Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

POTENSI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN

(Potensi Manusia Untuk Berpengetahuan)

Dalam Surah al-Nahl 78, surah al-Hajj 46, surah al-Sajadah 7-9

Dosen Pengampu : Drs. Abdul Halim Nasution, M.Ag

DISUSUN OLEH :

PAI-5 SEMESTER III

KELOMPOK 7

1. Raudhatul Ma’wa Hasibuan 0301202183


2. Tia Khairun Nisa 0301202237

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami
ucapkan syukur atas kehadiat Allah Swt yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas berupa makalah mengenai “Potensi
Belajar” dengan waktu yang tepat.Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
membawa rahmat bagi alam semesta. Semoga kita mendapatkan syafa’at di akhirat kelak.
Aamiin.

Penyusunan makalah ini kami sudah semaksimal mungkin, dan kami mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak dan mengambil sumber dari berbagai buku sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, kami sangat mengharapkan masukan berupa kritikan, nasehat dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Penulisan makalah ini bermaksud untuk menambah wawasan kita mengenai
stuktur penelitian dan penulisan Ilmiah.

Akhir kata kami berharap mudah-mudahan tujuan penulisan makalah ini dapat
tercapai dan bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, 10 Oktober 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................1

1.3 Rumusan Penulisan................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

2.1 Potensi Belajar........................................................................................2

2.3 Jenis-Jenis Potensi Belajar Yang Ada Dalam Diri Anak........................3

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Potensi......................................................3


2.4 Tafsir Ayat..............................................................................................4
1. QS. An-Nahl : 78.........................................................................4
2. QS. Al-Hajj : 46...........................................................................5
3. QS. As-Sajadah : 7-9...................................................................7

BAB III PENUTUP.................................................................................................9

3.1 Kesimpulan.............................................................................................9

3.2 Saran.....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa
belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung daalam belajar. Karena kemampuan
berubahlah, manusia terbebas kebodohan. Kemampuan belajar atau potensi belajar oleh
manusia itu sudah ada semenjak lahir, yaitu dengan diberikan pendengaran, penglihatan dan
lain sebagainya. Sehingga dengan belajar manusia mampu memainkan peranan penting
dalam mempertahankan kehidupan sekelompok manusia (bangsa) di tengah-tengah
persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju
karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis juga bisa terjadi karena belajar.

Berdasarkan fakta di atas, perlu rasanya kita mengkaji potensi-potensi belajar manusia
yang ada dalam Al-Quran yang mesti dikembangkaan sehingga mampu menciptakan individu
yang cinta ilmu dan yang akan membawa perubahan dan memakmurkan dunia ini, bukan
malah menimbulkan kemudharatan di muka bumi ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan Latar Belakang di atas, ada empat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa itu Potensi Belajar?


2. Apa saja ayat yang berhubungan dengan potensi belajar?
3. Apa-apa saja kandungan dan ayat tafsir dari potensi belajar itu?
4. Dan siapa saja tokoh ulama dalam penafsiran ayat dari potensi belajar itu?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui apa itu potensi belajar.
2. Mengetahui Apa saja ayat yang berhubungan dengan potensi belajar.
3. Mengetahui Apa-apa saja kandungan dan ayat tafsir dari potensi belajar
4. Mengetahui siapa saja tokoh ulama dalam penafsiran ayat dari potensi belajar

1
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Potensi Belajar

Potensi berasal dari bahasa inggris to patent yang berarti keras, kuat. Dalam
pemahaman lain kata potensi mengandung arti kekuatan, kemampuan, daya, baik yang belum
maupun sudah terwujud. Sementara itu dalam kamus bahasa indonesia potensi adalah
kemapuan dan kualitas yang dimiliki seseorang . Namun belum digunakan secara maksimal.
Berbagai pengertian diatas, memberi pemahaman kepada kita bahwa potensi merupakan
suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal.
Udo Yamin Efendi Majdi menjelaskan, kata potensi berasal dari serapan bahasa
Inggris, yaitu “potential”. Artinya ada dua kata, yaitu, (1) kesanggupan; tenaga (2) dan
kekuatan; kemungkinan. Menurut Rofiq A, R. B. Widodo, Icep Fadlil Yani, dan Romdin A
potensi dapat dijabarkan dalam beberapa definisi; pertama potensi adalah segala kepemilikan
yang dapat diolah dengan baik sehingga menghasilkan manfaat bagi pemiliknya, kedua
potensi adalah segala sesuatu yang ada pada diri individu atau lingkungan yang dapat
dioptimalisasikan untuk suatu fungsi tertentu dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu
lama. Ketiga, potensi diartikan sebagai kelebihan atau kekuatan yang dimiliki seorang
individu maupun kelompok masyarakat yang dapat dikelola secara maksimal untuk
menghasilkan manfaat tertentu.
Potensi–potensi belajar yang ada dalam diri seorang siswa tidak sama dengan potensi
yang dimiliki orang lain. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Agus Soejono,“potensi
seseorang tidak sama dengan potensi yang dimiliki orang lain. Seorang lebih tajam
pikirannya atau lebih halus perasaan, atau lebih kuat kemaunnya atau lebih tegap, kuat
badannya dari pada yang lain.”1. Berbagai pengertian diatas, memberi pemahaman kepada
kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal.2
1
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: Logos, 2006), hlm. 56.
2
Rosdiana A Bakar, Dasar-Dasar Kependidikan, (Medan:CV Gema Ihsani, 2015), hlm 11.
2.2 Jenis-Jenis Potensi Belajar Yang Ada Dalam Diri Anak
1. Potensi jasmaniah
Jasmani yang sehat dengan panca indra yang normal yang secara fisiologi bekerja
sama dengan sistem syaraf dan kejiwaan. Potensi jasmaniah ini memerlukan gizi dan
berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan lingkungan yang sehat sebagai pra kondisi
hidupnya. Jika kebutuhan ini sebagian tidak tercukupi maka tubuh orang yang bersangkutan
akan lemah bahkan sakit.
2. Potensi rohaniah
Meliputi segi fikir, rasa, karya, cipta, karya maupun budi nurani. Potensi ini
membutuhkan kesadaran cinta kasih kesadaranakan keagamaan dan nilai–nilai budaya supaya
kepribadian kita sehat dan sejahtera.3

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Potensi

1. Faktor dari dalam ( keturunan)


Keturuan seorang anak dalam keluarganya akan mempengaruhi potensi yang dimiliki
oleh anak tersebut. Misalnya seorang anak yang eurunan bermain musik, maka tidak khyal
jika anak tersebut berpotensi pula dalam bidang musik. Contoh keturunan lain ilmu pasti,
keturunan bertubuh tinggi, keturunan olagragawan dan lain sebagainya.

2. Faktor dari luar ( lingkungan)


Faktor dari luar yang amat besar pengaruhnya terhadap potensi siswa adalah faktor
rumah tangga. Rumah tangga tempat anak dibesarkan, pendidikan dalam keluarga pertama
sekali anak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena itu orang tua adalah
pendidik utama, karena mereka lebih dekat dengan anak, terutama ibu yang mengasuh dari
dalam kandugan sampai tumbuh dewasa. Dengan demikian ibu memiliki kesempatan yang
sangat besar untuk memberi pendidikan dan pengajaran pada anak dalam bentuk contoh,
sikap dan petunjuk.

3
Ibid., hlm 57.
B. TAFSIR AYAT AL-QUR’AN

1. QS. An-Nahl : 78

Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.”

Dalam Tafsir Al-Maraghi, Maksud dari ayat tersebut ialah bahwa Allah SWT
menjdikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, setelah Dia mengeluarkan kalian
dari dalam perut ibu. Kemudian memberi kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahami
dan membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara petunjuk dengan kesesatan,
dan antara yang salah dengan yang benar, menjadikan pendengaran bagi kalian yang dengan
itu kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian dapat memahami dari
sebagian yang lain apa yang saling kalian perbincangkan, menjadikan penglihatan, yang
dengan itu kalian dapat melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan
membedakan antara sebagian dengan sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-perkara
yang kalian butuhkan di dalam hidup ini, sehingga kalian dapat mengetahui jalan, lalu kalian
menempuhnya untuk berusaha mencari rizki dan barang-barang, agar kalian dapat memilih
yang baik dan meninggalkan yang buruk. Demikian halnya dengan seluruh perlengkapan dan
aspek kehidupan.4

Dikatakan dalam kitab tafsirnya Quraisy Syihab, tentang Q.S An-Nahl ayat 78 yaitu
“Sayyid quthub menjadikan ayat ini sebagai pemaparan contoh sederhana dalam kehidupan
manusia yang tidak dapat terjangkau olehnya yakni kelahiran, padahal itu terjadi setiap saat,
siang dan malam persoalan ini adalah ghaib yang dekat, tetapi sangat jauh dan dalam untuk
menjangkaunya.”

4
Ahmad Mustafa, Tafsir al –Maraghi jilid V(Baerut : Daar al-Fikr, 2009), hlm. 118.

4
Pada hakikatnya belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman
terhadap informasi dan/pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan
sendiri atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan
awal), dan perasaan. Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya”. Artinya selama dalam proses pembelajaran itu adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang dan perubahan perubahan yang sangat penting dalam diri
seseorang. Selain itu belajar merupakan salah satu langkah positif yang harus ditempuh
manusia untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya. Islam telah membuat konsepsi-
konsepsi tentang peningkatan kemampuan dan potensi manusia.5 Dalam perspektif agama
(Islam) belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu yang beriman untuk memperoleh
ilmu pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kehidupan mereka.

Adapun mengenai potensi belajar berdasarkan ayat-ayat diatas menurut kami,


berdasarkan surah An-Nahl ayat 78 adalah ayat ini secara jelas mengungkap tiga alat potensi
belajar untuk manusia, yaitu: ‫مع‬LL‫( الس‬pendengaran), yakni alat fisik yang berguna untuk
menerima informasi verbal, ‫ار‬L ‫( األبص‬penglihatan-penglihatan), yakni alat fisik yang
berguna untuk menerima informasi visual, ‫( األفئدة‬aneka hati), adalah gabungan daya pikir dan
daya kalbu, yang menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan
dan kedurhakaan. Dengan demikian tercakup dalam pengertiannya potensi meraih ilham dan
percikan cahaya ilahi.

2. QS. AL-Hajj : 46

Artinya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

5
Ibid, hlm 311

5
Pendidikan qalbu dalam surat al-hajj ayat 46 tersebut berorientasi pada hati nurani
yang dimiliki setiap insan, dikatakan bahwa “sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
yang buta ialah hati yang ada didalam dada” hal ini sesungguhnya menegaskan bahwayang
buta paada diri setiap insan ialah hatinya bukan mata yang manusia miliki, karena
sesungguhnya hati manusia sudah tertutup oleh noda-noda hitam yang membuatnya tidak
bisa melihat dan tidak bisa membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.
Menurut M. Nasib Ar-rifa‟i, dalam bukunya yang berjudul “Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir” menyebutkan bahwa hati seseorang bisa buta karena mereka tidak bisa membedakan
antara perbuatan yang haq (yang baik) dan perbuatan yang bathil (buruk), seperti yang sudah
dikatakan diatas bahwa kebutaan hati tersebut dikarenakan oleh noda hitam yang sudah
menutupi hati tersebut.
Sedangkan menurut M. Quraish Sihabdalam kitabnya yang berjudul “Tafsir Al-
Misbah” disebutkan bahwasannya hati pada ayat tersebut dimaksudkan dengan akal sehat
atau hati suci yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dimana dari akal sehat tersebut
manusia bisa melihat mana perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Jika akal nya
sehat maka yang tercipta dari manusia adalah perbuatan yang baik, namun jika akal nya
sakit/buruk maka buruk pula perbuatan yang diciptakannya.6

Sedangkan menurut surah Al-Hajj adalah ‫( قلوب‬hati) yakni akal sehat dan hati suci
yang digunakan untuk memahami segala sesuatu, Kata qalb kebanyakan artinya berkisar pada
arti perasaan (emosi) dan intelektual pada manusia. Oleh sebab itu ia merupakan dasar
bagi fitrah yang sehat, berbagai perasaan (emosi), baik mengenai perasaan cinta atau benci
dan tempat petunjuk, iman, kemauan, kontrol, dan pemahaman. ‫( ءاذَا‬telinga) yaitu indera
‫ن‬
yang digunakan untuk mendengarkan. Dengan adanya telinga, sesorang menjadikannya untuk
mendengar informasi apapun, belajar, mendengarkan penjelasan guru dengan seksama,
sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

6
Chairul Anwar, Hakikat Manusia Dalam Pendidikan sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Suka-Press,
2014). Hlm. 63
3. QS. As-Sajadah : 7-9

Artinya : Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi)
kamu sedikit sekali bersyukur.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir,menjelaskan ayat ini Allah menceritakan bahwa Dia telah
menciptakan segala sesuatu dengan ciptaan yang sebaik-baiknya dan serapi-rapinya. Malik
telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firmanNya: “Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya”. Yakni yang menciptakan segala
sesuatu dengan sebaik-baiknya, seakan-akan menurut takwilnya terjadi taqdim dan ta’khir
dalam ungkapan ayat. Setelah Allah menyebutkan tentang penciptaan langit dan bumi,
kemudian Dia menyebutkan tentang penciptaan manusia. Untuk itu Dia berfirman:“dan yang
memulai penciptaan manusia dari tanah”. Maksudnya, Dia menciptakan bapak manusia
Adam dari tanah. “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina”.

Yaitu mereka berkembang biak melalui nutfah (air mani) yang dikeluarkan dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. “Kemudian Dia menyempurnakannya”.
Ketika Allah menciptakan Adam dari tanah, Dia menciptakannya dengan ciptaan yang
sempurna lagi utuh. Dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, yaitu akal. (Tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur. Yakni dengan adanya kekuatan tersebut yang telah dianugerahkan oleh
Allah swt kepada kalian. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menggunakannya
untuk ketaatan kepada Tuhannya.7

7
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,(Bandung: Sinar Baru Algensindo) hlm.253-254
Dan dalam penafsiran Quraish Sihab, dijelaskan Allah swt yang mengatur segala urusan
dan Maha Pencipta itu serta Yang Maha Perkasa lagi maha penyayang, Dialah yang
membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan sehingga semua berpotensi
berfungsi sebaik mungkin sesuai dengan tujuan penciptaannya dan Dia telah memulai
penciptaan manusia yakni Adam as. dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya
dari sedikit sari pati air mani yang diremehkan bila dilihat dari kadarnya atau menjijikkan bila
dipandang, atau lemah, tidak berdaya karena sedikitnya.
Kemudian yang lebih hebat dari itu Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
tubuh-nya ruh (ciptaan) Nya dan setelah kelahirannya di pentas bumi Dia menjadikan bagi
kamu wahai manusia pendengaran agar kamu dapat mendengar kebenaran dan penglihatan
agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan hati agar kamu dapat berfikir, dan
beriman. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur dan banyak di antara kamu yang kufur. Yakni
kamu tidak memfungsikan anugerah-anugerah itu sebagaimana yang Allah kehendaki, tetapi
memfungsikannya untuk hal-hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya.8
Berdasarkan surah As-Sajdah ayat 7-9 ialah ‫أحسن‬...‫( خلقه‬sebaik-baiknya…ciptaan) berarti
membuat sesuatu menjadi baik. Kebaikannya diukur pada potensi dan kesiapannya secara
sempurna mengemban fungsi yang dituntut darinya. Kata ini menyatakan bahwa Allah swt.
telah menciptakan semua ciptaan-Nya dalam keadaan baik, yakni diciptakan-Nya secara
sempurna agar masing-masing dapat berfungsi sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Sehingga manusia apada dasarnya diciptakan baik dan siap untuk menerima pelajaran.
Namun yang menjadikannya buruk adalah lingkungan. ‫( روحه من‬dari ruh-Nya) yakni ruh
Allah. Yang dimaksud adalah ruh ciptaan-Nya. Penisbatan ruh itu kepada Allah adalah
penisbatan pemuliaan dan penghormatan. Ayat ini bagaikan berkata: Dia meniupkan ke
dalamnya ruh yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)-Nya. ‫( السمع‬pendengaran) agar kamu
dapat mendengar kebenaran, mendengarkan pelajaran. ‫( األبصار‬penglihatan-penglihatan) agar
kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Memperhatikan ciptaan Allah dan
dengannya kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 183-186

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Allah menciptakan manusia dari yang tidak tahu apa-apa dengan diberinya
penglihatan, pendengaran, serta akal maka manusia harus bersyukur kepada Allah swt, selain
mensyukuri nikmat pemberian Allah swt maka manusia diharapkan dapat berfikir dengan
mengembangkan potensi yang dimilikinya.

QS-An-Nahl : 78 manusia meliputi aspek fisik (jasmani) yakni pendengaran dan


penglihatan serta aspek psikis yakni akal. Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi (suara)
dengan indera pendengaran dan suatu itu memelihara komunikasi vokal antara makhluk yang
satu dengan lainya. Bunyi berfungsi sebagai pendukung arti karena itulah maka sebenarnya
yang ditangkap atau didengar adalah artinya, bukan bunyi atau suaranya. Penglihatan
merupakan pembahasan yang paling besar dan luas dalam psikologi, menurut obyeknya,
masalah penglihatan digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam
dan melihat warna.

Dalam penafsiran M. Nasib Ar-rifa‟i, dan Muhammad Quraish Sihab, Hati pada
Qur’an surat Al-Hajj ayat 46 ini diartikan sama halnya dengan akal atau hati suci yang
manusia miliki dan dengannya mereka dapat mengerti dan memahami apa yang mereka lihat
atau perbuat, meskipun matamereka tidak dapat melihat (buta)tetapi hati nurani mereka dapat
merasakanbaik atau buruk nya sesuatu yang ia lihat atau perbuat.

Dalam penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab dalam QS. As-Sajdah ayat 7-9,
bahwa Allah menciptakan manusia dari yang tidak tahu apa-apa dengan diberinya
penglihatan, pendengaran, serta akal maka manusia harus bersyukur kepada Allah swt, selain
mensyukuri nikmat pemberian Allah swt maka manusia diharapkan dapat berfikir dengan
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hubungannya bahwa seorang pendidik harus
memberikan pendidikan kepada seorang peserta didik sesuai dengan keadaan fisik dan
psikisnya, sedangkan untuk peserta didik diharapkan mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya dengan cara yang baik.
B. SARAN

Demikian makalah ini kami susun, Penulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak sekali terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
meminta untuk para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan karya ilmiah yang kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat dijadikan
sumber referensi dan bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin. Wassalamu’alaikum wr.wb
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul. 2014. Hakikat Manusia Dalam Pendidikan sebuah Tinjauan Filosofis,
Yogyakarta: Suka-Press.

Bakar, Rosdiana. 2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Medan: CV. Gema Ihsani.

Katsir, Ibnu. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Mustafa, Ahmad. 2009.Tafsir al –Maraghi, jilid V Baerut : Daar al-Fikr, tth

Shihab, M. Quraish, 2007. Tafsir Al-Misbah,. Jakarta: Lentera Hati.

Syah, Muhibbin, 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos.

Anda mungkin juga menyukai