PENDAHULUAN
seorang Muslim hidup dalam bingkai tradisi keislaman yang sesuai dengan cara
hidup para ulama terdahulu. Kitab kuning telah menyediakan pandangan dunia
disebut sebagai kaum santri sebagai katarsis untuk mereplikasi secara kreatif
lembaga dakwah. Karena diketahui, tradisi pesantren tidak lengkap tanpa kitab,
1
Masdar Hilmy, Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah, (Surabaya: Pustaka Idea, 2013),
h.161.
2
Ahmad Baso, Pesantren Studies, (Jakarta: Pustaka Afid, 2013), h.135.
1
2
didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan sekolah dan peserta didik
dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. Dalam hal ini sekolah diberi
yang selama ini dikembangkan dipesantren pada dasarnya lebih menitik beratkan
pada pengajaran agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits secara literatur
keislaman klasik dalam bahasa arab yang dapat menunjang pemahaman materi
keagamaan yang disampaikan dengan harapan santri dapat menjadi ulul al-bab,
yakni cendekiawan muslim yang handal dalam rangka mengembang khalifah fil
sebagai usaha kearah pencapaian tujuan-tujuan melalui aktivitas orang lain atau
membuat sesuatu dikerjakan oleh orang lain berupa peningkatan minat, perhatian,
caracara baru belajar yang efektif. Oleh karena itu tenaga pendidik dituntut untuk
selalu melakukan inovasi pembelajaran. Agar guru mampu berinovasi, maka guru
maupun dengan supervise klinis dari pengawas atau kepala sekolah. Seperti
masjid, mengajarkan agama Islam dengan menggunakan kitab suci Al-Qur’an dan
sebagai lembaga pendidikan dari dalam dan selanjutnya dikenal sebagai lembaga
efesien.Itu artinya, dari posisi guru tercipta mengajar efektif, dan dari segi murid
dari efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi, tidak sekadar mencapai
tujuan organisasi.
menjadikan era modern seperti saat ini seakan menjadi jawaban dan kepercayaan
orang tua untuk melindungi dan mendidik anaknya, terutama untuk memperdalam
ilmu agama. Konon budaya yang dibangun di pesantren disebut sebagai miniatur
pesantren adalah bagaimana untuk mandiri dan memiliki gaya hidup yang
sederhana bahkan terbatas, yang diharapkan para santri didalamnya tidak selalu
bergantung pada orang lain. Para penuntut ilmu pesantren atau yang disebut santri
akan merasakan betapa jauhnya mereka dari orang tua dan kerabatnya, sehingga
Yang lain menunjukkan bahwa santri adalah pengambil risiko (risk taker)
dengan fasilitas seadanya. Istilah pesantren ini bisa jika hanya disebut "pondok”
atau "pondok pesantren" dalam dua kata. Kecuali ada perbedaan kecil, semua arti
ini pada dasarnya memiliki arti yang sama. Asrama yang dapat digunakan sebagai
6
Muhamad Priyatna, Manajemen Pembelajaran Program Kulliyatul Mu’allimin Al-
Islamiyah (KMI) di Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah Bandung, (Jurnal Edukasi
Islami Vol. 06 No. 11 Januari 2017), h.18.
5
tempat tinggal permanen untuk para santri dapat dilihat sebagai perbedaan antara
Islam yang tokoh utamanya adalah kyai, dan masjid menjadi tempat utama
memiliki system tertua dan pondok pesantren dianggap sebagai produk budaya
agama Islam, yang dimulai ketika komunitas Islam muncul di Nusantara pada
tempat tinggal santri yang disebut pesantren. Meski wujudnya masih terkesan
sederhana, namun pada saat itu pendidikan pesantren sudah menjadi lembaga
dibarengi dengan pemahaman yang beragam, pesantren juga dinilai sebagai agen
7
Amir Hamzah Wiryosukarto, “Biografi K.H. Imam Zarkasyi; Dari Gontor Merintis
Pesantren Modern” (Ponorogo: Gontor Press, 1996), h.51.
6
meningkatkan kualitas pondok pesantren itu sendiri dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Bahkan jika melihat penampilan dan pesona atau kharisma sang Kyai yang
masyarakat, baik ditingkat lokal, regional dan nasional. Dengan berbagai potensi
yang ada di pesantren, pesantren terlihat memiliki integritas yang tinggi dengan
masyarakat sekitar dan menjadi acuan moral (moral reference) bagi kehidupan
masyarakat.8
dengan itu bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja
untuk meningkatkan kualitas suber daya manusia. Salah satu usaha untuk
disekolah. Melihat dari wacana persoalan yang dihadapi oleh para pendidik dalam
pendidikan, oleh karena itu, yang selalu menjadi perhatian pendidikan termasuk
kepedidikan, sarana, prasarana belajar, juga mutu proses pendidikan dalam arti
kurikulum dan pelaksanaan pengajaran untuk mendorong peserta didik agar bisa
8
Mastuki HS, “Manajemen Pondok Pesantren” (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), h. 90-91.
7
belajar lebih aktif, serta mutu output dari proses pendidikan dalam arti
hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayat. Dan juga dalam pemberdayaan
dalam paradigma keilmuan, tradsi kajian kitab kuning metode pengajaran, budaya
diketahui dua pesantren ini telah memiliki pengaruh yang kuat, khususnya bagi
tradisi salaf, pesantren ini juga diketahui memiliki lulusan yang mapan dalam
Kabupaten Bireuen Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penelitian
Kabupaten Bireuen.
Bireuen.
D. Manfaat Penelitian
maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
bermanfaat yaitu:
9
berikut:
E. Penelitian Terdahulu
sudah ada sebelumnya. Tentu ruang lingkup dari penelitian ini juga sama dengan
9
Kholifah, Kholifah (2019) Manajemen pendidikan kewirausahaan di pondok pesantren
Al-Ma’rufiyyah Semarang. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo Semarang.
10
Halimin (2011) Manajemen Pembelajaran Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Pasarwajo
Kabupaten Buton. Thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.
11
peserta didik yang mulia, membentuk warga masyarakat yang taat pada
jawab, media yang digunakan para guru PKn adalah laptop, LCD untuk
11
Mochamad Arifin (2014) Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. di SDIT
Assalamah Semarang, STAIN Salatiga Antara.
12
Ali Mahbub (2013) Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di Madrasah Aliyah. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
12
F. Penjelasan Istilah
1. Manajemen Pembelajaran
diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.
“management” yang oleh Hornby (2006) diartikan dengan “the act of running and
dan sumbersumber daya lainnya untuk mencapai hasil lebih yang efisien dan
efektif.
13
St. Mau’izatul Hasanah (2012) Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Salafiyah
Penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Di Kabupaten Barito Kuala Tahun
2012, uin-antasari.
13
untuk mencapai hasil melalui proses yang dilakukan oleh anggota organisasi.
bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
2. Kitab Kuning
keagamaan yang bertuliskan huruf arab. Ini istilah yang membedakan dengan
karya tulis selain bertuliskan bahasa arab yang sering disebut buku. Pada
14
Popi Sopiatin, Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa, (Cilegon: Ghalia
Indonesia, 2010), h.45.
14
umumnya kitab yang dijadikan sebagai sumber belajar di pondok pesantren adalah
kitab kuning bukanlah sesuatu asing, istilah tersebut diketahui sebagai teknis
dalam studi kepesantrenan di Indonesia yang sering dikenal dengan kitab klasik,
3. Pondok Pesantren
bangunan untuk tempat sementara.16) kata pondok mungkin berasal dari Bahasa
Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan
tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji.17 Istilah pesantren berasal
santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari
15
Putri Dewi Indah W, ”Implementasi Pembelajaran Kitab Kuning Sebagai Upaya
Meningkatkan Religiusitas Peserta Didik” (Yogyakarta: UII, 2018), h. 23
16
Badan Pengembanagan Dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Jakarta:Pt Balai Pustaka,2016) h. 306.
17
Badan Pengembanagan Dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Jakarta:Pt Balai Pustaka,2016) h. 271.
15
bawah bimbingan seorang atau lebih dari seorang guru yang dikenal dengan
18
Wikipedia-Ensiklo-pedia-bebas,2020,Pesantren,https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren,
(diakses pada: 26 september 2022, jam 10.00).
19
Tim Penyusun Kamus Pembina dan Pengembangan Bahasa ed.2-Cet.9. Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),h. 667.