Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HAKIKAT PENDIDIKAN PESANTREN

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Pesantren

Dosen pengampu : Dr. Zaenu Zuhdi Lc.,M.HI.

Oleh:
Syafi`i 212120126
Nikma Fitriana 212120131
Hari Adiyanti 212120133

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MA’HAD ALY AL HIKAM MALANG
2021/2022

1
HAKIKAT PENDIDIKAN PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berkembangnya Islam di Indonesia tak bisa dipisahkan dengan keberadaan pondok


pesantren. Lembaga pendidikan Islam Nusantara ini terus berkembang dengan aneka
"varian", ada yang tradisional, ada yang modern, ada pula yang memadukan keduanya,
namun tetap tidak meninggalkan akarnya, yakni menekankan pendidikan agama dan akhlakul
karimah.1

Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan memiliki peran yang sangat besar mulai
awal-awal penyebaran Islam di Indonesia hingga saat ini. Sebagai lembaga pendidikan tertua
yang memiliki basis tradisional, pesantren mampu bertahan lama di bumi Nusantara hingga
kini. Kekuatan akarnya di negeri kita terletak pada sosio-kultur dan ruh keislaman yang
menjadikannya berkarakter lokal dan asli nusantara. Pesantren mampu membawa perubahan
besar terhadap persepsi khalayak nusantara tentang arti penting agama dan pendidikan.2
Dimana, sejak itu masyarakat mulai memahami bahwa dalam rangka penyempurnaan
keberagamaan, mutlak diperlukan prosesi pendalaman dan pengkajian secara matang
pengetahuan agama mereka di pesantren.

Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang mapan dan memiliki posisi strategis
dalam dunia pendidikan di Indonesia, pesantren telah berhasil membuktikan bahwa
perubahan-perubahan sosial, politik, budaya dan lain-lain sejauh ini nampaknya tidak begitu
berpengaruh terhadap eksistensinya, bahkan dalam perjalanannya pesantren mampu menjaga
dan mempertahankan keberlangsungan dirinya (survival system) serta memiliki model
pendidikan multi aspek. Santri tidak hanya dididik menjadi seseorang yang mengerti ilmu
agama, tetapi juga mendapat tempaan kepemimpinan yang alami, kemandirian,
kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, kesetaraan, dan sikap positif lainnya. Modal inilah
yang diharapkan melahirkan masyarakat yang berkualitas dan mandiri sebagai bentuk
partisipasi pesantren dalam menyukseskan tujuan pembangunan nasional sekaligus berperan

1
Sumber: https://nu.or.id/opini/memahami-hakikat-pondok-pesantren-b33Am
2
A. Mujib, et. al., Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Perkembangan
Pesantren (Cet. III; Jakarta: Diva Pustaka, 2006), h. 1.

2
aktif dalam mencerdaskan bangsa sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar
1945.3

Pesantren mampu memberikan kontribusi besar bagi semangat mencerdaskan generasi


bangsa dan penguatan peradaban. Tiga fungsi ganda pesantren adalah: pertama, sebagai
lembaga pendidikan keagamaan yang berfungsi untuk menyebarluaskan dan mengembangkan
ilmu-ilmu keagamaan Islam. Kedua, sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil mencetak
kader umat dan kader bangsa. Umumnya kader-kader tersebut memperoleh pengakuan sosial
(social recognition) yang luas. Ketiga, berfungsi sebagai agen reformasi sosial yang
menciptakan perubahan dan perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Hal terakhir ini
mungkin saja terjadi karena pesantren dengan figure sentral kyai mempunyai pengaruh yang
kuat di kalangan masyarakat sekitar sehingga dapat melakukan mobilisasi yang cepat dan
efektif.4

Pesantren adalah tempat menuntut ilmu yang berbeda dengan sekolah-sekolah biasa
yang hanya sekedar memberi bekal kecerdasan literal dan akadimis semata tapi pesantren
lebih dari hanyasekedar itu melainkan Pesantren merupakan tempat menimba ilmu kehidupan
atau Teori Ivan Illich “deschooling society” yang mendidik santrinya berusaha memiliki
ribuan ide untuk memperjuangkan umat islam bukan hanya sekedar menjadi
seorang pegawai.Ilmu yang dipelajari oleh santri di pesantren seperti; hadist, fiqh, tafsir,
mahfuzhot, IPA, dsb bukan hanya sekedar untuk dihafal, diujikan, ataupun hanya menjadi
nilai semata tetapi diminta untuk diimplementasikan menjadi amal yang
dipraktekkan dikehidupan santri sehari-hari inilahyang dikatakan living religion (agama yang
hidup) Ilmu kehidupan “ deschooling society ” ini yang bertujuan agar santri menjalani segala
rutinitas pekerjaan sehari-harinya dengan mempertimbangkan ajaran agama islam, seperti
makan dengan ajaran islam, mandi dengan ajaran islam, bahkan memilih pasangan pun
dengan ajaran islam.Untuk itu Islam dikatan sebagai jalan hidup “ way of Life”. Dan apa
yang dipelajari, dilihat, didengar, dan dialami santri selama di pesantren
merupakan pendidikan kehidupan.

3
Amin Haedari, et al., Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas
Global (Cet. I; Jakarta: IRD Press, 2004), h. 3.
4
M.Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu
dan Pemikiran, 2000), h.101-102.

3
Pesantren sebagai lembaga Pendidikan asli Indonesia dan memiliki peran yang sangat
besar dalam penyebaran Islam dan mencetak generasi-generasi unggul, sehingga menarik
untuk dibahas lebih lanjut. Makalah ini membahas tentang sejarah dan hakikat pesantren
sebagai salah satu pusat pendidikan di Indonesia.

I.2 Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui Sejarah Pesantren

2. Mengetahui Pengertian Pesantren dan Santri juga komponen didalamnya

3. Mengetahui Hakikat dan Fungsi Pesantren

4. Mengetahui Tipe-tipe Pesantren

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan tujuan daiatas maka bisa diperoleh rumusan maslaah sebagai
berikut:

1. Bagaimana sejarah pesantren sejak awal di Indonesia hingga saat ini?

2. Apa pengertian pesantren dan santri juga komponen didalamnya?

3. Seperti apa hakikat dan fungsi pesantren sesungguhnya?

4. Apa saja tipe-tipe pesantren yang ada di Indonesia?

4
BAB II PEMBAHASAN
II. 1 Sejarah Pesantren

Syaikh Maulāna Mālik Ibrāhīm atau Sunan Gresik merupakan orang pertama yang
membangun lembaga pengajian yang merupakan cikal bakal berdirinya pesantren sebagai
tempat mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya adalah agar para santri menjadi
juru dakwah yang mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas. Usaha
Syaikh menemukan momentum seiring dengan mulai runtuhnya singgasana kekuasaan
Majapahit (1293 – 1478 M). Islam pun berkembang demikian pesat, khususnya di daerah
pesisir yang kebetulan menjadi pusat perdagangan antar daerah bahkan antar negara.5
Menurut Fatah Syukur, berdasarkan penelusuran sejarah ditemukan sejumlah bukti kuat yang
menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian pesantren pada awal ini terdapat di daerah-daerah
sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang
(Tuban), Kudus, Lasem, dan Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota
kosmopolitan yang menjadi jalur penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat
persinggahan para pedagang dan muballig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti dari
Hadramaut, Persia, dan Irak.6
Lembaga pendidikan pada awal masuknya Islam belum bernama pesantren sebagaimana
dikemukakan oleh Marwan Saridjo sebagai berikut: Pada abad ke-7 M. atau abad pertama
hijriyah diketahui terdapat komunitas muslim di Indonesia (Peureulak), namun belum
mengenal lembaga Pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan yang ada pada masa-masa
awal itu adalah masjid atau yang lebih dikenal dengan nama meunasah di Aceh, tempat
masyarakat muslim belajar agama. Lembaga pesantren seperti yang kita kenal sekarang
berasal dari Jawa. Usaha dakwah yang lebih berhasil di Jawa terjadi pada abad ke-14 M yang
dipimpin oleh Maulāna Mālik Ibrāhīm dari tanah Arab. Menurut sejarah, Maulāna Mālik
Ibrāhīm ini adalah keturunan Zainal Abidin (cicit Nabi Muhammad saw). Ia mendarat di
pantai Jawa Timur bersama beberapa orang kawannya dan menetap di kota Gresik. Sehingga
pada abad ke-15 telah terdapat banyak orang Islam di daerah itu yang terdiri dari orang-orang
asing, terutama dari Arab dan India. Di Gresik, Maulāna Mālik Ibrāhīm tinggal menetap dan
menyiarkan agama Islam sampai akhir hayatnya tahun 1419 M. Sebelum meninggal dunia,
Maulāna Mālik Ibrāhīm (1406-1419) berhasil mengkader para muballigh dan di antara

5
Alwi Shihab, Islam Inklusif (Cet. I; Bandung: Mizan, 2002), h. 23.
6
Muh. Idris Usman. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam: Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor
1/2013

5
mereka kemudian dikenal juga dengan wali. Para wali inilah yang meneruskan penyiaran dan
pendidikan Islam melalui pesantren. Maulāna Mālik Ibrāhīm dianggap sebagai perintis
lahirnya pesantren di tanah air yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan Ampel.7
Mengenai sejarah berdirinya pesantren pertama atau tertua di Indonesia terdapat
perbedaan pendapat di kalangan peneliti, baik nama pesantren maupun tahun berdirinya.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Depatremen Agama pada 1984-1985,
diperoleh informasi bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah Pesantren Jan Tanpes II di
Pamekasan Madura yang didirikan pada tahun 1762.10 Tetapi data Departemen Agama ini
ditolak oleh Mastuhu. Sedangkan menurut Martin van Bruinessen seperti dikutip Abdullah
Aly bahwa Pesantren Tegalsari, salah satu desa di Ponorogo, Jawa Timur merupakan
pesantren tertua di Indonesia yang didirikan tahun 1742 M.12 Perbedaan pendapat tersebut
karena minimnya catatan sejarah pesantren yang menjelaskan tentang keberadaan pesantren. 8

II. 2 Pengertian Pesantren dan Santri beserta komponen didalamnya

Kata pesantren berakar dari kata santri dengan mendapatkan imbuhan “pe” diawal dan
“an” diakhir kata, sehingga dapat diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Sedangkan kata
pondok Pesantren merupakan rangkaian kata yang terdiri dari pondok dan pesantren. Kata
pondok berasal dari bahasa arab “fundūk” (kamar, gubuk, rumah kecil) yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunannya. Pada dasarnya istilah
pesantren merupakan sebuah tempat Pendidikan Islam tradisional yang didalamnya juga
terdapat asrama bagi para siswa atau muridnya. Di asrama itulah para siswa tinggal Bersama
dan belajar ilmu agama dibawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan kyai.
Sehingga pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu santri (siswa), kyai (guru) dan
pondok (asrama).

Pondok Pesantren yang selanjutnya disebut pesantren adalah lembaga pendidikan


keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan
pendidikan pesantren dan/ atau secara terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan lainnya
(Peraturan Mentri Agama, 2014: Pasal 1 ayat 3). Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
memiliki akar kuat (indigenous) pada masyarakat muslim Indonesia, dalam perjalanannya

7
Ibid
8
Muh. Idris Usman. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam: Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor
1/2013.

6
mampu menjaga dan mempertahankan keberlangsungan dirinya (survival system) serta
memiliki model pendidikan multi aspek.

Menurut Peraturan Pemerintah tahun 2007, Pesantren atau Pondok Pesantren adalah
lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan diniyyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya. (Peraturan
Pemerintah No 55, 2007). Kata pesantren berasal dari kata pe-santri-an. Awalan pe- dan
akhiran -an yang dilekatkan pada kata santri, hal ini bisa menyiratkan dua arti. 1. Pesantren
dapat bermakna tempat santri sama seperti pemukiman, pelarian, peristirahatan, pemondokan
dan lain sebagainya. 2. Pesantren juga dapat bermakna proses menjadikan santri.

Menurut beberapa ahli, sebagaimana yang dikutip oleh Zamakhsyari antara lain:
Jhons, menyatakan bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji.
Sedangkan CC. Berg berpendapat bahwa istilah ini berasal dari istilah shastri yang dalam
bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli
kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci,
buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.9 Anak-anak santri tekun
menuntut ilmu. Mereka dikenal taat menjalani perintah agama dan kiai. Sejarah membuktikan
santri adalah orang-orang yang berada di garis terdepan dalam memerdekakan bangsa ini.

Jelasnya, santri disini bisa jadi objek dari usaha-usaha yang dilakukan di suatu tempat,
tetapi bisa menjadi sosok personifikasi dari sasaran/tujuan yang akan dicapai lewat usaha-
usaha tersebut. (Hamdani, 2014:3). Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah
lama dan berakar di Indonesia, secara sistem memiliki daya tawar yang tinggi. Maka, dalam
menghadapi perputaran waktu dan kemajuan zaman yang cepat ini, pesantren harus
mengembangkan dirinya untuk menyerap perubahan, bahkan berperan dan mengendalikan
perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk menghadapi berbagai perubahan yang terjadi,
pesantren dikembangkan sebagai sistem pendidikan terpadu dengan memadukan aktivitas
pendidikannya untuk menyiapkan SDM yang akan hidup pada masyarakat masa depan, yang
memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat sekarang (Hamdani, 2014:28-29).10

Menurut Zamakhsyari Dhofier, sebuah lembaga dapat berubah status menjadi


pesantren manakala lembaga tersebut memiliki lima elemen dasar tradisi pesantren yakni (1)

9
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII; Jakarta:
LP3ES, 1997), h. 18.
10
Hamdani, Strategi pengembangan pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Barakah, 2014), h . 28-29

7
pondok, (2) masjid, (3) santri (4) pengajian kitab Islam klasik (5) kyai (Zamakhsyari Dhofier,
2011: 79). Berdasarkan penjelasan di atas, santri merupakan salah satu elemen dasar
pesantren yang perlu dibina dan dikembangkan potensinya dalam suatu lembaga pesantren.
Santri adalah siswa yang tinggal di pesantren yang sudah jelas menjadi anak didik kyai.
Santri adalah sekelompok orang yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kyai. Menurut
Abdul Qadir Djaelani, santri adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada seseorang yang
memiliki akhlak yang tinggi dan berlainan dengan orang awam, sehingga apabila santri
keluar dari pesantren ia tetap memiliki gelar santri karena ketinggian akhlaknya (Hamdani,
2014:14).11

Secara terminologi, KH. Imam Zarkasih mengartikan pesantren sebagai Lembaga


pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentral,
masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah
bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. 12 Pesantren sekarang ini
merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas tersendiri. Lembaga pesantren
ini sebagai lembaga Islam tertua dalam sejarah Indonesia yang memiliki peran besar dalam
proses keberlanjutan pendidikan nasional. KH. Abdurrahman Wahid, mendefinisikan
pesantren secara teknis, pesantren adalah tempat di mana santri tinggal.13

Dari segenap pemaparan tentang istilah pesantren cenderung menegaskan cikal bakal
lembaga tersebut tidak lepas dari pengaruh kebudayaan India. Di Indonesia, khususnya Jawa,
dalam masa transisi memudarnya pengaruh Hindu-Buddha sekaligus menyebarnya dakwah
Islam, para kiai antara lain Wali Songo mengislamkan sistem lembaga pendidikan warisan
dua agama tersebut. Kemudian, mereka mengembangkan sistem yang lebih islami yakni
pesantren seperti yang kita kenal sampai sekarang. Hasani Ahmad Said dalam artikelnya di
Jurnal Ibda (Desember 2011) menyebut pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di
Nusantara. Sejumlah sejarawan menyebut eksistensi pesantren terlebih dahulu hadir sebelum
kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke- 16. Istilah pesantren merujuk pada
tempat belajar bagi kaum intelektual Muslim yang dinamakan santri. Mereka mewarisi dan

11
Ibid., h. 14
12
Amir Hamzah Wiryosukarto, et al., Biografi KH. Imam Zarkasih dari Gontor Merintis Pesantren Modern
(Ponorogo: Gontor Press, 1996), h. 51
13
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren (Cet. I; Yogyakarta: KIS, 2001),
h. 17.

8
memelihara keberlanjutan tradisi keilmuan Islam sehingga sampai kepada dakwah Rasulullah
SAW.14

Sanad atau rentetan transmisi keilmuan begitu dihargai di pesantren. Bahkan, dalam
konteks Indonesia, peran pesantren tidak hanya sebatas pendidikan, melainkan juga
perjuangan kemerdekaan. Hal itu pernah disimpulkan peneliti Asia Tenggara, Harry J Benda,
dalam bukunya yang membahas masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dia menekankan,
sejarah Islam Indonesia adalah sejarah perluasan peradaban santri serta pengaruhnya bagi
kehidupan beragama, sosial, serta politik Indonesia. Dalam catatan Federspiel, salah seorang
pengkaji keislaman di Indonesia, menjelaskan bahwa menjelang abad ke-17, keberadaan
pondok pesantren di Jawa telah menjadi kutub penyeimbang terhadap kekuasaan keraton-
keraton. Kultur abangan yang diakomodasi kalangan keraton mendapatkan hubungan
diametralnya dengan budaya Islam santri. Para santri belajar kitab kuning yang terbit dalam
kurun waktu sejak medio abad ke-13.15

Pondok pesantren pada umumnya mereka mempelajari ragam keilmuan, mulai dari tata
bahasa Arab, nahwu dan sharaf, tafsir dan membaca Alquran (qira`at), tauhid, fiqih empat
mazhab, khususnya Imam Syafii, akhlak, mantiq, sejarah, hingga tasawuf. Selain itu, aksara
Jawi, yakni huruf Arab dengan bahasa Melayu, kian memantapkan signifikansi pesantren
sebagai pusat transfer ilmu yang menjaga corak khas Nusantara di tengah-tengah dunia Islam.
Dalam corak pendidikan pesantren, setidaknya ada beberapa ciri khas, antara lain, hubungan
yang akrab antara kiai atau pendiri pesantren itu dan para santri. Kemudian, kehidupan yang
sederhana atau mendekati zuhud, kemandirian, gotong royong, pemberlakuan aturan agama
secara ketat, serta kehadirannya di tengah masyarakat sebagai pemberi solusi dan
mengayomi, alih-alih eksklusif dan berjarak. Selain itu, teknik pengajaran juga terbilang
unik. Karena semua ilmu-ilmu yang dipelajari bukan hanya sekedar untuk dihafal, diujikan,
ataupun hanya menjadi nilai semata tetapi diminta untuk diimplementasikan menjadi amal
yang dipraktekkan dikehidupan santri sehari-hari inilah yang dikatakan living religion (agama
yang hidup).16 Adanya sistem halaqah serta hafalan atas teks-teks dasar keilmuan agama,
merupakan beberapa contoh. Zamakhsari Dhofier merangkum adanya lima unsur dasar dalam
setiap pesantren, yakni asrama, masjid, para santri, pengajaran kitab-kitab kuning, serta figur

14
Hasani Ahmad Said. Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara. IBDA': Jurnal Kajian Islam dan
Budaya, Vol 9 No 2 (2011).
15
Hielmy, Irfan. Wancana Islam (ciamis:Pusat Informasi Pesantren,2000)
16
https://darunnajah.com/hakikat-pesantren/

9
sentral kiai. Ketokohan kiai itulah yang membuat sebuah pesantren menjadi ikon kota
tempatnya berada.17

II. 3 Hakikat dan Fungsi Pesantren

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah banyak
mewarnai perjalanan pendidikan di Indonesia. Sistem pengajaran yang dijalankan pondok
pesantren sangat khas sehingga lembaga pendidikan ini sekaligus menjadi identitas Indonesia
dengan beragam variasi dan bentuk pembelajaran di dalamnya. Salah satu tradisi agung
(great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di
pesantren khususnya di Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa dan semenanjung
Malaya. Kemunculan pondok pesantrenpun, lanjut Martin, bertujuan untuk mentransmisikan
Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis pada
berabad-abad yang lalu.18

Fungsi pesantren tidak semata-mata hanya sebagai lembaga pendidikan tafaqquh fi al-
dien saja, tetapi multi komplek yang menjadi tugas pesantren. Pendidikan di pesantren tidak
berhenti sebagai aktifitas transfer ilmu saja. Azyumardi Azra menyebutkan, selain sebagai
transfer ilmu, pesantren juga sebagai kaderisasi ulama' dan sebagai pemelihara budaya Islam.
Dua unsur tambahan tersebut perlu ditekankan sebab seorang ulama' bukan sekedar orang
yang memiliki penguasaan ilmu yang tinggi, tetapi juga harus disertai dengan kemampuan
mengamalkan ilmu tersebut. Hal senada juga dikemukakan oleh Tholkhah Hasan mantan
menteri agama RI, bahwa pesantren seharusnya mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai
berikut, 1) Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu agama. 2)
Pesantren sebagai lembaga menghasilkan ulama` sehingga mampu memelihara budaya Islam.

Aktivitas para santri di dalam lingkup pondok pesantren sangat padat. Ada dua jenis
kegiatan inti di dalam pesantren, pertama kegiatan ma'hadiyah yakni kegiatan yang
diselenggarakan di lingkup pesantren seperti kajian kitab-kitab salaf yang diasuh langsung
oleh pengasuh/kiai pesantren dan ustadz-ustadz senior, shalat berjamaah, shalat sunnah,
istighotsah, tahfidz (hafalan), kegiatan bahtsul masa'il yaitu diskusi membahas permasalahan
agama, dan banyak lagi. Kedua, kegiatan madrasiyah, adalah kegiatan belajar pengajar

17
https://www.republika.co.id/berita/qgdxyk430/asalusul-santri-dan-pesantren
18
Wardah Hanafie Das, M.Pd.I, et al., Pendidikan Islami di Pondok Pesantren: Problematika dan Solusinya.
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019. h. 48

10
klasikal di dalam madrasah diniyah, yang memiliki jenjang pendidikan mulai ibtida'iyah
(dasar), tsanawiyah/wustha (tengah) hingga aliyah/ulya (tinggi) dengan menerapkan
kurikulum pesantren, seperti hukum Islam (fiqih), hadits, tafsir Al-Qur'an, gramatika bahasa
Arab (nahwu-sharaf), akhlak, tasawuf sampai sastra Arab. Untuk menempuh keseluruhannya
dibutuhkan bertahun-tahun lamanya. Belum lagi kegiatan kursus-kursus dan ekstra lainnya.19

Di pondok pesantren ajaran Islam disampaikan secara transformatif, bukan melalui


doktrin. Diskusi dan kajian kitab yang berat pun disampaikan dengan suasana cair, diselingi
humor dan tidak kaku. Di pesantren keragaman khazanah pendapat para ulama yang
bertebaran dalam kitab-kitab ditelaah, sehingga para santri sedari awal sudah mengenal
dengan perbedaan tafsir.20

Pondok pesantren dengan segala karakteristiknya dipandang sebagai salah satu lembaga
pendidikan yang mampu memperkuat identitas kesantrian. Kalangan santri merupakan
kalangan yang memiliki pengetahuan (agama) yang dianggap lebih dari yang lain khususnya
kalangan abangan. Sebutan santri juga menyangkut dengan status sosial atau prestis di tengah
masyarakat yang menyimpan beberapa keunggulan sehingga masyarakat tertentu cenderung
untuk memelihara dan mempertahankan status santri ini. Pondok pesantren terdiri atas
komponen yang meliputi kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab.21 Kyai sebagai pimpinan
sekaligus sebagai guru di pondok pesantren melakukan transmisi ilmu dan teladan kepada
santrinya. Transmisi ilmu tersebut dilakukan dengan metode sorogan dan wetonan,22 dan
dalam aspek transmisi keteladan meliputi akhlak keikhlashan, kesederhanaan, kedisiplinan,
kesantunan, ketegasan, dan sebagainya.23 Pusat kegiatan transmisi ilmu adalah di masjid, dan
masjid menjadi icon kegiatan Pendidikan dan pembelajaran. Santri yang belajar di pesantren
umumnya tinggal di pondok yang telah disiapkan agar dapat aktif mengikuti pendidikan dan
pembelajaran di pesantren. Karakteristik yang lain adalah referensi yang digunakan di

19
https://nu.or.id/opini/memahami-hakikat-pondok-pesantren-b33Am
20
Ibid.,..
21
Hamdan Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren
(Yogyakarta: Pilar Religia, 2005), h. 1.
22
Sorogan, sistem pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan santri, yang biasanya pandai, menyorongkan
sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca di hadapai kiai tersebut. kesalahan-kesalahan yang timbul dari
pembacaan kitab tersebut, akan langsung diperbaiki oleh kiai. Wetonan, sistem pengajaran ini dilakukan
dengan metode di mana kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri, membawa kitab yang
sama, mendengarkan dan menyimak bacaan tersebut. Lihat, M. Bahri Gazali, Pesantren Berwawasan
Lingkungan (Jakarta: Prasati, 2003), h. 29-30.
23
Mansur, Moralitas Pesantren: Meneguh Kearifan dari Telaga Kehidupan (Yogyakarta: Safiria Insani Press,
2004), h. 55

11
pondok pesantren kitab-kitab kuning (klasik) dan biasanya kitab yang dikaji adalah kitab
yang bercirikan pada salah satu mazhab tertentu.

Dengan demikian tujuan pendidikan pesantren yaitu memelihara dan mengembangkan


fitrah peserta didik untuk taat dan patuh kepada Allah, mempersiapkannya agar memiliki
kepribadian muslim, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan untuk mencapai hidup
yang sempurna, menjadi anggota masyarakat yang baik dan bahagia dunia akhirat.

Hakikat pendidikan pesantren ini juga sejalan dengan perintah Allah dalam Qur`an
surat al Qashash ayat 7, Allah SWT berfirman:

‫صوَاليَلِا كمهيَلِا َْ ُّد َووِيَلِا ْحَ ك َهيَلِا كمِٓيَلِا ْحَ ه ٰ ٰيَلِا‬


َ َْ‫يَلِا ّللاُيَلِا ْكَوَليَلِا َيَلِا ِا‬
‫يَلِا َْد ِىيَلِا ك يَلِا‬ ‫ك‬ ‫يَلِا َْ كخرةيَلِا َيَلِا ِ َىسيَلِا و ك‬ ٰ ٰ ‫ْبَت كْيَلِا كوَمِٓ ٰيَلِا ْ ِٰىل‬
ٰ َ ‫يَلِا ّللاُيَلِا َْ َّدْر‬
‫يَلِا َْ ُم َد ك كديَهيَلِا‬ ٰ ٰ ‫ضيَلِا ْۗك َّن‬
َ ُّ‫يَلِا ّللايَلِا َيَلِا ي كُحب‬ ‫ََْرَ ك‬
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu,
tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (Terjemah Q.S Al
Qashash).

II. 4 Tipe-Tipe Pesantren yang ada di Indonesia

Ridwan Nasir membagi pondok pesantren berdasarkan beberapa tipenya pesantren yang
selama ini dikenal luas di tengah masyarakat Muslim. Pembagian tersebut adalah:

1. Pondok pesantren salaf/klasik yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat


sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf.
2. Pondok pesantren semi berkembang, yaitu pondok pesantren yang di dalamnya
terdapat sistem pendidkan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah)
swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum.
3. Pondok pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang,
hanya saja sudah lebih bervariasi dalam bidang kurikulumnya yakni 70% agama dan
30% umum. Di samping itu,juga diselenggarakan madrasah SKB Tiga Menteri
dengan penambahan diniyah.
4. Pondok pesantren khalaf/modern yaitu bentuk pondok pesantren berkembang, hanya
saja sudah lebih lengkap lembaga Pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain
diselenggarakanya system sekolah umum dengan penambahan diniyah (praktik

12
membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik umum maupun agama), bentuk
koperasi dan dilengkapi dengan takhasus (bahasa Arab dan Inggris).
5. Pondok pesantren ideal, yaitu sebagaimana bentuk pesantren modern, hanya saja
lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap terutama bidang keterampilan yang
meliputi pertanian, teknik, perikanan, perbankan, dan benar-benar memperhatikan
kualiasnya dengan tidak menggeser ciri khusus kepesantrenannya yang masih
relevan dengan kebutuhan masyarakat/ perkembangan zaman.24

Menurut M. Bahri Gazali, secara faktual pondok pesantren yang berkembangan dalam
masyarakat dapat dibedakan menjadi:

1. Pondok Pesantren Tradisional. Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan


bentuk aslinya yang semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad
ke-15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajatan pondok pesantren tipe ini
adalah sistem halaqah yang dilakukan di masjid atau surau. Kurikulum pembelajaran
yang diselenggarakan sepenuhnya tergantung pada keputusan kiai.
2. Pondok Pesantren Modern. Pondok pesantren ini merupakanpengembangan dari
pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar
klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Perbedaan pesantren ini
khususnya pada bentuk kelas dan fasilitas yang digunakan. Adapun kurikulum yang
dijalankan mengadopsi kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara
nasional. Pendidikan agama dan bahasa Arab masih menjadi prioritas di pondok
pesantren tipe ini.
3. Pondok Pesantren Komprehensif. Disebut pesantren komprehensif karena sistem
pendidikan dan pengajarannya merupakan gabungan antara tradisional dan modern.
Artinya, didalamnya diterapkan pendidkan dan pengajaran kitab kuning dengan
metode sorogan, bandongan, dan wetonan, namun secara regular sistem pendidikan
persekolahan terus dikembangkan.25

Pesantren atau pondok pesantren berbeda dengan madrasah, salah satu yang
membedakannya adalah kurikulum yang tidak sergam. Banyak kiai yang mengkhususkan
satu cabang ilmu atau bahkan satu kitab kuning tertentu sebagai fokus kajian. Di Sulawesi

24
M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di tengah Arus Perubahan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.87-88.
25
Bahri Gazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, h. 14-15

13
Selatan misalnya, Pondok Pesantren As`adiyah dikenal dengan kemahiran para santrinya
dalam penguasaan bahasa Arab khususnya Nahwu dan Sharaf untuk mempelajari kitab-kitab
Tafsir. Pada Pondok pesantren DDI Mangkoso dikenal dengan kuatnya penguasaan terhadap
kajian ilmu waris atau faraid. Demikian upayaupaya pondok pesantren dalam mendefinisikan
dirinya supaya memiliki ciri khas yang membedakannya dengan pondok pesantren yang lain.
Secara fungsional, pesantren setidaknya hingga saat ini, memiliki beberapa fungsi
penting dalam kiprahnya di tengah masyarakat Muslim Indonesia. Pesantren telah hadir dan
menfungsikan diri sebagai penyebar nilai normatif, edukatif, dan progresif.
Pertama, nilai-nilai normatif meliputi kemampuan masyarakat dalam mengerti dan
mendalami ajaran-ajaran Islam dalam arti ibadah mahdah sehingga mereka menyadari akan
pelaksanaan ajaran agama yang selama ini dijalaninya. Kebanyakan masyarakat (Muslim)
baru berada tingkatan memiliki agama (having religion), belum sampai pada tingkat
menghayati agama (being religion). Pada kondisi seperti ini, pesantren telah melakukan
transformasi pengetahuan dengan melakukan berbagai cara untuk menyebarkan nilai normatif
Islam kepada masyarakat secara luas melalui ceramah dan kegiatan keagamaan lainnya.
Kedua, penyebar nilai-nilai edukatif di kalangan masyarakat Muslim. Hal ini meliputi
tingkat pengetahun dan pemahaman masyarakat Muslim secara menyeluruh sangat terbatas
sehingga pesantren diharapkan mampu mendesifinasikan pengetahuan Islam ke khalayak
melalui berbagai aktivitas keagamaan seperti mendidik generasi muda baik secara formal
maupun informal sehingga tercipta agen perubahan yang bisa menjangkau masyarakat luas.
Ketiga, penyebar nilai-nilai progresif. Hal ini terkait erat dengan kondisi masyarakat
Muslim yang sangat terbatas pengetahuannya khususnya mengenai penguasaan ilmu dan
teknologi. Pesantren yang memiliki akar yang cukup kuat dan luas di masyarakat memiliki
peran penting dalam melakukan upaya-upaya untuk membangkitkan semangat masyarakat
dalam rangka mengikuti perkembangan keilmuan secara baik.26
Mayoritas Pondok Pesantren saat ini memiliki unit pendidikan formal, semua ini demi
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pentingnya pendidikan, meskipun ini sebenarya
tanggung jawab negara. Banyak unit pendidikan formal didirikan mandiri oleh pondok
pesantren mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Unit-unit pendidikan
formal tersebut menggunakan kurikulum Pemerintah (Kementrian Agama atau Kementrian
Pendidikan) sebagaimana umumnya. Tenaga pengajarnya kebanyakan dari masyarakat
sekitar Pesantren.

26
Wardah Hanafie Das, M.Pd.I, et al., Pendidikan Islami di Pondok Pesantren: Problematika dan Solusinya.
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019. h. 56

14
BAB III KESIMPULAN

Melihat dan menelaah dari uraian pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
hakikat dan tujuan pendidikan pesantren secara umum adalah untuk membentuk santri yang
beriman dan bertaqwa sehingga terbentuk manusia yang paripurna (insan kamil). Ini akan
tampak sempurna apabila seorang santri juga dibekali dengan pengetahuan umum dan
tehnologi serta pemanfaatannya untuk membentuk manusia yang menyeluruh. Jika dilihat
dari penjelasan di atas maka jelas bahwa tujuan pendidikan pesantren berorientasi ukhrawi
dan duniawi yaitu mengembangkan fikiran dan keilmuan mulai dari tingkah laku serta
prosesnya berdasarkan Islam untuk merealisasikan ibadah kepada Allah di dalam kehidupan
manusia, baik individu maupun masyarakat.

Ada beberapa prinsip yang menggambarkan ciri utama pendidikan pesantren, antara
lain sebagai berikut: 1. Berkepribadian Islam, 2. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran
Islam, 3. Memiliki kebebasan yang terpimpin, 4. Berkemampuan mengatur diri sendiri, 5.
Mampu survive dan mempertanggungjawabkan diri sendiri, 6. Memiliki kebersamaan yang
tinggi 7. Menghormati orang tua dan guru, 8. Cinta kepada ilmu, 9. Mandiri, 10.
Kesederhanaan.

Keunggulan utama pada tujuan pendidikan pesantren adalah penanaman keimanan,


kondisi menyeluruh kehidupan di pesanttren itulah yang berdaya menanamkan keimanan
tersebut. Pengaruh kiai, baik dalam peribadatan ritual maupun dalam perilakunya sehari-hari,
penghormatan orang pada sang kiyai, tata letak rumah ibadah, motivasi, semuanya itu
mempengaruhi secara mendalam hati orang dan bersamaan dengan itu iman masuk kedalam
jiwa santri. Dengan demikian tujuan pendidikan pesantren yaitu memelihara dan
mengembangkan fitrah peserta didik untuk taat dan patuh kepada Allah, mempersiapkannya
agar memiliki kepribadian muslim, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan untuk
mencapai hidup yang sempurna, menjadi anggota masyarakat yang baik dan bahagia dunia
akhirat.

15
DAFTAR PUSTAKA

A. Mujib, et. al., Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era
Perkembangan Pesantren (Cet. III; Jakarta: Diva Pustaka, 2006)
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren (Cet. I; Yogyakarta: KIS,
2001)
Alwi Shihab, Islam Inklusif (Cet. I; Bandung: Mizan, 2002)
Amin Haedari, et al., Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global (Cet. I; Jakarta: IRD Press, 2004)
Amir Hamzah Wiryosukarto, et al., Biografi KH. Imam Zarkasih dari Gontor Merintis
Pesantren Modern (Ponorogo: Gontor Press, 1996)
Hamdan Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat
Pesantren (Yogyakarta: Pilar Religia, 2005)

Hamdani, Strategi pengembangan pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Barakah, 2014)


Hasani Ahmad Said. Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara. IBDA': Jurnal
Kajian Islam dan Budaya, Vol 9 No 2 (2011).
Hielmy, Irfan. Wancana Islam (ciamis:Pusat Informasi Pesantren,2000)
https://darunnajah.com/hakikat-pesantren/
https://nu.or.id/opini/memahami-hakikat-pondok-pesantren-b33Am
https://www.republika.co.id/berita/qgdxyk430/asalusul-santri-dan-pesantren LP3ES, 1997)
M. Bahri Gazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasati, 2003)
M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di tengah
Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2000)
Mansur, Moralitas Pesantren: Meneguh Kearifan dari Telaga Kehidupan (Yogyakarta:
Safiria Insani Press, 2004)
Muh. Idris Usman. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam: Jurnal Al Hikmah Vol.
XIV Nomor 1/2013
Sumber: https://nu.or.id/opini/memahami-hakikat-pondok-pesantren-b33Am
Wardah Hanafie Das, M.Pd.I, et al., Pendidikan Islami di Pondok Pesantren: Problematika
dan Solusinya. Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII;
Jakarta:2010)

16

Anda mungkin juga menyukai