Anda di halaman 1dari 7

PEMBENTUKAN KARAKTER PADA SANTRI

Lia Lutfia .N (21801071128)


Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Islam Malang

Abstrak

Pendidikan pada hakikatnya bukan saja soal transformasi pengetahuan. Bukan juga hanya soal proses
pembelajaran yang membuat manusia mampu memahami dan mengetahui ilmu. Apalagi hanya soal
sederet angka prestasi siswa yang terekam dalam catatan formal laporan kemajuan mereka atas
penguasaan ilmu tertentu. Lebih dari itu, pendidikan merupakan proses pendewasaan sikap dan
perilaku, sehingga orang yang terlibat dalam proses pendidikan itu mampu hidup bermasyarakat
dengan segala bentuk dinamikanya. Karena itu, orang yang terdidik sejatinya adalah orang yang
mampu mengetahui, mampu berbuat sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, mampu
menentukan pilihan hidupnya secara bertanggung jawab, dan mampu hidup bersama dalam
masyarakat. Kebanyakan siswa pada zaman saat ini memang baik dalam pendidikan umum. Namun,
tak jarang pula yang berperilaku atau karakter kaidahnya kurang baik. Mungkin itu semua disebabkan
kurangnya pendidikan spiritual yang diberikan. Pendidikan sekolah umum hanya memberikan
pengajaran mengenai pelajaran umum. Memang ada pelajaran agama, tapi hanya sedikit dan jamnya
pun kurang memadai. Untuk membentuk peserta didik yang berwawasan ilmu umum maupun agama
pada saat ini dapat di tempuh pada pengajaran pesantren modern. Pendidikan ini memberi pengajaran
pelajaran umum maupun agama. Sehingga ilmu spiritual maupun umum dapat berkembang seimbang.
Kata Kunci: Karakter, Pesantren, spiritual.

PENDAHULUAN

Pendidikan yang condong pada penguasaan pengetahuan semata akan

menciptakan manusia pintar tapi tidak berkarakter baik. Akibatnya proses pendidikan

yang dilakukan kurang mampu mengantarkan peserta didik untuk tidak terperosok

dalam berbagai perilaku buruk. Penggunaan narkotika, tawuran antarpelajar, dan seks

bebas adalah sedikit contoh yang dapat ditunjuk sebagai akibat yang muncul dari

proses pendidikan yang condong pada penguasaan pengetahuan semata. Pesantren

sebagai satu wadah proses pendidikan berupaya mengurangi gap antara penguasaan

ilmu pengetahuan dengan praksis ilmu pengetahuan itu melalui sistem pendidikan
asrama dengan tradisi-tradisinya yang khas. Pada awalnya pesantren didirikan sebagai

lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang ditujukan untuk menyiapkan

kader penyebar agama namun dalam perkembangannya, institusi ini sebagian besar

telah berubah menjadi institusi pendidikan alternatif yang menyediakan layanan

pendidikan madrasah dan sekolah, tanpa mengurangi tradisinya yang khas1.

TUJUAN PEMBAHASAN

Artikel ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum

kepada masyarakat luas tentang pembentukan karakter pada santri sehingga dapat

menunjukkan pengajaran yang baik serta aman terhadap anaknya,

sehingga pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Dengan

ditulisnya artikel ini, diharapkan dapat menambah kepustakaan pada buku pengantar

pendidikan yang akan datang.

PEMBAHASAN

Pondok pesantren dahulu memang tidak mengajarkan pelajaran umum,

melainkan hanya pelajaran-pelajaran agama saja. pondok pesantren yang

menggunakan system tersebut dinamakan pesantren salaf. Dengan

berkembangnya zaman, pondok pesantren pun merubah system pengajarannya

dengan menambahkan pelajaran umum. Sehingga para santri juga dapat mengikuti

perkembangan zaman.

Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, model pendidikan

di pesantren tidak semata-mata bersifat diniyah(mengajarkan materi agama saja),

tetapi juga duniawi. Karena dengan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan

1
Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren:Pola Pengasuhan, Pembentukan
Karakter,Dan Perlindungan Anak (Yogyakarta, 2012, hal. kata pengantar)
informasi, maka kualitas keilmuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga NU juga

bisa disejajarkan dengan lembaga pendidikan diluar NU. Disadari atau tidak,

pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi menjadi syarat untuk

bersaing di masa globalisasi.(PWNU Jawa Timur, 2007: 43).

Pengaiian adalah kegiatan penyampaian materi pengajaran oleh seorang

kiai kepada para santrinya. Tetapi dalam pengajian ini ternyata segi kognitifnya

tidak cukup diberi tekanan, terbukti dengan tidak adanya sistem kontrol berupa

test atau ujian-ujian terhadap penguasaan santri pada bahan pelajaran yang

diterimanya. Di sini para santri kurang diberi kesempatan menyampaikan ide-

idenya apalagi untuk mengajukan kritik bila menemukan kekeliruan dalam

pelajaran sehingga daya nalar dan kreatifitas berpikir mereka agak terhambat.

Sebaliknya, tekanan pada hal yang bernilai mistik lebih banyak terasa. Tampak

sekali hubungan kiai-santri banyak merupakan kelanjutan konsep hubungan

"guru-cantrik" yang ada sebelum Islam datang di Jawa. Karena itu sifatnya

banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep Hindu-Buddha, atau sekurang-kurangnya

konsep stratifikasi masyarakat Jawa sendiri. Santri akan selalu memandang kiai

atau gurunya dalam pengajian sebagai orang yang mutlak harus dihormati,

malahan dianggap memiliki kekuatan gaib yang bisa membawa keberuntungan

(berkah) atau celaka (malati, mendatangkan mudlarat). Kecelakaan yang paling

ditakuti oleh seorang santri dari kiainya adalah kalau sampai dia disumpahi

sehingga ilmunya tidak bermanfaat. Karena itu santri berusaha untuk

menunjukkan ketaatannya kepada kiai agar ilmunya bermanfaat, dan sejauh

mungkin menghindarkan diri dari sikap-sikap yang bisa mengundang kutukan dari
kiai tersebut. Dalam kesempatan menghadap kiai, misalnya karena minta izin

hendak pulang atau pindah tempat santri akan seringkali mendengar ucapan kiai:

"Baiklah, dan saya do’akan engkau akan mendapatkan ilmu yang

bermanfaat”.(Nur Cholismajid, 1997: 44).

Menurut Imam Ghozali, akhlak (etika) adalah keadaan yang bersifat batin

dimana dari sana lahir perbuatan yang mudah tanpa dipikir dan tanpa diihitung

resikonya (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru ‘anha al afal bi zuhulatun wa

yusrin min ghoiri hajatin act_fikrin wa ruwiyyatin). Sedangkan ilmu akhlak

adalah ilmu yang bicara tentang tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari

definisi itu maka dapat dipahami bahwa istilah akhlak adalah netral, artinya ada

akhlak yang terpuji dan akhlak yang tercela2.

Kitab “Ta’lîm-u ‘l-Muta’allim” karangan Syeikh al-Zarnuji adalah salah

satu dari sekian kitab yang sangat mempengaruhi hubungan kiai-santri. Tidak

diragukan lagi bahwa setiap santri diharapkan memenuhi tuntunan kitab itu dalam

sikapnya terhadap kiai. Satu gambaran yang ideal tentang ketaatan murid kepada

guru dalam kitab “Ta’lîm” itu yang banyak diikuti dan diterangkan adalah yang

berbunyi: “Salah satu cara menghormati guru adalah hendaknya jangan berjalan

didepannya, jangan duduk di depannya, jangan memulai pembicaraan kecuali

dengan izinnya, jangan banyak bicara di dekatnya, jangan menanyakan sesuatu

ketika sedang kelelahan, dan menghormati guru adalah juga harus menghormati

anak-anaknya. Sebagaimana diceritakan oleh guruku Syaykh-u 'l-Islam

Burhânuddîn pengarang buku Hidayah, bahwa seseorang dari kalangan ulama

2
Maskuri. MembentukMahasiswaBerkarakter(IntegrasiIlmu,Tauhid,danAkhlak. (Malang, 2017 hal:87).
besar Bukhara pernah sedang duduk memberi pengajian (mengajar) dan dia

berdiri di sela-sela pengajian itu. Para murid bertanya akan hal itu yang kemudian

dijawabnya, "Sesungguhnya putra guruku, sedang bermain bersarna anak-anak

yang lain di jalanan. Maka jika tampak olehku aku berdiri sebagai penghormatan

terhadap guruku.” (Ta’lîm-u ‘l-Muta’allim, hal. 17). Jadi akhlak santri sangat di

perhatikan. Bahkan terhadap anak guru atau ustadznya sekalipun.

Dijelaskan pula dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim karangan KH.

Hasyim ‘As’ari (1238: 28-34) tentang akhlak yang harus di miliki oleh santri atau

peserta didik di pondok pesantren. Diantaranya adalah akhlak terhadap dirinya

sendiri maupun terhadap guru ataupun orang lain. Seorang santri tidak boleh

berkata kasar terhadap guru, ketika guru menjelaskan pelajaran serang murid

harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh tidak boleh menoleh kekanan

kekiri. Ketika seorang murid di perintahkan melakukan sesuatu oleh guru, maka

murid tersebut harus memenuhinya. Seorang murid tidak boleh memotong

pembicaraan guru. Ketika berjalan bersama guru, seorang murid tidak boleh

mendahului berjalan didepannya.

Pada saat ini, selain pesantren jenjang MI/MTS/MA juga ada beberapa

universitas yang menyediakan pelayanan pesantren. Sehingga para mahasiswa

yang terbiasa di pesantren dapat melanjutkan pendidikan pesantrennya ketika

memasuki jenjang perkuliahan. Salah satunya yaitu Universitas Islam Malang

yang menyediakan pelayanan program pondok pesantren. Program pesantren ini

dimulai sejak tahun 2015 yang diberi nama Pesantren Kampus Ainul Yaqin

(PKAY). Penerapan karakter santri yang digunakan PKAY diantaranya:


1. Mengikuti jama’ah sholat fardu, dilanjutkan dengan pembacaan wirid

bersama.

2. Mengikuti kegiatan MADINAY (Madrasah Diniyah Ainul Yaqin) setelah

sholat Isya’. Para santri wajib membawa kitab. Dan membaca Al-Qur’an

setelah maghrib.

3. Mengikuti kegiatan gotong royong pada hari jum’at dan ahad.

4. Membaca Wirdul Latif setiap subuh.

5. Berpakaian sopan dan menutup aurat.

6. Berada di pesantren mulai jam 15:00 WIB-07:00WIB, kecuali yang telah

mrndapat izin dari Direktur/Pengurus.

7. Mengikuti kegiatan Lilatul Hisab(takziran) setiap malam jum’at, dll.3

Segala hal diatas merupakan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan untuk

membentuk perilaku/ karakter santri Ainul Yaqin. Masih banyak lagi peraturan-

peraturan yang di gunakan untuk membentuk karakter santri dan tidak mungkin

jika disebutkan seluruhnya.

Seluruh peraturan-peraturan perilaku seorang santri tidak hanya diterapkan

didalam pesantren, melainkan juga diterapkan di luar pesantren, seperti

menghormati yang lebih tua dengan cara yang telah di ajarkan di pesantren.

Sehingga, selain menguasai pelajaran umum, seorang santri juga di tuntut untuk

memiliki perilaku atau akhlak yang mulia. Akhlak bukanlah suatu untaian

kalimat, melainkan perwujudan dari perbuatan kita. Saya penah mendengar

sebuah cerita dari guru saya yang bernama Ustad Abdul Hamid Ali ketika

3
Pengurus PKAY. BukuPedomanSantriPesantrenKampusAinulYaqinUniversitasIslamMalang.
(Malang: 26-30).
mengajarkan kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim. Bahwasanya ada serang Kyai

yang bernama Kyai Usman. Beliau setiap sebulan sekali mengaji dengan seorang

Kyai dari Jombang yang bernama Kyai Romli. Saking hormatnya Kyai Usman

terhadap Kyai Romli, beliau berjalan dari Surabaya (rumah beliau) menuju

kediaman Kyai Romli dengan berjalan kaki. Padahal Kyai Usman memiliki

kendaraan di kediamannya.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, Rulam. 2017. PengantarPendidikanAsasdanFilsafatPendidikan.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Asy’ari, Hasyim. 1238. Adabul‘AlimWalMuta’alim. Jombang Tebuireng.

Perpustakaan Tsaros Al-Islami.

Fahham, Achmad Muchaddam. 2015. PendidikanPesantren:PolaPengasuhan,

PembentukanKarakter,danPerlindunganAnak. Jakarta dan Yogyakarta:

P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.

Madjid, Nur Cholis. 1997. BilikBilikPesantren. Paramadina: Pustaka NU Online.

Maskuri. 2017. Membentuk Mahasiswa Berkarakter (Integrasi Ilmu, Tauhid,

Ibadah, dan Akhak. Malang. Inteligensia Media.

Pengurus Pesantren Kampus AinulYaqin. 2017. Buku Pedoman Santri Pesantren

Kampus Ainul Yaqin. Malang. Pesantren Ainul Yaqin.

Tim PWNU Jawa Timur. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya: Khalista.

Al-Zarnuji, 2007. Ta’limulMuta’alim. Jakarta. Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.

Anda mungkin juga menyukai