Anda di halaman 1dari 12

MADRASAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Dosen Pengampu :

Arif Shaifudin. M. Pd.I

Disusun oleh :

Putri Roudhotul Jannah ( 201200371 )


Rizalul Habibullah ( 201200384 )

PAI L
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARIBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari dan untuk masyarakat, sebab
keberadaan madrasah sebagaimana yang kita saksikan saat ini merupakan lembaga yang lahir
dari masyarakat dalam rangka untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Setelah Indonesia
merdeka (1945) didirikan Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946, pembinaan madrasah
menjadi tanggung jawab Departemen Agama (Depag), sejalan dengan itu madrasah semakin
berkembang secara kuantitas. Pada era tahun 70-an perhatian pemerintah sudah mulai
ditunjukkan dengan adanya pembinaan madrasah dengan diluncurkanya Surat Keputusan
Bersama (SKB) tiga menteri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Menteri Agama.

Madrasah dengan segala kekurangan dan kelebihanya, telah mampu memberikan andil
yang positif dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Pada masa
yang akan datang kontribusi madrasah terhadap pembinaan sumber daya manusia di tanah air
sangat tergantung pada kemampuan madrasah dalam merespon perkembangan dunia pendidikan
dan minat masyarakat terhadap pendidikan. Keberadaan madrasah di pentas pendidikan nasional
sangat ditentukan oleh kemampuanya untuk bersaing dalam dunia pendidikan yang semakin
kompetitif. Satu bentuk persaingan itu adalah bagaimana meningkatkan mutu, integritas,
kredibilitas, dan akuntabilitas di mata masyarakat pengguna madarsah, khususnya orang tua.
Menurut Husni Rahim dalam keterangan Sirozi bahwa: Madrasah lebih banyak mengandalkan
faktor-faktor sosial, kultural, dan religius dalam menarik minat orang tua, bukan faktor-faktor
rasional dan akademik yang bersifat kualitatif. ”Pandangan tersebut agaknya tidak berlebihan,
mengingat masih banyak orang tua yang memilih masdrasah karena alasan ekonomi, sebab
menurut mereka menempuh pendidikan di madrasah relatif lebih murah dibanding sekolah di
lembaga pendidikan lainya.

Sebuah lembaga pendidikan dapat dipasarkan apabila lembaga pendidikan tersebut


memiliki nilai yang dapat dijual, dan nilai jual sebuah lembaga pendidikan adalah kualitas yang
ditunjukkan oleh lembaga tersebut. Beberapa ciri sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas,
menurut shaleh adalah perlu diterapkan program manajemen peningkatan mutu yang meliputi
empat unsur, yaitu school review, quality assurance, quality control, dan bench marking. School
review merupakan suatu proses yang didalamnya pihak sekolah bekerja sama dengan pihak-
pihak yang relevan untuk mengevaluasi dan menilai efektifitas kebijakan sekolah, program,
pelaksanaanya, serta mutu lulusanya.
Rumusan Masalah

1. Pengertian madrasah ?
2. Sejarah Berdirinya Madrasah?
3. Ciri-ciri Madrasah?
4. Jenis-jenis Madrasah?
5. Perkembangan Pendidikan Madrasah?

Tujuan masalah

1. Untuk Mengetahui Pengertian Madrasah


2. Untuk Mengetahui Sejarah Berdiinya Madrasah
3. Untuk mengetahui ciri-ciri Madrasah
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Madrasah
5. Untuk Mengetahui Perkembangan Pendidikan Madrasah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Madrasah

Kata “madrasah” terambil dari akar kata “darasa-yadrusu-darsan= belajar”. Kata madrasah
sebagai isim makan, menunjuk arti “tempat belajar”. Padanan kata madrasah dalam bahasa
Indonesia adalah sekolah. Ditilik dari makna Arab di atas, madrasah menunjuk pengertian
“tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat tertentu, dan bisa dilaksanakan di
mana saja, di rumah, di surau/langgar, di masjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi.
Tempat-tempat ini dalam sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam memegang peranan
sebagai tempat transformasi ilmu bagi umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, secara
teknis, kata madrasah dikonotasikan secara sempit, yakni suatu gedung atau bangunan tertentu
yang dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang proses belajar ilmu
agama, bahkan juga ilmu umum.

Dalam literatur Islam klasik (turats), dijumpai istilah madrasah dalam pengertian “aliran”
atau “madzhab”. Para penulis Barat menerjemahkannya dengan school atau aliran, seperti
Madrasah Hanafi, Madrasah Maliki, Madrasah Syafi‟i, dan Madrasah Hambali.8 Di sini, kata
madrasah menjadi sebutan bagi sekelompok ahli yang mempunyai pandangan atau paham yang
sama dalam ilmu-ilmu keislaman, seperti dalam bidang ilmu fiqih di atas. Timbulnya madrasah-
madrasah (aliran-aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan intelektual pada masa puncak
kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni pada masa Abbasiyah. 1

Kebebasan intelektual ini mendorong setiap orang (ulama) untuk mengembangkan metode
dan cara berfikir masing-masing sehingga memunculkan perbedaan cara pandang dan metode
dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu. Perbedaan metode dan cara
pandang terhadap suatu masalah hukum inilah yang kemudian mereka membentuk
halaqah/kelompok belajar masing-masing. Hal ini berarti masing-masing ulama memiliki murid
dan tempat belajar. Mereka berbeda kelompok belajar, namun secara santun mereka saling
menghargai adanya perbedaan tersebut.

B. Sejarah Berdirinya Madrasah

Madrasah Dalam Sejarah Islam Praktik nabi menjadi preseden bagi para khalifah dan
pengusaha muslim sesudahnya, dan pembangunan masjid berlanjut terus di daerah-daerah
kekuasan muslim. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja

1
Ansari, Endang Saifuddin. 1991. Wawasan Islam; Pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan
Umatnya. Jakarta: Rajawali Press.
dilakukan oleh pengusaha secara resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya
masyarakat pada umumnya.

Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan sebagia lembaga pendidikan berjalan secara
harmonis. Pada umumnya masjid memang dibangun sebagi tempat ibadah, dengan fungsi
akademis sebagai sekunder. Akan tetapi, tak jarang pula masjid dibangun dengan niat awal
sebagai lembaga pendidikan tanpa mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Sejumlah
masjid bahkan diberi nama sesuai dengan nama syaikh yang mengajar di dalamnya. Beberapa
bahkan secara khusus dibangun untuk seorang sarjana yang nantinya akan mengelola kegiatan
pendidikan di masjid tersebut.

Tahap kedua dari sejarah pendidikan Islam adalah masjid-khan, yaitu masjid yang
dilengkapi dengan bangunan asrama atau pondokan bagi para siswa untuk belajar yang masih
berdampingan dengan mesjid. Ada beberapa teori yang menyatakan mengenai peran mesjid
sebagai tempat pendidikan dipertimbangkan dan mulai dipikirkan adanya asrama atau khan
sebagai tempat pemondokan bagi para siswa. Diantara pertimbangan itu adalah: kegiatan
pendidikan di masjid dianggap telah mengganggu fungsi utama lemabaga itu sebagai tempat
ibadah. Kedua, berkembangnya 2

kebutuhan ilmiah sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan


berekembangnya ilmu pengetahuan, banyak ilmu tidak bisa lagi sepenuhnya diajarkan di masjid.
Ketiga, timbulnya orientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagian guru mulai
berfikir untuk mendapatkan rizki melalui kegiatan pendidikan. Ada diantara pengajar yang
pekerjaannya sepenuhnya memang mengajar, oleh karena itu dibangunlah lembaga lain karena
jaminan itu tidak mungkin diperolehnya di masjid.

Memahami istilah lembaga pendidikan mesjid-khan maka makna yang paling tepat
untuk memahami kata khan adalah asrama. Pembangunan khan ini berkaitan erat dengan
kependulian umat Islam masa itu terhdap para penuntut ilmu, khususnya merek ayang beerasal
dari luar daerah. Sebelumnya, seorang mahasiswa luar kota harus bersusah payah mengurus
sendiri tempat tinggalnya selama masa belajaranya. Khan adalah jawaban terhadap persoalan
ini, khan biasanya dibangun berdampingan dengan masjid, atau setiaknya pada lokasi yang
tidak jauh dari masjid dan tetap mengesankan satu komplek terpadu. Setelah dua tahap
perkembangan di atas, barulah muncul madrasah yang khususu diperuntukkan sebagai lemabaga
pendidikan. 3

2
Asrohah, Hanun. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

3
Djaelani Timur, Kebijaksanaan Peminaan Kelembagaan Agama Islam, Dirjenaga, Jakarta,
1982
Madrasah dengan demikian menyatukan kelembagaan masjid biasa dengan masjid-khan.
Kompleks madrasah terdiri dari ruang belajar, ruang pondokan dan masjid. Pengertian
madrasah yang dimaksud dalam fase ini tidak dimaksud seperti pengertian madrasah yang
dipahami selama ini dalam konteks masyarakat Indonesia yaitu pendidikan untuk tingkat dasar
dan menengah (Madrasah Ibtidaiyah, Madraah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyyah), akan tetapi
madrasah pada fase ini merujuk pada pendidikan tinggi yang berkembang pada fase pra modern.
Akan tetapi madrasah dalam arti perguruan tinggipun tidak sama persis atau tidak bisa
disamakan dengan pengertian perguruan tinggi sekarang ini karena memiliki ciri-ciri yang
berbeda.

C. Ciri-ciri Madrasah

1. Mata pelajarannya tentang keagamaan, yang dijabarkan kebeberapa mata pelajaran, yaitu:
Al-Qur‟an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa
Arab, sehingga sehingga mata pelajaran pendidikan Islam lebih banyak.
2. Suasana keagamaannya, yang berupa: suasana kehidupan madrasah yang agamis, adanya
sasaran ibadah, penggunaan metodenya yang agamis dalam penyajian bahan pelajaran
bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan dan kualifikasi guru yang harus
beragama Islam dan berakhlak mulia.4

Di madrasah para siswinya memakai jilbab dan siswanya memakai celana panjang,
sedangakan pada sekolah non madrasah para siswinya memakai baju rok dan siswanya memakai
celana pendek untuk tingkat SLTP, sedangkan pada tingkat SMU siswanya memakai celana
panjang dan siswinya memakai baju rok dan boleh juga memakai kerudung.

Dimadrasa apabila siswa-siswinya berjumpa dengan siswa-siswi lain, atau berjumpa dengan
guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidikan lainnya maka mereka akan saling mengucapkan
salam (Assalamu‟alaikum). Sedangkan disekolah non madrasah bisa bermacam-macam, ada
selamat pagi, selamat siang dan selamat sore, dan ada yang saling mengucapkan salam.5

D. Jenis-jenis Madrasah

Madrasah merupakan salah satu lembaga formal yang di dirikan oleh masyarakat
untuk belajar, Madrasah terdiri dari berbagai jenis, yaitu:

1. Pendidikan dasar merupakan jenjang yang melandasi jenjang pendidikan dasar yang
berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang sederajat dengan Sekolah Dasar (SD).
Madarasah ibtidaiyyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran rendah
serta menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar.

4
Dr. Muhaimin, MA, Wacana Pengembanga Pendidikan Islam, (Surabaya: PSAPM dengan PUSTAKA BELAJAR,
2004), Hlm: 178-179
5
Muhaimin, MA, Wacana Pengembanga, Hlm: 177-178
Tujuan umum madrasah ibtidaiyyah ialah agar murid:

a) Memiliki sikap dasar sebagai seorang muslim yang bertakwa dan berakhlakul
mulia.
b) Memiliki kemampuan dasar untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam
masyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pendidikan menengah pertama berbentuk Madrasah Tsanawiyah (MTS) yang sederajat
dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Tujuan umum Madrasah Tsanawiyah:

a) Menjadi seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia, menghayati dan
mengamalkan ajaran agamanya.

b) Memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang lebih luas serta sikap yang
di perlukan untuk melanjutkan pelajaran ke Madrasah Aliyah atau sekolah lanjutan atas lainnya,
atau untuk dapat berbakti dalam masyarakat sambil mengembangkan diri guna mencapai
kebahagiaan dunia akhirat.

3. Madrasah aliyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan


pengajaran tingkat menengah atas, pendidikan menengah terdiri pendidikan menengah
umum dan menengah kejuruan, pendidikan menengah berbentuk Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan bentuk lain yang sederajat.6

Tujuan umum Madrasah Aliyah:

a. Menjadi seorang muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, menghayati dan


mengamalkan ajaran islam yang benar.

b. Memilki ilmu pengetahuan agama dan umum yang lebih luas dan mendalam serta
pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang di perlukan untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi.

Kesederajatan sisten pendidikan Madrasah formal antara sekolah dasar dengan


madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama dengan madrasah tsanawiyah, sekolah
menengah atas dengan madrasah aliyah dan adanya perguruan tinggi agama islam, menunjukkan
pengembangan sistem pendidikan agama islam yang luar biasa. Kini madrasah-madrasah yang
ada di indonesia kedudukannya sama dengan pendidikan formal lainnya, bahkan pendidikan
madrasah lebih unggul dari materi pelajaran yang diberikan kepada anak didiknya, yaitu

6
Prof. H. Abudin Nata, M.A, Menejemen Pendidikan (Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia),
(Jakarta: Kencaana Prenada Media Group, 2010), Hlm: 299
penggabungan dua materi pelajaran yang sistematis, antara materi pelajaran agama dan pelajaran
non agama (pelajaran umum). Jika pelajaran agama 60%, dan pelajaran umuny 40%.7

4. Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang
berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak
mendapat pendidikan agama islam.8Madrasah Diniyah dalam arti lain suatu bentuk
madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama. Madrasah ini dimaksudkan sebagai
lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum.

Madrasah ini terbagi menjadi tiga jenjang pendidikan, yaitu:

1) Madrsah Diniyah Awaliyah untuk sekolah dasar, ditempuh selama 4 tahun.

2) Madrasah Diniyah Wustho untuk siswa-siswa sekolah lanjutan pertama, ditempuh


selama 3 tahun.

3) Madrasah Diniyah „Ulya untuk siswi-siswi Sekolah Lanjutan Atas, ditempu selama 3
tahun.

Materi yang diberikan pada madrasah diniyah adalah seluruhnya ilmu-ilmu agama
islam. Madrasah ini merupakan sekolah tambahan bagi siswa yang bersekolah umum. Tujuan
orang tua memasukkan ke madrasah ini agar putra-putrinya mendapatkan tambahan pendidikan
agama, karena disekolah umum dirasakan masih sangat kurang.

Ijazah yang diberikan madrasah ini tidak memiliki civi effect, karena orang tua murid
maupun muridnya sendiri tidak terlalu mementingkannya. Adapun jam belajarnya, dilaksanakan
disore hari, bagi sekolah umum yang belajarnya pagi hari.9

C. Perkembangan Pendidikan Madrasah

Tumbuhnya Madrasah pada Masa Penjajahan Pertama kali penjajah menginjakkan kakinya
di bumi nusantara, mereka menjumpai bahwa sebagian besar penduduknya beragama Islam
yang telah disebarkan oleh para wali, dan pada saat itu pula sudah bentuk-bentuk pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat muslim dengan menekankan pada aspek-aspek pendidikan agama
Islam. Pendidikan ini berlangsung di rumah-rumah, tajuk, mesjid, langgar yang di asuh oleh
seorang yang merasa terpanggil untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat
kemudian berkembang menjadi sebuah pondok pesantren. Dalam perkembangannya, pesantren
ini menjadi sesuatu yang menarik bagi para sultan dan dianggap sangat berjasa.

7
Hasan Basri, M.Ag dan Beni Ahmad Saebani, M.Si, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), (Bandung: CV. PUSTAKA
SETIA, 2010), Hlm: 244
8
Nur, uhbiyati. Ilmu pendidikan islam (Bandung: Pustaka setia, 2005). hlm. 236
9
Ridlwan Nasir, MA, Format Pendidikan, Hlm: 95-96
Ketika rombongan dagang VOC dan kemduian pemerintah kolonila Hindia Belanda
menguasai wilayah nusantara sejak tahun 1671, dalam jangka waktu yang cukup lama mereka
membiarkan saja kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk pesantren berjalan apa adanya. Namun
tatkala keperluan akan tenaga terampil tingkat rendahan mulai meningkat, pemerintahan
kolonial juga menyelenggarakan pengajaran melalui sistem persekolahan yang diselenggarakan
sangat diskriminatif, terutama bila hal itu menyangkut penduduk pribumi. Sistem persekolah
pemerintah Hindia Belanda untuk rakyat Indonesia pada mulanya terbatas untuk kalangan
bangsawan, yakni Sekolah Kelas Satu.

Karena berbagai alasan akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengembangkan sistem


persekolahan untuk rakyat luas dengan biaya murah. Mulai saat ini rakyat yang pada awalnya
hanya memperoleh pendidikan dari lembaga-lembaga pendidikan tradisional termasuk dari
pesantren, akhirnya memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda ini.10

Dengan munculnya gerakan ini dan respon dari masyarakat yang cukup bagus, maka
dirasakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Perkembangan sekolah yang didirikan oleh
pemerintah Belanda yang begitu gencar dan diterima oleh rakyat Indonesia telah menggugah
para tokoh Islam untuk menanggapi fenomena ini. Meskipun pemerintah Hindia Belanda

memberikan kesempatan yang luas kepada warga pribumi untuk memperoleh pendidikan,
namun masih nampak kebijakan yang bersifat diskriminatif. Bagaimanapun kebijakan ini tidak
akan membuat cerdas bangsa Indonesia, karena kesempatan pendidikan yang diberikan oleh
penajajah hanya sampai pada pendidikan dasar. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan
prinsip-prinsip Islam yang diyakini oleh mayoritas penduduk Indonesia yaitu kesempatan
memperoleh hak yang sama dan kesetaraan. Kesempatan ini juga harus menjadi momen bagi
tokoh Islam saat itu untuk memberikan yang lebih baik dalam pendidikan Islam baik dari sisi
metode, kurikulum, materi, struktruktur kelembagaan, manajerial dan sebagainya agar
pendidikan Islam dapat diterima oleh masyarakat dan mampu bersaing dengan sekolah yang
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda.

10
Hasan Asari, Mentingkap Zaman Keemasan Islam, Mizan, 1994;Bandung Maksum,
Sejarah dan Perkembangannya, Logos Wacana Ilmu, 1999. Jakarta
BAB III

Kesimpulan

Kata “madrasah” terambil dari akar kata “darasa-yadrusu-darsan= belajar”. Kata madrasah
sebagai isim makan, menunjuk arti “tempat belajar”. Padanan kata madrasah dalam bahasa
Indonesia adalah sekolah. Ditilik dari makna Arab di atas, madrasah menunjuk pengertian
“tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat tertentu, dan bisa dilaksanakan di
mana saja, di rumah, di surau/langgar, di masjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi.

Madrasah Dalam Sejarah Islam Praktik nabi menjadi preseden bagi para khalifah dan
pengusaha muslim sesudahnya, dan pembangunan masjid berlanjut terus di daerah-daerah
kekuasan muslim. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja
dilakukan oleh pengusaha secara resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya
masyarakat pada umumnya.

Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan sebagia lembaga pendidikan berjalan secara
harmonis. Pada umumnya masjid memang dibangun sebagi tempat ibadah, dengan fungsi
akademis sebagai sekunder. Akan tetapi, tak jarang pula masjid dibangun dengan niat awal
sebagai lembaga pendidikan tanpa mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Sejumlah
masjid bahkan diberi nama sesuai dengan nama syaikh yang mengajar di dalamnya. Beberapa
bahkan secara khusus dibangun untuk seorang sarjana yang nantinya akan mengelola kegiatan
pendidikan di masjid tersebut.

Ciri-ciri Madrasah:

1. Mata pelajarannya tentang keagamaan

2. Suasana kehidupan yang agamis.

Jenis-jenis Madrasah:

1. Pendidikan dasar

2. Pendidikan menengah pertama (MTs)

3. Madrasah aliyah

4. Madrasah Diniyah

Tumbuhnya Madrasah pada Masa Penjajahan Pertama kali penjajah menginjakkan kakinya
di bumi nusantara, mereka menjumpai bahwa sebagian besar penduduknya beragama Islam
yang telah disebarkan oleh para wali, dan pada saat itu pula sudah bentuk-bentuk pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat muslim dengan menekankan pada aspek-aspek pendidikan agama
Islam. Pendidikan ini berlangsung di rumah-rumah, tajuk, mesjid, langgar yang di asuh oleh
seorang yang merasa terpanggil untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat
kemudian berkembang menjadi sebuah pondok pesantren. Dalam perkembangannya, pesantren
ini menjadi sesuatu yang menarik bagi para sultan dan dianggap sangat berjasa.

Ketika rombongan dagang VOC dan kemduian pemerintah kolonila Hindia Belanda
menguasai wilayah nusantara sejak tahun 1671, dalam jangka waktu yang cukup lama mereka
membiarkan saja kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk pesantren berjalan apa adanya.
DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Endang Saifuddin. 1991. Wawasan Islam; Pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan
Umatnya. Jakarta: Rajawali Press.

Asrohah, Hanun. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Djaelani Timur, Kebijaksanaan Peminaan Kelembagaan Agama Islam, Dirjenaga, Jakarta,


1982

Hasan Asari, Mentingkap Zaman Keemasan Islam, Mizan, 1994;Bandung Maksum, Sejarah
dan Perkembangannya, Logos Wacana Ilmu, 1999. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai