Disusun oleh :
Novia Damayanti
Dosen pengampu :
Irfan Hasanuddin, M.A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah tentang “Maqamat dan Hal”. Kemudian shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang merupakan lentera atas segala dimensi kegelapan sehingga telah
memberikan ruang keterbukaan bagi kita dalam memasuki pintu-pintu keilmuan
sebagaimana kita dapat mengenal ilmu akhlak tasawuf bab maqamat dan hal.
Dalam hal ini merupakan tugas yang disusun dalam rangka memenuhi nilai
harian.
Selanjutnya tak ada apapun dalam perjalanannya yang tak lepas dari
sekecil dan sedikit dari yang namanya kesulitan, hambatan, rintangan dan
sebagainya. Seperti pula dalam penulisan/penyusunan makalah ini. Dan oleh
sebab itu beribu terima kasih kami haturkan kepada segala pihak yang telah
berpartisipasi dalam rangka penyusunan makalah sederhana ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini diwaktu yang akan datang.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan maqamat ?
2. Apa saja macam-macam maqamat ?
3. Apa yang dimaksud dengan hal ?
4. Apa saja macam-macam hal ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi nilai mata
kuliah Akhlak Tasawuf. Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini yaitu
untuk membahas berkenaan dengan maqamat dan hal dalam ilmu akhlak
tasawuf.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat
orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti
sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada
dekat dengan Allah.
Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang
berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan
hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik
melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah.
Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh
dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka
waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya
sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.
1. Al-Taubah (taubat)
3
berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa
tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh
Allah.
Taubat menurut Dzun Nun al-Misri dibedakan menjadi tiga tingkatan:
(1) orang yang bertaubat dari dosa dan keburukan, (2) orang yang bertaubat
dari kelalaian mengingat Allah dan (3) orang yang bertaubat karena
memandang kebaikan dan ketaatannya. Dari ketiga tingkatan taubat tersebut,
yang dimaksud sebagai maqam dalam tasawuf adalah upaya taubat, karena
merasakan kenikmatan batin.
Bagi orang awam, taubat dilakukan dengan membaca astagfirullah wa
atubu ilaihi. Sedangkan bagi orang khawash taubat dilakukan dengan
riyadhah dan mujahadah dalam rangka membuka hijab yang membatasi
dirinya dengan Allah swt. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu
menggapai maqam yang lebih tinggi.
Berkaitan dengan maqam taubat, dalam al-Qur’an terdapat banyak
ayat yang menjelaskan masalah ini, di antaranya adalah ayat yang berbunyi :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui”. (Ali Imron:135)
2. Al-Zuhud
4
berarti tidak peduli, siapa yang memanfaatkan benda-benda duniawi ini, baik
seorang yang beriman atau tidak.”
3. Al-Wara‟
4. Al-Faqr (kefakiran)
5. Al-Shabr (sabar)
5
6. Tawakkal
7. Ar-Ridha (kerelaan)
C. Pengertian Hal
6
menurut al-Ghazali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang
dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai
buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.
Sehubungan dengan ini, Harun Nasution mendefinisikan hal sebagai keadaan
mental, seperti perasaan senang, persaan sedih, perasaan takut, dan
sebagainya.
D. Macam-Macam Hal
1. Muraqabah
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga
dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah
karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir kalau Allah tidak
senang kepadanya. Menurut Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam hati
karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.
3. Thuma‟ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau
khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia
telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.
4. Raja‟
Raja‟ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang
hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja‟ atau
optimisme ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an:
7
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah: 218).
5. Uns
Uns (suka cita) dalam pandangan sufi adalah sifat merasa selalu
berteman, tak pernah merasa sepi. Dalam keadaan seperti ini, seorang sufi
merasakan tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang
diharap kecuali Allah. Segenap jiwa terpusat bulat kepada-Nya, sehingga ia
seakan-akan tidak menyadari dirinya lagi dan berada dalam situasi hilang
kesadaran terhadap alam sekitarnya. Situasi kejiwaan seperti itulah yang
disebut al-Uns.
6. Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala.
Secara terminologi, tasawuf adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa
yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan
Allah.
8. Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi
menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga
pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai
mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang
murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik
terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah.
Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal
tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan
menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu
bertemu dan bersama Allah.
8
9. Mahabbah
10. Yaqin
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis
akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang
memperbaiki maklah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis
selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
10