Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ORIENTASI PENGEMBANGAN PAI PADA SEKOLAH


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Telaah Materi PAI
Dosen Pengampu: Hj. Nur Khasanah, M.Ag

Disusun oleh:
1. Muhammad Zuhri (2119036)
2. Aminatul Khoeriyah (2119041)
3. Diva Sellanita (2119059)
4. Ahmad Lutfi Maulana (2119065)

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Orientasi Pengembangan PAI
pada Sekolah. Makalah ini kami selesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Telaah Materi PAI.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalah pada makalah ini penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pekalongan,20 Maret 2021

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat PAI dan Pembelajaran PAI ............................................ 3
B. Pengembangan dalam Pendidikan Agama Islam ......................... 6
C. Orientasi Pengembangan PAI pada Sekolah ................................ 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 15
B. Saran .............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ajaran Islam, manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang paling
mulia melebihi makhluk lain (QS. Al-Isra': 70). "Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk lain yang telah Kami
ciptakan." Kelebihan itu ialah bahwa pada manusia diberikan daya akal dan
daya kehidupan dalam arti membentuk peradaban, sedangkan pada binatang
kedua daya itu tidak diberikan, sehingga manusia mampu menciptakan dunia
kehidupannya sendiri, dan menetapkan nilai-nilai luhur yang ingin dicapai
lengkap dengan pilihan srategi untuk mencapai cita-cita hidupnya.
Kemampuan yang demikian itu tidak dimiliki oleh binatang, apalagi tumbuh-
tumbuhan dan benda mati lainnya.
Salah satu realitas kependidikan yang telah membudaya di kalangan
sebagian bangsa, terutama di kalangan sebagian besar umat Islam, adalah
Pendidikan Agama Islam. Kenyataan yang dapat kita saksikan di lembaga
sekolah, pola pengajaran bidangstudi Pendidikan Agama Islam terpusat pada
penumpukan pengetahuan. Pengajaran itu mengabaikan pembentukan
"afektif". Ini penilaian dan gagasan pokok yang dapat disarikan dari berbagai
kalangan masyarakat luas. Tentunya kita juga merasa prihatin dengan
persoalan ini, suatu keprihatinan yang patut kita tindaklanjuti secara
semestinya.
Seperti telah menjadi pendirian sebagian banyak orang, bahwa
diharapkan pendidikan agama menjadi sumbe rkekuatandan inspirasi moral
untuk menumbuhkan bangsa yangberbudi luhur. Kalau dipakai istilah agama
(Islam), diharapkan pendidikan agama dapat membentuk insan kamil;
gambarankepribadian yangmemadukan potensi fikir dan dzikir atau manusia
yang memiliki "kesalehan ritual" dan "kesalehan aktual”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat PAI dan Pembelajaran PAI?
2. Bagaimana Pengembangan dalam Pendidikan Agama Islam?
3. Bagaimana Orientasi Pengembangan PAI pada Sekolah?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Hakikat PAI dan Pembelajaran PAI.
2. Untuk Mengetahui Pengembangan dalam Pendidikan Agama Islam.
3. Untuk Mengetahui Orientasi Pengembangan PAI pada Sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidikan Agama Islam dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Hakikat Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan
antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Dan
untuk mencapai pengertian tersebut maka harus ada serangkaian yang
saling mendukung antara lain:
a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara
berencana dan sadar akan tujuan yang hendak dicapai. Peserta didik
yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti yang
dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama
Islam.
b. Pendidik atau Guru yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran
dan atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk
mencapai tujuan. Kegiatan PAI diarahkan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap
peserta didik, yang di samping untuk membentuk kesalehan atau
kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan atau
kualitas pribadi, juga membentuk kesalehan sosial.
Menurut Zakiyah Darajdat (1989; 87) yang dikutip oleh Abdul Majid
dan Dian Andayani, “Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup”.

3
Sedangkan Tayar Yusuf (1986; 35) mengartikan pendidikan agama
Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,
pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar
menjadi manusia bertakwa kepada Allah.1 Dari pengertian dapat diketahui
bahwasannya dalam penyampaian PAI maupun menerima PAI adalah dua
hal yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh peserta didik dan guru
untuk untuk meyakini akan adanya suatu ajaran kemudian ajaran tersebut
difahami, dihayati dan setelah itu diamalkan atau diaplikasikan, akan tetapi
disitu juga dituntut untuk menghormati agama lain. Sedangkan dalam
buku “Ilmu pendidikan Islam” yang ditulis H.M. Arifin dikatakan
Pendidikan agama Islam adalah sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan
mewarnai corak kepribadiannya.

Dengan istilah lain, manusia yang telah mendapatkan pendidikan


Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan
sebagaimana cita-cita Islam. Pengertian pendidikan agama Islam dengan
sendirinya adalah suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dibutuhkan oleh hambah Allah. Pendidikan Islam pada
khususnya yang bersumberkan nilai-nilai tersebut juga mengembangkan
kemampuan berilmu pengetahuan. Sejalan dengan nilai-nilai Islam yang
melandasinya adalah merupakan proses ikhtiariah yang secara pedagogis
kematangan yang mengutungkan.

1
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 130

4
2. Hakikat Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Terdapat beberapa pengertian yang menjelaskan makna pembelajaran,
di antaranya sebagai berikut:
a. Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar.
Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu
dengan cara efektif dan efesien.2
b. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai pembelajaran. Manusia terlibat dalam
sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya.
Material; buku-buku, papan tulis dan lainnya, fasilitas dan
perlengkapan; ruang kelas, dan lainnya. Prosedur meliputi, jadwal dan
metode penyampaian informasi, praktek, belajar, dan sebagainya.3

Menurut Wina Sanjaya ada beberapa manfaat yang dicapai jika kajian
tentang sistem pembelajaran dilaksanakan dengan baik, di antara manfaat
tersebut adalah:
a. Arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan serta dirumuskan
dengan jelas, konkrit, dan terorganisir. Hal ini supaya dapat
membantu dalam penentuan langkah-langkah proses pembelajaran,
sebagai bahan utama dalam pengembangan komponen-komponen
pembelajaran, dan dijadikan tolak ukur sejauh mana efektivitas proses
pembelajaran.
b. Kinerja pendidik lebih sistematis, sehingga pola fikirnya dan
kegiatannya lebih runtut yang dimungkinkan diperoleh hasil optimal.

2
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Sebagai Referensi bagi Pendidikan
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas), (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), Cet. 2, hlm. 132
3
Oemar Hamalika, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. VIII,
hlm. 57

5
Dengan kata lain bisa terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak
perlu dilakukan.
c. Sebagai perancang pembelajaran dengan optimalisasi segala potensi
serta sumber daya yang relevan dan tersedia. Pada akhirnya
diharapkan tercapainya efisiensi, dengan alakosi waktu yang sama
namun bisa dihasilkan mutu pembelajaran yang berkualitas.
d. Menjadi bahan umpan balik, yaitu untuk diketahuinya keberhasilan
pembelajaran sudah sesuai tujuan atau belum. Selain itu untuk
penilaian komponen pembelajaran manakah yang perlu ditingkatkan
dan diperbaiki kualitasnya agar bisa pada tahap pencapaian tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Pembelajaran PAI dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta
didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus
menerus mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum agama
Islam sebagai kebutuhan peserta didik secara menyeluruh yang
mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku
seseorang baik dalam kognitif, efektif dan psikomotorik. Pemaknaan
pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan bimbingan menjadi
muslim yang tangguh dan mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama
Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu
penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan
mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini
diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri untuk
berpedoman pada agama Islam.
B. Pengembangan dalam Pendidikan Agama Islam
Tugas pendidikan Islam terutama mengembangan kemampuan peserta
didik agar dapat berkembang secara optimal. Sedangkan fungsi pendidikan
Islam adalah sebagai: (1) upaya pengembangan potensi peserta didik secara
optimal, baik potensi jasmani, akal maupun hati; (2) upaya interaksi potensi
dengan tuntutan dan kebutuhan lingkunganya; (3) rekonstruksi pengalaman

6
yang terus menerus agar dapt berbuat sesuatu secara inteligen dan mampu
melaksanakan penyesuaian dan penyesuaian kembali dengan tuntutan.
1. Perkembangan Studi Islam
Perkembangan studi Islam terkait erat dengan perkembangan
pendidikan Islam yang membahas kurikulum dan kelembagaannya baik di
dunia Islam, dunia Barat maupun di Indonesia sendiri. Bahan bagian ini
diadaptasi dari Pengantar Studi Islam Hadidjah dan M. Karman al-
Kuninganiy (2008:11-21).
a. Studi Islam di Dunia Islam
Menurut catatan sejarah, ada empat perguruan tinggi yang
disebut-sebut sebagai kiblat bagi pengembangan studi Islam di dunia
Muslim, yang selanjutnya diikuti oleh para orientalis dalam studi
Islam di kalangan sarjana Barat.
1) Madrasah Nizhamiyah di Nisyafur. Madrasah ini, menurut Ibnu
Khalikan (w. 681-1282) dibangun oleh Nizham al-Mulk untuk al-
Juwaini, tokoh Asy’ariah, dan sekaligus guru besar di madrasah
ini selama tiga dekade hingga wafatnya pada 478/1085 (Hasan
Asari, 1994:57). Madrasah ini terdiri dari tiga bagian inti, gedung
madrasah, masjid dan perpustakaan (bayt al-maktab). Madrasah
ini memiliki beberapa staff, yaitu seorang guru besar (mudarris)
yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengajaran, seorang
ahli Alquran (muqri’), ahli hadis (muhaddits), dan pengurus
perpustakaan, yang bertanggungjawab terhadap tugasnya
masing-masing. Tercatat nama-nama seperti al-Juwaini, Abu al-
Qasim, al-Kiya al-Harrasi, al-Ghazali dan Abu Sa’id sebagai
mudarris, Abu al-Qasim, al-Hudzali dan Abu Nasyar al-Ramsyi
sebagai muqri’, Abu Muhammad al-Samarqandi sebagai
muhaddits, dan Abu Amir al-Jurjani sebagai pustakawan.
AlGhazali pernah tercatat sebagai asisten al-Juwaini.

7
2) Madrasah di Baghdad berdiri tahun 455/1063 yang dibangun
oleh khalifah al-Makmun (813-833 M), yang dilengkapi dengan
perpustakaan termasyur, Bayt alHikmah. Berbeda dengan
madrasah Nizhamiyyah di Nisyafur, di Baghdad tidak memiliki
masjid. Sebagai madrasah terbesar di zamannya, madrasah ini
diajar oleh para guru besar yang memiliki reputasi tinggi, seperti
Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476/1083), al-Kiya al-Harasi, dan al-
Ghazali (1058-1111 M) yang tercatat sebagai pemikir terbesar
dengan sebutan Imam al-Ghazali dan pengaruhnya cukup kuat
di Timur. Madrasah yang beridiri hampir dua abad ini akhirnya
hancur, sekaligus melambangkan kehancuran Islam pada masa
pemerintahan Abbasiah, setelah Hulagu Khan (1256-1349 M)
melakukan penyerbuan besar-besaran ke Baghdad.
3) Universitas Al-Azhar di Kairo. Universitas Al-Azhar di Kairo,
Mesir ini tidak terlepas dari eksistensi Abbasiah-Syiah yang
pengaruh kekuatan politiknya mulai melemah. Di sinilah
wilayah-wilayah kekuasaan Daulat Ababsiah seperti Thahiriyah,
Safawiyah, Samawiyah, Thuluniyah, Fathimiyah, Ghaznawiah,
dan lain-lain menuntut otonomisasi. Di Universitas Al-Azhar
ini, rektor (syekh Al-Azhar), selain merupakan jabatan
akademis, juga merupakan kedudukan politis yang berwibawa
vis avis kekuasaan politik. Tetapi, sejak Dinasti Usmaniah
(1517-1798) pamor Al-Azhar mulai menurun, sehingga
Muhammad Ali mengintervensi Al-Azhar dalam membenahi
Al-Azhar sejak paroh abad ke-19. Kenyataan ini pula yang
membawa preseden lenyapnya “independensi” Al-Azhar
sebagai lembaga akademis, yang pada gilirannya mempengaruhi
otoritas dan pamornya, terutama dalam hubungannya dengan
kekuasaan politik hingga kini.

8
4) Universitas Cordova, Pemerintahan Abdurrahman I dipandang
sebagai tonggak kemajuan ilmu dan kebudayaan di Cordova.
Sejarah mencatat bahwa Aelhoud dari Bath (Inggris) belajar di
Cordova pada tahun 1120 M yang mendalami geometri, aljabar
dan matematika.
b. Studi Islam di Dunia Barat
Barat mengembangkan penelitian mereka dalam bidang ilmu
pengetahuan di Barat. Francirs Bacon (1561-1626) telah megilhami
para sarjana Barat dalam kegiatan observasi dan eksperimen, terutama
karyanya Novu Organon. Tercatat tokoh yang mengembangkan ilmu
pengetahuan dari penerjemahan manuskrip Arab tersebut Gerbert
d’Auvergne (999-1003 M) dalam bidang kedokteran dan matematika
di abad ke-11 M. Pada pertengahan abad ke-12 M dibentuk semacam
kelompok penerjemah yang diketuai oleh Archdeacon Dominicues
Gundasalvi. Kelompok ini untuk pertama kalinya menerjemahkan
humpunan komentas Ibnu Sina dan alGhazali dalam bahasa Latin.
Karya Ibnu Sina untuk pertama kalinya diterjemahkan dalam bidang
kedokteran berjudul Canon of Medicine oleh Cromena (w. 1187 M).
Setelah ilmu pengetahuan Islam (Muslim) ‘migran’ ke Barat dan
dikembangkan oleh para sarjana mereka, ternyata banyak ajaran Islam
yang menyimpang dari ajaran sebenarnya, karena telah dirasuki oleh
paham sekuler. Inilah yang menyebabkan para sarjana Muslim
melakukan upaya pemurnian ajaran.
c. Studi Islam di Indonesia
Perkembangan studi Islam di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan lembaga pendidikan, mulai dari sistem pendidikan
langgar, sistem pesantren, sistem pendidikan di kerajaan-kerajaan
Islam, hingga munculnya sistem kelas. Pendidikan pesantren dan
madrasah sangat menonjol dalam studi Islam di Indonesia. Di
samping pesantren, perguruan tinggi Islam tentu menjadi sebuah
lembaga paling diminati untuk studi Islam secara komprehensif.

9
Perguruan Tinggi Islam di Indonesia, seperti STAIN, IAIN,dan UIN,
dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan studi Islam. Munculnya
gagasan pendirian perguruan tinggi Islam seperti IAIN/STAIN tidak
terlepas dari kesadaran kaum Muslim yang dilatarbelakangi berbagai
faktor. Pertama, untuk mengakomodasi kalangan yang tidak memiliki
kesempatan melanjutkan ke Timur Tengah. Kedua, keingingan untuk
mewujudkan lembaga pendidikan Islam sebagai kelanjutan pesantren
dan madrasah. Keingingan untuk menyeimbangkan jumlah kaum
terpelajar tamatan sekolah “sekuler” dengan tamatan sekolah agama.
Gagasan ini datang dari kalangan agamawan, juga muncul dari
kalangan terpelajar Muslim tamatan sekolah “sekuler”. 4
2. Pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah
Pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah mengacu
kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) terutama pada standar isi, standar proses
pembelajaran, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan
prasarana pendidikan. Pengembangan pendidikan agama Islam pada
sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan,
bahwa pendidikan Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk :
a. Pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama
Islam di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan.
b. Pendidikan umum berciri Islam pada satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
pada jalur formal dan non formal, serta informal.
c. Pendidikan keagamaan Islam pada berbagai satuan pendidikan
diniyah dan pondok pesantren yang diselenggarakan pada jalur
formal, dan non formal, serta informal.

4
An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. (Jakarta:
Gema Insani Press. 1996). Hlm 46

10
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada sekolah
diarahkan pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan agama Islam
pada sekolah dengan perkembangan kondisi lingkungan lokal, nasional,
dan global, serta kebutuhan peserta didik. Kegiatan dalam rangka
pengembangan kurikulum adalah pembinaan atas satuan pendidikan dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam tingkat satuan
pendidikan.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah yang sedang berlangsung
belum semuanya memenuhi harapan kita sebagai umat Islam mengingat
kondisi dan kendala yang dihadapi, maka diperlukan pedoman dan
pegangan dalam membina pendidikan agama Islam. Ini semua mengacu
pada usaha strategis pada rencana strategis kebijakan umum Direktorat
Jendral Pendidikan Agama Islam Departemen Agama yaitu peningkatan
mutu khusus mengenai pendidikan agama Islam di sekolah, peningkatan
mutu itu sendiri terkait dengan bagaimana kualitas hasil pembelajaran
pendidikan agama Islam pada peserta didik yang mengikuti pendidikan di
sekolah. Mutu itu sendiri sebetulnya sesuatu yang memenuhi harapan-
harapan kita. Artinya kalau pendidikan itu bermutu hasilnya memenuhi
harapan-harapan dan keinginan-keinginan kita. Kita bukan hanya sebagai
pengelola, tetapi juga sebagai pelaksana bersama semua pemangku
kepentingan (stakeholder) termasuk masyarakat, orang tua. Dalam
kenyataan pendidikan agama Islam di sekolah masih banyak hal yang
belum memenuhi harapan..
Gambaran umum tentang mutu pendikan pendidikan agama Islam di
sekolah belum memenuhi harapan-harapan dalam peningkatan kualitas
pendidikan agama Islam di sekolah yang menjadi agama sebagai benteng
moral bangsa. Kondisi ini dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh tiga
faktor, yaitu pertama sumber daya guru, kedua pelaksanaan pendidikan
agama Islam, dan ketiga terkait dengan kegiatan evaluasi dan pengujian
tentang pendidikan agama Islam di sekolah.

11
C. Orientasi Pengembangan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
1. Orientasi dalam Pendidikan Islam
Orientasi adalah suatu penetapan atau perasan tentang posisi
seseorang dalam kaitannya dengan lingkungan atau dengan orang tertentu
atau sesuatu yang khusus atau lapangan pengetahuan. Adapun orientasi
pendidikan islam itu sendiri bahwa islam lebih mementingkan hidup masa
depan yang bernilai duniawi-ukhrawi. Sebagaimana dalam firman Allah
SWT berikut ini:
Yang artinya “hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri manusia memperhatikan hal-hal yang
diperbuatnya untuk hari esok akhirat) bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Al-Hasyr: 18).
Ayat di atas memberikan indikasi kepada kita bahwa pendidikan
islam itu adalah adanya keseimbangan antara ilmu dunia dan akhirat.
Sehingga ketika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang maka ia
mempertimbangkannya kembali. Sebab jika melakukan perbuatan itu,
berarti ia telah merusak kehidupan masa depannya. Ada tiga sumber pokok
orientasi pendidikan islam, antara lain:
a. Orientasi pengembangan kepada Allah Yang Maha Mengetahui, yang
menjadi sumbernya segala sumber ilmu pengetahuan.
b. Orientasi pengembangan ke arah kehidupan sosial manusia, di mana
hubungan antar manusia semakin kompleks dan luas ruang
lingkupnya akibat pengaruh kemajuan ilmu dan teknologi modern
yang maju pesat.
c. Orientasi pengembangan ke arah alam sekitar yang diciptakan Allah
untuk kepentingan hidup umat manusia, mengandung macam
kekayaan alam yang harus digali, dikelola dan dimanfaatkan oleh
manusia bagi kesejahteraan hidupnya di dunia untuk mencapai
kebahagiaan hidup di akhirat.

12
Orientasi pendidikan islam sendiri merupakan suatu cara penyebaran
islam yang dilakukan secara intensif atau secara bersungguh-sungguh.
Para pendahulu dalam rangka perpaduan antara konteks keIndonesiaan
dengan keIslaman. Tak heran jika pada awalnya pendidikan islam tampak
sangat tradisional. Namun, dijaman modernisasi, pendidikan islam mulai
tampak dengan diambilnya bentuk madrasah sebagai salah satu pendidikan
islam selain pesantren.
Orientasi pendidikan islam yang filosofis qurani adalah
menggunakan prinsip dasar-dasar alquran sebagai bahan sandaran atau
yang penulis maksud adalah kebenaran yang hakiki [absolut]. Adapun
indikatornya dikembangkan ke dalam metode-metode yang diterapkan
dalam dunia pendidikan saat ini, dan tentunya tanpa mengurangi dari
esensi alquran itu sendiri. Adapun metodenya adalah menggunakan
pembelajaran berbasis fitrah dalam bukunya Achjar Chalil. Yang
ditekankan adalah mengendalikan dorongan hati dengan cara berdzikir,
karena dengan berdzkir akan memberikan kekuatan pada seseorang untuk
berpikir positif, selalu optimis, dan mampu mengurangi atau bahkan
menghilangkan derajat kecemasan yang menggelayuti jiwanya.5
2. Orientasi Penanaman Nilai Keagamaan di Sekolah
Filsafat pendidikan theocentric memandang banwa semua yang ada
diciptakan oleh-Nya, berjalan menurut hukum-hukum-Nya, dan kembali
pada kebenaraNya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkans
sesuai dengan fltrohnya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada
lingkungan dan pendidikan yang diperolehnya. Dalam hal memberikan
pendidikan agama kepada anak; sejak masa dininya sampai anak mampu
berfikir, ditempuh melalui kebiasaankebiasan yang menyenangkan,
sekalipun mereka belum mengerti maksudnya. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya baru diberi penjelasan sesuai dengan tahap
perkembangan pemikiranya, dan akhirnya pelajar sendirilah yang belajar,

5
Ramayulis, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia)

13
sedang pendidik hanya membantunya. Mengenai nilai yang mendasari
kegiatan proses belajar mengajar, filsafat pendidikan theocentric
mendasarkan kegiatan pendidikan pada tiga nilai kunci: ibadah, ikhlas, dan
ridlo Tuhan (Mastuhu, 1994: 17).
Dari pemikiran di atas menunjukkan, bahwa hidup dan kehidupan
manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, manusia hanya mencari hikmah
atas kehidupanya. Nilai agama ditanamkan untuk membentuk kesalehan
ritual atau berorientasi pada penghambaan manusia kepada Tuhan
(Abdillah). Filsafat anthropocentric mendasarkan ajaranya pada hasil
pemikiran manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam
hidup keduniawian. Pendidikan diarahkan pada pembentukan dan
pengembangkan kepribadian anak untuk mencapai kedewasaan dan
kesejahteraan hidup duniawi. Dalam faham ini tergambar adanya
kebebasan dan kemandirian manusia dalam mengurus kehidupannya.
Meskipun demikian faham anthropocentric juga mengakui adanya
keterikatan. Dalam hidup tidak ada kebebasan tanpa ikatan atau bebas
tetapi terikat.6

6
Machasin., Kebebasan Manusia, Telaafi Kritis Terhadap KonsepsiAl-Qur'an. (Yogyakarta: INHIS.
1996), hal. 119

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Pembelajaran PAI
dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong
belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang
teraktualisasikan dalam kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan peserta
didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif
tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam kognitif, efektif dan
psikomotorik.
Tugas pendidikan Islam terutama mengembangan kemampuan peserta
didik agar dapat berkembang secara optimal Perkembangan studi Islam terkait
erat dengan perkembangan pendidikan Islam yang membahas kurikulum dan
kelembagaannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada
sekolah diarahkan pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan agama
Islam pada sekolah dengan perkembangan kondisi lingkungan lokal, nasional,
dan global, serta kebutuhan peserta didik. Kegiatan dalam rangka
pengembangan kurikulum adalah pembinaan atas satuan pendidikan dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam tingkat satuan pendidikan.
Orientasi pendidikan islam sendiri merupakan suatu cara penyebaran islam
yang dilakukan secara intensif atau secara bersungguh-sungguh.
B. Saran
Penulis menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami mengenai
Orientasi Pengembangan PAI pada Sekolah. Penulis juga mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul, dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran (Sebagai Referensi bagi
Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hamalika, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
An Nahlawi, Abdurrahman. 1996. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat.
Jakarta: Gema Insani Press.
Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Machasin. 1996. Kebebasan Manusia, Telaafi Kritis Terhadap Konsepsi Al-Qur'an.
Yogyakarta: INHIS.

16

Anda mungkin juga menyukai