OLEH:
M. ABDUL LATHIF, S.Pd.I
NIM: 212120104
MALANG
2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................2
D. Manfaat.....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Dan Perkembangan Tafsir Al-Qur'an.............................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Tafsir dari masa ke masa......................................................................4
1. Tafsir masa Nabi Muhammad SAW..............................................................................4
2. Tafsir masa Mutaqoddimin..........................................................................................6
a. Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat...........................................................6
b. Bentuk dan karakteristik tafsir Tabi'in.............................................................7
c. Bentuk dan karakteristik tafsir Tabi' Al-Tabi'in................................................8
3. Tafsir periode Mutaakhkhirin.......................................................................................9
4. Tafsir periode kontemporer/modern.........................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan dengan kebenaran mutlak yang menjadi sumber ajaran
Islam. Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam yang memberi petunjuk kepada jalan yang
benar. Ia berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik
secara pribadi maupun kelompok. 1
Al Qur’an, tidaklah cukup dengan kita membaca teksnya tanpa mengetahui penafsirannya.
Karena dengan mengetahui penafsiran, kita akan lebih mengetahui maksud yang terkandung
dalam al-Qur’an tersebut.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tafsir itu selalu berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban dan budaya manusia. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan-
permasalahan yang terus berkembang, yang pada masa Nabi belum pernah ada. Jadi untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut tanpa keluar dari aturan al-Qur’an, para ulama’ akhirnya
membuat penafsiran al-Qur’an yang nantinya bisa dijadikan hujjah untuk menyelesaikan
problem masyarakat. Maka dari itu, mau tidak mau, tafsir harus mengalami perkembangan dan
bahkan perubahan pada setiap perkembangan zaman, guna memenuhi kebutuhan manusia
dalam suatu generasi.
Menelusuri sejarah penafsiran al-Qur’an yang demikian panjang dan tersebar luas di
segenap penjuru dunia Islam tentu bukan merupakan perkara mudah. Apalagi untuk
menguraikannya secara panjang lebar dan detail, terutama di zaman yang serba cepat dan instan
ini. Sebab penelusuran sejarah tafsir al-Qur’an selain perlu merujuk ke berbagai literatur yang
1
ada, juga dapat di lacak dari para pelaku penafsiran itu sendiri yang lazim di kenal dengan
sebuh thabaqat al-mufassirin (penjenjangan para mufassir).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat
Penulisan makalah ini disamping untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Studi Al-
Qur’an dan Al-Hadis Tarbawi, penulis berharap makalah ini bisa memberi manfaat yang
berupa terbukanya wawasan keilmuan para pembaca terutama tentang sejarah perkembangan
tafsir atas kitab suci Al-Qur’an yang terjadi dari masa ke masa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Qur’an, dan menjadi referensi sentral dalam berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat
pada zaman tersebut. Apabila sahabat mendapatkan suatu kesulitan di dalam memahami ayat-
ayat al-Qur’an maka mereka bisa langsung menanyakannya kepada Rasulullah Saw, lalu beliau
menjelaskan apa yang masih samar pengertiannya bagi para sahabat, sehingga tidak ada lagi
keraguan dan kerancuan di benak para sahabat.
Penafsiran al-Qur’an yang terjadi sejak zaman Nabi Muhammad Saw. (571-632 M) dan
masih tetap berlangsung hingga sekarang bahkan di masa-masa mendatang, sungguh telah
menghabiskan waktu yang sangat panjang dan melahirkan sejarah tersendiri bagi pertumbuhan
dan perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an khususnya tafsir. Menelusuri sejarah penafsiran al-
Qur’an yang demikian panjang dan tersebar luas di segenap penjuru dunia Islam tentu bukan
merupakan perkara mudah. Apalagi untuk menguraikannya secara panjang lebar dan detail.
Apalagi di zaman yang serba cepat dan instan ini. Sebab penelusuran sejarah tafsir al-Qur’an
selain perlu merujuk ke berbagai literatur yang ada, juga dapat di lacak dari para pelaku
penafsiran itu sendiri yang lazim di kenal dengan sebutan thabaqat al-mufassirin (penjenjangan
para mufassir).3
Sebagian ahli tafsir, secara global membagi periodesasi penafsiran al-Qur’an kedalam
tiga fase, yaitu periode mutaqaddimin (abad ke-1-4 H), periode mutaakhkhirin (abad 4-12 H),
dan periode baru (abad ke-12-sekarang).
Adapula yang memilahnya kedalam beberapa fase yang lebih banyak semisal Ahmad
Mustafa Al-Maraghi (1300-1371 H/1883-1925 M) yang membedakan thabaqat al-mufassiriin
kedalam tujuh tahapan, yakni:
1. Tafsir masa sahabat,
2. Tafsir masa thabiin,
3
3. Tafsir masa penghimpunan pendapat para sahabat dan thabiin,
4. Tafsir masa generasi ibnu Jarir dan kawan-kawan yang memulai menuliskan
penafsirannya,
5. Tafsir masa generasi mufassir yang sumber penafsirannya mengabaikan penyebutan
rangkaian (sanad) periwayatan,
6. Tafsir masa kemajuan kebudayaan dan peradaban Islam, yang oleh al-Maraghi di sebut
dengan ‘ashr al-ma’rifah al-islamiyah,
Berbeda dari al-Maraghi, Muhammad Husayn al-Dzahabi memilih sejarah tafsir ketiga
marhalah, yaitu: periode Nabi dan Sahabat, thabiin, dan pembukuan tafsir. Namun dalam
makalah ini penulis akan memilih fase-fase perkembangan al-Qur’an kedalam empat periode
besar, yakni periode Nabi Saw, periode mutaqaddimin, periode mutaakhkhirin, dan
kontemporer (modren).
1. Tafsir Pada Masa Nabi Muhammad SAW. (Dari tahun kenabian hingga 11 H/610 M)
Bisa dikatakan bahwa tafsir pertama kali ada mulai sejak ayat-ayat al-Qur’an itu mulai
di turunkan. Dalam praktiknya, ketika Rasulullah menerima wahyu berupa ayat al-Qur’an,
kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut kepada sahabat dan menjelaskannya
berdasarkan apa yang beliau terima dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.4 Sebagai mana riwayat
dari Siti ‘Aisyah Raḍiyallahu ‘Anha yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an kecuali beberapa ayat yang telah diajarkan oleh Jibril Alayhi al-Salam.
Menurut Al-Suyuṭi, pada masanya, Nabi merupakan penafsir tunggal dari al-Qur’an
yang memiliki otoritas spiritual, intelektual, dan sosial. 5 Akan tetapi kebutuhan terhadap
penafsiran pada masa itu tidak sebesar pada masa-masa berikutnya.
4 Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2013) 31
5 Jalaluddin al-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012) 173.
4
Bentuk-bentuk penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa
Sallam diantaranya adalah menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain, hal
ini sesuai dengan riwayat yang disampaikan oleh Al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Ibnu
Mas’ud yang mengatakan bahwa tatkala turun ayat;
الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا إِي َمانَ ُه ْم بِظُ ْل ٍم أُولَئِكَ لَ ُه ُم األ ْم ُن َوهُ ْم ُم ْهتَد
6 َُون
Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kelaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Banyak para sahabat yang merasa resah karena mereka menganggap tidak akan bisa
manusia hidup tanpa pernah melakukan keḍaliman. Melihat hal tersebut, Rasulullah
menjelaskan bahwa hakikat makna lafaẓ ظلمdi ayat tersebut adalah sebagaimana lafaẓ ظلمpada
ayat :7
8
ش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم عَظِ ي ٌم ِ َّ ال تُش ِْركْ ِب
ِ اَّلل ِإنَّ ال
merupakan cara yang tepat dan paling baik. Selain menggunakan ayat Al-Qur’an yang lain
untuk menafsirkan suatu ayat Al-Qur’an, Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam juga
menggunakan hadis dalam menafsirkan suatu ayat. Bentuk dan karakteristik penafsiran yang
dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam tersebut sekarang kita kenal dengan
Periode mutaqaddimin meliputi masa sahabat, tabi’in dan tabi’ al-tabi’in. Tafsir pada
masa ini mulai muncul setelah Rasulullah SAW. wafat. Sebelumnya pada waktu Nabi Ṣallallah
5
Alayhi wa Sallam masih hidup, tak ada seorangpun dari sahabat yang berani menafsirkan Al
Qur’an, hal ini karena Nabi masih berada di tengah-tengah mereka, sehingga ketika ditemukan
suatu permasalahan, para sahabat cukup menayakannya kepada Nabi dan permasalahan
tersebut akan selesai.
َ س
طى ْ ت َوالصَّال ِة ا ْل ُو
ِ صلَ َوا
َّ علَى ال
َ حَافِظُوا
Siti Aisyah menyandarkan ayat tersebut dengan menambahkan penafsirannya yaitu : “shalat
Ashar”.
Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para shahabat juga memiliki metode dan materi
tafsir tersendiri. Adapun metode dan materi tafsir menurut mereka adalah : 10
• Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
• Mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau.
• Menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang bergantung pada
kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka
mengenai bahasa al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat
istiadat mereka di tanah arab.
• Mengambil masukan dari apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli Kitab yang
telah masuk Islam dan baik Islam mereka.
As-Suyuthy dalam al-Itqan mengatakan bahwa sahabat yang terkemuka dalam bidang
ilmu tafsir ada sepuluh orang, yaitu:11 Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar al-Faruq, Utsman Dzun
9 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2009) 183.
10 Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) 166.
11 Imam Jalaluddin as-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012) 587.
6
Nurain, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zaid
ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ary, dan Abdullah ibn zubair.
Meluasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat non-Arab yang masuk
Islam menyebabkan kebutuhan akan tafsir menungkat. Di sisi lain, generasi yang menerima
penjelasan langsung dari Nabi semakin sedikit dan mereka terpencar-pencar di sejumlah
wilayah kekuasaan Islam yang baru. 13 Oleh sebab itu apabila segala ilmu yang bersinggungan
dengan al-Qur’an tidak segera dibukukan, akan menghambat kemajuan Islam. Dengan
demikian, pada akhirnya ilmu al-Qur’an di bukukan.
Tidak banyak perbedaan antara metode yang digunakan sahabat dan tabi’in. Mereka
cendrung sama dalam menggunakan metode yang fundamental. Metode yang digunakan
tabi’in adalah sebagai berikut: 14
• Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
• Menafsirkan al-Qur’an dengan Hadis Nabi SAW.
• Menafsirkan al-Qur’an dengan tafsir sahabat
• Ijtihad. Jika mereka tidak menemukan jawaban di dalam al-Qur’an, Hadis, dan tafsir
sahabat, mereka berijtihad.
Pada masa tabi’in ini, tafsir tetap konsisten dengan metode talaqqi wa talqin
(penerimaan dan periwayatan). Tetapi setelah benyak Ahli Kitab masuk Islam, para tabi’in
banyak menukil dari mereka cerita-cerita isra’iliyat yang kemudian dimasukkan kedalam tafsir.
Misalnya yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih
dan Abdul Malik bin Abdul ‘Aziz bin Juraij. Di samping itu, pada masa ini, mulai timbul silang
pendapat mengenai status tafsir yang diriwayatkan dari mereka karena banyaknya pendapat-
pendapat mereka. namun demikian pendapat-pendapat tersebut sebenarnya hanya bersifat
12 Syaikh Manna Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2005) hal : 426.
13 Samsurrohman. Op.cit. hal. 65
14 Ibid. hal. 67
7
keberagaman pendapat, berdekatan satu dengan yang lain. Dan perbedaan itu hanya dari sisi
redaksional, bukan perbedaan yang bersifat kontradiktif. 15
Mufassir yang Terkenal pada masa Tabi’in tersebar di beberapa daerah. Di Mekah,
misalnya, berdiri perguruan tinggi Ibnu Abbas. Diantara muridnya yang terkenal adalah Sa’id
bin Jubair, Mujahid, ‘Ikrimah maula Ibnu Abbas, Thawus bin Kisan Al-Yamani dan Atha’ bin
Abi Rabah. 16
Di Madinah, Ubay bin Ka’ab lebih terkenal di bidang tafsir dari orang lain. Pendapat-
pendapatannya tentang tafsir banyak di nukil generasi sesudahnya. Diantara muridnya
dikalangan tabi’in, ialah Zaid bin Aslam, Abu ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi.
Di Irak berdiri perguruan Ibnu Mas’ud yang dipandang oleh para ulama sebagai cikal bakal
mazhab ahli ra’yi. Dan banyak pula tabi’in di Irak dikenal dalam bidang tafsir. Yang
masyhur diantaranya adalah ‘Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Murrah al-
Hazani, ‘Amir Asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.
Penafsiran yang dilakukan oleh tabi’ tabi’in memiliki corak yang menonjol jika
dibandingkan dengan tafsir tabi’in. Berikut ini ciri khusus tafsir tabi’ tabi’in.17
• Fokus pada sanad, baik riwayat tafsir Nabi, Sahabat maupun Tabi’in.
• Tafsir al-Qur’an belum berdiri sendiri, tetapi masih menyatu dengan disiplin ilmu
hadis.
• Tidak hanya fokus pada tafsir yang marfu’ kepada Nabi, tetapi juga mencakup tafsir
sahabat dan tabi’in.
Pada masa ini, para mufassir mulai menekankan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi
sehingga tidak begitu terpengaruh dengan adanya tiga madrasah tafsir pada masa sebelumnya,
yaitu madrasah Mekah, Madinah dan Kufah. Pada masa ini pula, mayoritas mufassir
menafsirkan al-Qur’an secara kata perkata agar dapat memahaminya melalui al-Qur’an itu
sendiri. Model penafsiran seperti ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan “al-Qur’an
menafsirkan bagian lainnya” (al-qur’an yufassiru ba’dhuhu badhan).
8
3. Tafsir Periode Muta’akhkhirin ( Abad ke 4 - 12 H = 11 - 19 M )
Ekspansi Islam ke berbagai daerah Jazirah Arab maupun luar Arab, pada masa-masa
Tabi’in dan tabi’ al-tabi’in semakin berkembang demikian luas. Dan pergaulan umat Islam pun
dengan dunia luar yang notabene pada umumnya non muslimin / muslihat, meskipun kemudian
banyak juga yang memeluk agama Islam, kian waktu semakin kompleks. Pada zaman itu, Islam
telah menguasai daerah-daerah lain yang memiliki kebudayaan lama (kuno) seperti Persia, Asia
Tengah, India, Siria, Turki, Mesir, Etiopia, dan Afrika Selatan bahkan Islam berkembang pula
di Asia tenggara terutama Indonseia di samping Malaysia, Brunei Darussalam dan lain- lain.18
• Ada mufassirin yang lebih menekankan penafsiran Al-Qur’an dari segi bahasa terutama
keindahan (balaghahnya). Di antaranya tercatat nam Al-Zamakhsyari (4670-538 H/1074-
9
1143 M) dengan karyanya al-kasysyaf dan kemudian al-Baydhawi dengan kitabnya Anwar
al-Tanzil wa Asrar al-Takil (sinar Al-Qur’an dan Rahasia-rahasia Penakwilannya).
• Ada golongan yang semata-mata meninjau dan menafsirkan Al-Qur’an dari segi tata
bahasa, kadang-kadang mereka menggunakan syair-syair Arab jahili untuk mengukuhkan
pendapat mereka, seperti al-Zajjaj dalam tafsirnya ma’ani Al-Qur’an (Makna-makna Al-
Qur’an); al-Wahidi dalam tafsirnya al-Basith (pemaparan); Abu Hayyab Muhammad bin
Yusuf al-Andalusi ( 654 – 754 H/ 1256 – 1353 M ) dalam tafsirnya al-Bahr al-muhith (
Lautan yang sangat luas ).
• Ada golongan yang menitik beratkan pembahasan mereka dari segi kisah-kisah dan cerita-
cerita yang terdahulu termasuk berita-berita dan cerita-cerita yang berasal dari orang yahudi
dan nasrani, bahkan kadang-kadang berasal dari kaum Zindik yang ingin merusak Agama
Islam. Dalam menghadapi tafsir yang seperti ini sangat diperlukan penelitian dan
pemeriksaan oleh kaum muslimin sendiri. Yang tekenal menafsirkan Al-Qur’an dengan
sistem ini adalah al-Tsa’labi dan ‘Alauddin bin Muhammad al-Baghdadi (w.741 H/1340
M), termasuk juga tafsir al-Khayin (w.741 H/1340 M).
• Ada yang mengutamakan penafsiran ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum:
menetapkan hukum-hukum fiqih. Penafsiran yang seperti ini telah dilakukan oleh al-
Qurtubi (w.671 H/1272 M) dengan tafsirnya al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an; Ibn al-‘Arabi
(561-638 H/1165-1240 M) dengan tafsirnya Ahkam Al-Qur’an; Jashshash dengan tafsirnya
Ahkam Al-Qur’an; Hasan Shiddiq Khan (1248-1307) dengan tafsirnya Nail al-Maram.
• Ada golongan yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan sifat-sifat
Allah. Ayat ini seakan-akan berlawanan dengan sifat-sifat kesucian dan ketinggian Alah.
Lalu dengan penafsiran itu teranglah bahwa ayat-ayat itu tidak berlawanan dengan sifat-
sifat Allah. Seperti Imam al-Razy (w.610 H/1213 M) dengan tafsirnya Mafatih al-Ghaib.
• Ada golongan menitik beratkan penafsirannya kepada isyarat-isyarat Al-Qur’an yang
berhubungan dengan Ilmu Suluk dan Tasawuf, seperti tafsir al-Tasturi susunan Abu
Muhammad Sahl bin Abdullah al-Tasturi.
• Ada golongan yang hanya memperhatikan lafal-lafal Al-Qur’an yang gharib (yang jarang
terpakai dalam perkataan sehari-hari), seperti KItab Mu’jam Gharaib al-Qur’an nukilan
Muhammad Fuad Abd al-Baqi dari Shahih al-Bukhari.
10
Periode ini dapat dikatakan dimulai pada akhir abad ke-19 sampai saat ini dan
mendatang. Penganut agama islam setelah sekian lama ditindas dan dijajah bangsa barat telah
mulai bangkit kembali. Di mana-mana umat islam telah merasakan agama mereka dihinakan
dan menjadi alat permainan serta kebudayaan mereka telah dirusak dan dinodai. 20
Maka terkenallah periode Modernisasi Islam yang antara lain dilakukan di Mesir oleh
tokoh-tokoh Islam terkenal semisal Jamal al-din al-Afghani (1254-1315 H / 1838-1897 M),
Syekh Muhammad Abduh (1265-1323 H / 1849-1905 M) dan Muhammad Rasyid Ridha
(1282-1354 H / 1865-1935 M). Dua orang yang disebutkan terakhir, yakni Abduh dan Rasyid
Ridha, berhasil menafsirkan Al-Qur’an (Tafsir Al-Qur’an al-Hakim / Tafsir al-Manar)
meskipun tidak sampai tamat. Kesungguhan tafsir ini diakui banyak orang dan memiliki
pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan tafsir baik bagi kitab-kitab tafsir Al-Qur’an
yang semasa dengannya dan terutama kitab-kitab tafsir yang terbit pada masa-masa sesudahnya
hingga sekarang. Cikal-cikal tafsir Al-Qur’an yang lahir abad ke-20 dan 21 banyak yang
mendapatkan inspirasi dari Tafsir al-Manar. Di antara contohnya ialah, Tafsir Al-Maraghi,
Tafsir al-Qasimi dan Tafsir al-Jawahir karya Thanthawi Jauhari.21
Shah Waliyullah (1701 – 1762), seorang pembaharu dari Delhi, telah berjasa dalam
memprakarsai penulisan tafsir modern. Dua karyanya yang monumental, yaitu Hujjah Al-
Balighah dan Ta’wil Al-Hadis fi Rumaz Qishash Al-Anbiya, memuat pokok-pokok pemikiran
modernnya. Ia tidak sia-sia, usahanya merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat
serupa, maka muncullah di Mesir tafsir Muhammad Abduh, tafsir Rasyid Ridha, Ahmad Khalaf
Allah, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh Abu
Kalam Azad, Al-Msriqi, dan G.A. Parwez, tentu saja masih banyak tokoh lainnya. 22
Para ahli tafsir Indonesia lainnya baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup
antara lain : Dr. T.M. Hassbi Ash-Shiddiqiey (1322-1395 H / 1904-1975 M) dengan karyanya
Tafsir al-Nur dan Tafsir al-Bayan; Prof. Dr. Mahmud Yunus (1317-1403 H / 1899-1982 M),
A. Hassan (1301-1378 H / 1883-1958 M), Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. terutama dengan
karyanya Tafsir al-Misbah di samping Tafsir al-Fatihah, dan lain-lain.
11
Satu hal penting yang layak dicatat ialah bahwa gerakan penafsiran Al-Qur’an sebelum
periode kontemporer, hampir semua kitab-kitab tafsir ditulis oleh orang-orang Muslim
berkebangsaan Arab dan dalam bahasa Arab. Penafsiran Al-Qur’an ke dalam bahasa non Arab,
umum terjadi pada akhir-akhir abad ke 19 Masehi dan terutama pada abad ke – 20. Khusus
untuk tafsir Al-Qur’an di kawasan Asia Tenggara, justru dipelopori oleh para mufassir
Indonesia semisal Abdur-Rauf singkel, buya Hamka, dan lain-lain.
Berangkat dari tujuan untuk mengembalikan al-Qur’an sebagai Hudan Linnaas, metode
yang digunakan oleh mufassir kontemporer pun sedikit banyak berlainan dengan metode yang
digunakan oleh para mufassir klasik. Kalau mufassir klasik cendrung menggunakan
metode tahlily (analitis), maka masa penafsiran kontemporer penafsiran dilakukan dengan
metode ijmali (global) dan maudu’iy (tematik) atau penafsiran ayat-ayat tertentu dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan modern seperti semantik, analisis gender, semiotik,
hermeneutika, dan sebagainya.
Dari rangkaian uraian tentang sejarah ringkas tafsir Al-Qur’an sejak zaman Nabi
Muhammad saw. Hingga sekarang yang tersebar di berbagai negara Islam atau negara yang
berpenduduk Muslim termasuk di Indonesia, terdapat jalinan kesinambungan (mata rantai)
yang tidak pernah putus. Kesinambungan mata rantai penafsiran Al-Qur’an ini semakin
memperkuat bukti keaslian kitab suci Al-Qur’an. Kecuali itu, rangkaian penafsiran Al-Qur’an
yang tidak pernah terputus ini seyogianya disadari benar oleh para mufassir zaman sekarang
bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an ini hendaknya kita merasa diawasi oleh Rasul Allah
(Muhammad SAW.) yang menjuluki para ulama sebagai pewaris para Nabi.
“Para ulama itu adalah para ahli waris para Nabi.” ( HR. Al-Turmizi )
12
13
BAB III
KESIMPULAN
1. Sejarah tafsir terus menerus mengalami perkembangan dari mulai zaman Nabi
Muhammad SAW, sampai masa sekarang. Thobaqot Al-Mufassirin (Periode
para ahli tafsir) terkelompokkan menjadi 4 bagian, periode nabi, ulama'
mutaqoddimin, ulama’ mutaakhirin dan kontemporer.
2. Tafsir pada zaman Nabi Muhammad SAW. terkenal dengan istilah tafsir
bilma'tsur (menafsiri Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau Hadis). Pada periode ini
hanya beliau seorang yang paling tahu akan Al-Qur'an yang beliau bawa.
Sehingga para sahabat selalu merujuk pada penafsiran beliau akan Kitab Al-
Qur'an. Tafsir periode ini berlangsung dari tahun kenabian hingga wafatnya
beliau tahun 11 H/610 M
3. Periode mutaqoddimin meliputi zaman Sahabat, Tabi'in dan Tabi' At-Tabi'in.
Periode ini berlangsung pada Abad ke 1-4 H/7-11 M.
a. Tafsir para Sahabat selain mengikuti tafsir Nabi, mereka juga mengambil dari
keterangan sahabat lain yang dihafal dari Nabi. Mereka juga mengerahkan
kemampuan untuk memahami isi Al-Qur'an juga keterangan dari kitab-kitab
samawi lainnya.
b. Tafsir para Tabi'in mengikuti metode tafsir Sahabat, ditambah dengan Ijtihad/
mengerahkan kemampuan untuk memahami makna Al-Qur'an.
c. Tafsir para Tabi' Al-Tabi'in selain mengikuti ulama' sebelumnya dikembangkan
dengan mengikutkan sanad tafsir dari Nabi Sahabat dan Tabi'in, karena ilmu
Tafsir masih menyatu dengan ilmu Hadis.
4. Tafsir pada masa mutaakhirin berlangsung pada abad ke 4-12 H = 11-19 M.
Perkembangan tafsir pada periode ini melhat kedalaman ilmu yang penafsir, ada
yang fokus segi Balaghahnya (keindahan tata bahasa), ada yang menggunakan
dalil-dalil Syair Jahili untuk mengukuhkan pendapatnya, ada yang
14
menggunakan cerita-cerita sebagai tafsir, ada yang fokus menafsiri ayat-ayat
yang mengandung hukum, dan ada yang melihat sisi Tasawuf dalam Al-Qur'an.
5. Tafsir kontemporer pada zaman modern dimulai sejak Abad ke- 12 H = 19 M
hingga sekarang. Menyebar luasnya ummat Islam ke berbagai penjuru dunia
memaksa banyak munculnya model penafsiran dalam berbagai bahasa di
seluruh dunia. Semua itu untuk kebutuhan dakwah Islam di berbagai wilayah.
Sehingga dengan tafsir modern ini Agama Islam semakin diterima dengan tetap
menjaga teks asli Al-Qur'annya hingga sekarang sampai hari kiamat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Terjemah Al-Qur'an
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1995)
Muhammad Amin Suma. Ulumul Qur’an (Jakarta:Rajawali Pers:2014)
Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Bandung :
Pustaka Setia, 2013)
Jalaluddin al-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012)
Muhammad Abdurrahman Muhammad, Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi
Muhammad SAW, terj. Rosihon Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999)
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an
Dan Tafsir, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009)
Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992)
Imam Jalaluddin as-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012)
Syaikh Manna Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta:Pustaka Al-
Kautsar.2005)
Samsurrohman. Op.cit.
Rosihon Anwar. Pengantar Ulumul Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia. 2009) hal.283
http://bintunnahlah.blogspot.com/2017/08/makalah-sejarah-dan-perkembangan-ilmu
16