Anda di halaman 1dari 22

Kelompok 6

PBI-5A

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


“Pengertian Madrasah, Genealogi Madrasah, Karakter Madrasah, Madrasah di tengah
dinamika zaman/globalisasi”
Disusun guna memenuhi tugas
Dosen Pengampu: Dr. H. Muslih MZ, M.A.

Disusun Oleh:
Saidatul Baroroh (1603046010)
Siti Sa’adah (1603046025)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2018

pg. 1
A. Latar Belakang
Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia
telah muncul dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya
Islam Di Indonesia. Madrasah telah mengalami perkembangan karena
tuntutan zaman, sehingga telah mengubah pendidikan dari bentuk awal seperti
pengajian di rumah-rumah, mushollah, masjid dan menjadi lembaga
pendidikan formal sekolah seperti bentuk madrasah yang kita kenal seperti ini.
Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting di
Indonesia selain pesantren. Keberadaannya begitu penting dalam menciptakan
kader-kader bangsa yang berwawasan keislaman dan berjiwa nasionalisme
yang tinggi. Salah satu kelebihan yang dimiliki madrasah adalah adanya
integrasi ilmu umum dan ilmu agama.
Maka dari itu, pemakalah memaparkan pembahasan mengenai
pengertian, genealogi, dan karakter madrasah serta perbedaan madrasah
dengan sekolah dan juga madrasah di tengah dinamika zaman/globalisasi.

B. Rumusan Masalah
Berikut beberapa masalah yang akan dibahas pada makalah ini: 1) Apa
pengertian madrasah? 2) Bagaimana genealogi madrasah? 3) Bagaiman
karakter madrasah? 4) Bagaimana perbedaan madrasah dan sekolah? 5)
Bagaimana madrasah di tengah dinamika zaman/globalisasi?

C. Pengertian Madrasah
Kata “madrasah” yang memiliki kata jamak madaaris secara etimologi
berasal dari bahasa arab, dari akar kata “darasa, yadrusu, darsan,
madrasatun” yang berarti “membaca dan belajar”, kata madrasah sendiri
berbentuk kata keterangan tempat (zaraf makan) yang berarti “tempat duduk
untuk belajar”, atau “tempat belajar para peserta didik” atau “tempat untuk

pg. 2
memberikan pelajaran” atau diartikan jalan.1 Sedangkan dalam buku The
Transmissiom of Knowledge in Medieval Cairo, A Social History of Islamic
Education yang ditulis oleh Jonathan Barkley mengungkapkan istilah
madrasah berkaitan dengan midrash atau midrasha dalam bahasa Herbew,
yang digunakan untuk merujuk sebuah jenis lembaga yang memfokuskan
pada pembelajaran tradisional ajaran Taurat pada Abad Pertengahan. Istilah
Midrash sendiri sangat terkait dengan tradisi agama Yahudi yang bermakna
“buku yang dipelajari” atau “tempat belajar” atau “rumah untuk mempelajari
kitab Taurat”. Penjelasan Barkley ini diperkuat Karen Amstrong dalam
bukunya On the Bible yang menjelaskan kata midrash bermakna upaya
menafsirkan (exegesis) Taurat. Jadi istilah madrasah sangat berkaitan erat
dengan upaya untuk mendalami ajaran agama. Maka demikian halnya dengan
madrasah di Indonesia merupakan tempat untuk mengkaji atau mendalami
ilmu-ilmu agama Islam yang bersumberkan pada kitab suci Al-Qur’an. Hal
yang sama juga dalam Shorter Encyclopaedia of Islam, diartikan “Name of an
institution where the Islamic science are studied” Artinya Nama dari suatu
lembaga di mana ilmu-ilmu keislaman diajarkan.2
Pendapat lain mengatakan, pada awal perkembangannya istilah
“madrasah” mempunyai beberapa pengertian diantaranya, aliran atau madzab,
golongan filsuf, dan pemikir atau penyelidik tertentu yang berpegang pada
metode atau pemikiran yang sama. Hal demikian dapat dipahami karena pada
era pertengahan Islam, terjadi kebebasan berfikir dalam masyarakat Muslim
yang mengakibatkan lahirnya aliran-aliran atau madzab-madzab pemikiran
dalam fikih, ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat. Kondisi yang demikian
mengakibatkan terjadinya perebutan pengaruh di antara aliran-aliran tersebut
di kalangan umat Islam dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau
madzabnya masing-masing. Dan memang secara historis, kelahiran madrasah

1
Mahfud Junaedi, 2017, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Depok: Kencana, hlm.
203
2
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 94

pg. 3
sebagai college of law tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan aliran dalam
hukum Islam (school of law). Karena salah satu motif didirikannya madrasah
adalah untuk mempelajari dan mengembangkan madzab dan aliran tertentu,
dan sebagai upaya perlawanan terhadap madzab lain yang telah berkembang
sebelumnya.3
Dalam perkembangannya, istilah madrasah tidak lagi dipahami
sebagai aliran pemikiran melainkan sebagai lembaga pendidikan. Madrasah
bisa dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam “par excellence”, lembaga
pendidikan yang sangat menonjol dalam dunia pendidikan Islam, artinya
adalah “madrasa was the institution of learning par excellence”. Penggunaan
nama lembaga pendidikan Islam untuk berbagai jenjang dengan nama
madrasah ini dapat dipahami mengingat pemberian nama lebih cenderung
pada fungsi esensialnya sebagai lembaga pendidikan Islam yaitu untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan sekaligus untuk
menyebarluaskan paham keagamaan.4
Istilah “madrasah” merupakan kata pinjaman dengan makna yang
sama dalam berbagai bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa Arab, seperti
bahasa Urdu, Bengali, Hindi, Persia, Turki, Mejayu, Bosnia, Afrika Selatan,
dan bahasa Indonesia.
Di Indonesia, kata “madrasah” memiliki arti “sekolah” kendatipun
kata “sekolah” juga bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari
bahasa asing yaitu school atau scola. Pada umumnya masyarakat memahami
madrasah sebagai sekolah Islam atau kadang disebut sekolah Arab. Saat
sekarang, madarasah di Indonesia disetarakan dan disamakan statusnya
dengan sekolah sehingga jadilah madrasah itu sebagai sekolah yang berciri
khas Islam.5

3
Mahfud Junaedi, 2017, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Depok: Kencana, hlm.
203-204
4
Baharuddin, dkk, 2011, Dikotomi Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Kosdakarya, hlm.
79-80
5
Haidar Putra Daulay dan Burgaya Pasa, 2013, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah,
Jakarta: Kencana, hlm. 98

pg. 4
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), selama beberapa terakhir
pada dasarnya diatur oleh UU. No. 4 Tahun 1950. dan No. 12 Tahun 1945.
Undang-Undang ini berisi tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
Sekolah. Di dalamnya ditegaskan bahwa tanggung jawab pemerintah hanya
terbatas pada pengelolaan sekolah umum, tidak pada lembaga pendidikan
lainnya. Dalam hal ini, madrasah berada di luar sistem pendidikan nasional.
Dalam banyak hal, tentu saja keadaan ini dinilai kurang menguntungkan bagi
eksistensi madrasah.6 Adapun kekhasan yang ada dan dikembangkan oleh
madrasah, yaitu:
1. Dikelola oleh orang Islam, baik yayasan maupun organisasi sosial
keagamaan
2. Semua pendidik dan tenaga kependidikan semua beragama Islam
3. Semua peserta didik/muridnya beragama Islam
4. Muatan kurikulumnya memadukan ilmu pengetahuan agama dan umum,
namun sangat menekankan pada penanaman nilai-nilai keislaman yang
meliputi Al-Qur’an dan Hadits, akidah dan akhlak, fikih, dan sejarah
kebudayaan/Peradaban Islam, serta bahasa Arab
5. Di bawah pembinaan Kementrian Agama.

Pada sistem madrasah tidak harus ada pondok, masjid, dan pengajian
kitab-kitab klasik. Tidak seperti pesantren yang harus memiliki lima elemen
(pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri, dan kiai). Elemen-
elemen yang diutamakan di madrasah adalah adanya lokal tempat belajar,
guru, siswa, dan rencana pelajaran serta pimpinan. Para siswa tidak mesti
tinggal mondok di kompleks madrasah, siswa cukup datang ke madrasah pada
jam-jam berlangsung pelajaran pada pagi hari atau sore hari. Demikian juga
halnya tidak mesti ada masjid di lingkungan madrasah, kalaupun siswa
melaksanakan sholat, mereka melaksanakannya di musholla. Pengajian kitab-

6
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, 2014, Sejarah Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, hlm. 125

pg. 5
kitab klasik pun tidak diadakan di madrasah. Pelajaran-pelajaran yang akan
diajarkan telah tercantum dalam daftar pelajaran yang diuraikan dari
kurikulumnya. Sistem madrasah mirip dengan sistem sekolah umum di
Indonesia.7
Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan kebudayaan, dan Menteri
Dalam Negeri mengeluarkan Surat Keputusan Bersama No. 6 Tahun 1975,
No. 037/U/1975, dan No. 36 Tahun 1975, tanggal 24 Maret 1975 tentang
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah-madrasah. Di dalam surat
tersebut dikemukakan bahwa madrasah-madrasah hendaknya memberikan
pelajaran agama Islam sebagai pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di
samping mata pelajaran umum. Dengan proporsi ini, lulusan madrasah
diharapkan dapat dianggap sejajar dengan lulusan sekolah umum yang
setingkat, dan dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari
tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.8

Ditinjau dari segi tingkatannya, madrasah dibagi menjadi:


1. Madrasah Ibtidaiyah (Tingkat Dasar)
Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran Agama
Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di
samping mata pelajaran umum.
Tujuan Institusional Umum Madrasah Ibtidaiyah ialah agar murid:
a. Memiliki sikap dasar sebagai seorang muslim yang bertakwa dan
berakhlak mulia
b. Memiliki sikap dasar sebagai warga negara yang baik
c. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, percaya pada diri
sendiri, sehat jasmani dan rohani

7
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 94-95
8
Ngalim Purwanto, 2014, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, hlm. 156

pg. 6
d. Memiliki kemampuan dasar untuk melaksanakan tugas hidupnya
dalam masyarakat dan berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa guna
mencapai kebahagiaaan dunia dan akhirat

2. Madrasah Tsanawiyah (Tingkat Menengah)


Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pengajaran dan pendidikan tingkat menengah pertama dan menjadikan
mata pelajaran Agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-
kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Tujuan Institusional Umum Madrasah Tsanawiyah ialah agar murid:
a. Menjadi seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulian,
menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya
b. Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat
c. Menjadi manusia yang berkepribadian yang bulat dan utuh, percaya
diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
d. Memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang lebih
luas serta sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke
Madrasah Aliyah atau Sekolah Lanjutan Atas lainnya, atau untuk
dapat bekerja dalam masyarakat sambil mengembangkan diri guna
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Memiliki ilmu pengetahuan agama dan umum yang luas serta
pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
melanjutkan pelajaran ke Madrasah Aliyah atau Sekolah Lanjutan
Atas lainnya
f. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam
masyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat

pg. 7
3. Madrasah Aliyah (Tingkat Menengah Atas)
Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pengajaran dan pendidikan tingkat menengah atas dan menjadikan mata
pelajaran Agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-
kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.9
Dalam keputusan Menteri Agama No.370 Tahun 1993 dijelaskan
bahwa Madrasah Aliyah (MA) adalah Sekolah Menengah Umum yang
berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.
Berdasarkan peraturan tersebut, Madrasah Aliyah dibagi kepada dua
macam. Pertama, Madrasah Aliyah yang kurikulum dan program studinya
sama seperti Sekolah Menengah Umum yang dikelompokkan kepada
Pendidikan Menengah Umum dan Madrasah Aliyah Keagamaan.
Menindak lanjuti pelaksanaan operasional Madrasah maka Menteri
Agama menetapkan Surat Keputusan Nomor 373 tanggal 22 Desember
1993 tentang kurukulum Madrasah Aliyah dan mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 374 tanggal 22 Desember 1993 tentang Kurikulum
Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).
Madrasah Aliyah disetarakan dengan sekolah menengah umum,
karenanya program studinya pun sama dengan Sekolah Menengah Umum,
kecuali ditambahkan ciri keislamannya yang ditampilkan dalam beberapa
mata pelajaran agama Islam. Sedangkan Madrasah Aliyah Keagamaan
(MAK) dikelompokkan kepada sekolah menengah keagamaan. Menurut
UU No. 2 Tahun 1989. Pendidikan Keagamaan merupakan pendidikan
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan (UU No. 2 Tahun 1989 Bab IV, Pasal 11 Ayat 6).10

9
Nur Uhbiyati, 2012, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Walisongo, hlm. 275-277
10
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 113-115

pg. 8
Madrasah Aliyah mempunyai lima jurusan, yaitu IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahan Sosial), Bahasa,
Agama/Syariah, dan Peradilan Agama/Qodlo.

Tujuan Institusional Umum Madrasah Aliyah ialah agar murid:


a. Menjadi seseorang muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam yang benar
b. Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat bangsa dan tanah air
c. Menjadi manusia yang berkepribadian bulat dan utuh, percaya pada diri
sendiri, sehat jasmani dan rohani
d. Memiliki pebngetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang lebih luas
serta sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke perguruan
tinggi untuk bekerja dalam masyarakat sambil mengembangkan diri
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Memiliki ilmu pengetahuan agama dan umum yang lebih luas dsn
mendalam serta pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
f. Mampu melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat dan berbakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat11

D. Genealogi Madrasah
Para ahli sejarah pendidikan Islam hingga saat ini masih belum
menemukan kata sepakat tentang kapan dan dimana madrasah pertama kali
didirikan. Lahirnya lembaga pendidikan berbentuk madrasah merupakan
pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya
berlangsung di masjid-masjid. Salah satu faktor yang menyebabkan

11
Nur Uhbiyati, 2012, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Walisonggo, hlm. 275-277

pg. 9
tumbuhnya madrasah adalah karena masjid-masjid telah penuh dengan
tempat-tempat belajar dan hal ini amat mengganggu aktivitas peribadatan
shalat. Disamping pengetahuan pun telah banyak pula berkembang
disebabkan perubahan zaman dan kemajuan peradaban manusia. Karena itu
ada diantara mata pelajaran itu untuk mempelajarinya diperlukan tanya jawab,
perdebatan dan pertukaran fikiran.12
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami, mulai didirikan dan
berkembang di dunia Islam sekitar abad V H atau abad XXI M ketika
penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan M, ketika islami model
madrasah tersebut pertama kalinya.Tersiarnya madrasah justru melalui
menteri dan Kera jaan Bani Saijuk yang beranama "Nizham al-Mulk" yang
mendirikan madrasah "Nizhamiyah" tahun 1065 M, yang oleh Gibb dan
Kramers disebutkan bahwa setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini,
didirikan madrasah terbesar oleh Shalahudin Al-Ayyubi.
Meskipun sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di dunia Islam
baru timbul sekitar abad ke-5 H, tidak berarti sejak awal perkembangannya,
Islam tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Islam datang dan
mewarisi masyarakat bangsa Arab masa itu, ternyata jauh sebelum itu, pada
zaman pemerintahan Bani Umayah, umat Islam mempunyai semacam
Iembaga pendidikan Islami yang disebut "kuttab".13
Sejarawan pendidikan Islam ternama Ahmad Syalabi berpendapat
bahwa madrasah yang pertama kali didirikan di dunia Islam adalah Madrasah
Nizhamiyyah di Baghdad, madrasah ini didirikan oleh Nizham al-Mulk (w.
485 H/1092M), wazir atau Menteri Pendidikan dari Sultan Alp Arslan dan
Malik Shah (era kekuasaan Saljuq), dengan tujuan untuk mengajarkan agama,
khususnya Islam Sunni, sebagai upaya untuk mengikis ajaran Syi'ah yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat Muslim pada waktu itu. Pendapat

12
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 95-96
13
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, 2014, Sejarah Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, hlm. 125

pg. 10
ini didukung oleh al-Maqrizi, sebagaimana dikutip oleh Maksum,
menjelaskan bahwa madrasah merupakan prestasi abad kelima Hijriah.
Menurutnya, madrasah belum dikenal pada masa sahabat dan tabi'in,
melainkan sesuatu yang baru dikenal setelah abad keempat Hijriah. Senada
dengan Syalabi adalah Mehdi Nakosteen dan Michael Stanton, menurutnya
madrasah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk merupakan sekolah dalam
bentuk baru (a new type of school) yang pada era sebelumnya tidak ada.
Joseph S. Szyliowicz menegaskan bahwa meskipun madrasah telah berdiri
pada awal abad 9 M, namun madrasah yang menjadi model sistem pendidikan
keseluruhan adalah Madrasah Nizhamiyah yang dibangun oleh Nizham Al
Mulk di Baghdadpada 1057, Kemasyuran madrasah ini telah meluas dan
merangsang pertumbuhan madrasah yang sama yang dapat diterima oleh
masyarakat luas di dunia Islam. Segera setelah madrasah dikembangkan oleh
Nizham Almulk madrasah menyebar di Irak, Kurasan, Aljazira, dan kota-kota
lain di dunia islam. Pembangunan madrasah nizhamila sangat mendorong
berdirinya madrasah-madrasah lainnya. Sistem madrasah mencapai
puncaknya pada zaman kekhalifahan Turki Utsmani. Hal ini disebabkan para
penguasa Turki Utsmani sangat memperhatikan masalah pendidikan di
seluruh wilayah kekuasaannya.14
Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan tumbuhnya ide-ide pembaharuan di kalangan umat islam.
Di permulaan abad ke-20 timbul beberapa perubahan bagi umat islam
Indonesia dengan masuknya ide-ide pembaharuan.15 Evolusi kelembagaan
pendidikan di wilayah Indonesia umumnya bermula dari pesantren, madrasah
dan sekolah. Madrasah di Indonesia bisa dianggap sebagai perkembangan
pendidikan pesantren atau surau.16

14
Mahmud Junaedi, 2017, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Depok: Kencana, hlm.
206-207
15
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 9
16
Fatah Syukur, 2012, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Puta, hlm. 130

pg. 11
Dari segi ukuran fisik, keberadaan pesantren di Indonesia mempunyai
struktur yang sama dengan madrasah Tengah abad 11-12 M. Sebagaimana
madrasah yang terdiri dari masjid, asrama dan ruang belajar, pesantrenpun
merupakan sebuah komplek yang memiliki masjid, pondok dan kelas-kelas
belajar. Dalam abad pertengahan, syaikh atau professor ditempatkan sebagai
pemegang otoritas, sedangkan di pesantren fungsi yang sama juga dipegang
oleh figur Kyai. Kyai bukan hanya sekedar guru (muallim), tetapi juga
pemimpin (imam). Sebagian sarjana pendidikan Islam berasumsi bahwa
tradisi pendidikan Islam di Indonesia tidak sepenuhnya khas Indornesia.,
kecuali hanya menambah muatan dan corak keislaman terhadap tradisi
pendidikan yang sudah ada, terutama yang bermula dari Hindu.
Dengan ketidakjelasan hubungan ini, maka sejarah pertumbuhan dan
perkembangan madrasah di Indonesia agaknya tetap dianggap sebagai
memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, dan ini dikembalikan kepada
situasi awal abad ke-20. Sehingga madrasah di Indonesia bukanlah madrasah
dalam tradisi pendidikan Islam abad 11-12 seperti di Timur Tengah.
Walaupun demikian ada kemungkinan tumbuhnya madrasah di Indonesia
merupakan konsekwensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan
Islam di Timur Tengah masa modern.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya madrasah di
Indonesia. Faktor-faktor tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua hal; yakni faktor dalam negeri bangsa Indonesia sendiri, dan
faktor luar negari Secara internal, ketika Islam masuk ke Indonesia sekitar
abad 7-8 M. Kondisi ummat dan ajaran Islam yang ada di Indonesia berbeda
dengan negera-negara Islam lainnya. Sebelum Islam datang, di Indonesia
sudah terbentuk pola kebudayaan non Islam, terutama Hindu, Budha,
Animisme dan Dinamisme. Kepercayaan-kepercayaan lama tersebut,
walaupun mereka telah masuk Islam, nampak masih terbawa ke dalam
sinkretisme dengan ajaran Islam. Untuk itu maka jalur pendidikan madrasah
harus dioptimalkan Dari sisi aktivitas lembaga pendidikan islam sistem

pg. 12
pendidikan dan pengajaran terutama pesantren masih berupa tradisional,
sehingga perlu ditingkatkan agar lebih efektif dalam pencapaian tujuan
pendidikan islam.
Secara internal tumbuhnya madrasah di Indonesia juga dipengaruhi
oleh aktivitas lembaga pendidikan kolonial yang bercorak modern. Untuk
menjembatani agar tidak terjadi kesenjarngan yang terlalu jauh, maka sistem
pendidikan tradisional yang ada di negeri ini harus diperbaharui. Usaha
pemerintah Hindia Belanda melalui politik etis/politik pendidikan, mendapat
respon dari umat Islam.
Pesatnya lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial,
kemudian diimbangi dengan berdirinya madrasah-madrasah, yang dalam
batas-batas tertentu merupakan lembaga persekolahan ala Belanda yang diberi
muatan keagamaan.
Disamping faktor internal, juga ada faktor eksternal, yakni pengaruh
luar negeri. Pada abad ke-19, sebagian besar dunia Islam dihadapkan pada
kekuasaan penjajah Barat. Menghadapi situasi yang demikian, sikap umat
Islam terbagi-bagi ke dalam tiga kelompok; pertama, mereka yang menutup
diri dari pengaruh modernisasi Barat, kedua, mereka membuka diri dari
terhadap modemisasi Barat, dan ketiga, mereka yang membuka diri terhadap
modernisasi Barat dengan penuh selektif. Ketiga bentuk sikap pembaharuan
tersebut merambat masuk ke dalam dunia pendidikan Islam.17
Setelah Indonesia merdeka, maka salah satu di antara Departemen
yang dibentuk adalah Departemen Agama sebugai perwujudan dari falsafah
hidup bangsa Indonesia yang religius. Salah satu bidang garapan Departemen
Agama adalah bidang pendidikan agama, seperti madrasah, pesantren dan
mengurus pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dalam rangka upaya
meningkatkan madrasah, maka pemerintah melalui Kementerian Agama
memberikan bantuan-bantuan kepada madrasah dalam bentuk material dan

17
Fatah Syukur, 2012, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Puta, hlm. 130

pg. 13
bimbingan, untuk itu Kementerian Agama mengeluarkan peraturan Menteri
Agama Nomor I Tahun 1946 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri
Agama Nomor 7 Tahun 1952. Di dalam peraturan tersebut dicantumkan yang
dinamakan madrasah, ialah: Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah
dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok
pengajaran.
Upaya pemerintah selanjutnya untuk meningkatkan status madrasah
adalah dengan jalan memberikan madrasah-madrasah swasta yang dikelola
oleh masyarakat, baik berbentuk pribadi maupun organisasi.18

E. Karakter Madrasah
Madrasah dalam sejarah islam, sejak kemunculannya berorientasi pada
pembelajaran agama terutama fiqih (islamic law) meskipun subjek-subjek
lainnya juga dimasukkan dalam kurikulumnya. Madrasah-madrasah didirikan
terutama untuk mengajarkan hukum dan setiap lembaga pada mulanya
mencurahkan pada mahzab hukum.
Madrasah sebagai institusi pendidikan lebih memfokuskan untuk
mempelajari empat mazhab besar dalam hukum islam oleh karennya tujuan
utama didirikannya lembaga ini adalah untuk menghasilkan pakar atau ulama
dalam bidang hukum islam.
Khalil A. Totah berpendapat bahwa sejak awal keberadaannya,
madrasah telah terbukti sarat dengan muatan teologis dan bahkan politik.
Kondisi madrasah yang demikian, berdampak pada: 1) kuatnya kontrol dogma
atau ideologi atas institusi madrasah; 2) program kurikuler utamanya
berkaitan erat dengan teologi dan hukum Islam; 3) pola pengajarannya
bersifat formal dan dogmatik; dan 4) sistem pendidikannya be-lum
sepenuhnya berasal dari "bawah". Madrasah juga merupakan lembaga

18
Haidar Putra Daulay, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 100

pg. 14
pendidikan bagi masyarakat kebanyakan , hal ni dilhat dari mayoritas siswa
yang hadir di madrasah adalah berasal dari masyarakat strata lemah.
Secara sosiologi religius keberadaan madrasah dapat diterim oleh
masyarakat Muslim Abad Pertengahan, karena sesuai dengan kondisi
lingkungan, kebutuhan dan keyakinan. Hal ini disebabkan beberapa faktor,
yaitu 1) materi utama yang diajarkan di madrasah waktu itu adalah fikih; 2)
ajaran yang diberikan di dalam madrasah ialah ajaran sunni; 3) para pengajar
di madrasah adalah para ulama fiqih yang paling berkepentingan untuk
menjadikan syariah dapat diterima.
Dari sudut pandang ekonomi, madrasah adalah lembaga yang
menjadikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat kebanyakan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh fiqih sejak semula dapat memberikan
kesempatan kerja karena dengan menguasai fiqih seseorang akan dibutuhkan
orang pada saat itu.
Secara historis keberadan madrasah di Indonesia, memiliki benang
merah dengan keberadaan madrasah pada jaman klasik dan memiliki kaitan
yang sangat erat dengan madrasah madrasah-madrasah.
Madrasah di Indonesia memiliki empat karakter atau identitas utama
yaitu:
1. Madrasah sebagai tempat pewarisan nilai-nilai Ahl-Sunnah wa al jamaah
atau aswaja. Hal ini berarti bahwa mayoritas madrasah di Indonesia memiliki
misi untuk menananmkan dan mengembangkan tradisi dan nilai aswaja
sebagai tradisi besar dengan tradisi santri sebagai tradisi kecilnya.
2. Madrasah di Indonesia berbasiskan pada kepercayaan (trust) dan partisipasi
masyarakat, selain itu antara madrasah dan masyarakat keduanya saling
membutuhkan. Hal ini berarti bahwa madrasah keberadaannya sangat
bergantung pada modal sosial masyarakat pemiliknya. Ada beberapa alasan
mengapa madrasah yang dipilih oleh masyarakat Muslim, terutama pedesaan
dalam menyekolahkan anaknya: 1) keinginan untuk memperoleh pelajaran

pg. 15
agama yang memadai; 2) ikatan emosional yang kuat dengan madrasah;
3)lokasi madrasah yang terjangkau; 3) kemampuan ekonomi.
3. Madrasah merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat kebanyakan
populis. Hal ini berarti bahwa madrasah adalah lembaga lembaga pendidikan
untuk semua, terutama diperuntukkan bagi masyarakat kebanyakan yaitu
kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi.
4. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang keberadaanya ditopang oleh
kiai. Kiai mampu secra efektif menggerakkan masyarakat untuk memelihara
dan mengembangkan madrasah.

Karakter-karekter diatas merupakan identitas madrasah di Indonesia


yang menjadikan eksistensi madrasah berbeda dan dibedakan dengan lembaga
pendidikan lain. Karakter tersebut sekaligus merupakan daya tahan internal
yang dimiliki madrasah di Indonesia sehingga ia dipertahankan dan
dikembangkan oleh masyarakatmuslim di Indonesia pada era globalisasi. 19

F. Perbedaan Madrasah dengan Sekolah


Dalam praktiknya masyarakat di luar madrasah salah menilai
madrasah sering menggunakan kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai
sekolah, padahal antara sekolah dan madrasah memiliki perbedaan filosofis
yang mendasar, seperti dapat dijelaskan dalam tabel berikut20:
ASPEK MADRASAH SEKOLAH
Ontologi Tujuan utama Tujuan utama
keberADAan madrasah keberADAan sekolah
adalah penanaman nilai- adalah untuk
nilai akidah dan akhlak, mempersiapkan
dan prinsip-prinsip syariah memasuki dunia kerja /

19
Mahmud Junaedi, 2017, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Depok: Kencana, hlm.
220
20
Mahmud Junaedi, 2017, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Depok: Kencana, hlm.
236-237

pg. 16
islam, selain juga untuk mencetak birokrat dan
mempelajari ilmu-ilmu teknokrat.
umum. keberADAan sekolah
keberADAan madrasah didorong oleh motif
didorong oleh motif keduniaan dari kaum
religious atau kesadaran priayi.
ilahiah dari kaum santri.
Epistemologi Religiositas sebagai Rasionalitas sebagai
landasan pengembangan lanmdasan
ilmu pengetahuan. pengembangan ilmu
Ilmu pengetahuan agama pengetahuan.
lebih tinggi dan dominan. Ilmu pengetahaun umum
Pembelajaran lebih lebih tinggi dan dominan.
mengedepankan Pembelajaran lebih
pendekatan indoktrinasi. mengedepankan
Kurikulum terdiri dari pendekatan dialogis
ilmu-ilmu agama dan keilmuan.
dilengkapi ilmu Kurikulum terdiri dari
pengetahuan umum. berbagai bidang
studi/ilmu pengetahuan
dan keterampilan.
Aksiologi Terwariskannya nilai-nilai Terwariskannya nilai-
religious kepada murid nilai ilmu pengetahuan
agar menjadi manusia dan teknologi agar
yang baik / saleh dan menjadi birokrat dan
salehah (eligius dan teknokrat.
berakhlak). Menjadi orang pintar dan
Menjadi orang baik untuk terampil untuk persiapan
memperoleh keselamatan memasuki lapangan

pg. 17
di dunia dan akhirat lebih pekerjaan.
penting daripada orang
pintar.

G. Madrasah di tengah dinamika zaman / globalisasi


Perkembangan era globalisasi dengan kemajuan teknologi
informasinya membawa dampak positif dan juga negative, maka dari itu
lembaga pendidikan, termasuk madrasah perlu mengantisipasi perkembangan
tersebut, terutama dalam menyiapkan peserta didik menghadapi era tersebut
sehingga perkembangan teknologi lebih banyak berdampak positif dan
mengurangi dampak negatifnya.
Pendidikan madrasah sebagai investasi manusia untuk mempersiapkan
masa depan yang lebih sukses di dunia dan akhirat merupakan penilaian dari
masyarakat global. Sedangkan perkembangan teknologi diharapkan dapat
menciptakan suasana segar yang mampu membawa perubahan pendidikan
islam serta tidak menghilangkan harapan masyarakat banyak bahwa madrasah
mampu berdampingan dengan teknologi informasi dalam menciptakan
pendidikan yang berkualitas.21 Namun berdasarkan jurnal risalah yang dutulis
oleh bapak Murip Yahya22, madrasah-madrasah masih menghadapi beberapa
masalah, seperti berkurangnya muatan materi pendidikan agama, karena
muatan kurikulum dan tamatan serba tanggung. Sedangkan madrasah dituntut
berperan dalam penyelesaian masalah moral, etika serta ilmu pengetahuan
modern, karena realitas menunjukkan bahwa abad 21 atau era globalisasi
ditandai dengan beberapa karakter yaitu: masyarakat tanpa batas (borderless
world), kegiatan ilmu yang tinggi, kesadaran akan hak dan kewajiban asasi

21
Sulaiman, 2017, Pendidikan Madrasah Era Digital, Jurnal Al-Makrifat, Vol. 2 No. 1, hlm.
19
22
Murip yahya, 2014, Eksistensi Madrasah Menghadapi Globalisasi, Risalah Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 24

pg. 18
manusia, mega kompetitif, rasionalisme, materialistik.23 Dalam dinamika
globalisasi ini, tantangan madrasah yang harus dihadapi adalah kebodohan,
kebobrokan moral, dan hilangnya karakter muslim.
Di era globalisasi ini peluang madrasah untuk tampil sebagai lembaga
pendidikan pilihan masyarakat sangat mungkin diwujudkan melalui upaya
perbaikan mulai dari tingkatan bawah sampai atas yaitu mulai dari wali murid
sampai steakholder yang berkepentingan dalam dunia pendidikan. Namun,
tentunya madrasah dituntut mampu menunjukkan keunggulan kepribadian,
intelektual, dan keterampilan. Ketiga-tiganya saling menopang satu sama lain
untuk membentuk integritas kepribadian siswa. Masing-masing keunggulan
itu menjadi kebutuhan riil masyarakat sekarang ini.24
Usaha peningkatan mutu madrasah sebagai sekolah umum yang berciri
khas Islam merupakan tuntutan yang makin mendesak dan tidak dapat
dihindari berkaitan dengan era globalisasi dengan berbagai karakteristiknya.
Tuntutan madrasah untuk dapat meluluskan siswanya memiliki kemampuan
bersaing dan berkualitas dengan ketangguhan iman dan taqwanya dalam
menghadapi persaingan tersebut adalah sebuah keharusan. Masalah tantangan
globalisasi yang dihadapkan kepada lembaga pendidikan Islam, khususnya
madrasah, sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan generasi muda
ummat Islam untuk masa depan, madrasah diharapkan mampu menghasilkan
lulusan yang akan mampu memainkan peran penting di semua sektor
kehidupan bangsa, baik itu sektor agama, sosial, ekonomi, politik, ilmu
pengetahuan dan teknologi.

H. Kesimpulan
Kata “madrasah” yang memiliki kata jamak madaaris secara etimologi
berasal dari bahasa arab, dari akar kata “darasa, yadrusu, darsan,

23
Ahmad Tafsir, 2008, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm.
193-196
24
Sulaiman, 2017 Pendidikan Madrasah Era Digital. Jurnal Al-Makrifat. Vol. 2 No. 1, hlm.
11

pg. 19
madrasatun” yang berarti “membaca dan belajar”, kata madrasah sendiri
berbentuk kata keterangan tempat (zaraf makan) yang berarti “tempat duduk
untuk belajar”, atau “tempat belajar para peserta didik” atau “tempat untuk
memberikan pelajaran” atau diartikan jalan. Sedangkan di Indonesia, kata
“madrasah” memiliki arti “sekolah”. Ditinjau dari segi tingkatannya,
madrasah dibagi menjadi 3, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyahm, dan Madrasah Aliyah.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami, mulai didirikan dan
berkembang di dunia Islam sekitar abad V H atau abad XXI M ketika
penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan M, ketika islami model
madrasah tersebut pertama kalinya.Tersiarnya madrasah justru melalui
menteri dan Kera jaan Bani Saijuk yang beranama "Nizham al-Mulk" yang
mendirikan madrasah "Nizhamiyah" tahun 1065 M, yang oleh Gibb dan
Kramers disebutkan bahwa setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini,
didirikan madrasah terbesar oleh Shalahudin Al-Ayyubi.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya madrasah di
Indonesia. Faktor-faktor tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua hal; yakni faktor dalam negeri bangsa Indonesia sendiri, dan
faktor luar negari Secara internal, ketika Islam masuk ke Indonesia sekitar
abad 7-8 M. madrasah memounyai beberapa karakter, yaitu: 1) Madrasah
sebagai tempat pewarisan nilai-nilai Ahl-Sunnah wa al jamaah atau aswaja;
2) Madrasah di Indonesia berbasiskan pada kepercayaan (trust) dan partisipasi
masyarakat, selain itu antara madrasah dan masyarakat keduanya saling
membutuhkan; 3) Madrasah merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat
kebanyakan populis; 4) Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang
keberadaanya ditopang oleh kiai.
Madrasah adalah madrasah dan sekolah adalah sekolah. Madrasah dan
sekolah adalah lembaga pendidikan yang berbeda. Keduanya memiliki
perbedaan filosofis, baik dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.

pg. 20
Di era globalisasi ini peluang madrasah untuk tampil sebagai lembaga
pendidikan pilihan masyarakat sangat mungkin diwujudkan melalui upaya
perbaikan mulai dari tingkatan bawah sampai atas yaitu mulai dari wali murid
sampai steakholder yang berkepentingan dalam dunia pendidikan.

pg. 21
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, dkk. (2011). Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Daulay, Haidar Putra. (2009). Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Daulay, Haidar Putra dan Pasa, Burgaya. (2013). Pendidikan Islam Dalam Lintas
Sejarah. Jakarta: Kencana
Engku, Iskandar dan Zubaidilah, Siti. (2014). Sejarah Pendidikan Islami. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Junaedi, Mahmud. (2017). Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam. Depok:
Kencana
Purwanto, Ngalim. (2014). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Sulaiman (2017). Pendidikan Madrasah Era Digital. Jurnal Al-Makrifat, 2 (1), 11
Syukur, Fatah. (2012). Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Tafsir, Ahmad. (2008). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Uhbiyati, Nur.(2012). Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Semarang: Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan
Yahya, Murip. (2014). Eksistensi Madrasah Menghadapi Globalisasi. Risalah Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam, 1, (1), 24.

pg. 22

Anda mungkin juga menyukai