Anda di halaman 1dari 8

A.

Fitrah Sebagai Potensi Beragama

Fitrah diungkap dalam Al-Quran sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17 surat.
Diantara yang memuat kata fitrah adalah QS. Al-Ruum ayat 30 yang artinya sebagai
berikut :”maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui (QS.A-Ruum : 30)”. Fitrah tersebut menunjukkan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah SWT. menurut fitrahnya. Fitrah ini merupakan citra manusia yang
penciptaannya tidak ada perubahan, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi
hilang. Keajegan fitrah sebagai pertanda agama yang lurus, walaupun hal itu tidak
diketahui oleh kebanyakan manusia.1 Syaikh Nadm dalam bukunya Qishatul Islam yang
diterjemahkan A. Hanafi dengan kisah mencari tuhan, menggambarkan bahwa keraguan
manusia itu terjadi ketika mengungkap penciptaan alam dari tidak ada menjadi ada.
Manusia dengan bekal akal budi telah membuat para malaikat terkagum-kagum.
Kemampuan berkreatifitasnya sangat luar biasa. Bekal tuhan untuk manusia benar-benar
teruji oleh malaikat. Namun,manusia juga tak luput dari kelemahan, dan yang sangat
menonjol adalah sifat senang dengan yang sudah ada dan dorongan ingin tahu.2

Adanya agama sebagai fitrah akan selalu mengontrol seluruh gerak-gerik manusia.
Ketetapannya akan terus teruji. Walaupun banyak manusia mencoba untuk
memisahkannya dari ilmu pengetahuan, nyatanya akan tetap selalu mengalami
kedangkalan dalam pembahasan dan pola pikir yang mereka sanjumg selama ini.3

B. Teori-teori Dalam Kajian Sumber Jiwa Beragama

Ada dua teori dalam sumber jiwa beragama, yaitu:

1. Teori Monistik

Teori monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah
satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal yang paling dominan sebagai
1 Mujib, Abdul, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2002. Hal.
77-78
2 Sapuri, Rafy, Psikologo Islam, Jakarta :PT. Rajagrafindo Persada, 2009. Hal. 24-25
3 Ibid, hal.26
sumber kejiwaan dapat dikemukakan oleh beberapa pendapat, yaitu:

 Thomas van Aquino

Sesuai dengan masanya, Thomas Aquinp mengemukakan bahwa yang


menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir. Manusia bertuhan
karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan
beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri.
Pandangan semacam ini masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang
dimana para ahli mendewakan rasio sebagai satu-satunya motif yang
menjadi sumber agama.

 Fredrick Hegel

Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Thomas van


Aquino, maka filosof jerman ini berpendapat, agama adalah suatu
pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi.
Berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan
yang berhubungan dengan pikiran.

 Fredrick Schleimacher

Berlainan dengan pendapat kedua ahli diatas, maka F. Schleimacher


berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa
ketergantungan yang mutlak. Dengan adanya rasa ketergantungan yang
mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini
menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu
kekuasaan yang berada diluar dirinya. Berdasarkan rasa ketergantungan
itulah maka timbul konsep tentang Tuhan. Manusia merasa tak berdaya
menghadapi tantangan alam yang selalu dialaminya, makanya mereka
menggantung harapannya kepada suatu kekuasaan yang dianggap mutlak.
Rasa ketergantungan yang mutlak ini dapat dibuktikan dalam realitas
upacara keagamaan dan pengabdian para penganut agama kepada suatu
kekuasaan yang mereka namakan Tuhan.
 Rudolf Otto

Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum
yang berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain). Jika seseorang
dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang
lain. Perasaan yang semacam itulah yang menurut pendapatnya sebagai
sumber dari kejiwaan agama pada manusia.

 Sigmund Freud

Pendapat S. Freud, unsure kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama


adalah libido sexual (naluri seksual). Berdasarkan libino ini timbullah ide
tentang ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses :

a. Oedipoes Complex, yakni mitos yunani kuno yang menceritakan


bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipoes
membunuh ayahnya. Kejadian yang demikian itu berawal dari
manusia primitive. Setelah ayah mereka mat, maka timbullah rasa
bersalah pada diri anak-anak itu.

b. Father Image (Citra Bapak), setelah mereka membunuh ayah


mereka dan dihantui oleh rasa bersalah itu, timbullah rasa
penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat suatu
carasebagai penebus kesalahan mereka yang telah mereka lakukan.
Timbullah keinginan untuk memuja arwah ayah yang telah mereka
bunuh itu, karena khawatir akan pembalasan arwah tersebut. Jadi
menurut Freud agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.

Sigmund bertambah yakin akan kebenaran pendapatnya itu


berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa.4

 William Mac Dougall

Sebagai salah seorang ahli psikologi insting, ia berpendapat bahwa

4 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 2010. Hal.54-56


memang insting khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia berpendapat,
sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa insting.

2. Teori Faculty (Faculty Theory)

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu
factor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap
memegang peranan penting adalah : fungsi cipta (reason), rasa (emotion) dan
karsa (will).

Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan


ditentukan oleh tiga fungsi tersebut, yaitu :

 Cipta (Reason) : merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu kalam


merupakan cerminan adanya pengaruh fungsi intelek ini. Melalui cipta
orang dapat menilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan
suatu tindakan terhadap stimulant tertentu. Perasaan intelek ini dalam
agama merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat, terlebih-lebih dalam
agama modern peranan dan fungsi reason ini sangat menentukan.

 Rasa (Emotion) : suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak


berperanan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku
seseorang. Betapapun pentingnya fungsi reason, namun jika digunakan
secara berlebih-lebihan akan menyebabkan ajaran agama itu menjadi
dingin.

Jadi yang menjadi objek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah


bukan anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi
oleh emosi, melainkan sampai berapa jauhkah peanan emosi itu dalam
agama. Sebab jika secara mutlak emosi yang berperanan tunggal dalam
agama, maka ia akan mengurangi nilai agama itu sendiri sebagaimana
yang dikemukakan oleh W. H. Clark : upacara keagamaan yang hanya
menimbulkan keributan bukanlah merupakan agama sama sekali.

 Karsa (Will) : merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will


berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan dokrin serta ajaran agama
berdasarkan fungsi kejiwaan. Jika tingkah laku keagamaan itu terwujud
dalam bentuk perwujudan yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan
selalu mengimbangi tingkah laku, perbuatan dan kehidupannya sesuai
dengan kehendak Tuhan. Maka berarti willnya kuat. Suatu kepercayaan
yang dianut tidak akan berarti sama sekali apabila dalam keyakinan
kepercayaan itu will tidak berfungsi secara wajar.

Sejalan dengan fungsi reason dan emosi, maka fungsi will pun tidak boleh
berlebih-lebihan. Jika hal itu terjadi maka akan terlihat tindak keagamaan
yang berlebih-lebihan pula. Keadaan yang demikian itu akan
menyebabkan penilaian masyarakat terhadap agama itu tidak akan
mendapat tempay yang sewajarnya.5

C. Beberapa Pemuka Teori Fakulty

a. G.M. Straton

G. M. Straton mengemukakan teori “konflik”. Ia mengatakan, bahwa yang


menjadi sumber agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia. Keadaan
yang berlawanan seperti : baik-buruk, moral-immoral, kepasifan-keaktifan, rasa
rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diri,
manusia. Konflik selain dapat membawa kemunduran (kerugian) tetapi ada juga
dalam kehidupan sehari-hari konflik yang membawa kearah kemajuan, seperti
konflik dalam ukuran moral dan ide-ide keagamaan dapat menimbulkan
pandangan baru.

Jika konflik itu sudah demikian mencekam manusia dan mempengaruhi


kehidupan kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada suatu
kekuasaan yang tertinggi (Tuhan). Seperti Sigmund Freud berpendapat, bahwa
dalam setiap organis terdapat dua konflik kejiwaan yang mendasar, yaitu :

 Life-urge : ialah keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup

5 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta :Kalam Mulia,
dari keadaan yang terdahulu agar terus berlanjut.

 Death-urge : ialah keinginan untuk kembali pada keadaan semula sebagai


benda mati (anorganis).

Selanjutnya, G. M. Strato berpendapat, konflik yang positif tergantung atas


adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar (basic-urge), sebagai
keadaan yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut.

b. Zakiah Daradjat

Dr. Zakiah Daradjat berpendapat, bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan
pokok. Beliau mengemukakan, selain dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani, manusua pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan
keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.

Unsure-unsur yang dikemukakan yaitu :

 Kebutuhan akan rasa kasih saying adalah kebutuhan yang menyebabkan


manusia mendambakan rasa kasih.

 Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong


manusia mengharapkan adanya perlindungan. Kehilangan rasa aman ini
akan mengakibatkan manusia sering curiga, nakal, mengganggu, membela
diri, menggunakan jimat-jimat, dan lain-lain.

 Kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang bersifat individual
yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang.

 Kebutuhan akan rasa bebas adalah kebutuhan yang menyebabkan


seseorang bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi dan situasi rasa
lega.

 Kebutuhan akan rasa sukses merupakan kebutuhan manusia yang


menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk
penghargaan terhadap hasil karyanya.
 Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal) dalah kebutuhan yang
menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.

Menurut Dr. Zakiah Daradjat, gabungan dari keenan macam kebutuhan


tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan.

c. W. H. Thomas

Melalui teori The Four Wishes-nya ia menemukakan, bahwa yang menjadi


sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam
jiwa manusia, yaitu :

 Keinginan untuk keselamatan (security)

Keinginan ini tampak jelas dalam kenyataan manusia untuk memperoleh


perlindungan atau penyelamatan dirinya baik berbentuk biologis maupun
nonbiologis.

 Keinginan untuk memdapat penghargaan (recognition)

Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia


mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan dikenal orang lain.

 Keinginan untuk ditanggapi (response)

Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencinta dan dicinta dalam


pergaulan.

 Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience)

Keinginan ini menyebabkan manusia mengekplorasi dirinya untuk


mengenal sekelilingnya dan mengembangkan dirinya.

Melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan dasar itu
akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdi dirinya kepada
Tuhan, keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.6

6 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 2010. Hal.59-63

Anda mungkin juga menyukai