Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM

“PESANTREN DAN MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL”

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Hj. Istikomah, M.Ag.

Disusun oleh :

1. Sururim Maudluunah Umar 172071000025


2. Anita Tri Maharani 172071000037
3. Fauziah Mar’ie 172071000047
4. Izaz Nur Fatihah 172071000057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat serta
hidayah-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Kapita Selekta Pendidikan
Islam ini dengan judul “Pesantren dan Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional” dengan
baik.

Adapun maksud dari penyusunan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah yang diampu oleh Ibu Dr. Hj. Istikomah, M.Ag.

Penulis menyadari bahwa penyusunan penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna dengan segala keterbatasan, maka dari itu penulis memohon maaf sebesar-besarnya
atas koreksi- koreksi yang telah dilakukan

Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pesantren dan madrasah dalam sistem
pendidikan nasional.

Sidoarjo, 16 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Pesantren dan Madrasah.......................................................5

B. Tipologi Pesantren dan Madrasah.......................................................................9

C. Perkembangan Pesantren dan Madrasah...........................................................11

D. Permasalahan Pesantren dan Madrasah.............................................................12

E. Posisi Pesantren dan Permasalahan dalam UU sisdiknas no.20 th. 2003........ 13

BAB III PENUTUP................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia, Pesantren merupakan lembaga yang sangat diminati masyarakat muslim


dikarenakan pesantren sendiri bukan hanya sebuah lembaga yang mempelajari islam tetapi juga
sebuah lembaga yang mengajarkan suatu kebudayaan yang khas pada masing-masing daerah.
Dan tidak menutup kemungkinan beberapa masyarakat juga ada yang menganggap kualitas
pendidikan di pesantren sendiri kualitasnya rendah. Sama halnya dengan madrasah, sebagai
lembaga pendidikan islam yang dikelola langsung oleh departemen Agama, walaupun selama ini
pesantren dan madrasah selalu dianggap rendah kualitasnya oleh beberapa masyarakat.

Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya tekhnologi, pola pikir masyarakat
terhadap lembaga pendidikan islam semakin lama semakin berubah mengingat kualitas yang
dihasilkan semakin lama semakin membaik dan memiliki nilai positif lebih dibandingkan dengan
sekolah umum yang lain.

Pada hakikatnya madrasah sendiri dengan pesantren tidak dapat dipisahkan sebagai
lembaga pendidikan islam, pesantren juga selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sekitar agar keberadaanya tidak terasingkan di tengah-tengah masyarakat. Kini
segala kegiatannya selalu mendapat apresiasi serta dukungan dari masyarakat, baik masyarakat
sekitar maupun masyarakat luar pulau. Dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang lain,
Pesantren sendiri memiliki keistimewaan yang unik seperti para kyai, para santri, pondok, dan
kitab yang digunakan yakni kitab kuning dan yang pastinya adalah sebuah masjid 1, dimana tidak
didapatkan di sekolah umum.

1
Jaya, Farida, Analisa Arah Perkembangan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA PESANTREN DAN MADRASAH


Pendidikan islam di Indonesia sendiri di pelopori oleh para pedagang yang
disebut dengan para mubaligh. Awal mulanya, pola pendidikan islam yang ada di
Indonesia belum memiliki sistim pengelolaan yang bisa dibilang profesional, yakni
belum memiliki keterbatasan yang jelas baik berkaitan dengan waktu maupun tempat.
Pendidikan juga berkembang secara langsung dan terbuka dengan kehidupan
masyarakat Indonesia. Para pedagang menyebarkan pendidikan melalui jalur
pernikahan dimana sebelumnya telah terjadi proses jual beli, lalu menyebar ke
masjid-masjid kecil dan rumah para bangsawan.2

Pendidikan islam sendiri masih berbentuk halaqah atau duduk secara melingkar,
yang memiliki artian sekelompok kecil muslin yang sedang mengkaji ajaran islam.
dalam Bahasa jawa sendiri halaqah diartikan sebagai wetonanpatau bandongan.
Biasanya jumlah peserta halaqah sendiri berkisar antara 3-12n murid dan 1 kyai atau
seorang guru yang kurikulum nya berasal dari jamaah yang menaungi halaqoh
tersebut.

Pesantren sendiri berasal dari kata “santri” yang memiliki imbuhan kata “pe” dan
akhiran “an”. Yang dapat menunjukkan sebuah tempat para santri. Maknaiyang lebih
luas nya yaitu lembaganpendidikan dan pengajaraniagama. Pesantren juga menjadi
lembaga pendidikan yang paling tua diantara yang lain. 3 Di Indonesia, Pesantren
dianggap sebagai system pendidikan yang asli.

Semakin berkembangnya waktu dan tekhnologi semakin berkembang dan meluas


pula pendidikan islam saat itu ke berbagai daerah di Indonesia hingga berdirilah
sebuah pondok pesantren yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
2
Zaini Dahlan, Sejarah Pendidikan Islam, Media Insan, Medan, 2018, hal. 13
3
A’la, Abd. Abd. A’la, Pembaharuan Pesantren, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006, hlm. 11

5
mulai tersusun secara sistematis hingga menjadi sebuah madrasah. Kemiripan sistem
pembelajaran islam halaqah dengan corak kerajaan hindu kian menipis karena
pembelajaran dilalukan oleh para mubaligh melalui interaksi sosial dengan
masyarakat.

Secara tidak langsung, masyarakat semakin antusias dengan pembelajaran islam


yang di sebarkan dengan santun dan sopan. Masyarakat juga sangat antusias untuk
belajar membaca Al-Qur’an, namun para mubaligh memberi syarat yang berupa ikrar
dan dapat memahami konteks dari syahadatain sebagai syarat masuk islam terlebih
dahulu, yakni dengan mengakui tidak ada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad
adalah utusan Allah SWT. Banyak masyarakat yang juga memeluk islam melalui
jalur pernikahan dan merambah kepada para keluarga juga para pembantu.4

Bertempat di Surau, pendidikan Islam dilakukan untuk pertama kalinya. tepatnya


di Minangkabau, istilah Surau bukanlah istilah yang tidak familiar melainkan surau
ini sudah terkenal sebelum islam datang ke Indonesia yang dijadikan sebagai tempat
kegiatan yang edukatif bagi para remaja dimalam hari yang diisi dengan kegiatan-
kegiatan yang positif. 5

Syekh Burhanuddin memberikan materi tentang huruf hijaiyah, membaca Al-


qur’an dan ilmu-ilmu islam lainnya. dikalangan Umat, islam menumbuhkan semangat
masyarakat untuk selalu menuntut ilmu dan selalu memotivasi masyarakat untuk
mengantarkan anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan di masjid sebagai
lembaga pendidikan menengah.

Madrasah dalam Bahasa arab yakni “darasa” yang memiliki arti tempat duduk
untuk belajar atau dikenal sebagai sebuah sekolah. Perkembangan dari pesantren ke
madrasah ini muncul pada awal abad ke-20. Kelahiran madrasah sendiri dikarenakan
ketidak puasan terhadap system pesantren yang hanya menitik beratkan agama dan
sekolah umum hanya menitik beratkan pada pembelajaran umum saja dan tidak
4
Imelda Wahyuni. Pendidikan Islam Masa Pra Islam Di Indonesia. Jurnal Al-Ta’dib. Vol.6 No.2 desember 2013
5
MM Bastiam. Makna Surau di Minagkabau. April 2009

6
menghiraukan pendidikan Agama.6 Madrasah yang pertama kali didirikan adalah
madrasah Adabiyah yang ada di Padang Sumatera Barat, pendidirnya adalah Syeikh
Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Madrasah ini bercorak agama saja, kemudian
pada tahun 1915 berubah menjadi HIS atau Holand Inland School Adabiyah.

Pada tahun 1918 berdirilah madrasah Muhammadiyah tepatnya di Djogjakarta


kemudian menjadi madrasah Muallimin Muhammadiyah sebagai realisasi dari cita-
cita pembaharuan pendidikan yang dipelopori langsung oleh KH. Ahmad Dahlan.

Madrasah di Indonesia mengaju pada pendidikan agama islam tingkat bawah dan
menengah, madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasiidari pembaharuannsistem
pendidikan Islam yang telah ada.7 kata madrasah berasal dari Bahasa arab yakni
madrasatun yang memiliki arti tempat atau sebuah ruang untuk mengenyam suatu
proses pembelajaran.8

Dalam Bahasa Indonesia sendiri sebuah madrasah biasa disebut dengan sekolah,
rumah, perpustakaan, surau, masjid dan lain sebagainya. Bahkan seorang ibu juga
bisa dikatakan sebagai madrasah untuk pemula.9

Pengertian dari madrasah sendiri adalah lembaga pendidikan islam yang dapat
menghubungkan sistem pembelajaran tradisional dan kekinian. Pertumbuhan
madrasah ini juga dilatar belakangi oleh gerakan pembaruan islam di Indonesia. Kini
madrasah ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam system pendidikan
nasional.

Daulay mengatakan bahwa sejak Indonesia merdeka, madrasah sudah


berkembang menjadi 3 fase.

6
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, Cet.1, hlm 66
7
Haningsih, Sri, Peran Strategis Pesantren, Madrasahhdan SekolahhIslam di Indonesia, Jurnal El-Tarbawi. Vol. 1
No. 1 2018
8
Abuddin Nata, sejarahhPertumbuhan dan PerkembangannLembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Grasindo, Jakarta,
2001 hlm.22
9
Suwito, SejarahhSosial PendidikannIslam, Kencana, Jakarta, 2005, hlm 214

7
Fase pertama madrasah yakni antara tahun 1945-1974. Madrasah lebih
berkonsentrasi lagi pada pendidikan ilmu agama, serta diajarkan ilmu pengetahuan
umum sebagai pendamping dan untuk memperluas wawasan berpikir para
pelajar.10Lulusan madrasah hanya bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
agama yakni Institut Agama Islam Negeri (IAIN), jikalau dapat diterima di perguruan
tinggi umum, itupun pasti dalam bidang ilmu-ilmu sosial pada perguruan tinggi
swasta lainnya dan untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)
banyak mendapat hambatan.11
Fase kedua madrasah yakni sekitar tahun 1975-1989. dimana fase masa
diberlakukannya SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri. Inti dari SKB ini
adalah diakuinya kesetaraan antara madrasah dangan sekolah yang lain, yaitu SD =
MI, SLTP== MTs dan SLTA = MA. Definisi dari madrasah pada fase ini sendiri
adalah sebuah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekitar 30 % disamping mata pelajaran
yang umum.12
Fase ketigamadrasah yakni antara tahun 1990 sampai sekarang 2019. Paada fase
ini madrasah memiliki ciri khas yang kental tentang agama Islam, maka program
yang dikembangkan adalah mata pelajaran yang sama persis dengan sekolah umum
lainnya. Sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam, diajarkan ilmu pengetahuan
agama, seperti aqidah akhlaq, fiqih, qur’an hadits, bahasa Arab dan SKI (Sejarah
Kebudayaan Islam).13

10
Rouf Muhammad, Memahami Tipologi Pesantren dan Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Indonesia,
Vol. 5 No.1, 2016, hlm.76
11
Ibid,
12
Ibid, hlm.77
13
Ibid,

8
B. TIPOLOGI PESANTREN DAN MADRASAH
Arti dari kata tipologi itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang
pengelompokkan berdasarkan tipe atau jenis.
1. Tipologi Pesantren terbagi menjadi 3 bentuk :
a. Pondok Pesantren Salafiyah
Berasal dari kata “salaf” yang artinya dahulu, lama dan tradisional.
Pondok pesantren salafiyah ini berarti pesantren yang model
pembelajarannya dengan cara tradisional/kuno. Pondok pesantren
salafiyah ini juga sudah berlangsung sejak lama. Bisa dikatakan, awal
mula lembaga pembelajaran pendidikan islam di indonesia tertua.
Konsentrasinya lebih kepada bahasa arab pasif dan kitab-kitab klasik.
Jenjang waktu yang diperlukan adalah berdasar pada tamatnya kitab
yang dipelajari.14 Output yang dihasilkan adalah keterampilan
membaca dan menterjemahkan teks kitab-kitab arab klasik.
b. Pondok Pesantren Khalafiyah
Berasal dari kata “khalaf” yang artinya belakang. Pondok
pesantren khalafiyah ini berarti pondok modern. Terdapat satuan
pendidikan formal, baik berupa sekolah maupun madrasah.
Konsentrasinya lebih kepada ilmu-ilmu umum, bahasa arab dan bahasa
inggris secara aktif. Pondok ini lebih berfungsi sebagai asrama yang
memberikan lingkungan kondusif kepada pendidikan agama. Lama
waktunya belajar di pondok pesantren khalafiyah yaitu diatur
perjenjang dan berkesinambungan. Output yang dihasilkan adalah
fasih berbahasa arab dan inggris serta pengetahuan yang didapat setara
dengan sekolah umum.
c. Pondok Pesantren Campuran/Modern
Pondok pesantren campuran/modern berarti pondok pesantren
kekinian. Kitab-kitab klasik yang ada pada pondok pesantren salafiyah
ditinggalkan. Konsentrasi dari pondok pesantren modern adalah
penguasaan bahasa arab dan inggris aktif. Kitab-kitab yang diajarkan

14
Departemen Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren hlm. 29-30

9
berasal dari kitab-kitab islam abad 20. Lingkungan di dalamnya sangat
mencerminkan budaya khas islam. Para guru dan santri wajib
berpakaian rapi dan berdasi. Output yang dihasilkan penguasaan
bahasa asing, kedisiplinan yang sangat ketat dan mempu membaca
kitab-kitab kontemporer dengan baik.
2. Tipologi Madrasah terbagi menjadi 5 bentuk :
a. Raudhatul Athfal (RA)
Raudhatul Athfal ini setara dengan TK. Artinya pendidikan untuk
anak usia dini yaitu usia empat sampai enam tahun.15 Namun, yang
membedakan ialah nilai-nilai islam dalam pembelajarannya.
Kurikulumnya terdiri dari program-program pengembangan nilai agam
dan moral, kognitif, motorik, bahasa, sosial-emosional dan seni.16
Masa pembelajaran di RA ini selama dua tahun.
b. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Madrasah Ibtidaiyah ini setara dengan SD. Akan tetapi, MI
memiliki ciri khasnya yaitu terdapat nilai-nilai islam dalam
pembelajaran maupun kurikulumnya. Masa pembalajaran pada MI ini
selama enam tahum. Jumlah mata pelajaran di MI lebih banyang
daripada SD. Karena untuk peljran agama islam di SD hanya ada 1,
namun untuk di MI dipecah menjadi beberapa pelajaran, yaitu al-
qur’an hadits, akidah akhlak, fiqih, SKI, bahasa arab. Ditambah
dengan mata peljaran umum yang setara dengan SD.
c. Madrasah Tsnawiyah (MTs)
Madrasah Tsanawiyah ini setara dengan SMP. Masa
pembelajarannya juga sama, yaitu tiga tahun. Jumlah mata
pelajarannya juga sama dnegan MI. Akan tetapi, mata pelajaran
umumnya dipecah lagi seperti SMP. Dikarenkan tingkat kognitif anak
MI dan MTs sudah menjadi lebih tinggi. Slah satu contohnya adalah
Biologi, Fisika, Kimia.
15
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Madrasah, pada Bab I: Ketentuan Umum, pasal 1 aat 3
16
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Madrasah, khususnya pada pasal 4 dan 23

10
d. Madrsah Aliyah (MA)
Madrasah Aliyah ini setara dengan SMA. Masa pembelajarannya
juga sama, tiga tahun. Jumlah mata pelajarannya sama dengan MTs,
akan tetapi tingkat kesulitanya semakin tinggi. Madrash Aliyah ini
dibagi menjadi 2 kategori. Madrasaah Aliyah berpola umum dan
khusus. Madrasah Aliyah berppola khusus ini biasa disingkat MAK
(Madrasah Aliyh Kejuruan). Jurusn yang ada pada MAK ini ada :
keahlian teknologi dan rekaysa; keahlian kesehatan; keahlian bisnis
dan menejemen; keahlian agribisnis dan agroteknologi; keahlian seni,
kerajinan dan pariwisata; keahlian teknologi informasi dan
komunikasi. Jurusan-jurusan yang ada sangat familier dengan jurusn
yang ada pada SMK. Namun, yang menjadi pembeda adalah bekal
ilmu dan lingkungan yang berlndaskan agama Islam. Sehingga output
yang dihasilkan adalah tenaga kerja profesional yang siap kerja, atu
melanjutkn ke perguruan tinggi sesuai dengn jurusnnya, dan yang
terpenting adalah bekal agama dan karakter pribadi yang islami.

C. PERKEMBANGAN PESANTREN DAN MADRASAH


Dalam perkembangan pesantren sendiri terbilang sangat pesat, bagaimana tidak
pada zaman penjajahan belanda saja jumlah pesantren saat itu baik pesantren yang
besar maupun pesantren yang kecil tercatat sebanyak 20.000 buah, tentunya juga
mengalami pasang surut dikarenakan ada daerah yang membuka pessantren baru dan
adapula yang menutup pesantren karena tidak terawatt lagi. Sebagian pesantren masih
banyak yang mempertahankan system tradisionalnya ada juga yang sudah
memodernisasikan sistem pesantrennya.
Sedangkan perkembangan madrasah sendiri setelah didirikannya madrasah
adabiyah pada tahun 1909 lalu berdirilah madrasah school pada tahun 1910 yang
berubah menjadi Diniyah school yang kemudian nama ini menjadi sangat terkenal
dan berkembang hampir diseluruh kepulauan nusantara, setelah itu berdirilah
madrasah muhammadiyah pada tahun 1916. Pada tahun ini juga di area pondok

11
pesantren tebuireng di jombang jawa timur telah didirikan madrasah salafiyah yang
dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari. Lalu pada tahun 1929 atas usaha kiai Ilyas
diadakanlah pembaaharuan dengan memasukkan pengetahuan umum kedalam
madrasah salafiyah. Pada tahun 1930 sedikit demi sedikit pembaharuan juga
dilakukan dalam rangka memantapkan keberadaan madrasah dengan penambahan
pengetahuan umum.17
D. PERMASALAHAN PESANTREN DAN MADRASAH
Dalam suatu proses pembelajaran baik di Pesantren, madrasah maupun sekolah
umum lainnya pasti terdapat suatu masalah diantaranya:18
1. Guru/ustad dan ustdzah : Guru/ustad dan ustadzah adalah sebagai seorang
pendidik, yang tentunya juga mempunyai banyak kekurangan. Kekurangan-
kekurangan itu bisa menjadi penyebab timbulnya suatu permasalahan dalam
proses pembelajaran kreativitas pada diri guru itu sendiri. Diantara
permasalahan tersebut adalah : gaya pengajaran maupun kepemimpinan guru
yang kurang demokratis, yang monoton, kepribadian guru yang gampang
marah, terbatasnya pengetahuan guru, pemahaman guru tentang para anak
didiknya.
2. Siswa/ Santri : siswa/santri dalam kelas adalah seorang individu dalam suatu
masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Kurang sadarnya siswa dalam
memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas juga dapat
menyebabkan permasalahan yang baru pada suatu proses pembelajaran. Oleh
karena itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari para murid akan hak serta
kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah,
madrasah maupun pesantren.
3. Keluarga : Kebiiasaan yangkkurang baik dillingkungan keluarga seperti tidak
tertib, tidak patuh pada disiplin, dan juga kebebasan yang berlebihan atau
terlampau menekan merupakan latar belakangyyang menyebabkan peserta
didik melanggar suatu peraturan yang jelas-jelas sudah dilarang dan
diperingatkan.

17
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, Cet.1, hlm 69
18
Ansori Basuni Ahmad, Problematika Pendidikan Agama Islam Berbasis Pesantren Madrasah, Pamekasan

12
4. Sarana prasarana : Sarana juga merupakan faktor penting upaya guru untuk
memaksimalkan programnya, fasilitasyyang kurangllengkap juga kesulitan
dalam memperolehssumber dan alat pembelajaran yang akan menjadi kendala
bagi seorang guru dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Yangmmana
diantaranya menjadi sebuah kendala adalah : Jumlah pesertaddidik di dalam
kelas yang sangat banyak, besar atau kecilnya suatu ruang kelas yang
tidakssebanding dengan jumlah siswa, dan juga keterbatasan alat penunjang
mata pelajaran / media pembelajaran..
5. Kurikulum : Kurikulum yang disusunbberdasarkanttuntutan masyarakat.

E. POSISI PESANTREN DAN MADRASAH DALAM UU SISDIKNAS NO.20 TH.


2003
1. Posisi Pesantren

Pendidikan pesantren pada hakekatnya tumbuh dan berkembang

sepenuhnya berdasarkan motivasi agama. Namu dalam pelaksanannya

pesantren melakukan proses pembinaan pengetahuan, sikap, dan kecakapan

yang menyangkut segi keagamaan. Inti dari tujuan pesantren adalah

mengusahakan terbentuknya manusia berbudi pekerti yang luhur dengan

pengalaman agama yang istiqomah.19 Sedangkan disisi lain tujuan pendidikan

nasional ialah yang sebagaimana termuat dalam pasal 3 adalah: pendidikan

diarahkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepad Tuhan yang Maha Esa, berakhlakul Karimah dan menjadi

masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dedi Djubaedi, Pemaduan Pendidikan Pesantren-sekolah Telaah Teoritis dalam Prespektif Pendidikan Nasional,
19

Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm. 187.

13
Peran pesantren sendiri dapat membangun mencerdaskan bangsa yang

telah terbukti sebgaimana fungsinya sebagai lembaga pendidikan, lembaga

dakwah dan lembaga sosial.20 Selain itu peran pesantren sebagaimana fungsi

tersebut memiliki potensi besar dalam mewujudkan cita-cita pendidikan

nasional.

Melalui UU No. 23 tahun 2003, pesantren telah menempati posisi penting

yaitu sebagai sub sistem pendidikan nasioanl dalam rangka membentuk

pranata sosial yang kuat dan berwibawa melalui pendidikan. Pondok

pesantren sebagi lembaga nonformal yang diselenggarakan bagi warga

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungis sebagai

pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka

mendukung pendidikan sepanjang hayat, disisi lain juga berfungsi sebagai

pendidikan nonformal yang mengembangkan potensi peserta didik dengan

menekankan penugasan pengetahuan dan keterampilan fugsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional.21

2. Posisi Madrasah

Dengan lahirnya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 cukup memperjelas dan

memperkuat eksistensi madrasah. Pada dasarnya secara gamblang madrasah

disebut dengan sebutan sekolah, yang pada undang-undang sebelumnya tidak

pernah ditemukan. Contoh halnya pada contoh penyebutan yang selalu

nampak pada pasal 17 ayat 2 : Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) atau bentuk yang lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
20
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta, INIS, 1994 hlm.59
21
Ibid. Hlm 70

14
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau sederajat lainnya.

Namun pada pasal 18 ayat 3 : Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK),

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau jenis lainnya yang sederajat.

Eksistensi pada madrasah tersebut semakin kokoh, yang mana termuat dari

bagian sistem pendidikan nasional dengan lahirnya UU Sisdiknas No. 20

tahun 2003.

Pada kurikulum sebelumnya sebutan nama SMA adalah SMU, untuk SMK

masih STM, SMEA dan lain sebagainya. Oleh karena itu mata pelajjaran

umum yang ada di madrasah dibawah otoritas dinas pendidikan yang ada di

daerah, sementara untuk mata pelajaran rumpun Pendidikan Agama Islam

masih dibawah otoritas Depag.

Pada kondisi sebelumnya, madrasah wajib bersikap, caranya dengan

konsisten dengan memperjuangkan khas ke-Islamannya sebagai pembeda.

Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 2004 disebut dengan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Substansi KBK adalah kompetensi, sedangkan

kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai dasar yang

direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang dilakukan secara

konsisten dan terus menerus, sehingga memungkinkan seseorang untuk

menjadi kompeten dalam bidang tertentu. Dengan kata lain kompeten

mempunyai arti pengetahuan, ketetampilan dan nilai dasar untuk melakukan

sesuatu.22

Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan dan Prospek Pengembangan. Jakarta: Direktorat Jendral
22

Kelembagaan Agama Islam, 2004.

15
Pada kurikulum tahun 2004, beberapa mata pelajaran madrasah dengan

sekolah yang sama, MI sama dengan SD, MTs sama dengan SMP, MA sama

dengan SMA, MAK sama dengan SMK. Yang membedakan hanya pada

pendidikan agama, jenis dan alokasi waktunya saja, alokasi waktu di

madrasah 7-12 jam perminggu, sementara disekolah umum berkisar 2-3 jam

peminggu. Karena kurikulum MA tetap mempertahankan ciri khas

keislamannya, maka perbedaan alokasi waktu PAI di SMA dengan di MA

sangatlah tinggi.

Selain itu juga, dengan lahirnya UU pendidkan yang baru juga

mengakomodir pendirian madrasah yang tidak dikenal pada undang-undang

sebelumnya, yakni Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Kesungguhan

pemerintah untuk menyetarakan madrasah dan sekolah dibuktikan dengan

keberadaan MAK tersebut. Oleh karena itu di sekolah menengan ada SMK, di

madrasah ada MAK. Proses KBM program MAK dilaksanakan dengan pola

adopsi sistem pondok pesantren. KBM dikemas melalui 3 program aitu KBM

pagi, sore dan program pengkajian kitab. Walaupun demikian, selain kegiatan

yang sudah direncanakan, ada program pengembangan kemampuan dan

pengetahuan siswa serta kegiatan keagamaan. Program ini biasanya

dilaksanakan pada pagi hari setelah shalat subuh sampai menjelang waktu

shalat dhuha. Sementara program yang meliputi tilawah atau tadarus al-quran,

hafalan kosa kata bahasa arab dan inggris, kultum yang memakai bahasa Arab

atau Inggris. Pola kurikulum MAK cukup ideal, akan tetapi MAN tidak sukses

melanjutkan estafer ini, kurikulum ini banyak diadopsi pesantren modern

16
dengan sistem boarding school-nya. Terbukti mereka cukup berhasil secara

kualitas dan banyak diminati masyarakat.23

BAB III
PENUTUP
1. Pondok pesantren dibagi menjdi tiga, yaitu pondok pesantren salafiyah,
khalafiyah dan modern. Perbedaan dari ketiga pondnk pesantren tersebut diliht
dari fokus pembeljran dan kurikulum yang dipakai.
2. Madrasah dibagi menjadi lima, yaitu RA, MI, MTs, MA, MAK. Perbedaan
dari kelima jenis tersebut dilihat dari tingkatan dan lama waktu belajar.
3. Permasalahan yang dihadapi oleh pesantren dan madrasah yaitu berasal dari
pengajar (guru/ustadz), anak didik (siswa/santri), keluarga, sarana prasana dan
kurikulum.
4. Posisi pesantren dan madrasah dalam UU SISDIKNAS No.20 th. 2003
menjadi dasar kuat sebagai acuan dalam proses pembalajaran di pondok
pesantren dan madrasah.

23
Suwendi dkk, Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh Fii ad-din di Era UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003, dalam edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), volume 4, No.
4 Oktober 2006, hlm. 16-17.

17
DAFTAR PUSTAKA

A’la, Abd. Abd. A’la, Pembaharuan Pesantren, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006, hlm. 11

Abuddin Nata, sejarahhPertumbuhan dan PerkembangannLembaga-lembaga Pendidikan Islam


di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2001 hlm.22
Ansori Basuni Ahmad, Problematika Pendidikan Agama Islam Berbasis Pesantren Madrasah,
Pamekasan

Dedi Djubaedi, Pemaduan Pendidikan Pesantren-sekolah Telaah Teoritis dalam Prespektif


Pendidikan Nasional, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm. 187.

Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan dan Prospek Pengembangan. Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2004.

Departemen Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren hlm.
29-30

Haningsih, Sri, Peran Strategis Pesantren, Madrasahhdan SekolahhIslam di Indonesia, Jurnal


El-Tarbawi. Vol. 1 No. 1 2018

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1996, Cet.1, hlm 69

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1996, Cet.1, hlm 66

Imelda Wahyuni. Pendidikan Islam Masa Pra Islam Di Indonesia. Jurnal Al-Ta’dib. Vol.6 No.2
desember 2013
Jaya, Farida, Analisa Arah Perkembangan

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta, INIS, 1994 hlm.59


MM Bastiam. Makna Surau di Minagkabau. April 2009

Pendidikan Madrasah, khususnya pada pasal 4 dan 23

18
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Pendidikan Madrasah, pada Bab I: Ketentuan Umum, pasal 1 aat 3

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Rouf Muhammad, Memahami Tipologi Pesantren dan Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan
Islam Indonesia, Vol. 5 No.1, 2016, hlm.76
Suwendi dkk, Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh Fii
ad-din di Era UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, dalam edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan
Agama dan Keagamaan), volume 4, No. 4 Oktober 2006, hlm. 16-17.

Suwito, SejarahhSosial PendidikannIslam, Kencana, Jakarta, 2005, hlm 214

Zaini Dahlan, Sejarah Pendidikan Islam, Media Insan, Medan, 2018, hal. 13

19

Anda mungkin juga menyukai