedaan secara praktis
terwujud dalam kelompok – kelompok seperti kelompok Ali bin Abi Tholib (Syi’ah),
Khawarij dan kelompok Muawiyah. Bentuk kedua dari perbedaan pendapat dalam Islam
bersifat ilmiah teoritis seperti yang terjadi dalam masalah ‘aqidah dan furu’ (fiqih). Ahlus
Sunnah Waljama’ah sebagai salah satu aliran dalam Islam meskipun pada awal kelahirannya
sangat kental dengan nuansa politiknya, namun, dalam perkembangannya diskursus yang
7
Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002) h. 66
8
Laode Ida, NU Muda, (Jakarta: Erlangga, 2004) h. 7
9
Ridwan, Paradigma Politik NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) h. 95

4
dikembangkannya juga masuk pada bagian wilayahseperti Aqidah, Fiqih, Tasawuf dan
Politik.10
Dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah ini lahir dengan alasan yang mendasar,
antara lain: Pertama; Kekuatan penjajah belanda untuk meruntuhkan potensi islam telah
melahirkan rasa tanggung jawab alim ulama menjaga kemurnian dan keluhuran ajaran islam.
Kedua; Rasa tanggung jawab alim ulama sebagai pemimpin umat untuk memperjuangkan
kemerdekaan dan membebaskan dari belenggu penjajah. Ketiga; Rasa tanggung jawab alim
ulama menjaga ketentraman dan kedamaian bangsa Indonesia.11
Tidak seluruh perjalanan sejarah bangsa indonesia dalam fase-fase yang telah
dikemukakan sejak akhir abad ke-19 sampai sekarang. Merupakan proses tese dan antitese.
Dalam fase pergerakan kemerdekaan misalnya, ada tiga kelompok kekuatan yang
berkembang secara bersamaan. Munculnya elit baru sebagai sekolah-sekolah belanda,
dibarengi pula oleh dua kekuatan pergerakan yang bersumber islam, yaitu “islam moderen”
dan “islam tradisional”. Dalam fase ini moderenisasi islam yang tersalur dalam berbagai
keagamaan mulai tersebar dan memperoleh sambutan yang cukup luas dihampir semua kota
besar di Indonesia sampai di desa-desa kecil di pelosok negeri.12
Sejak permulaan tahun 1910-an, sebelum didirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama pada tahun
1926. Kyai H. Hasyim As’ari tidak melarang salah seorang muridnya yang paling cemerlang
yaitu KH. Wahab Hasbullah untuk mengambil bagian dalam aktifitas-aktifitas sosial
pendidikan dan keagamaan dari kelompok modernisasi Islam. Kelihatannya sampai
meninggalnya pendiri Muhamadiyah, Kyai H. Ahmad Dahlan, dalam tahun 1923, pikiran-
pikiran islam moderen dari gerakan Muhamadiyah belum meyentuh ideologi yang paling
fundamental dari islam tradisional. Pada tingkat permulaan gerakan islam moderen tersebut,
tekanan diletakkan pada pengaktifan sosial, ekonomi dan politik. Mungkin itulah sebabnya
gerakan tersebut belum di rasakan mengancam kedudukan pemimpin pemimpin islam
tradisional.13 Pada awal abad XX, dalam kurun waktu sepuluh tahun Kyai Abdul Wahab
Hasbullah, mengorganisir islam tradisional dengan dukungan para Kyai dan Ulama dan
beliau juga aktif di Syarikat Islam (SI) sebuah perkumpulan para saudagar muslim yang
didirikan Surakarta tahun 1912, dan pada tahun 1916, Kyai Wahab mendirikan sebuah
madrasah yang bernama Nahdlatul Watam yang berpusat di Surabaya yang pengasuhnya
ialah Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai H. Masmansur.14
Pertambahan yang luar biasa dalam keanggotaan syarikat islam menjelang akhir tahun
1920an terutama disebabkan oleh peranan kyai yang memobilisasikan masa pada tingkat
masyarakat luas dan ini tidak berarti bahwa pada tubuh syarikat islam belum ada perbedaan-
perbedaan ideologi antara mereka yang cenderung untuk tetap mempertahankan Islam
tradisional. Sesudah didirikannya gerakan Muhamadiyah tahun 1912 dan sepeninggalnya
Kyai H. Ahmad Dahlan sering kali terjadi perdebatan antara Kyai-Kyai. Pemimpin pesantren
10
Ibid, h. 101
11
Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002) h. 67
12
Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) h.
12
13
Ibid, h. 13
14
Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, (Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999) h. 8

5
dan para Ulama yang mendukung gerakan Muhamadiyah yang mengenai dalam berbagai
aspek dalam praktek islam. Wadah perdebatan yang paling utama ialah organisasi Taswirul
Afkar di Surabaya yang dipimpin langsung oleh Kyai H. Wahab Hasbullah, Kyai H. Mas
mansur dan tokoh-tokoh lainnya seperti Kyai H. Hasyim Asy’ari, Kyai H. Bisri Syamsuri
(keduanya dari jombang), Kyai Ridwan (Semarang), Kyai Nawawi (Pasuruan), dan Kyai
Abdu Aziz (Surabaya). Dalam pertemuan itu diambil keputusan sebagai berikut:
a. Mengirim dilegasi Kekongres dunia Islam di Makkah untuk memperjuangkan kepada
Ibnu Saud agar hukum-hukum menurut Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali) mendapat perlindungan dan kebebasan dalam wilayah kekuasaannya.
b. Membentuk suatu jam’iyah bernama Nahdlatul Ulama (kebangkitan para ulama) yang
bertujuan menegakkan berlakunya syari’at Islam yang berhaluan salah satu dari empat
madzhab.15
Namun pada umumnya, kedua kelompok ini mendukung aktifitas Syarikat islam, karena
organisasi ini tidak menyentuh soal-soal yang berhubungan dengan pembauran dalam
konsep-konsep keagamaan. Dikarenakan Syarikat islam lebih tertarik kepada aktifitas politik
dan tujuan umumnya mempersatukan kelompok islam di Indonesia, lebih menekankan agar
perbedaan pendapat yang menyangkut detail praktekpraktek keagamaan bisa dihindari.
Dalam bulan februari tahun 1923, persatuan islam (yang terkenal dengan singkatan Persis) di
dirikan di Bandung. Dan para anggotanya mulai mengumandangkan pandanganpandangan
yang tidak kompromistis, yang ditunjukkan kepada pikiran keagamaan islam tradisional. Dan
saat itu pula persatuan islam dapat merebut simpati sejumlah besar kaum intelektual islam.
Buah pikiran Persis (persatuan islam) memberikan dampak kuat dalam formulasi-formulasi
ideologi keagamaan dari Syarikat islam pada masa-masa sesudah tahun 1923.16
Sewaktu kongres islam yang ke IV diselenggarakan di bandung pada bulan februari tahun
1926 dan kongres tersebut hampir sepenuhnya dikuasai oleh pemimpin organisasi islam
moderen yang mengabaikan usul-usul pemimpin islam tradisisonal yang menghendaki
terpeliharanya praktek-praktek keagamaan tradisional (antara lain madzhab 4 memelihara,
pemeliharaan kuburan Nabi dan keempat sahabatnya di Madinah). Akibatnya para Kyai dan
para ulama-ulama yang dipimpin langsung oleh Kyai H. Hasyim Asy’ari melancarkan kritik-
kritik yang keras kepada kaum Islam moderen dan sejak permulaan pada tahun 1926
membentuk Jami’yah Nahdlatul Ulama sebagai wadah perjuangan para pemimpin islam
tradisional.
Pengaruh Nahdlatul Ulama yang besar di kalangan Kyai dan Ulama di Jawa Timur dan
Jawa Tengah dan kaum awam. Sebagaimana dirumuskan dalan anggaran dasar Nahdlatul
Ulama pada tahun 1927, organisasi tersebut bertujuan memperkuat kesetiaan kaum muslimin
pada salah satu dari madzhab 4 dan melakukan kegiatankegiatan yang menguntungkan para
anggotanya sesuai dengan ajaranajaran islam. Adapun kegiatan pokok antara lain:
a. Memperkuat persatuan antara sesama ulama yang masih setia kepada ajaran-ajaran
Madzhab

15
Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) h.
34
16
Ibid, h. 14

6
b. Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada lembaga-
lembaga pendidikan Islam
c. Penyebaran-penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan tuntutan Madzhab empat
d. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasi
e. Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan pondok pesantren
f. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.17
Jadi, Nahdlatul Ulama menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi dengan
mempertahankan ajaran keempat madzhab syafi’I yang dianut oleh kebayakan umat islam di
seluru nusantara ini. Selain itu, NU memberikan perhatian khusus pada kegiatan ekonomi,
bidang yang berkaitan dengan kehidupan para Kyai yang terkadang adalah pemilik tanah dan
pedagang.18 Nahdlatul Ulama sebagai satu organisasi sosial yang terbesar di Indonesia,
sebenarnya adalah komunitas islam yang semenjak kelahirannya tujuh puluhan tahun yang
lalu senantiasa berusaha menekankan pentingnya pelestarian dan penghargaan terhadap
khazanah budaya nusantara. Di ilhami oleh Dakwa khas Wali Songo yang berhasil
“mengawinkan” lokalitas budaya dengan universalitas agama (Islam), NU berupaya menebar
benih-benih islam dalam wajah yang familiar atau muda di kenali oleh seluruh masyarakat
Indonesia, serta menghindari pendekatan negasional, sehingga kondusif bagi dua hal yang
sangat di butuhkan dalam konteks pluralisme, yaitu:
Pertama, perekatan identitas kebangsaan. Karena masuk melalui jalur budaya dengan
membawa watak pluralis, hampir tidak ada komunitas budaya yang merasa terancam
eksistensinya, baik langsung maupun tidak. Malai dari sinilah kemudian muncul kaidah
hukum islam “al’adah muhakkamah” yang memberi peluang besar pada tradisi apapun untuk
dikonfersi menjadi bagian hukum Islam. Selama tidak menyangkut ibadah mahdah seperti
shalat, puasa dan semacamnya, aktifitas budaya sangat mugkin dinilai sebagai kegiatan yang
bermuatan agama jika memang berperan menegakkan perinsip-prinsip yang diperjuangkan
Islam. Dan dalam batas yang minimal, aktifitas budaya tersebut tidak akan dilarang selama
tidak merusak kemaslahatan.19
Dengan demikian, meski secara statistik tergolong mayoritas, kehormatan islam di
Indonesia akan selalu dijaga lewat cara-cara yang bisa diterima oleh kelompok lain, bukan
ditegakkan dengan sebuah penindsan ataupun pengingkaran terhadap kepentingan dan
eksistensi komunitas masayarakat manapun, yang pada gilirannya, cara-cara ini dapat
memberi sumbangan besar bagi upaya perekatan identitas bersama sebagai bangsa.
Kedua, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak dapat disangkal bawa penampilan
islam yang akomodatif, secara tidak langsung akan berdampak positif bagi upaya penegakan-
penegakan nilai-nilai kemanusiaan dibanding kekakuan sikap dalam beragama yang bisa
mereduksi hak-hak asasi masyarakat karena cenderung berpijak pada eklusifisme yang
berpotensi memonopoli kebenaran serta gampang menyulut kekerasan berbasis agama sikap
akomodatif tentu saja harus dibedakan dari kekeringan komitmen keislaman yang
menunjukkan lemahnya iman. Sebaliknya sikap akomodatif justru muncul sebagai bukti
17
Ibid, h.15
18
Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, (Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999) h. 13-14
19
H. A. Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1999) h. 60

7
totalitas pemahaman terhadap agama yang diyakini mampu menjadi rahmat bagi semua
orang.
Pada akhirnya, sikap akomodatif yag lahir dari adanya kesadaran untuk menghargai
perbedaan atau keanekaragaman budaya merupakan salah satu landasnan kokoh bagi pola
pikir, sikap, dan prilaku yang lebih sensitif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dengan
demikian, orang tidak harus diperlakukan secara manusiawi hanya lantaran beragama Islam,
tetapi lebih didasari pemahaman bahwa nilai kemanusiaan memang menjadi milik setiap
orang.20 Nahdlatul Ulama dalam merespon problem kebangsaan menjadikan dirinya sebagai
organisasi sosial keagamaan. Tidak seluruh perjalanan sejarah Nahdlatul Ulama pada bangsa
indonesia dalam fase-fase yang telah dikemukakan sejak akhir abad ke-19 sampai sekarang.
Merupakan proses tese dan antitese. Dalam fase pergerakan kemerdekaan. Oleh karena itu,
terhadap jejak sejarah panjang Nahdlatul Ulama kita membutuhkan tahap pemahaman
sebagai berikut:
a. Nadhlatul Ulama (NU) pra kemerdekaan
Nahdlatul Ulama (NU) pra kemerdekaan tampil sebagai organisasi yang disegani oleh
penjajah. Sehingga kekuatan Ulama yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU)
mampu menjembati kepentingan Islam dan juga kepentingan bangsa Indonesia yang
menjadi pilar pengantar terhadap lahirnya negara kesatuan republik Indonesia
b. Nahdlatul Ulama (NU) masa kemerdekaan
1. Masa Orde Lama
Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan dirinya menjadi partai politik hanya karena
menghadapi komunis. Sebab kuatnya komunis sebagai partai politik membutuhkan pola
yang sama. Nahdlatul Ulama dengan suara yang keras akhirnya mampu mempertahankan
dasar negara pancasila.
2. Masa Orde Baru
Dengan kebijakan pemerintah yang kuat, posisi Nahdlatul Ulama dengan kelompok
Islam lainnya kembali sebagai organisasi sosial keagamaan dan sepakat mendirikan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Secara sosial tetap menjadi perhatian Nahdlatul Ulama
dan secara politik partai tersebut menjadi rode politik Nahdlataul Ulama.
3. Masa Reformasi
Dimasa reformasi pola politik mengalami perubahan, Nahdlatul Ulama (NU)
bersepakat kembali ke khittah. Yakni Nahdlatul Ulama (NU) murni sebagai organisasi
sosial keagamaan dan mengambil jarak yang sama terhadap partai politik yang ada.
Sehingga Nahdlatul Ulama bukan milik siapa-siapa tetapi merupakan milik potensi
bangsa Indonesia.21 Jadi dalam sejarahnya, Nahdlatul Ulama memang berdiri sebagai
bentuk reaksi dari luar (gerakan purifikasi). Dan berdirinya organisasi ini tidak lepas dari
peran para Kyai dengan komunitas pesantrennya yang merupakan peyanggah utama
kelompok Islam tradisionalis. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi keagamaan, ke-
Islaman organisasi ini dirintis para kiai yang berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah,
sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah dalam tugas
20
ibid, h. 61
21
Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002) h. 77-78

8
memelihara melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dengan
merujuk salah satu imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) serta berkidmat
kepada bangsa, Negara dan umat Islam.

B. Hakikat Bermazhab
Hakikat Bermazhab adalah hakikat mengikut Quran dan Sunnah. Adapun dalam
bermazhab dibagi menjadi beberapa diantaranya:
1. Musannadah (‫)مسندة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki sanad sampai kepada Rasulullah saw. sehingga
kesahihannya terjamin.
2. Mudallalah (‫)مدللة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki landasan argumentasi/dalil. Dalil tersebut tidak hanya dalil
disebutkan secara eksplisit saja, namun ada dalil yang tersirat.
3. Muashshalah (‫)مؤصلة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki metodologi berfikir yang terkodifikasikan dalam kitab-kitab
usul fiqh, sehingga sangat tepat dan terukur dalam pengambilan dalil dari al-Quran dan
Sunnah.
4. Makhdumah (‫)مخدومة‬:
Mazhab-mazhab ini dikhidmah oleh ratusan bahwa ribuan ulama setelahnya, dari matan
menjadi syarah dan dari syarah melahirkan hasyiah. Kemudian juga diberi taqrir dan tanbih,
serta khidmah ilmiah lainnya. Ini juga memberikan jaminan akan kesahihan pemahaman
keagamaan yang ada di dalam mazhab.
5. Muqa'adah (‫)مقعدة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki kaedah-kaedah fiqh yang sangat rasional, seperti kitab “al-
Asybah wan Nazoir” karya Imam Suyuti dalam mazhab Syafi'i, kitab “al-Asybah wan
Nazoir” karya Ibnu Nujaim dalam Mazhab Hanafi, kitab “Ta' sisun Nazor” dalam Mazhab
Maliki, dan kitab “Raudhatun Nadhir” dalam mazhab Hanbali.
6. Mumanhajah (‫)ممنهجة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki manhaj berfikir yang jelas, detail dan tepat
7. Muttasiqah (‫)متسقة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki tingkat amanah ilmiah yang sangat tinggi dalam
menisbatkan sebuah pendapat kepada penuturnya, di dalamnya ada yang dikenal dengan qaul
mukharraj dan ada juga yang disebut dengan qaul mansus.
8. Munfatihah (‫)منفتحة‬:
Mazhab-mazhab ini memiliki cara berfikir yang elegan dan terbuka serta sangat toleran.
Karena mempunyai kaedah-kaedah usul fiqh dan hal-hal yang bersifat kulli yang masih
memungkikan generasi penerusnya untuk mengembangkannya sesuai dengan masalah-
masalah kontemporer yang terjadi seiring perkembangan zaman.22

22
https://mtwt.edu.my/2020/10/13/hakikat-bermazhab/

9
C. Metode Qauli, Ilhaqi dan Manhaji
1. Metode Qauili
Madzab Qauli adalah mencari hukum suatu masalah. Segolongan ulama dari kalangan
madzhab al-Syafi’i menjelaskan bahwa tidak boleh ber-taglid kepada selain madzhab yang
empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannya tidak valid, sebab tidak ada sanad
yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan dan perubahan. Berbeda dengan
madzhab yang empat.
Para tokohnya telah mencurahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta
menjelaskan setiap sesuatu yang pernah diucapkan oleh mujtahidnya atau yang tidak pernah
dikatakan, sehingga para pengkutnya merasa aman (tidak merasa ragu atau khawatir) akan
terjadinya perubahan, distorsi pemahaman, serta mereka juga mengetahui pendapat yang
shahih dan yang dha’if.23 Imam Abu Hanifah bertemu Imam Malik ketika menunaikan ibadah
haji. Begitu pula Imam Syafi’i cukup lama menjadi murid Imam Malik.24 Dengan mengikuti
hasil pendapat ulama yang sudah terbukukan di dalam beberapa kitab madzhab tersebut.
2. Metode Manhaji
Madzhab Manhaji, yakni memcahkan problem hukum dengan berpedoman kepada
metode istiqra’ (penelitian hukum) yang digunakan dalam suatu madzhab. Pada
perkembangan selanjutnya, para ulama pesantren terus menerus berusaha mengembangkan
sistem bermadzhab ini. Karena zaman bergulir begitu cepatnyam waktu melesat tidak dapat
dicegat, dan perubahan tidak mungkin dielakkan, sementara fiqih Islam harus hadir
memberikan solusi untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan, maka umat Islam
dituntut untuk dapat berkreasi dalam memecahkan berbagai persoalan tersebut.
Salah satu bentuknya adalah dengan mengembangkan fiqih sosial sebagai upaya
mengembangkan pola bermadzhab secara tekstual (madzhab qawli) menuju pola bermadzhab
metodologis (madzhab manhaji) dalam fiqih Islam, sebagaimana digagas oleh Dr. KH. Sahal
Mahfudh.
Mengutip hasil halaqah P3M, ada beberapa ciri yang menonjol dalam fiqih Sosial. Ciri-
ciri tersebutdi antaranya adalah melakukan interpretasi teks-teks fiqih secar kontekstual,
perubahan pola bermadzhab, dari madzhab secara tekstual (madzhab qawli) menuju pola
bermadzhab secara metodologis (madzhab manhaji), verifikasi ajaran secara mendasar,
dengan membedakan ajaran yang pokok (ushul) dan yang cabang (furu), dan pengenalan
metodologi filosofi, terutama dalam masalah budaya dan sosial.25
3. Metode Ilhaqi
Metode Ilhaqi adalah sebuah cara istinbat hukum dengan menyamakan hukum suatau
masalah atau kasus yang belum dijawab oleh kitab-kitab dengan kasus serupa yang telah
dijawab oleh kitab.

23
Sayyid bin Ahmad al-Saqqaf, Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hal.59.
24
Aswaja an-Nahdliyyah, hal 24-25.
25
KH. Dr. Sahal Mahfudh, dalam Duta Masyarakat, 18 Juni 2003

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nahdlatul ulama atau disingkat NU adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan,
sosial, dan ekonomi. Organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan Islam kepada
salah satu dari empat Madzhab dan untuk melaksanakan kegiatan yang bermanfaat bagi para
anggotanya sesuai dengan ajaran Islam.
Hakikat Bermazhab adalah hakikat mengikut Quran dan Sunnah. Adapun dalam
bermazhab dibagi menjadi beberapa diantaranya seperti; Musannadah, Mudallalah,
Muashshalah, Makhdumah
Metode qauli adalah suatu cara penetapan hukum dengan mencari jawaban pada kitab-
kitab fiqh dari mazhab empat dengan mengacu clan merujuk langsung bunyi teksnya. Dengan
kata lain, metode ini mengikuti pendapat-pendapat yang sudah "jadi" dalam lingkup mazhab
tertentu. Metode Ilhaqi adalah sebuah cara istinbat hukum dengan menyamakan hukum
suatau masalah atau kasus yang belum dijawab oleh kitab-kitab dengan kasus serupa yang
telah dijawab oleh kitab. Sedangkan metode Manhaji adalah suatu metode memahami Al-
Qur'an secara betahap dan berjenjang mulai dari juz I, II, III, dan akhirnya jus IV.
Muatannya, Juz I adalah mengenalkan arti kata perkata, Juz II mengenalkan cara perubahan
kata-katanya, Juz III mengenalkan kaidah bahasanya dan Juz IV m

11
DAFTAR PUSTAKA

https://mtwt.edu.my/2020/10/13/hakikat-bermazhab/
Masykur Hasyim. Merakit Negeri Berserakan. 2002. Surabaya
https://www.harakatuna.com/metode-istibat-bahtsul-masail-dalam-menetapkan-hukum.html
https://www.nu.or.id/opini/fiqh-sosial-upaya-pengembangan-madzhab-qauli-dan-manhaji-
mRhc1
KH. Dr. Sahal Mahfudh, dalam Duta Masyarakat. 2003
H. A. Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan. 1999. Jakarta.
Ridwan. Paradigma Politik NU. 2004. Yogyakarta.
Humaidi Abdusami. Ridwan Fakla AS. 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama. 1995. Yogyakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai